Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
|
|||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa untuk mendukung penggunaan produk dalam negeri dan meningkatkan transparansi serta efisiensi belanja, pemerintah menyelenggarakan pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah secara elektronik melalui sistem informasi pengadaan pemerintah;
|
||
b.
|
bahwa untuk mengamankan penerimaan pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah secara elektronik melalui sistem informasi pengadaan pemerintah, perlu menunjuk pihak lain sebagai pemungut pajak;
|
||
c.
|
bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak sebagai penyedia barang dan/atau jasa pemerintah serta pihak lain sebagai penyelenggara sistem informasi pengadaan pemerintah, perlu mengatur tata cara pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah;
|
||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44E ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah;
|
||
|
|||
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
||
4.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
||
5.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
6.
|
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 63);
|
||
7.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
8.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
|
||
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENUNJUKAN PIHAK LAIN SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK DAN TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN/ATAU PELAPORAN PAJAK YANG DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN ATAS TRANSAKSI PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA MELALUI SISTEM INFORMASI PENGADAAN PEMERINTAH.
|
|||
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.
|
||
2.
|
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
|
||
3.
|
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
|
||
4.
|
Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
||
5.
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
||
6.
|
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
7.
|
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
8.
|
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan.
|
||
9.
|
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
|
||
10.
|
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
|
||
11.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
|
||
12.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
|
||
13.
|
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
14.
|
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
15.
|
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
|
||
16.
|
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
17.
|
Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
|
||
18.
|
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
|
||
19.
|
Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
|
||
20.
|
Marketplace Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Marketplace Pengadaan adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang memiliki sarana Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang digunakan sebagai wadah bagi rekanan untuk memberikan penawaran barang dan/atau jasa kepada Instansi Pemerintah.
|
||
21.
|
Ritel Daring Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Ritel Daring Pengadaan adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang memiliki sarana Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang digunakan sendiri untuk memberikan penawaran barang dan/atau jasa kepada Instansi Pemerintah.
|
||
22.
|
Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah yang selanjutnya disebut Sistem Informasi Pengadaan adalah sistem informasi yang digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi pengadaan barang dan/atau jasa Instansi Pemerintah melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
|
||
23.
|
Pihak Lain adalah Marketplace Pengadaan atau Ritel Daring Pengadaan yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi melalui Sistem Informasi Pengadaan, yang telah ditetapkan oleh kepala lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah atau yang telah ditetapkan oleh pejabat Instansi Pemerintah yang bertugas untuk membuat pedoman pengadaan barang dan/atau jasa.
|
||
24.
|
Rekanan adalah Pengusaha yang menyediakan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan.
|
||
25.
|
Faktur Pajak adalah bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
|
||
26.
|
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
|
||
27.
|
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
|
||
28.
|
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi adalah surat pemberitahuan masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut Pajak Penghasilan untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis Pajak Penghasilan dalam 1 (satu) Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
29.
|
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1107 PUT bagi Pihak Lain adalah surat pemberitahuan masa bagi pemungut pajak pertambahan nilai formulir 1107 PUT yang digunakan oleh Pihak Lain sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai untuk melaporkan kewajiban pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan penyetoran atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam 1 (satu) Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
30.
|
Pembayaran Langsung adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada bendahara pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.
|
||
31.
|
Uang Persediaan adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Instansi Pemerintah atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara.
|
||
32.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
|
|||
BAB II
PENUNJUKAN PIHAK LAIN SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK Pasal 2 |
|||
(1)
|
Pihak Lain ditunjuk sebagai pemungut pajak untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh Rekanan.
|
||
(2)
|
Penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh Rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyerahan barang dan/atau jasa kepada Instansi Pemerintah dan pihak selain Instansi Pemerintah dalam Sistem Informasi Pengadaan.
|
||
(3)
|
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||
(4)
|
Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
|
||
|
a.
|
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pihak Lain untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
|
|
|
b.
|
melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
|
|
(5)
|
Tata cara pendaftaran dan pelaporan usaha untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||
|
|||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Rekanan wajib:
|
||
|
a.
|
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Rekanan untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
|
|
|
b.
|
melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
|
|
(2)
|
Kewajiban Rekanan untuk melaporkan usahanya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi Rekanan yang memenuhi kriteria sebagai Pengusaha kecil dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai batasan Pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
(3)
|
Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Rekanan merupakan:
|
||
|
a.
|
Pengusaha yang hanya melakukan penyerahan barang dan/atau jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; atau
|
|
|
b.
|
orang pribadi yang hanya menyediakan jasa angkutan umum melalui Pihak Lain.
