Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Perubahan atau penyempurnaan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 3/PMK.03/2022

     
    TENTANG

    INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa dengan belum berakhirnya pandemi Corona Virus Disease 2019 sebagaimana ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penetapan Status Faktual Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia yang mempunyai dampak pada berbagai aspek termasuk aspek ekonomi dan guna melakukan penanganan terhadap dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 tersebut, masih diperlukan pemberian insentif perpajakan sehingga diperlukan perpanjangan jangka waktu pemberian insentif pajak dengan memperhatikan kapasitas fiskal untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional;
    b.
    bahwa pemberian insentif perpajakan harus diberikan secara selektif dengan prioritas kepada sektor tertentu yang membutuhkan dukungan pemulihan sehingga perlu dilakukan penyesuaian jenis dan kriteria penerima insentif;
    c.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2.
    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
    3
    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
    4.
    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
    5.
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
    6.
    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);
    7.
    Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
    8.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031).
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019.
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
    1.
    Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
    2.
    Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang­ Undang PPh.
    3.
    PPh Pasal 22 Impor adalah PPh yang dipungut berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang PPh.
    4.
    PPh Pasal 25 adalah PPh yang dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang PPh.
    5.
    Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    6.
    Pemberi Kerja adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau unit, termasuk instansi pemerintah, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau pembayaran lain dengan nama atau dalam bentuk apa pun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai.
    7.
    Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    8.
    Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
    9.
    Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
    10.
    Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    11.
    Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
    12.
    Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut SPT Tahunan adalah surat pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    13.
    Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi yang selanjutnya disebut P3-TGAI adalah program perbaikan, rehabilitasi, atau peningkatan jaringan irigasi dengan berbasis peran serta masyarakat petani yang dilaksanakan oleh perkumpulan petani pemakai air, gabungan perkumpulan petani pemakai air, atau induk perkumpulan petani pemakai air.
    14.
    Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut P3A adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga lokal pengelola irigasi.
    15.
    Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut GP3A adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi.
    16.
    Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut IP3A adalah kelembagaan sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi.
    17.
    Wajib Pajak Penerima P3-TGAI adalah P3A, GP3A, dan/atau IP3A yang melaksanakan P3-TGAI sebagaimana telah ditetapkan oleh pejabat pembuat komitmen dan disahkan oleh Kepala Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai atau Balai Wilayah Sungai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
    18.
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
     
     
     
    BAB II
    INSENTIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 IMPOR
     

    Pasal 2

    (1)
    PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh bank devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang.
    (2)
    Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
    (3)
    PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari pemungutan kepada Wajib Pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor.
    (4)
    Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam data administrasi perpajakan (masterfile).
    (5)
    Pembebasan dari pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan melalui surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
    (6)
    Wajib Pajak mengajukan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.
    (7)
    Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan:
     
    a.
    surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
     
    b.
    surat penolakan dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
    (8)
    Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku terhitung sejak tanggal surat keterangan bebas diterbitkan.
    (9)
    Dalam hal terdapat perubahan kode klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak dan kode klasifikasi lapangan usaha tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a yang telah terbit tidak berlaku terhitung sejak tanggal perubahan kode klasifikasi lapangan usaha dimaksud.
    (10)
    Wajib Pajak yang telah mendapatkan pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.
    (11)
    Wajib Pajak menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
    (12)
    Ketentuan mengenai kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), formulir permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6), formulir surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, formulir penolakan permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dan formulir laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
    BAB III
    INSENTIF ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
     

    Pasal 3

    Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan yang masih harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan:
    a.
    Pasal 25 Undang-Undang PPh; dan/atau
    b.
    peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penghitungan angsuran PPh dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, dan Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
     
     
     

    Pasal 4

    (1)
    Wajib Pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, diberikan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% (lima puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
    (2)
    Kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kode klasifikasi lapangan usaha yang tercantum dalam data administrasi perpajakan (masterfile).
    (3)
    Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id, untuk memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (4)
    Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat pemberitahuan:
     
    a.
    berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
     
    b.
    tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (5)
    Dalam hal terdapat perubahan kode klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak dan kode klasifikasi lapangan usaha tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), surat pemberitahuan berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang telah terbit tidak berlaku terhitung sejak tanggal perubahan kode klasifikasi lapangan usaha dimaksud.
    (6)
    Ketentuan mengenai kode klasifikasi lapangan usaha yang mendapatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), formulir surat pemberitahuan pemanfaatan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3), formulir surat pemberitahuan berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dan formulir surat pemberitahuan tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     

    Pasal 5

    (1)
    Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berlaku terhitung sejak Masa Pajak disampaikannya pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
    (2)
    Wajib Pajak dapat memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) sejak Masa Pajak Januari 2022 dengan menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sampai dengan 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
    (3)
    Ketentuan mengenai contoh penghitungan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     

