Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, kemudahan, dan kesederhanaan dalam pengenaan pajak atas penjualan/penyerahan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, serta jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan, perlu mengatur ketentuan mengenai pemungutan atau pemotongan pajak penghasilan dan/atau pemungutan pajak pertambahan nilai atas penjualan/penyerahan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, serta jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan;
|
|||
b.
|
bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lam sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.010/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, yang berkaitan dengan penjualan emas batangan di dalam negeri dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2014 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Emas Perhiasan, perlu dilakukan penggantian untuk dapat menampung kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
|||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44E ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pasal 21 ayat (8), Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dan Pasal 16G huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan/Penyerahan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, serta Jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, yang Dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan, Pedagang Emas Perhiasan, dan/atau Pengusaha Emas Batangan;
|
|||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
|||
4.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
|||
5.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6833);
|
|||
7.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||
8.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PAJAK PENGHASILAN DAN/ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENJUALAN/PENYERAHAN EMAS PERHIASAN, EMAS BATANGAN, PERHIASAN YANG BARANG SELURUHNYA BUKAN DARI EMAS, BATU PERMATA DAN/ATAU BATU LAINNYA YANG SEJENIS, SERTA JASA YANG TERKAIT DENGAN EMAS PERHIASAN, EMAS BATANGAN, PERHIASAN YANG BARAN SELURUHNYA BUKAN DARI EMAS, DAN/ATAU BATU PERMATA DAN/ATAU BATU LAINNYA YANG SEJENIS, YANG DILAKUKAN OLEH PABRIKAN EMAS PERHIASAN, PEDAGANG EMAS PERHIASAN, DAN/ATAU PENGUSAHA EMAS BATANGAN.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
|
|||
2.
|
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
|
|||
3.
|
Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|||
4.
|
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
5.
|
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
6.
|
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
7.
|
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
|
|||
8.
|
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
9.
|
Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apa pun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas, termasuk yang dilengkapi dengan batu permata dan/atau bahan lain yang melekat atau terkandung dalam emas perhiasan dimaksud.
|
|||
10.
|
Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
|
|||
11.
|
Pabrikan Emas Perhiasan adalah Pengusaha yang Menghasilkan Emas Perhiasan dan melakukan kegiatan jual beli Emas Perhiasan dan/atau penyerahan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan.
|
|||
12.
|
Pedagang Emas Perhiasan adalah Pengusaha yang melakukan kegiatan jual beli Emas Perhiasan dan/atau penyerahan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan.
|
|||
13.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||
14.
|
Pemotong Pajak Penghasilan adalah Wajib Pajak yang dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
|
|||
15.
|
Pemungut Pajak Penghasilan adalah Wajib Pajak yang dikenai kewajiban untuk melakukan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
|
|||
16.
|
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|||
17.
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pajak Penghasilan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, dan penjualan barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|||
18.
|
Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Pajak Penghasilan atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
|||
19.
|
Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh kepala kantor pelayanan pajak yang menerangkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penyesuaian pengaturan di bidang Pajak Penghasilan.
|
|||
20.
|
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi adalah surat pemberitahuan masa yang digunakan oleh Pemotong Pajak Penghasilan atau Pemungut Pajak Penghasilan untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis Pajak Penghasilan dalam 1 (satu) masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
21.
|
Konsumen Akhir adalah pembeli barang dan/atau penerima jasa yang mengonsumsi secara langsung barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima dan tidak menggunakan atau memanfaatkan barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima dimaksud untuk kegiatan usaha.
|
|||
22.
|
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
|
|||
23.
|
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
|
|||
24.
|
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak, atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak tidak berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
|
|||
25.
|
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
|
|||
26.