|
|
(4)
|
Tata cara pendaftaran dan pelaporan usaha untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||
|
|||
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Rekanan harus menyampaikan salinan dokumen kepada Pihak Lain berupa:
|
||
|
a.
|
surat keterangan terdaftar atau Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
|
|
|
b.
|
surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, kecuali Rekanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
|
|
(2)
|
Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan oleh Pihak Lain.
|
||
|
|||
BAB III
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 OLEH PIHAK LAIN Pasal 5 |
|||
(1)
|
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Rekanan sehubungan dengan transaksi:
|
||
|
a.
|
penjualan barang;
|
|
|
b.
|
penyerahan jasa; dan/atau
|
|
|
c.
|
persewaan dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
|
|
|
yang dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan terutang Pajak Penghasilan Pasal 22.
|
||
(2)
|
Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
|
||
|
a.
|
jasa dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan kepada Rekanan yang merupakan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;
|
|
|
b.
|
jasa yang pembayarannya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau anggaran pendapatan dan belanja desa yang dibayarkan kepada Rekanan yang merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri termasuk bentuk usaha tetap;
|
|
|
c.
|
jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang dibayarkan kepada Rekanan yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap;
|
|
|
d.
|
jasa pelayaran dalam negeri atau jasa penerbangan dalam negeri yang dilakukan oleh Rekanan yang merupakan Wajib Pajak tertentu;
|
|
|
e.
|
jasa konstruksi; dan/atau
|
|
|
f.
|
jasa yang dilakukan oleh Rekanan yang merupakan Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu selain jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
|
|
(3)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut atas pembayaran kepada Rekanan baik menggunakan kartu kredit pemerintah maupun cara lainnya dalam mekanisme Uang Persediaan.
|
||
(4)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pihak Lain.
|
||
(5)
|
Pihak Lain tidak melakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas:
|
||
|
a.
|
pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa angkutan umum oleh Rekanan yang merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan melalui Pihak Lain; dan/atau
|
|
|
b.
|
pembayaran sehubungan dengan transaksi penjualan barang, penyerahan jasa, dan/atau persewaan dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang dilakukan oleh Rekanan yang pembayarannya dilakukan melalui mekanisme Pembayaran Langsung.
|
|
(6)
|
Atas penghasilan yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pemotong atau pemungut Pajak Penghasilan selain Pihak Lain.
|
||
|
|||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yaitu sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari seluruh nilai pembayaran yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||
(2)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kredit pajak bagi Rekanan dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Rekanan.
|
||
(3)
|
Dalam hal pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas penghasilan Rekanan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari pelunasan Pajak Penghasilan yang bersifat final bagi Rekanan.
|
||
(4)
|
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
||
|
a.
|
Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, atau pembelian barang atau penggunaan jasa dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; atau
|
|
|
b.
|
Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan atas imbalan jasa pelayaran dalam negeri.
|
|
(5)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang merupakan bagian dari pelunasan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Rekanan.
|
||
(6)
|
Dalam hal terdapat selisih kurang antara Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut oleh Pihak Lain, selisih atas Pajak Penghasilan dimaksud wajib disetor sendiri oleh Rekanan sebagai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
|
||
(7)
|
Dalam hal terdapat selisih lebih antara Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut oleh Pihak Lain dan Pajak Penghasilan bersifat final yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, selisih lebih atas Pajak Penghasilan dimaksud dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(8)
|
Ketentuan mengenai contoh penghitungan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|||
BAB IV
PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH PIHAK LAIN Pasal 7 |
|||
(1)
|
Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Rekanan yang dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan, terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||
(2)
|
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dengan dasar pengenaan pajak.
|
||
(3)
|
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dengan dasar pengenaan pajak.
|
||
(4)
|
Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yaitu seluruh nilai pembayaran yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||
(5)
|
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pihak Lain.
|
||
|
|||
Pasal 8 |
|||
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang berhubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Rekanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
|||
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Pihak Lain tidak melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas:
|
||
|
a.
|
penyerahan barang dan/atau jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
|
|
|
b.
|
penyerahan jasa angkutan umum oleh orang pribadi yang dilakukan melalui Pihak Lain;
|
|
|
c.
|
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau
|
|
|
d.
|
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Rekanan yang pembayarannya dilakukan melalui mekanisme Pembayaran Langsung.
|
|
(2)
|
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh Instansi Pemerintah.
|
||
|
|||
BAB V
KEWAJIBAN PEMBUATAN DOKUMEN PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA Pasal 10 |
|||
(1)
|
Rekanan wajib membuat dokumen tagihan.
|
||
(2)
|
Dokumen tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
|
||
|
a.
|
dibuat sendiri oleh Rekanan; atau
|
|
|
b.
|
dihasilkan melalui sarana atau sistem yang disediakan oleh Pihak Lain atas nama Rekanan.