    Pasal 6

    (1)
    Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.
    (2)
    Wajib Pajak harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
    (3)
    Ketentuan mengenai formulir laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
    BAB IV
    INSENTIF PAJAK PENGHASILAN FINAL JASA KONSTRUKSI
     

    Pasal 7

    (1)
    Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai PPh yang bersifat final.
    (2)
    PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi dengan cara:
     
    a.
    dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan Pemotong Pajak; atau
     
    b.
    disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan Pemotong Pajak.
    (3)
    PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Penerima P3-TGAI ditanggung pemerintah.
    (4)
    Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang melakukan pembayaran dalam pelaksanaan P3-TGAI kepada Wajib Pajak Penerima P3-TGAI tidak melakukan pemotongan PPh final.
    (5)
    PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
     
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah untuk setiap Masa Pajak melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.
    (2)
    Pemotong Pajak dapat melakukan pembetulan atas laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (3)
    Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan realisasi pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama tanggal 30 September 2022.
    (4)
    Pemotong Pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat memanfaatkan insentif PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) untuk Masa Pajak yang bersangkutan.
    (5)
    Ketentuan mengenai formulir laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     

    Pasal 9

    Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah.
     
     
     
    BAB V
    KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
     

    Pasal 10

    (1)
    Wajib Pajak yang memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020 yang akan memanfaatkan insentif:
     
    a.
    pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3); dan/atau
     
    b.
    pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
      harus telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020.
    (2)
    Ketentuan penyampaian SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang belum atau tidak memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020.
     
     
     

    Pasal 11

    Direktur Jenderal Pajak melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan, dan/atau pengujian kepatuhan terhadap Wajib Pajak yang memanfaatkan insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 7 ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
     
     
     
    BAB VI
    JANGKA WAKTU PEMBERIAN INSENTIF PAJAK
     

    Pasal 12

    (1)
    Jangka waktu pemberian insentif pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) berlaku sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.
    (2)
    Jangka waktu pemberian insentif:
     
    a.
    pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); dan
     
    b.
    PPh final ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3),
     
    diberikan untuk Masa Pajak Januari 2022 sampai dengan Masa Pajak Juni 2022.
       
    BAB VII
    KETENTUAN PERALIHAN
     

    Pasal 13

    (1)
    Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan surat keterangan bebas pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/atau menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, harus menyampaikan kembali permohonan dan/atau pemberitahuan berdasarkan Peraturan Menteri ini untuk dapat memanfaatkan insentif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan/atau Pasal 4 ayat (1).
    (2)
    Pemberi Kerja, Wajib Pajak, atau Pemotong Pajak yang belum menyampaikan laporan realisasi insentif:
     
    a.
    PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah;
     
    b.
    PPh final atas Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu ditanggung pemerintah; atau
     
    c.
    PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah,
      berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, dapat menyampaikan laporan realisasi paling lambat tanggal 31 Maret 2022 untuk memanfaatkan insentif PPh Tahun Pajak 2021.
    (3)
    Pemberi Kerja, Wajib Pajak, atau Pemotong Pajak yang telah menyampaikan laporan realisasi dan/atau laporan realisasi pembetulan pemanfaatan insentif:
     
    a.
    PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah;
     
    b.
    PPh final atas Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu ditanggung pemerintah; atau
     
    c.
    PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah,
      berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, dapat menyampaikan laporan realisasi pembetulan untuk Masa Pajak Januari 2021 sampai dengan Masa Pajak Desember 2021 paling lambat tanggal 31 Maret 2022.
    (4)
    Pemberi Kerja, Wajib Pajak, atau Pemotong Pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat memanfaatkan insentif:
     
    a.
    PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah;
     
    b.
    PPh final atas Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu ditanggung pemerintah; atau
     
    c.
    PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah,
      untuk Masa Pajak yang belum dilaporkan pada Tahun Pajak 2021.
     

    Pasal 14

    Pemberi Kerja yang membuat laporan realisasi PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang membuat laporan realisasi PPh final ditanggung pemerintah, atau Pemotong Pajak yang membuat laporan realisasi PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, baik pelaporan pertama maupun pembetulan kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui saluran elektronik, tetap dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, PPh final atas Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu ditanggung pemerintah, atau PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah, meskipun tidak membuat kode billing.
     
     
     

    Pasal 15

    Pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 yang telah berjalan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.
     
     
     
    BAB VIII
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 16

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 83) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1197), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     

    Pasal 17

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 21 Januari 2022
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    SRI MULYANI INDRAWATI

    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 25 Januari 2022
    DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    BENNY RIYANTO

    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 91

    Peraturan Menteri Keuangan 3/PMK.03/2022 - Perpajakan DDTC