Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai kawasan industri hasil tembakau telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau;
|
|||
b.
|
bahwa untuk lebih meningkatkan daya saing, pembinaan, pelayanan, dan pengawasan serta memberikan kemudahan berusaha bagi Pengusaha Pabrik hasil tembakau pada skala industri kecil dan industri menengah dan usaha mikro, kecil, dan menengah, perlu dilakukan pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau, sehingga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau perlu diganti;
|
|||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau;
|
|||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
|||
3
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||
4.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
|||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG AGLOMERASI PABRIK HASIL TEMBAKAU.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1
|
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
|
|||
2
|
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat dengan NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang Cukai.
|
|||
3
|
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
|
|||
4
|
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
|
|||
5
|
Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
|
|||
6
|
Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik.
|
|||
7
|
Aglomerasi Pabrik adalah pengumpulan atau pemusatan Pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu.
|
|||
8
|
Penyelenggara adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia serta berkedudukan di Indonesia yang menyelenggarakan tempat Aglomerasi Pabrik.
|
|||
9
|
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
|
|||
10
|
Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
|
|||
11.
|
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut dengan Kantor Pelayanan adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
|
|||
12.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
|||
13
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||||
(1)
|
Aglomerasi Pabrik dilakukan dalam rangka meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap Pengusaha Pabrik.
|
|||
(2)
|
Aglomerasi Pabrik diperuntukkan bagi Pengusaha Pabrik dengan skala industri kecil dan industri menengah atau usaha mikro, kecil, dan menengah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai industri kecil dan industri menengah atau usaha mikro, kecil, dan menengah.
|
|||
(3)
|
Aglomerasi Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan di tempat:
|
|||
|
a.
|
kawasan industri;
|
||
|
b.
|
kawasan industri tertentu;
|
||
|
c.
|
sentra industri kecil dan industri menengah; atau
|
||
|
d.
|
tempat pemusatan industri tembakau lainnya yang memiliki kesesuaian dengan tata ruang wilayah.
|
||
(4)
|
Tempat diselenggarakannya Aglomerasi Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan tempat yang peruntukan utamanya bagi industri hasil tembakau.
|
|||
(5)
|
Pengusaha Pabrik yang menjalankan kegiatan di tempat diselenggarakannya Aglomerasi Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kemudahan:
|
|||
|
a.
|
perizinan di bidang Cukai;
|
||
|
b.
|
produksi barang kena cukai; dan
|
||
|
c.
|
pembayaran Cukai.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Kemudahan perizinan di bidang Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf a, berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang akan digunakan sebagai Pabrik hasil tembakau, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai NPPBKC.
|
|||
(2)
|
Kemudahan produksi barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b, berupa kerja sama yang dilakukan untuk menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau.
|
|||
(3)
|
Kerja sama untuk menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan:
|
|||
|
a.
|
oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang berada di dalam 1 (satu) tempat Aglomerasi Pabrik; dan
|
||
|
b.
|
berdasarkan perjanjian kerja sama.
|
||
(4)
|
Kemudahan pembayaran Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf c, berupa penundaan pembayaran cukai yang diberikan dalam jangka waktu penundaan 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal pemesanan pita cukai.
|
|||
(5)
|
Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang menjalankan kegiatan di tempat Aglomerasi Pabrik dilarang:
|
|||
|
a.
|
melakukan kerja sama pengemasan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai;
|
||
|
b.
|
melakukan kerja sama menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dengan Pengusaha Pabrik di luar tempat Aglomerasi Pabrik berada; dan/atau
|
||
|
c.
|
menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik hasil tembakau di luar tempat Aglomerasi Pabrik di lokasi Pengusaha Pabrik berada.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Di tempat Aglomerasi Pabrik dilakukan kegiatan:
|
|||
|
a.
|
penyelenggaraan tempat Aglomerasi Pabrik;
|
||
|
b.
|
menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau; dan
|
||
|
c.
|
mengemas barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai.
|
||
(2)
|
Kegiatan penyelenggaraan tempat Aglomerasi Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Penyelenggara.