|
Pihak Lain adalah pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
|
|||
27.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB II
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENJUALAN/PENYERAHAN EMAS PERHIASAN, EMAS BATANGAN, PERHIASAN YANG BAHAN SELURUHNYA BUKAN DARI EMAS, BATU PERMATA DAN/ATAU BATU LAINNYA YANG SEJENIS, SERTA JASA YANG TERKAIT DENGAN EMAS PERHIASAN, EMAS BATANGAN, PERHIASAN YANG BAHAN SELURUHNYA BUKAN DARI EMAS, DAN/ATAU BATU PERMATA DAN/ATAU BATU LAINNYA YANG SEJENIS, YANG DILAKUKAN OLEH PABRIKAN EMAS PERHIASAN, PEDAGANG EMAS PERHIASAN, DAN/ATAU PENGUSAHA EMAS BATANGAN Bagian Kesatu Pajak Penghasilan atas Penjualan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, yang dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan, Pedagang Emas Perhiasan, dan/atau Pengusaha Emas Batangan Pasal 2 |
||||
(1)
|
Menteri menunjuk Pihak Lain untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan Pajak Penghasilan atas penjualan:
|
|||
|
a.
|
Emas Perhiasan; dan/atau
|
||
|
b.
|
emas batangan.
|
||
(2)
|
Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Emas Perhiasan dan/atau Pengusaha emas batangan, sebagai subjek pajak dalam negeri yang terlibat langsung dalam transaksi.
|
|||
(3)
|
Pengusaha Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
|||
|
a.
|
Pabrikan Emas Perhiasan; dan
|
||
|
b.
|
Pedagang Emas Perhiasan.
|
||
(4)
|
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Pajak Penghasilan Pasal 22.
|
|||
(5)
|
Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu sebesar 0,25% (nol koma dua lima persen) dari Harga Jual Emas Perhiasan dan/atau Harga Jual emas batangan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) termasuk:
|
|||
|
a.
|
penyerahan Emas Perhiasan hasil produksi dari Pabrikan Emas Perhiasan kepada Pengusaha Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan, dengan spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu untuk Emas Perhiasan tersebut baik sebagian maupun seluruhnya disediakan atau diserahkan oleh Pengusaha Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan; dan
|
||
|
b.
|
penyerahan bahan baku berupa:
|
||
|
|
1.
|
Emas Perhiasan; dan/atau
|
|
|
|
2.
|
emas batangan,
|
|
|
|
dari Pengusaha Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan, yang dimaksudkan untuk Menghasilkan Emas Perhiasan.
|
||
(2)
|
Pengusaha Emas Perhiasan yang juga melakukan penjualan:
|
|||
|
a.
|
perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas; dan/atau
|
||
|
b.
|
batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, penjualan dimaksud dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4).
|
||
(3)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas; dan/atau
|
||
|
b.
|
batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis,
|
||
|
diserahkan sebagai bahan baku dari Pengusaha Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan yang dimaksudkan untuk Menghasilkan Emas Perhiasan.
|
|||
(4)
|
Penjualan emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b termasuk penjualan emas batangan yang catatan kepemilikan emasnya dilakukan secara digital.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), terutang dan dipungut pada saat penjualan.
|
|||
(2)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) tidak dilakukan atas penjualan Emas Perhiasan atau emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) serta penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), oleh Pengusaha Emas Perhiasan dan/atau Pengusaha emas batangan kepada:
|
|||
|
a.
|
Konsumen Akhir;
|
||
|
b.
|
Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan telah memiliki serta menyerahkan fotokopi Surat Keterangan yang telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
|
||
|
c.
|
Wajib Pajak yang memiliki surat keterangan bebas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain.
|
||
(2)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) juga tidak dilakukan atas penjualan emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, oleh Pengusaha Emas Perhiasan dan/atau Pengusaha emas batangan:
|
|||
|
a.
|
kepada Bank Indonesia; atau
|
||
|
b.
|
melalui pasar fisik emas digital sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditi.
|
||
(3)
|
Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2), dilakukan tanpa surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||
Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib:
|
||||
a.
|
membuat bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan menyerahkannya kepada pihak yang dipungut;
|
|||
b.
|
menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut ke kas negara; dan
|
|||
c.
|
melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi,
|
|||
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||
Contoh mengenai pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pajak Penghasilan Sehubungan dengan Jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis Pasal 8 |
||||
(1)
|
Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis merupakan objek Pajak Penghasilan.
|
|||
(2)
|
Jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
|||
|
a.
|
jasa modifikasi;
|
||
|
b.
|
jasa perbaikan;
|
||
|
c.
|
jasa pelapisan;
|
||
|
d.
|
jasa penyepuhan;
|
||
|
e.
|
jasa pembersihan; dan
|
||
|
f.