|
|
(3)
|
Dokumen tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dengan mencantumkan keterangan yang paling sedikit memuat:
|
||
|
a.
|
nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Rekanan;
|
|
|
b.
|
nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli atau penerima jasa;
|
|
|
c.
|
nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pihak Lain;
|
|
|
d.
|
jenis barang dan/atau jasa;
|
|
|
e.
|
seluruh nilai pembayaran atas transaksi yang dilakukan melalui Pihak Lain;
|
|
|
f.
|
jumlah Pajak Penghasilan yang dipungut;
|
|
|
g.
|
jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
|
|
|
h.
|
nomor dan tanggal pembuatan dokumen tagihan.
|
|
(4)
|
Nomor dokumen tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h dapat menggunakan nomor yang:
|
||
|
a.
|
ditentukan sendiri oleh Rekanan; atau
|
|
|
b.
|
dihasilkan melalui sarana atau sistem yang disediakan oleh Pihak Lain.
|
|
(5)
|
Dokumen tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
|
||
|
a.
|
dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan transaksi penjualan barang, penyerahan jasa, dan/atau persewaan dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); dan
|
|
|
b.
|
dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Rekanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
|
|
(6)
|
Dokumen tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat paling lambat pada tanggal penerimaan pembayaran.
|
||
|
|||
Pasal 11 |
|||
Dalam hal terdapat keadaan yang menyebabkan terjadinya perubahan besaran pajak terutang atau informasi yang seharusnya dicantumkan dalam dokumen tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), Rekanan wajib membuat dokumen penggantian atau dokumen pembatalan yang merujuk pada dokumen tagihan yang diganti atau dibatalkan.
|
|||
|
|||
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Pihak Lain sebagai pemungut pajak wajib menyetor:
|
||
|
a.
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4); dan/atau
|
|
|
b.
|
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5),
|
|
|
ke kas negara melalui modul penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan:
|
||
|
a.
|
Pihak Lain menghitung bagian:
|
|
|
|
1.
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap Masa Pajak atas seluruh pembayaran sehubungan dengan transaksi penjualan barang, penyerahan jasa, dan/atau persewaan dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta oleh Rekanan yang dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan; dan
|
|
|
2.
|
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap Masa Pajak atas seluruh penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan yang dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan;
|
|
b.
|
penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama Pihak Lain dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik untuk setiap jenis pajak; dan
|
|
|
c.
|
penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
|
|||
Pasal 13 |
|||
Dokumen tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) dan/atau dokumen penggantian atau dokumen pembatalan tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 serta Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak berupa bukti penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b disampaikan secara elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak oleh Pihak Lain melalui saluran tertentu yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|||
|
|||
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Pihak Lain sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 wajib melaporkan:
|
||
|
a.
|
dokumen tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf a dan/atau dokumen penggantian atau dokumen pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; dan
|
|
|
b.
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dan disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a,
|
|
|
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(2)
|
Pihak Lain sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai wajib melaporkan:
|
||
|
a.
|
dokumen tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dan/atau dokumen penggantian atau dokumen pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; dan
|
|
|
b.
|
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut dan disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b,
|
|
|
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1107 PUT bagi Pihak Lain yang dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(3)
|
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1107 PUT bagi Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaporkan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(4)
|
Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan bagi Pihak lain, dalam hal pada suatu Masa Pajak tidak terdapat Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dipungut.
|
||
(5)
|
Dalam hal Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1107 PUT bagi Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b merupakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi dan/atau Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1107 PUT bagi Pihak Lain sepanjang dokumen tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) telah dipertukarkan secara elektronik oleh Pihak Lain kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui saluran tertentu yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
||
|
|||
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Rekanan wajib menyetorkan kekurangan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) ke kas negara paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
||
(2)
|
Rekanan wajib melaporkan kekurangan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah disetor dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(3)
|
Rekanan wajib melaporkan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada kolom penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
|
||
|
|||
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 16 |
|||
(1)
|
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b memenuhi persyaratan formal apabila keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) diisi dengan benar, lengkap, dan jelas.
|
||
(2)
|
Dalam hal dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak Rekanan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
|
|||
Pasal 17 |
|||
Pihak Lain sebagai pemungut pajak yang tidak memenuhi ketentuan mengenai:
|
|||
a.
|
pemungutan pajak sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 7 ayat (5);
|
||
b.
|
penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) huruf c; dan/atau
|
||
c.
|
pelaporan pajak sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
|
||
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
|||
Pasal 18 |
|||
Rekanan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 11, dan/atau Pasal 15 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
|||
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2022.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Maret 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 2022 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. BENNY RIYANTO BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR |