Quick Guide
Hide Quick Guide
    Bandingkan Versi Sebelumnya
    Buka PDF
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 154 TAHUN 2023

     
    TENTANG
     
    PENUNDAAN ATAU PENGANGSURAN UTANG DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     
     
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa ketentuan mengenai penundaan pembayaran utang bea masuk, bea keluar, dan/atau sanksi administrasi berupa denda telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Utang Bea Masuk, Bea Keluar, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda;
    b.
    bahwa ketentuan mengenai tata cara pengangsuran pembayaran tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda di bidang cukai telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai;
    c.
    bahwa untuk optimalisasi penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai, serta memberikan kemudahan dalam pembayaran utang bea masuk, bea keluar, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Utang Bea Masuk, Bea Keluar dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai perlu diganti;
    d.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37A ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penundaan atau Pengangsuran Utang di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
     
     
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2.
    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    3.
    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
    4.
    Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
    5.
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
    6.
    Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar terhadap Barang Ekspor (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4886);
    7.
    Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
    8.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
     
     
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENUNDAAN ATAU PENGANGSURAN UTANG DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI.
     
     
     
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM

     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Utang adalah utang kepabeanan dan/atau utang cukai.
    2.
    Utang Kepabeanan adalah pajak berupa bea masuk dan bea keluar yang masih harus dibayar, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
    3.
    Utang Cukai adalah pajak berupa tagihan cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga berdasarkan Undang-Undang Cukai.
    4.
    Penundaan adalah pengunduran jangka waktu pembayaran Utang Kepabeanan.
    5.
    Pengangsuran adalah pembayaran Utang secara bertahap.
    6.
    Pembayaran Awal adalah pembayaran Utang yang telah mendapatkan persetujuan Penundaan atau persetujuan Pengangsuran sebelum jatuh tempo yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai persetujuan Pengangsuran.
    7.
    Pihak Yang Terutang adalah orang pribadi atau badan hukum yang namanya tercantum dalam dokumen yang menyebabkan timbulnya Utang.
    8.
    Pengusaha Pabrik adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengusahakan pabrik barang kena cukai.
    9.
    Kantor Bea dan Cukai adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat Pihak Yang Terutang melunasi Utang.
    10.
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
    11.
    Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
    12.
    Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 2

    (1)
    Direktur Jenderal dapat memberikan persetujuan:
     
    a.
    Penundaan atau Pengangsuran terhadap Utang Kepabeanan; atau
     
    b.
    Pengangsuran terhadap Utang Cukai.
    (2)
    Utang yang dapat diberikan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Utang yang timbul dari:
     
    a.
    surat penetapan;
     
    b.
    surat tagihan;
     
    c.
    Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; atau
     
    d.
    putusan badan peradilan pajak.
    (3)
    Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan dalam hal Utang sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum.
    (4)
    Upaya administratif atau upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
     
    a.
    keberatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai;
     
    b.
    banding sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai;
     
    c.
    pembetulan surat penetapan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 92A ayat (1) Undang-Undang Kepabeanan; atau
     
    d.
    pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 40A ayat (1) Undang-Undang Cukai.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 3

    (1)
    Penundaan atau Pengangsuran Utang Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dapat diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan Pihak Yang Terutang dalam membayar Utang.
    (2)
    Pengangsuran Utang Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada Pihak Yang Terutang yang merupakan Pengusaha Pabrik yang mengalami kesulitan keuangan atau keadaan kahar.
     
     
     
     
     
     
    BAB II
    PENGAJUAN PERMOHONAN

     

    Pasal 4

    (1)
    Pihak Yang Terutang dapat mengajukan permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Bea dan Cukai.
    (2)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lambat sebelum surat paksa diberitahukan oleh Jurusita Bea dan Cukai kepada Pihak Yang Terutang sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penagihan pajak dengan surat paksa.
    (3)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    ditandatangani oleh Pihak Yang Terutang; dan
     
    b.
    dilampiri dengan:
     
     
    1.
    surat penetapan, surat tagihan, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan, atau putusan badan peradilan pajak;
     
     
    2.
    laporan keuangan periode berjalan dan laporan keuangan tahun sebelumnya, atau catatan sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai;
     
     
    3.
    catatan keuangan, yang paling sedikit memuat informasi terkait dengan:
     
     
     
    a)
    total aset;
     
     
     
    b)
    total utang;
     
     
     
    c)
    total ekuitas;
     
     
     
    d)
    aset lancar;
     
     
     
    e)
    utang lancar;
     
     
     
    f)
    laba ditahan;
     
     
     
    g)
    penjualan;
     
     
     
    h)
    laba sebelum bunga dan pajak; dan
     
     
     
    i)
    laba bersih,
     
     
     
    dalam hal Pihak Yang Terutang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan yang menghasilkan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 2; dan
     
