Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||
|
|
|||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa sesuai Kontrak Kerja Sama mengenai bagi hasil kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi yang ditandatangani antara Badan Pelaksana yang merupakan badan yang dibentuk oleh Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan dengan Kontraktor, ditetapkan besaran bagian negara dan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Kontraktor minyak bumi dan/atau gas bumi;
|
|||
b.
|
bahwa sesuai dengan kewenangan Menteri Keuangan selaku pelaksana kekuasaan atas pengelolaan fiskal sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan dalam rangka akuntabilitas dan pengadministrasian penyetoran dan pelaporan atas bagian negara dan Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi, perlu mengatur ketentuan mengenai tata cara penyetoran dan pelaporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi;
|
|||
c.
|
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi perlu mengatur ketentuan mengenai perhitungan dan tata cara pembayaran Pajak Penghasilan dari kontrak bagi hasil berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian Kontraktor;
|
|||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan Penerimaan Negara dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dan Penghitungan Pajak Penghasilan untuk Keperluan Pembayaran Pajak Penghasilan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi Berupa Volume Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi;
|
|||
|
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
|
|||
4.
|
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
|
|||
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4216);
|
|||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5047);
|
|||
7.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 139 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5173);
|
|||
8.
|
Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
|
|||
|
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN PENERIMAAN NEGARA DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEPERLUAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI BERUPA VOLUME MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI.
|
||||
|
||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi.
|
|||
2.
|
Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
|
|||
3.
|
Lifting adalah sejumlah minyak bumi dan/atau gas bumi yang tersedia untuk dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer point).
|
|||
4.
|
Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi.
|
|||
5.
|
Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
|
|||
6.
|
Operator adalah Kontraktor, atau dalam hal Kontraktor terdiri atas beberapa pemegang participating interest, salah satu pemegang participating interest yang ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang participating interest lainnya sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.
|
|||
7.
|
Partner adalah Kontraktor yang memiliki participating interest dalam suatu Wilayah Kerja dan tidak bertindak sebagai Operator.
|
|||
8.
|
First Tranche Petroleum yang selanjutnya disingkat FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau Gas Bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh Badan Pelaksana dan/atau Kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).
|
|||
9.
|
Overlifting Kontraktor adalah kelebihan pengambilan minyak dan/atau gas bumi oleh Kontraktor dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu.
|
|||
10.
|
Underlifting Kontraktor adalah kekurangan pengambilan minyak dan/atau gas bumi oleh Kontraktor dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu.
|
|||
11.
|
Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price) yang selanjutnya disingkat ICP adalah harga minyak mentah yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan suatu formula dalam rangka pelaksanaan Kontrak Kerja Sama minyak bumi dan/atau gas bumi serta penjualan minyak mentah bagian Pemerintah yang berasal dari pelaksanaan Kontrak-Kontrak Kerja Sama minyak bumi dan/atau gas bumi.
|
|||
|
|
|||
BAB II
RUANG LINGKUP PENERIMAAN NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 2 |
||||
(1)
|
Penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi merupakan penerimaan yang berasal dari hasil Kontrak Kerja Sama dari Wilayah Kerja pertambangan minyak bumi dan/atau gas bumi, yang terdiri dari:
|
|||
|
a.
|
bagian negara; dan
|
||
|
b.
|
Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi.
|
||
(2)
|
Minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
|
|||
(3)
|
Gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Bagian Negara
|
||||
(1)
|
Bagian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a meliputi Lifting yang merupakan hak negara yang berasal dari total Lifting minyak bumi dan/atau gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama.
|
|||
(2)
|
Total Lifting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jumlah keseluruhan minyak bumi dan/atau gas bumi yang terdiri dari jumlah Lifting dari suatu Wilayah Kerja yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor.
|
|||
(3)
|
Lifting yang merupakan hak negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi sejumlah minyak bumi dan/atau gas bumi bagian Badan Pelaksana sebagaimana diatur dalam Kontrak Kerja Sama.
|
|||
|
|
|||
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Atas Lifting minyak bumi dan/atau gas bumi dari suatu Wilayah Kerja harus dilakukan penjualan dan/atau pengiriman sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau Kontrak Kerja Sama.
|
|||
(2)
|
Penjualan dan/atau pengiriman minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
|||
|
a.
|
Lifting yang merupakan hak negara;
|
||
|
b.
|
Lifting yang merupakan hak Kontraktor; atau
|
||
|
c.
|
Lifting yang merupakan hak negara dan Lifting yang merupakan hak Kontraktor (joint Lifting).
|
||
(3)
|
Lifting yang merupakan hak negara dan/atau Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Lifting yang bersifat sementara.