|
jasa lainnya yang merupakan nama lain dari jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e.
|
||
(3)
|
Atas imbalan sehubungan dengan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima atau diperoleh:
|
|||
|
a.
|
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21; atau
|
||
|
b.
|
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23.
|
||
(4)
|
Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh pihak yang membayarkan imbalan yang merupakan Pemotong Pajak Penghasilan.
|
|||
(5)
|
Pemotongan:
|
|||
|
a.
|
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; atau
|
||
|
b.
|
Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b,
|
||
|
menggunakan tarif dan dasar pengenaan pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(6)
|
Imbalan sehubungan dengan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan seluruh imbalan berupa komisi atau pembayaran sejenis lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan oleh pengguna jasa.
|
|||
(7)
|
Dalam hal imbalan sehubungan dengan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(8)
|
Dalam hal natura sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan dalam bentuk barang berupa:
|
|||
|
a.
|
Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a;
|
||
|
b.
|
emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b;
|
||
|
c.
|
perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a; dan/atau
|
||
|
d.
|
batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b,
|
||
|
atas penyerahan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis dimaksud, tidak dilakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
Pemotongan Pajak Penghasilan atas imbalan sehubungan dengan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), tidak dilakukan dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh imbalan jasa:
|
||||
a.
|
merupakan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan telah memiliki serta menyerahkan fotokopi Surat Keterangan yang telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
|
|||
b.
|
memiliki surat keterangan bebas pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 23 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||
Pemotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) wajib:
|
||||
a.
|
membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan dan menyerahkannya kepada pihak yang dipotong;
|
|||
b.
|
menyetorkan Pajak Penghasilan yang telah dipotong ke kas negara; dan
|
|||
c.
|
melaporkannya dalam:
|
|||
|
1.
|
surat pemberitahuan masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26, untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21; atau
|
||
|
2.
|
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi, untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||
Contoh mengenai:
|
||||
a.
|
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3); dan
|
|||
b.
|
perlakuan Pajak Penghasilan atas imbalan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7),
|
|||
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB III
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN EMAS PERHIASAN, EMAS BATANGAN, PERHIASAN YANG BAHAN SELURUHNYA BUKAN DARI EMAS, BATU PERMATA DAN/ATAU BATU LAINNYA YANG SEJENIS, DAN/ATAU JASA YANG TERKAIT DENGAN EMAS PERHIASAN, EMAS BATANGAN, PERHIASAN YANG BAHAN SELURUHNYA BUKAN DARI EMAS, DAN/ATAU BATU PERMATA DAN/ATAU BATU LAINNYA YANG SEJENIS, YANG DILAKUKAN OLEH PABRIKAN EMAS PERHIASAN DAN/ATAU PEDAGANG EMAS PERHIASAN Pasal 12 |
||||
(1)
|
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan:
|
|||
|
a.
|
Emas Perhiasan; dan/atau
|
||
|
b.
|
jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis,
|
||
|
yang dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan dan Pedagang Emas Perhiasan.
|
|||
(2)
|
Jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
|||
|
a.
|
jasa modifikasi;
|
||
|
b.
|
jasa perbaikan;
|
||
|
c.
|
jasa pelapisan;
|
||
|
d.
|
jasa penyepuhan;
|
||
|
e.
|
jasa pembersihan; dan
|
||
|
f.
|
jasa lainnya yang merupakan nama lain dari jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Pabrikan Emas Perhiasan dan Pedagang Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
|
|||
(2)
|
Kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berlaku bagi Pabrikan Emas Perhiasan dan Pedagang Emas Perhiasan yang memenuhi kriteria Pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Pengusaha Kena Pajak:
|
|||
|
a.
|
Pabrikan Emas Perhiasan; dan
|
||
|
b.
|
Pedagang Emas Perhiasan,
|
||
|
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, dengan besaran tertentu.
|
|||
(2)
|
Penyerahan Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
|
|||
|
a.
|
penyerahan Emas Perhiasan hasil produksi dari Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan kepada Pengusaha Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan, yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu untuk Emas Perhiasan tersebut baik sebagian maupun seluruhnya disediakan atau diserahkan oleh Pengusaha Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan; dan
|
||
|
b.
