Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||||
Menimbang |
|||||||
a. | bahwa untuk meningkatkan pelayanan, pembinaan industri, dan pengawasan terhadap produksi dan peredaran hasil tembakau, perlu membentuk kawasan industri hasil tembakau; | ||||||
b. | bahwa untuk lebih mendukung, mengembangkan dan meningkatkan, daya saing industri kecil dan menengah pada sektor hasil tembakau, serta untuk mendukung pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, perlu memberikan kemudahan berusaha pada kawasan industri tembakau sebagaimana dimaksud dalam huruf a; | ||||||
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk mendukung pelaksanaan Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau; | ||||||
Mengingat |
|||||||
1. | Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | ||||||
2. | Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); | ||||||
3. | Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); | ||||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||||
Menetapkan |
|||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KAWASAN INDUSTRI HASIL TEMBAKAU. | |||||||
Pasal 1 |
|||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: | |||||||
1. | Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang | ||||||
2. | Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat dengan NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai. | ||||||
3. | Orang adalah orang pribadi atau badan hukum. | ||||||
4. | Kawasan Industri Hasil Tembakau adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan prasarana, sarana serta fasilitas penunjang industri hasil tembakau yang disediakan, dikembangkan, dan dikelola, oleh pengusaha kawasan industri hasil tembakau | ||||||
5. | Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum Indonesia yang mengusahakan Kawasan Industri Hasil Tembakau. | ||||||
6. | Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran. | ||||||
7. | Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik. | ||||||
8. | Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. | ||||||
9. | Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. | ||||||
10. | Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut dengan Kantor Pelayanan adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. | ||||||
11. | Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. | ||||||
12. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. | ||||||
Pasal 2 |
|||||||
(1) | Untuk meningkatkan pengawasan dan pelayanan di bidang cukai serta perekonomian daerah, dapat dibentuk Kawasan Industri Hasil Tembakau yang diperuntukan bagi Pengusaha Pabrik dengan skala industri kecil dan menengah. | ||||||
(2) | Pengertian industri kecil dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan oleh menteri menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. | ||||||
(3) | Pengusaha Pabrik di dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau diberikan kemudahan berupa: | ||||||
a. | perizinan berusaha; | ||||||
b. | kegiatan berusaha; dan | ||||||
c. | penundaan pembayaran cukai | ||||||
Pasal 3 |
|||||||
(1) | Kemudahan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas paling sedikit 200 (dua ratus) meter persegi untuk lokasi, bangunan, atau tempat usaha, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai NPPBKC. | ||||||
(2) | Kemudahan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, berupa kerja sama yang dilakukan untuk menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam bentuk batangan. | ||||||
(3) | Kerja sama untuk menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam bentuk batangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan sebagai berikut: | ||||||
a. | dilakukan oleh Pengusaha Pabrik yang berada di dalam 1 (satu) Kawasan Industri Hasil Tembakau yang sama; dan | ||||||
b. | dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama. | ||||||
(4) | Kemudahan berupa penundaan pembayaran cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c, diberikan dengan ketentuan: | ||||||
a. | menggunakan jaminan bank; dan | ||||||
b. | jangka waktu penundaan 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai. | ||||||
(5) | jangka waktu penundaan 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai. | ||||||
a. | pengemasan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai; dan/atau | ||||||
b. | dengan Pengusaha Pabrik di luar Kawasan Industri Hasil Tembakau. | ||||||
Pasal 4 |
|||||||
(1) | Di dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau dilakukan kegiatan: | ||||||
a. | mengelola dan mengembangkan Kawasan Industri Hasil Tembakau; | ||||||
b. | menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam bentuk batangan; | ||||||
c. | mengemas barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai; dan | ||||||
d. | menghasilkan barang selain barang kena cukai dan/atau jasa penunjang Industri Hasil Tembakau. | ||||||
(2) | Kegiatan mengelola dan mengembangkan Kawasan Industri Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Pengusaha Kawasan yang berkedudukan di Indonesia. | ||||||
(3) | Kegiatan menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam bentuk batangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau mengemas barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan oleh Pengusaha Pabrik. | ||||||
(4) | Kegiatan menghasilkan barang selain barang kena cukai dan/atau jasa penunjang Industri Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan oleh pengusaha penunjang industri hasil tembakau. | ||||||
Pasal 5 |
|||||||
Pengusaha Pabrik yang menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam bentuk batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, dapat melakukan kegiatan: | |||||||
a. | mengemas barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran; dan | ||||||
b. | pelekatan pita cukai, | ||||||
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, sepanjang dilakukan pada lokasi yang terpisah, di dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau yang sama. | |||||||