|
|||
(3)
|
Kegiatan menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau mengemas barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan oleh Pengusaha Pabrik.
|
|||
(4)
|
Selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di tempat Aglomerasi Pabrik juga dapat dilakukan kegiatan usaha lainnya.
|
|||
(5)
|
Kegiatan usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan oleh:
|
|||
|
a.
|
Penyelenggara;
|
||
|
b.
|
Pengusaha Pabrik; dan/atau
|
||
|
c.
|
Pengusaha lainnya.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dapat merangkap sebagai:
|
|||
|
a.
|
Pengusaha Pabrik hasil tembakau; dan/atau
|
||
|
b.
|
pengusaha lainnya,
|
||
|
di dalam 1 (satu) tempat Aglomerasi Pabrik.
|
|||
(2)
|
Penyelenggara yang melakukan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, wajib memenuhi semua kewajiban sebagai Pengusaha Pabrik hasil tembakau.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB II
PENYELENGGARAAN TEMPAT AGLOMERASI PABRIK Bagian Kesatu Persyaratan Tempat Pasal 6 |
||||
Tempat diselenggarakannya Aglomerasi Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), yang akan ditetapkan harus memenuhi persyaratan paling sedikit:
|
||||
a.
|
tidak berhubungan langsung dengan rumah tinggal, bangunan, halaman, atau tempat lain yang bukan bagian tempat Aglomerasi Pabrik yang dimintakan izin;
|
|||
b.
|
memiliki pembatas permanen dengan ketinggian paling rendah 2 (dua) meter yang memisahkan dengan rumah tinggal, bangunan, halaman, atau tempat lain, yang bukan bagian tempat Aglomerasi Pabrik yang dimintakan izin;
|
|||
c.
|
mempunyai luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha berdasarkan perizinan berusaha atau penetapan dari pemerintah daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|||
d.
|
mempunyai satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat dilalui kendaraan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Persyaratan Penyelenggara Aglomerasi Pabrik Pasal 7 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik, Pelaku Usaha harus:
|
|||
|
a.
|
menyampaikan permohonan; dan
|
||
|
b.
|
melakukan pemaparan proses bisnis,
|
||
|
kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
|||
(2)
|
Penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
|||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus: | |||
|
a.
|
mencantumkan tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi; dan
|
||
|
b.
|
dilengkapi dengan perizinan berusaha atau penetapan dari pemerintah daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
|
||
|
yang berkaitan dengan pengembangan dan/atau pengelolaan tempat diselenggarakannya Aglomerasi Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Tata Cara Permohonan dan Penetapan Pasal 8 |
||||
(1)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan perizinan berusaha atau penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b, disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi di bidang cukai.
|
|||
(2)
|
Dalam hal sistem aplikasi di bidang cukai belum tersedia atau terdapat gangguan operasional sehingga sistem aplikasi di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dioperasikan, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan perizinan berusaha atau penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b disampaikan secara tertulis kepada:
|
|||
|
a.
|
kepala Kantor Wilayah melalui kepala Kantor Pelayanan; atau
|
||
|
b.
|
kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||
(3)
|
Dalam hal penyampaian permohonan dan perizinan berusaha atau penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) telah diterima secara lengkap, kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan:
|
|||
|
a.
|
melakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
|
||
|
b.
|
menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
|
||
(4)
|
Penelitian dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi sebagaimana disampaikan dalam permohonan.
|
|||
(5)
|
Setelah dilakukan penelitian dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pelaku Usaha melakukan pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, kepada:
|
|||
|
a.
|
kepala Kantor Wilayah; atau
|
||
|
b.
|
kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||
(6)
|
Pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan oleh direksi perusahaan atau yang dikuasakan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi.
|
|||
(7)
|
Kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan:
|
|||
|
a.
|
persetujuan dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara, sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
|
||
|
b.
|
penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan.
|
||
(8)
|
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan paling lambat 1 (satu) jam setelah pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) selesai dilakukan.
|
|||
(9)
|
Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Kewajiban Penyelenggara Pasal 9 |
||||
(1)
|
Penyelenggara di tempat Aglomerasi Pabrik wajib:
|
|||
|
a.