|
|||
(4)
|
Kontraktor dan Badan Pelaksana melakukan perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor dari masing-masing Wilayah Kerja pada akhir tahun.
|
|||
(5)
|
Hasil perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa jumlah Overlifting atau Underlifting.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup Pajak Penghasilan
|
||||
Pajak Penghasilan yang wajib dibayar dan dilaporkan oleh Kontraktor terdiri dari:
|
||||
a.
|
Angsuran pajak dalam tahun berjalan;
|
|||
b.
|
Pajak Penghasilan badan yang terutang pada akhir tahun;
|
|||
c.
|
Pajak Penghasilan atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan badan yang dibayar secara bulanan; dan/atau
|
|||
d.
|
Pajak Penghasilan atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan badan yang dibayar secara tahunan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 6 |
||||
(1)
|
Dalam hal Pemerintah membutuhkan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf c dapat berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian Kontraktor.
|
|||
(2)
|
Penentuan kebutuhan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang digunakan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan Menteri Keuangan.
|
|||
|
|
|||
BAB III
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEPERLUAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI BERUPA VOLUME MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI
|
||||
(1)
|
Besarnya Pajak Penghasilan dalam bentuk volume minyak bumi dari bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang harus diserahkan kepada Pemerintah dihitung dengan menggunakan ICP pada bulan saat Pajak Penghasilan tersebut terutang.
|
|||
(2)
|
Besarnya Pajak Penghasilan dalam bentuk volume gas bumi dari bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang harus diserahkan kepada Pemerintah dihitung dengan menggunakan harga rata-rata tertimbang penjualan Kontraktor pada bulan saat Pajak Penghasilan tersebut terutang.
|
|||
(3)
|
Harga minyak bumi dan gas bumi yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
|
|||
|
|
|||
BAB IV
TATA CARA PENYETORAN DAN PEMBAYARAN Bagian Kesatu Penyetoran Bagian Negara Pasal 8 |
||||
(1)
|
Hasil penjualan dan/atau pengiriman Lifting yang merupakan hak negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf c, disetorkan sebagai bagian negara dalam jumlah penuh (full amount) sesuai Kontrak Kerja Sama dan/atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tanpa pengurangan biaya-biaya administrasi.
|
|||
(2)
|
Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan oleh Badan Pelaksana ke dalam laporan yang dibuat per Wilayah Kerja untuk setiap bulan berdasarkan nilai tagihan atau dokumen yang terkait dengan penjualan dan/atau pengiriman Lifting yang merupakan hak negara.
|
|||
(3)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan ke Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
|
|||
(4)
|
Dalam hal hasil perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor pada akhir tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) berupa Overlifting Kontraktor, Badan Pelaksana menagih Overlifting tersebut kepada Kontraktor.
|
|||
(5)
|
Dalam hal hasil perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor pada akhir tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) berupa Underlifting Kontraktor, Badan Pelaksana menagih Underlifting tersebut kepada Pemerintah.
|
|||
(6)
|
Ketentuan mengenai tata cara penyetoran dan/atau pembayaran atas Overlifting Kontraktor dan Underlifting Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur secara tersendiri dalam Peraturan Menteri Keuangan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Pembayaran Pajak Penghasilan
|
||||
(1)
|
Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dalam bentuk tunai atau dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi setelah dihitung nilainya, dilakukan melalui rekening minyak dan gas bumi.
|
|||
(2)
|
Rekening minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rekening Departemen Keuangan k/Hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411980 pada Bank Indonesia dalam bentuk valuta USD untuk menampung seluruh penerimaan dan membayar pengeluaran terkait kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi di Bank Indonesia.
|
|||
(3)
|
Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf c, dalam bentuk tunai atau dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi, wajib dilakukan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya.
|
|||
(4)
|
Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dan huruf d, wajib dilakukan paling lambat pada akhir bulan keempat setelah akhir tahun pajak.
|
|||
(5)
|
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) bertepatan dengan hari libur, jatuh tempo pembayaran Pajak Penghasilan jatuh pada hari kerja berikutnya.
|
|||
(6)
|
Dalam hal pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kontraktor dan Pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana melakukan serah terima volume minyak bumi dan/atau gas bumi yang dituangkan dalam berita acara serah terima yang ditandatangani oleh Kontraktor dan Pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana;
|
|||
(7)
|
Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit memuat informasi mengenai volume dan harga minyak bumi dan/atau gas bumi, dan nilai Pajak Penghasilan.
|
|||
(8)
|
Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan pada akhir tahun pajak, atas kelebihan pembayaran tersebut diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 10 |
||||
(1)
|
Kontraktor wajib membuat dan mengisi Surat Setoran Pajak per jenis Pajak Penghasilan atas pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Untuk pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi, pembuatan dan pengisian Surat Setoran Pajak didasarkan pada berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6).