Pasal 6 |
|||||||
(1) | Pengusaha Kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dapat merangkap sebagai Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha penunjang industri hasil tembakau. | ||||||
(2) | Dalam hal Pengusaha Kawasan merangkap sebagai Pengusaha Pabrik di Kawasan Industri Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kawasan wajib memenuhi semua kewajiban sebagai Pengusaha Pabrik di Kawasan Industri Hasil Tembakau. | ||||||
Pasal 7 |
|||||||
(1) | Pengusaha yang akan menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Kawasan harus mendapatkan izin dari kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama. | ||||||
(2) | Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha yang akan menjadi Pengusaha Kawasan harus mengajukan: | ||||||
a. | permohonan untuk mendapatkan izin; dan | ||||||
b. | surat pernyataan bermeterai yang menyatakan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban sebagai Pengusaha Kawasan, | ||||||
kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama. | |||||||
(3) | Pengusaha yang akan menjadi Pengusaha Kawasan harus: | ||||||
a. | memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; | ||||||
b. | telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak terakhir sesuai dengan kewajibannya; | ||||||
c. | memiliki nomor induk berusaha; | ||||||
d. | memiliki izin yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan; dan | ||||||
e. | memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan, tempat, atau kawasan, yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Kawasan Industri Hasil Tembakau. | ||||||
Pasal 8 |
|||||||
Bangunan, tempat, dan/atau kawasan yang akan dijadikan sebagai Kawasan Industri Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf e, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: | |||||||
a. | tidak berhubungan langsung dan memiliki pembatas permanen dengan ketinggian paling rendah 2 (dua) meter yang memisahkan dengan rumah tinggal, bangunan, halaman, atau tempat lain, yang bukan bagian Kawasan Industri Hasil Tembakau yang dimintakan izin; | ||||||
b. | mempunyai luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha sesuai dengan luas sebagaimana izin dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perindustrian atau penanaman modal; | ||||||
c. | mempunyai satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat dilalui kendaraan; dan | ||||||
d. | ditetapkan sebagai kawasan yang diperuntukkan pengembangan atau pemusatan industri oleh instansi yang berwenang. | ||||||
Pasal 9 |
|||||||
(1) | Permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi di bidang cukai. | ||||||
(2) | Dalam hal permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan secara elektronik, permohonan, surat pernyataan, dan kelengkapan dokumen lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) disampaikan secara tertulis kepada: | ||||||
a. | kepala Kantor Wilayah melalui kepala Kantor Pelayanan; atau | ||||||
b. | kepala Kantor Pelayanan Utama. | ||||||
(3) | Dalam hal permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) telah diterima secara lengkap, kepala Kantor Pelayanan atau kepala Kantor Pelayanan Utama: | ||||||
a. | melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan | ||||||
b. | menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi. | ||||||
(4) | Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi sebagaimana disampaikan dalam permohonan. | ||||||
(5) | Pengusaha yang akan menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Kawasan harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada: | ||||||
a. | kepala Kantor Wilayah bersama kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi; atau | ||||||
b. | kepala Kantor Pelayanan Utama. | ||||||
(6) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan oleh direksi perusahaan atau dikuasakan. | ||||||
(7) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi. | ||||||
(8) | Kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan: | ||||||
a. | persetujuan dengan menerbitkan keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau; atau | ||||||
b. | penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan. | ||||||
(9) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diberikan paling lambat 1 (satu) jam setelah pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) selesai dilakukan. | ||||||
(10) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan. | ||||||
Pasal 10 |
|||||||
(1) | Pengusaha Kawasan wajib: | ||||||
a. | memasang tanda nama perusahaan sebagai Pengusaha Kawasan pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum; | ||||||
b. | menyediakan ruangan, tempat, sarana kerja, dan/atau fasilitas kerja yang layak bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan; | ||||||
c. | menyediakan dan mendayagunakan closed circuit television (cctv) untuk pengawasan, pemasukan, dan pengeluaran, barang yang dapat diakses secara langsung (real time) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya; | ||||||
d. | melaporkan kepada kepala Kantor Pengawasan Utama atau kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi. Kawasan Industri Hasil Tembakau terkait data Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha penunjang industri hasil tembakau yang berada di dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau, sebelum Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha. penunjang Industri Hasil Tembakau mulai beroperasi; | ||||||
e. | melaporkan kepada kepala Kantor Pengawasan Utama atau kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi. Kawasan Industri Hasil Tembakau terkait data Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha penunjang industri hasil tembakau yang berada di dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau, sebelum Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha. penunjang Industri Hasil Tembakau mulai beroperasi; | ||||||
1. | perubahan data Pengusaha Pabrik dan pengusaha penunjang Industri Hasil Tembakau; | ||||||