|
memasang tanda nama perusahaan sebagai Penyelenggara di tempat Aglomerasi Pabrik, pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
|
||
|
b.
|
menyediakan ruangan, tempat, sarana kerja, dan/atau fasilitas kerja yang layak bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan;
|
||
|
c.
|
menyediakan dan mendayagunakan closed circuit television (cctv) untuk pengawasan, pemasukan, dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (real time) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya;
|
||
|
d.
|
melaporkan kepada kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi tempat Aglomerasi Pabrik, terkait data Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha lainnya yang berada di tempat Aglomerasi Pabrik, sebelum Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha lainnya mulai beroperasi;
|
||
|
e.
|
melaporkan kepada kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi tempat Aglomerasi Pabrik, dalam hal terdapat:
|
||
|
|
1.
|
perubahan data Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha lainnya;
|
|
|
|
2.
|
Pengusaha Pabrik dan pengusaha lainnya yang tidak beroperasi; dan/atau
|
|
|
|
3.
|
perubahan tata letak di tempat Aglomerasi Pabrik,
|
|
|
|
paling lambat 14 (empat belas) hari setelah perubahan; dan
|
||
|
f.
|
mengajukan permohonan perubahan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama, apabila terdapat perubahan data yang tercantum dalam keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7) huruf a.
|
||
(2)
|
Data Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, paling sedikit memuat:
|
|||
|
a.
|
nama Pabrik dan/ataU: pengusaha lainnya;
|
||
|
b.
|
nama dan nomor identitas penanggung jawab Pabrik dan/atau pengusaha lainnya;
|
||
|
c.
|
lokasi Pabrik dan/atau pengusaha lainnya di tempat Aglomerasi Pabrik; dan
|
||
|
d.
|
bidang usaha Pabrik dan/atau pengusaha lainnya.
|
||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pembekuan Penetapan, Pemberlakuan Kembali Penetapan, dan Pencabutan Keputusan mengenai Penetapan sebagai Penyelenggara Pasal 10 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama membekukan penetapan sebagai Penyelenggara, dalam hal:
|
|||
|
a.
|
tempat Aglomerasi Pabrik sudah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
|
||
|
b.
|
perizinan berusaha atau penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b sudah tidak berlaku; dan/atau
|
||
|
c.
|
Penyelenggara tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
|
||
(2)
|
Dalam hal penetapan sebagai Penyelenggara dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap:
|
|||
|
a.
|
Penyelenggara;
|
||
|
b.
|
Pengusaha Pabrik; dan
|
||
|
c.
|
pengusaha lainnya,
|
||
|
di tempat Aglomerasi Pabrik, dilarang menjalankan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
|
|||
(3)
|
Pembekuan penetapan sebagai Penyelenggara dilakukan dengan menerbitkan keputusan pembekuan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama memberlakukan kembali penetapan sebagai Penyelenggara yang dibekukan, setelah:
|
|||
|
a.
|
tempat Aglomerasi Pabrik telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
|
||
|
b.
|
memiliki perizinan berusaha atau penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b; dan/atau
|
||
|
c.
|
Penyelenggara melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
|
||
|
paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pembekuan penetapan sebagai Penyelenggara.
|
|||
(2)
|
Pemberlakuan kembali penetapan sebagai Penyelenggara dilakukan dengan menerbitkan keputusan pemberlakuan kembali sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama mencabut keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara, dalam hal:
|
|||
|
a.
|
terdapat permohonan dari Penyelenggara;
|
||
|
b.
|
Penyelenggara dinyatakan pailit;
|
||
|
c.
|
tidak ada lagi Pengusaha Pabrik yang melakukan kegiatan di tempat Aglomerasi Pabrik dalam jangka waktu 1 (satu) tahun; dan/atau
|
||
|
d.
|
Penyelenggara tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, tidak memiliki perizinan berusaha atau penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pembekuan penetapan sebagai Penyelenggara.
|
||
(2)
|
Dalam hal keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan pengusaha lainnya yang berada di tempat Aglomerasi Pabrik dapat:
|
|||
|
a.