|
|||
(3)
|
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai bukti pembayaran yang sah dalam hal telah divalidasi oleh pejabat Direktorat Jenderal Anggaran yang ditunjuk.
|
|||
(4)
|
Dalam validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dicantumkan tanggal diterimanya pembayaran tunai atau tanggal serah terima volume minyak bumi dan/atau gas bumi yang merupakan tanggal pembayaran Pajak Penghasilan.
|
|||
|
|
|||
BAB V
TATA CARA PELAPORAN PENERIMAAN NEGARA DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI
|
||||
(1)
|
Kontraktor yang bertindak sebagai Operator maupun Partner dalam suatu Wilayah Kerja, dalam melaksanakan Kontrak Kerja Sama, wajib menyusun laporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi di Wilayah Kerja yang bersangkutan.
|
|||
(2)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
|||
|
a.
|
Laporan secara bulanan; dan
|
||
|
b.
|
Laporan secara tahunan.
|
||
(3)
|
Laporan sebagaimana pada ayat (1) memuat informasi mengenai bagian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
|
|||
(4)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Partner berdasarkan data kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi dari Operator.
|
|||
(5)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan contoh format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|||
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Laporan secara bulanan dan secara tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib disampaikan oleh Operator dan Partner kepada:
|
|||
|
a.
|
Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak;
|
||
|
b.
|
Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Operator dan Partner terdaftar; dan
|
||
|
c.
|
Badan Pelaksana.
|
||
(2)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
|||
|
a.
|
Surat Setoran Pajak yang dibuat dan diisi sesuai format sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan telah divalidasi sebagai bukti pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3); dan
|
||
|
b.
|
salinan bukti pembayaran yang dapat berupa bukti transfer ke rekening minyak dan gas bumi, dalam hal pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan dalam bentuk tunai atau berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6), dalam hal pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi.
|
||
|
|
|
||
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Penyampaian laporan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan dalam batas waktu:
|
|||
|
a.
|
Paling lambat pada tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya, untuk laporan secara bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a;
|
||
|
b.
|
Paling lambat pada akhir bulan keempat setelah akhir Tahun Pajak, untuk laporan secara tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b.
|
||
(2)
|
Dalam hal tanggal untuk batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) bertepatan dengan hari libur, laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.
|
|||
(3)
|
Laporan secara bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak berfungsi sebagai Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan.
|
|||
(4)
|
Laporan secara tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Operator dan Partner terdaftar sebagai Wajib Pajak merupakan lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan surat permintaan pemindahbukuan penerimaan negara berupa Pajak Penghasilan dari rekening minyak dan gas bumi ke rekening kas umum negara kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagai pendapatan Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau pendapatan Pajak Penghasilan gas alam, paling lambat pada akhir bulan yang bersangkutan.
|
|||
(2)
|
Penerbitan surat permintaan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada Surat Setoran Pajak yang dibuat dan diisi sesuai format sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan telah divalidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
|
|||
(3)
|
Berdasarkan surat permintaan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Perbendaharaan menerbitkan surat perintah pemindahbukuan dari rekening minyak dan gas bumi ke rekening kas umum negara kepada Bank Indonesia, sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan laporan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi yang telah dibayar oleh Kontraktor kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal pemindahbukuan setiap bulan dengan tembusan kepada Badan Pelaksana.
|
|||
(2)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pemindahbukuan pembayaran Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi dari rekening minyak dan gas bumi ke rekening kas umum negara, berita acara serah terima volume minyak bumi dan/atau gas bumi, Surat Setoran Pajak, dan laporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
|
|||
(3)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi mengenai pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan, jumlah Pajak Penghasilan yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak, tanggal valuta diterima di Bank Indonesia, dan jumlah Pajak Penghasilan yang dipindahbukukan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 16 |
||||
Dalam rangka monitoring dan evaluasi terhadap penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, dan Badan Pelaksana, melakukan rekonsiliasi secara periodik terkait dengan bagian negara dan Pajak Penghasilan.
|
||||
|
||||
BAB VI
SANKSI
|
||||
(1)
|
Dalam hal Kontraktor tidak memenuhi ketentuan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10, Kontraktor dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Kontraktor tidak memenuhi ketentuan mengenai penyampaian laporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
Kontraktor dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau
|
||
|
b.
|
Penyelesaian kewajiban Pemerintah kepada Kontraktor ditunda oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
|
||
|
|
|
||
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
|
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diundangkan.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Mei 2012 MENTERI KEUANGAN, ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Mei 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN |
||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 544 |