2. | Pengusaha Pabrik dan pengusaha penunjang Industri Hasil Tembakau yang tidak beroperasi; dan/atau | ||||||
3. | perubahan tata letak Kawasan Industri Hasil Tembakau, | ||||||
paling lambat 14 (empat belas) hari setelah perubahan; dan | |||||||
f. | mengajukan permohonan perubahan keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama apabila terdapat perubahan data yang tercantum dalam keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau. | ||||||
(2) | Data Pengusaha Pabrik dan/atau pengusaha penunjang Industri Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, paling sedikit memuat: | ||||||
a. | nama Pabrik atau perusahaan penunjang industri hasil tembakau; | ||||||
b. | nama dan nomor identitas penanggung jawab Pabrik atau perusahaan penunjang industri hasil tembakau; | ||||||
c. | lokasi Pabrik atau perusahaan penunjang industri hasil tembakau di dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau; dan | ||||||
d. | bidang usaha Pabrik dan/atau perusahaan penunjang industri hasil tembakau. | ||||||
Pasal 11 |
|||||||
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama membekukan keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau, dalam hal: | ||||||
a. | adanya bukti permulaan yang cukup bahwa Pengusaha Kawasan melakukan pelanggaran pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai; dan/atau | ||||||
b. | Pengusaha Kawasan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. | ||||||
(2) | Dalam hal keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau dibekukan: | ||||||
a. | Pengusaha Kawasan; | ||||||
b. | Pengusaha Pabrik di dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau; dan | ||||||
c. | pengusaha penunjang industri hasil tembakau di dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau, | ||||||
dilarang menjalankan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). | |||||||
Pasal 12 |
|||||||
Kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama memberlakukan kembali keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau yang dibekukan, setelah: | |||||||
a. | dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari tidak cukup bukti permulaan untuk dilakukan penyidikan; | ||||||
b. | adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai, yang menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah; dan/atau | ||||||
c. | Pengusaha Kawasan telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pembekuan keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau. | ||||||
Pasal 13 |
|||||||
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama mencabut keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau dalam hal: | ||||||
a. | terdapat permohonan dari Pengusaha Kawasan; | ||||||
b. | Pengusaha Kawasan dinyatakan pailit; | ||||||
c. | tidak ada lagi Pengusaha Pabrik yang melakukan kegiatan di dalam Kawasan Industri dalam waktu 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus; | ||||||
d. | Pengusaha Kawasan dipidana berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai; atau | ||||||
e. | setelah 3 (tiga) bulan sejak keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau dibekukan karena tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pengusaha Kawasan tetap tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. | ||||||
(2) | Dalam hal keputusan mengenai izin Pengusaha Kawasan Industri Hasil Tembakau dicabut, Pengusaha Pabrik dan pengusaha penunjang Industri Hasil Tembakau yang berada di Kawasan Industri Hasil Tembakau dapat: | ||||||
a. | mengajukan permohonan pindah lokasi ke Kawasan Industri Hasil Tembakau lain; atau | ||||||
b. | menjadi Pengusaha Kawasan di lokasi Kawasan Industri Hasil Tembakau yang dicabut izinnya sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. | ||||||
Pasal 14 |
|||||||
(1) | Setiap Orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik di Kawasan Industri Hasil Tembakau, wajib memiliki NPPBKC. | ||||||
(2) | Untuk mendapatkan NPPBKC Pengusaha Pabrik mengajukan permohonan NPPBKC sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai NPPBKC dan memaparkan proses bisnis kepada: | ||||||
a. | kepala Kantor Pelayanan Utama; atau | ||||||
b. | kepala Kantor Pelayanan bersama dengan kepala Kantor Wilayah. | ||||||
(3) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh pemilik atau penanggung jawab Pabrik | ||||||
(4) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi. | ||||||
(5) | Kepala Kantor Pelayanan Utama atau kepala Kantor Pelayanan yang mengawasi memberikan: | ||||||
a. | persetujuan dengan menerbitkan NPPBKC; atau | ||||||
b. | penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan. | ||||||
(6) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lambat 1 (satu) jam setelah pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selesai dilakukan. | ||||||
(7) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan. | ||||||
Pasal 15 |
|||||||
(1) | Pengusaha Pabrik yang menjalankan kegiatan menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam bentuk batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, tetap menyelenggarakan pembukuan atau melakukan pencatatan atas persediaan | ||||||
(2) | Pengusaha Pabrik yang menjalankan kegiatan menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam bentuk batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, tidak diwajibkan untuk: | ||||||
a. | mengajukan permohonan penetapan tarif cukai; dan | ||||||
b. | menyampaikan pemberitahuan hasil tembakau dalam bentuk batangan yang dibuat. | ||||||
Pasal 16 |
|||||||
Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengambil tindakan yang diperlukan atas barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan, serta kewenangan lain, yang diatur berdasarkan Undang-Undang Cukai. | |||||||
Pasal 17 |
|||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. | |||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. | |||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Maret 2020
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 259
|