     
    4.
    surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh Pihak Yang Terutang, dalam hal permohonan bukan diajukan oleh Pihak Yang Terutang.
    (4)
    Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan karena Pihak Yang Terutang mengalami keadaan kahar, selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pihak Yang Terutang juga harus melampirkan surat keterangan dari instansi berwenang yang menyatakan telah terjadi keadaan kahar.
    (5)
    Permohonan dinyatakan diterima secara lengkap apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
    (6)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
    BAB III
    PENELITIAN

     

    Pasal 5

    (1)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
    (2)
    Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
     
    a.
    kelengkapan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 4 ayat (4);
     
    b.
    jangka waktu permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
     
    c.
    pemenuhan syarat Utang tidak sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4);
     
    d.
    kredibilitas Pihak Yang Terutang;
     
    e.
    kondisi keuangan Pihak Yang Terutang; dan
     
    f.
    keadaan kahar.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 6

    Penelitian terhadap kredibilitas Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d, dilaksanakan untuk memastikan Pihak Yang Terutang tidak mempunyai tunggakan Utang yang telah diberitahukan surat paksanya.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 7

    (1)
    Penelitian terhadap kondisi keuangan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e, dilakukan untuk menilai dan memastikan Pihak Yang Terutang mengalami kesulitan keuangan.
    (2)
    Penilaian terhadap kondisi keuangan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memeriksa:
     
    a.
    laporan keuangan Pihak Yang Terutang; atau
     
    b.
    catatan keuangan, dalam hal diajukan oleh Pihak Yang Terutang yang tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan yang menghasilkan laporan keuangan.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 8

    Penelitian terhadap keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f, dilakukan dengan meneliti kebenaran surat keterangan mengenai keadaan kahar dari instansi terkait yang disampaikan oleh Pihak Yang Terutang.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 9

    Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat melakukan wawancara dan/atau peninjauan lokasi dalam melakukan penelitian terhadap kondisi keuangan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
     
     
     
     
     
     
    BAB IV
    PERSETUJUAN ATAU PENOLAKAN

     

    Pasal 10

    (1)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal memberikan:
     
    a.
    persetujuan Penundaan atau Pengangsuran; atau
     
    b.
    penolakan Penundaan atau Pengangsuran,
     
    terhadap permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
    (2)
    Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan dalam hal:
     
    a.
    permohonan dinyatakan lengkap;
     
    b.
    jangka waktu permohonan terpenuhi;
     
    c.
    Utang tidak sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4);
     
    d.
    persyaratan kredibilitas terpenuhi;
     
    e.
    hasil penelitian kondisi keuangan menunjukkan Pihak Yang Terutang dalam kondisi kesulitan keuangan; dan
     
    f.
    hasil penelitian menunjukan Pihak Yang Terutang mengalami keadaan kahar, dalam hal alasan permohonan Penundaan atau Pengangsuran karena keadaan kahar.
    (3)
    Dalam hal permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diberikan persetujuan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan:
     
    a.
    Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan Utang Kepabeanan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
     
    b.
    Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran Utang Kepabeanan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
     
    c.
    Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran Utang Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (4)
    Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal:
     
    a.
    permohonan tidak lengkap;
     
    b.
    jangka waktu permohonan tidak terpenuhi;
     
    c.
    Utang sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (4);
     
    d.
    persyaratan kredibilitas tidak terpenuhi;
     
    e.
    hasil penelitian kondisi keuangan menunjukkan Pihak Yang Terutang tidak dalam kondisi kesulitan keuangan; dan/atau
     
    f.
    hasil penelitian menunjukan Pihak Yang Terutang tidak mengalami keadaan kahar, dalam hal alasan permohonan Penundaan atau Pengangsuran karena keadaan kahar.
    (5)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan penolakan dengan disertai alasan penolakan terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
    (6)
    Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (7)
    Dalam hal Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal tidak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan Penundaan atau Pengangsuran dianggap disetujui.
    (8)
    Dalam hal permohonan dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung setelah tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berakhir.
    (9)
    Apabila terhadap Utang telah diterbitkan surat paksa namun belum diberitahukan, surat paksa dilakukan pembatalan dalam hal Utang telah diberikan persetujuan untuk dilakukan Penundaan atau Pengangsuran.
     