|
mengajukan permohonan pindah lokasi ke tempat Aglomerasi Pabrik lain; atau
|
||
|
b.
|
menjadi Penyelenggara di tempat Aglomerasi Pabrik yang dicabut penetapannya sepanjang memenuhi persyaratan sebagai Penyelenggara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
|
||
(3)
|
Dalam hal keputusan penetapan Penyelenggara Aglomerasi Pabrik hasil tembakau dicabut, Penyelenggara Aglomerasi Pabrik hasil tembakau dan/atau Pengusaha Pabrik, wajib melunasi semua bea masuk dan/atau cukai, dan pajak dalam rangka impor yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.
|
|||
(4)
|
Pencabutan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara dilakukan dengan menerbitkan keputusan pencabutan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB III
PENGUSAHA PABRIK DI TEMPAT AGLOMERASI PABRIK HASIL TEMBAKAU Bagian Kesatu Tata Cara Pemberian NPPBKC Pasal 13 |
||||
(1)
|
Setiap Orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik hasil tembakau di tempat Aglomerasi Pabrik, wajib memiliki NPPBKC.
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan NPPBKC, Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan permohonan NPPBKC sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perizinan di bidang cukai dan memaparkan proses bisnis kepada:
|
|||
|
a.
|
kepala Kantor Pelayanan Utama; atau
|
||
|
b.
|
kepala Kantor Pelayanan bersama dengan kepala Kantor Wilayah.
|
||
(3)
|
Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh pemilik atau penanggung jawab Pabrik paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi.
|
|||
(4)
|
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi memberikan:
|
|||
|
a.
|
persetujuan dengan menerbitkan NPPBKC; atau
|
||
|
b.
|
penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan.
|
||
(5)
|
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lambat 1 (satu) jam setelah pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selesai dilakukan.
|
|||
(6)
|
Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Kewajiban Pengusaha Pabrik Pasal 14 |
||||
(1)
|
Pengusaha Pabrik yang menjalankan kegiatan menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, diwajibkan untuk:
|
|||
|
a.
|
menyelenggarakan pembukuan atau melakukan pencatatan atas persediaan;
|
||
|
b.
|
membuat dokumen cukai terkait mutasi barang kena cukai untuk barang yang selesai dibuat menjadi barang kena cukai; dan
|
||
|
c.
|
melaksanakan semua kewajiban sebagai pengusaha barang kena cukai.
|
||
(2)
|
Pengusaha Pabrik yang hanya menjalankan kegiatan menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, tidak diwajibkan untuk:
|
|||
|
a.
|
mengajukan permohonan penetapan tarif cukai; dan
|
||
|
b.
|
menyampaikan pemberitahuan barang kena cukai hasil tembakau yang selesai dibuat.
|
||
|
|
|
|
|
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 15 |
||||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengambil tindakan yang diperlukan atas barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di tempat Aglomerasi Pabrik berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan, serta kewenangan lain, yang diatur berdasarkan Undang-Undang Cukai.
|
|||
(2)
|
Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan di tempat Aglomerasi Pabrik, melakukan:
|
|||
|
a.
|
pelayanan di bidang Cukai;
|
||
|
b.
|
asistensi pelaksanaan kegiatan di bidang Cukai; dan
|
||
|
c.
|
pengawasan berdasarkan manajemen risiko, terhadap Pengusaha Pabrik di tempat Aglomerasi Pabrik.
|
||
|
|
|
|
|
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 16 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
||||
1.
|
Permohonan untuk mendapatkan penetapan sebagai pengusaha kawasan industri hasil tembakau yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
|||
2.
|
Permohonan pemberlakuan kembali penetapan sebagai pengusaha kawasan industri hasil tembakau yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, dapat diberikan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 ayat (3) huruf b dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
|
|||
3.
|
Keputusan penetapan sebagai pengusaha kawasan industri hasil tembakau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 259) masih tetap berlaku sampai dengan diterbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau.
|
|||
4.
|
Penerbitan keputusan mengenai penetapan sebagai Penyelenggara Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan tanpa didahului permohonan dari Pelaku Usaha paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 259), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Maret 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 239 |