|
penyerahan bahan baku berupa Emas Perhiasan dari Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan atau Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan, yang dimaksudkan untuk Menghasilkan Emas Perhiasan.
|
||
(3)
|
Besaran tertentu atas penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu:
|
|||
|
a.
|
sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan hasil produksi sendiri kepada:
|
||
|
|
1.
|
Pabrikan Emas Perhiasan lainnya; dan/atau
|
|
|
|
2.
|
Pedagang Emas Perhiasan, atau
|
|
|
b.
|
sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan hasil produksi sendiri kepada Konsumen Akhir.
|
||
(4)
|
Besaran tertentu atas penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu:
|
|||
|
a.
|
sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan kepada:
|
||
|
|
1.
|
Pedagang Emas Perhiasan lainnya; dan/atau
|
|
|
|
2.
|
Konsumen Akhir,
|
|
|
|
dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan memiliki Faktur Pajak atas perolehan Emas Perhiasan dimaksud dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak atas impor Emas Perhiasan dimaksud;
|
||
|
b.
|
sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan kepada:
|
||
|
|
1.
|
Pedagang Emas Perhiasan lainnya; dan/atau
|
|
|
|
2.
|
Konsumen Akhir,
|
|
|
|
dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan tidak memiliki Faktur Pajak atas perolehan Emas Perhiasan dimaksud dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak atas impor Emas Perhiasan dimaksud; atau
|
||
|
c.
|
sebesar 0% (nol persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual, untuk penyerahan Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan.
|
||
(5)
|
Besaran tertentu atas penyerahan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Penggantian.
|
|||
(6)
|
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b yaitu Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
(7)
|
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b yaitu dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
(8)
|
Dalam hal terjadi penyerahan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan atas Emas Perhiasan yang diperoleh dari pusat dan/atau cabang dari Pengusaha Kena Pajak dimaksud, penyerahan kepada:
|
|||
|
a.
|
Pedagang Emas Perhiasan lainnya yang bukan merupakan pusat atau cabang Pengusaha Kena Pajak dimaksud; dan/atau
|
||
|
b.
|
Konsumen Akhir,
|
||
|
dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau huruf b.
|
|||
(9)
|
Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b atas penyerahan Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) merupakan:
|
|||
|
a.
|
Faktur Pajak atas perolehan Emas Perhiasan dari Pengusaha Kena Pajak lainnya; dan/atau
|
||
|
b.
|
dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak,
|
||
|
sebelum dilakukan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antarcabang.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan dan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) juga melakukan penyerahan:
|
|||
|
a.
|
perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas; dan/atau
|
||
|
b.
|
batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis dimaksud, dengan besaran tertentu.
|
||
(2)
|
Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan Harga Jual.
|
|||
(3)
|
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dilakukan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas; dan/atau
|
||
|
b.
|
batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, diserahkan sebagai bahan baku dari Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan dan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan yang memesan Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan yang dimaksudkan untuk Menghasilkan Emas Perhiasan.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||||
(1)
|
Atas penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) serta perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Pengusaha Kena Pajak wajib:
|
|||
|
a.
|
membuat Faktur Pajak;
|
||
|
b.
|
menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut ke kas negara; dan
|
||
|
c.
|
melaporkannya dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai,
|
||
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(2)
|
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas penyerahan Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) serta perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), kepada Konsumen Akhir, Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan seharusnya menggunakan besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b, tetapi melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai tidak menggunakan besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b yang mengakibatkan jumlah Pajak Pertambahan Nilainya menjadi lebih kecil dari jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dihitung dengan menggunakan besaran tertentu dimaksud, Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan dimaksud wajib melakukan penyesuaian besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b.
|
|||
(2)
|
Penyesuaian besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
|||
|
a.
|
atas penyerahan Emas Perhiasan yang Faktur Pajaknya dibuat berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, wajib dilakukan dengan cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau
|
||
|
b.
|
atas penyerahan Emas Perhiasan yang Faktur Pajaknya dibuat berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, wajib dilakukan dengan cara digunggung dan melaporkannya dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai pada masa pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang bersangkutan pada kolom yang digunakan untuk melaporkan penyerahan dalam negeri dengan Faktur Pajak dengan cara digunggung.