     
     
     
     
     
    BAB V
    JAMINAN

     

    Pasal 11

    (1)
    Dalam hal permohonan Penundaan atau Pengangsuran telah mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau Pasal 10 ayat (7), Pihak Yang Terutang harus menyerahkan:
     
    a.
    jaminan bank;
     
    b.
    jaminan dari perusahaan asuransi;
     
    c.
    jaminan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;
     
    d.
    jaminan dari lembaga penjamin;
     
    e.
    jaminan perusahaan (Corporate Guarantee); atau
     
    f.
    jaminan aset berwujud.
    (2)
    Besaran nilai jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    paling sedikit sebesar Utang yang diajukan Penundaan ditambah bunga, dalam hal diberikan persetujuan Penundaan; atau
     
    b.
    paling sedikit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Utang yang diajukan Pengangsuran ditambah bunga, dalam hal diberikan persetujuan Pengangsuran.
    (3)
    Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki masa penjaminan paling singkat selama jangka waktu Penundaan atau Pengangsuran ditambah 30 (tiga puluh) hari.
    (4)
    Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diserahkan ke Kantor Bea dan Cukai paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau Pasal 10 ayat (8).
    (5)
    Atas penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan bukti penerimaan jaminan.
    (6)
    Penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penerbitan bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.
     
     
     
     
     
     
    BAB VI
    SKEMA PENUNDAAN DAN PENGANGSURAN

     

    Pasal 12

    (1)
    Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran ditetapkan.
    (2)
    Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
    (3)
    Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran diterbitkan setelah jatuh tempo pembayaran, Utang yang tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
    (4)
    Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikenakan secara kumulatif untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
    (5)
    Penghitungan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    dalam hal diberikan Penundaan, bunga dihitung berdasarkan pokok Utang; dan
     
    b.
    dalam hal diberikan Pengangsuran, bunga dihitung berdasarkan sisa pokok Utang.
    (6)
    Dalam Pengangsuran Utang, angsuran atas pokok Utang dibayar dalam jumlah yang sama untuk setiap angsuran.
     
     
     
     
     
     
    BAB VII
    PEMBAYARAN AWAL
     

    Pasal 13

    (1)
    Utang yang telah mendapatkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau Pasal 10 ayat (8), dapat dilakukan Pembayaran Awal.
    (2)
    Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk sebagian Utang atau seluruh Utang berdasarkan:
     
    a.
    permohonan Pihak Yang Terutang; atau
     
    b.
    Keputusan Menteri mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai yang memperhitungkan pengembalian penerimaan negara terhadap Utang.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 14

    (1)
    Pembayaran Awal untuk sebagian Utang atau seluruh Utang berdasarkan permohonan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan mengajukan permohonan Pembayaran Awal kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (2)
    Permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
     
    a.
    Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran; dan
     
    b.
    surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh Pihak Yang Terutang, dalam hal Permohonan tidak diajukan oleh Pihak Yang Terutang.
    (3)
    Permohonan Pembayaran Awal dinyatakan diterima secara lengkap apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
     
     
     
     
     
     

    Pasal 15

    (1)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
    (2)
    Penelitian permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (2).
    (3)
    Dalam hal hasil penelitian menunjukkan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan telah memenuhi ketentuan, Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan surat persetujuan Pembayaran Awal Penundaan atau surat persetujuan Pembayaran Awal Pengangsuran.
    (4)
    Dalam hal hasil penelitian menunjukkan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak memenuhi ketentuan, Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan surat pemberitahuan penolakan disertai dengan alasan penolakan.
    (5)
    Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan Pembayaran Awal diterima secara lengkap.
    (6)
    Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (7)
    Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 16

    (1)
    Pembayaran Awal untuk sebagian Utang atau seluruh Utang berdasarkan Keputusan Menteri mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan memperhitungkan pengembalian penerimaan negara terhadap Utang.
    (2)
    Pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 17

    (1)
    Pihak Yang Terutang melakukan pembayaran sesuai dengan nilai yang tercantum dalam persetujuan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) paling lambat sebelum tanggal pengenaan bunga bulan berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
    (2)
    Dalam hal persetujuan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) atau Pembayaran Awal berdasarkan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) hanya untuk sebagian Utang, Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penghitungan kembali skema Penundaan Utang Kepabeanan atau skema Pengangsuran Utang yang masih harus dibayar.
    (3)
    Berdasarkan hasil penghitungan kembali skema sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan Utang Kepabeanan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran Utang.
    (4)
    Perubahan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak:
     
    a.
    tanggal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
     
    b.
    tanggal Keputusan Menteri mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai yang memperhitungkan pengembalian penerimaan negara terhadap Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b.
    (5)
    Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan:
     
    a.
    Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan skema Penundaan Utang Kepabeanan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
     
    b.
    Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan skema Pengangsuran Utang dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     
    BAB VIII
    BERLAKUNYA KEPUTUSAN DAN AKIBAT HUKUM

     

