Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
|||
|
|||
Menimbang |
|||
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai;
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
||
2.
|
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGANGSURAN PEMBAYARAN TAGIHAN UTANG CUKAI YANG TIDAK DIBAYAR PADA WAKTUNYA, KEKURANGAN CUKAI, DAN/ATAU SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Pengangsuran adalah pemberian kemudahan kepada pengusaha pabrik dalam melakukan pembayaran tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dengan cara beberapa kali pembayaran secara teratur sampai batas waktu yang ditetapkan.
|
||
2.
|
Pengusaha pabrik adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengusahakan pabrik.
|
||
3.
|
Surat tagihan adalah surat berupa ketetapan yang digunakan untuk melakukan tagihan utang cukai, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga.
|
||
4.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
5.
|
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
|
|
||
Pasal 2 |
|||
Pengangsuran dapat diberikan kepada pengusaha pabrik atas tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda di bidang cukai.
|
|||
|
|||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan kepada pengusaha pabrik yang mengalami kesulitan keuangan atau dalam keadaan kahar (force majeur), yang mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban terhadap utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda di bidang cukai.
|
||
(2)
|
Pengangsuran bagi pengusaha pabrik yang mengalami kesulitan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila pengusaha pabrik tersebut tidak mempunyai kewajiban pengangsuran sebelumnya yang tidak dibayar sesuai jumlah dan waktu yang telah ditetapkan.
|
||
(3)
|
Pengangsuran bagi pengusaha pabrik yang mengalami keadaan kahar (force majeur) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila:
|
||
|
a.
|
telah terbukti terjadi kahar (force majeur) berdasarkan surat keterangan dari instansi terkait; dan
|
|
|
b.
|
telah dibuatkan berita acara pemeriksaan lapangan oleh pegawai bea dan cukai.
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana tercantum dalam surat tagihan.
|
||
(2)
|
pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan, bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh, terhitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana tercantum dalam surat tagihan.
|
||
(3)
|
jangka waktu pengangsuran, penghitungan bunga angsuran, besarnya angsuran, dan tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
||
|
|
||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Untuk mendapatkan pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha pabrik harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui kepala kantor yang menerbitkan surat tagihan, dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak tanggal diterima surat tagihan.
|
||
(2)
|
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
laporan keuangan tahun terakhir atau surat keterangan dari instansi terkait tentang terjadinya kahar (force majeur); dan
|
|
|
b.
|
menyerahkan jaminan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda ditambah dengan bunga.
|
|
(3)
|
jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi.
|
||
|
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Direktur Jenderal menetapkan keputusan menerima atau menolak permohonan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(2)
|
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, permohonan dianggap dikabulkan.
|
||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikabulkan atau permohonan dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan keputusan pemberian pengangsuran.
|
||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan penolakan.
|
||
(5)
|
Terhadap surat tagihan yang telah diajukan permohonan pengangsuran dan telah diberikan surat penolakan pengangsuran, tidak dapat diajukan permohonan pengangsuran kembali berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||
|
|
||
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Keputusan pemberian pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dinyatakan tidak berlaku apabila:
|
||
|
a.
|
Nomor Pokok pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dicabut;
|
|
|
b.
|
pengusaha pabrik yang bersangkutan tidak membayar angsuran sesuai jumlah dan waktu yang telah ditetapkan, atau
|
|
|
c.
|
seluruh tagihan telah dibayar.
|
|
(2)
|
Dalam hal keputusan pemberian pengangsuran dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, jaminan dicairkan dan dilakukan penagihan aktif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Dalam hal keputusan pemberian pengangsuran dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, jaminan dikembalikan kepada pengusaha pabrik.
|
||
|
|
||
Pasal 8 |
|||
Pengajuan permohonan pengangsuran tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, tidak menunda pelaksanaan pembekuan NPPBKC sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
|||
|
|||
Pasal 9 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan pengangsuran dan penyelesaian pengangsuran tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda di bidang cukai, diatur dengan peraturan Direktur Jenderal.
|
|||
|
|||
Pasal 10 |
|||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Agustus 2008 MENTERI KEUANGAN SRI MULYANI INDRAWATI |