|
||
(3)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan tidak melakukan penyesuaian besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dipungut dengan cara digunggung dan melaporkannya dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, penyesuaian dimaksud dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada saat pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan seharusnya menggunakan besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf a, tetapi melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai tidak menggunakan besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf a yang mengakibatkan jumlah Pajak Pertambahan Nilainya menjadi lebih besar dari jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dihitung dengan menggunakan besaran tertentu dimaksud, Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan dimaksud dapat melakukan penyesuaian besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf a.
|
|||
(2)
|
Penyesuaian besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan atas penyerahan Emas Perhiasan yang Faktur Pajaknya dibuat berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, yaitu dengan cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(3)
|
Untuk penyerahan Emas Perhiasan yang Faktur Pajaknya dibuat berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut lebih besar dari jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dihitung dengan menggunakan besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
|||
|
a.
|
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan tidak diperkenankan melakukan penyesuaian besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dipungut dengan cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak yang dibuat berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan
|
||
|
b.
|
pihak yang dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan dan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Emas Perhiasan yang melakukan penyerahan:
|
||||
a.
|
Emas Perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1); dan/atau
|
|||
b.
|
Perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
|
|||
juga melakukan penyerahan Barang Kena Pajak lainnya dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya, pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak lainnya dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||
(1)
|
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan emas batangan diberlakukan:
|
|||
|
a.
|
untuk kepentingan cadangan devisa negara; dan
|
||
|
b.
|
selain untuk kepentingan cadangan devisa negara.
|
||
(2)
|
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
(3)
|
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||
(1)
|
Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan/atau Pasal 15 ayat (1), tidak dapat dikreditkan.
|
|||
(2)
|
Apabila dalam suatu masa pajak, Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1), melakukan:
|
|||
|
a.
|
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan dimaksud dapat dikreditkan; dan
|
||
|
b.
|
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan dimaksud tidak dapat dikreditkan dan/atau penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai,
|
||
|
penentuan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||||
(1)
|
Dalam hal Pabrikan Emas Perhiasan dan Pedagang Emas Perhiasan yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dimaksud tidak diperkenankan menggunakan besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam:
|
|||
|
a.
|
Pasal 14 ayat (3) atau ayat (4) atas penyerahan Emas Perhiasan;
|
||
|
b.
|
Pasal 14 ayat (5) atas penyerahan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis; dan
|
||
|
c.
|
Pasal 15 ayat (2) atas penyerahan perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis,
|
||
|
sebelum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang seharusnya dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
(2)
|
Atas penyerahan sebelum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang seharusnya dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipungut Pajak Pertambahan Nilai menggunakan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
(3)
|
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.
|
|||
(4)
|
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (9a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||
Contoh mengenai:
|
||||
a.
|
penerapan besaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (8), serta Pasal 15 ayat (2);
|
|||
b.
|
penyesuaian besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dipungut dengan cara digunggung dan tata cara pelaporannya dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b; dan
|
|||
c.
|
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan Emas Perhiasan dan Pedagang Emas Perhiasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19,
|
|||
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 |
||||
Atas penyerahan jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b yang dilakukan berdasarkan perjanjian yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan pembayaran atas jasa dimaksud dilakukan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||
Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2014 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Emas Perhiasan untuk periode tanggal 1 April 2022 sampai dengan 30 April 2023, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||
a.
|
perlakuan Pajak Pertambahan Nilainya dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2014 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Emas Perhiasan, kecuali ketentuan yang mengatur mengenai tarif Pajak Pertambahan Nilai; dan
|
|||
b.
|
tarif Pajak Pertambahan Nilai yang terutang menggunakan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai."
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||||
Ketentuan mengenai kriteria emas batangan selain untuk kepentingan cadangan devisa negara yang atas impor dan/atau penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal 25 ayat (1) huruf h dan ayat (2) huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean, mulai berlaku pada tanggal 12 Desember 2022.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB V
KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
||||
a.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2014 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Emas Perhiasan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 198); dan
|
|||
b.
|
Pasal 1 ayat (1) huruf k, Pasal 2 ayat (1) huruf h, dan Pasal 3 ayat (1) huruf i Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 361) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.010/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 341),
|
|||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 28 |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2023.
|
||||
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 April 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 April 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 358 |