    Pasal 18

    (1)
    Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (8), dicabut dalam hal:
     
    a.
    Pihak Yang Terutang tidak menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
     
    b.
    Pihak Yang Terutang tidak melunasi Utang sampai dengan jatuh tempo Penundaan;
     
    c.
    Pihak Yang Terutang tidak membayar angsuran sesuai dengan jumlah atau waktu yang telah ditetapkan;
     
    d.
    Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dicabut;
     
    e.
    Pihak Yang Terutang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga;
     
    f.
    Utang yang telah mendapatkan persetujuan Penundaan atau Pengangsuran diajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai;
     
    g.
    Utang yang telah mendapatkan persetujuan Penundaan atau Pengangsuran diajukan banding sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai;
     
    h.
    Utang yang telah mendapatkan persetujuan Penundaan atau Pengangsuran diajukan pembetulan surat penetapan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92A ayat (1) Undang-Undang Kepabeanan; atau
     
    i.
    Utang yang telah mendapatkan persetujuan Pengangsuran diajukan:
     
     
    1.
    pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan; atau
     
     
    2.
    pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa denda,
     
     
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A ayat (1) Undang-Undang Cukai.
    (2)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau pencabutan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diketahuinya alasan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (3)
    Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 19

    (1)
    Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    jaminan dicairkan atau diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai;
     
    b.
    dilakukan pemblokiran akses kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemblokiran di bidang kepabeanan;
     
    c.
    tidak diberikan pelayanan penyediaan dan pemesanan pita cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelunasan cukai; dan/atau
     
    d.
    dilakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penagihan Utang.
    (2)
    Dalam hal seluruh tagihan telah dibayar lunas, jaminan dikembalikan kepada Pihak Yang Terutang.
    (3)
    Pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.
     
     
     
     
     
     
    BAB IX
    MONITORING DAN EVALUASI

     

    Pasal 20

    (1)
    Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Penundaan atau Pengangsuran Utang paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.
    (2)
    Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
     
    a.
    Direktur Jenderal, dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; atau
     
    b.
    Kepala Kantor Wilayah, dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran diterbitkan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
     
     
     
     
     
     
    BAB X
    PENGELOLAAN PENUNDAAN ATAU PENGANGSURAN SECARA ELEKTRONIK

     

    Pasal 21

    (1)
    Pelaksanaan:
     
    a.
    pengajuan permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
     
    b.
    penelitian permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 5 ayat (1);
     
    c.
    persetujuan atau penolakan terhadap permohonan Penundaan atau permohonan Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
     
    d.
    pengajuan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
     
    e.
    persetujuan atau penolakan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5);
     
    f.
    pencabutan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
     
    g.
    pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2); dan
     
    h.
    monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1),
     
    dilakukan secara elektronik melalui portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    (2)
    Dalam hal portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum tersedia atau mengalami gangguan, pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual.
     
     
     
     
     
     
    BAB XI
    KETENTUAN LAIN-LAIN

     

    Pasal 22

    Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan Utang Kepabeanan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (8) telah diterbitkan dan jaminan telah diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4):
    a.
    Pejabat Bea dan Cukai melakukan pembukaan pemblokiran akses kepabeanan, dalam hal dilakukan pemblokiran akses kepabeanan kepada Pihak Yang Terutang karena tidak melunasi Utang yang diajukan Penundaan atau Pengangsuran;
    b.
    Pejabat Bea dan Cukai memberikan pelayanan kembali atas penyediaan dan pemesanan pita cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyediaan dan pemesanan pita cukai, dalam hal pelayanan penyediaan dan pemesanan pita cukai kepada Pihak Yang Terutang tidak diberikan karena tidak melunasi Utang Cukai yang diajukan Pengangsuran; dan
    c.
    atas tagihan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor, diterbitkan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penagihan bea masuk dan/atau cukai.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 23

    Direktur Jenderal dapat menetapkan petunjuk pelaksanaan dalam pemberian Penundaan atau Pengangsuran Utang.
     
     
     
     
     
     
    BAB XII
    KETENTUAN PERALIHAN

     

    Pasal 24

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
    a.
    permohonan Penundaan atau Pengangsuran yang telah diajukan dan belum mendapat keputusan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini; dan
    b.
    penyelesaian atas Penundaan atau Pengangsuran yang telah mendapat persetujuan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini,
    dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Utang Bea Masuk, Bea Keluar, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1227).
     
     
     
     
     
     
    BAB XIII
    PENUTUP

     

    Pasal 25

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku berlaku:
    a.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai; dan
    b.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Utang Bea Masuk, Bea Keluar, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1227),
    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     
     
     
     

    Pasal 26

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
     
     
     
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
     
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 27 Desember 2023
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    SRI MULYANI INDRAWATI
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 28 Desember 2023
    DIREKTUR JENDERAL
    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
    REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    ASEP N. MULYANA
     
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 1059

    Peraturan Menteri Keuangan 154 TAHUN 2023 - Perpajakan DDTC