Quick Guide
Hide Quick Guide
  • Menimbang
  • Mengingat
  • Menetapkan
  • Pasal 1
  • Pasal 2
  • Pasal 3
  • Pasal 4
  • Pasal 5
  • Pasal 6
  • Pasal 7
  • Pasal 8
  • Pasal 9
  • Pasal 10
  • Pasal 11
  • Pasal 12
  • Pasal 13
  • Pasal 14
  • Pasal 15
  • Pasal 16
  • Pasal 17
  • Pasal 18
  • Pasal 19
  • Pasal 20
  • Pasal 21
  • Pasal 22
  • Pasal 23
  • Pasal 24
  • Pasal 25
Aktifkan Mode Highlight
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 226/PMK.03/2013

 
TENTANG
 
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
 

Menimbang

a.
bahwa ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pemberian imbalan bunga terkait dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2011;
b.
bahwa ketentuan mengenai tata cara pemberian imbalan bunga terkait dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2005 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak;
c.
bahwa ketentuan mengenai tata cara pemberian imbalan bunga Pajak Bumi dan Bangunan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.06/2005 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga Pajak Bumi dan Bangunan Kepada Wajib Pajak;
d.
bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
e.
bahwa sesuai ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, terhadap hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, berlaku ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lainnya;
f.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27A ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga;
 
 

Mengingat

1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
3.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
4.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
5.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
7.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;
 
MEMUTUSKAN:

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA.
 
BAB I
KETENTUAN UMUM
 

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP 2000 adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.
3.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP 1994 adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994.
4.
Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
5.
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
6.
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
7.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
8.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
9.
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
10.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah kantor pelayanan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dan/atau tempat objek pajak terdaftar.
11.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang menjadi mitra kerja KPP.
12.
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPIB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
13.
Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPPIB adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan imbalan bunga dalam SKPIB dengan Utang Pajak.
14.
Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SPMIB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan untuk membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak.
15.
Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disingkat SKPKPP adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
16.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPPN selaku kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMIB.
 
BAB II
RUANG LINGKUP
 

Pasal 2

(1)
Imbalan bunga yang terkait dengan PPh, PPN, dan PPnBM untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat:
 
a.
keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP;
 
b.
keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP;
 
c.
keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (4) Undang-Undang KUP;
 
d.
kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali, terkait dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) Undang-Undang KUP;
 
e.
kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1a) Undang-Undang KUP, kecuali:
 
 
1)
kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembetulan yang terkait dengan Persetujuan Bersama; atau
 
 
2)
kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP;
 
f.
kelebihan pembayaran sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP dan/atau bunga Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP karena Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang KUP.
(2)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan terbatas pada kelebihan pembayaran pajak karena:
 
a.
pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang seluruhnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan atas Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) Peraturan Pemerintah;
 
b.
pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya atas Surat Ketetapan Pajak Nihil yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan atas Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah;
 
c.
pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) Peraturan Pemerintah;
 
d.
permohonan peninjauan kembali dikabulkan atas Putusan Banding yang Putusan Bandingnya menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
 

Pasal 3

(1)
Imbalan bunga yang terkait dengan PPh, PPN, dan PPnBM untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2001 sampai dengan 2007 diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat:
 
a.
keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP 2000;
 
b.
keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP 2000;
 
c.
kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau permohonan banding terkait dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, diterima sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) Undang-Undang KUP 2000;
 
d.
kelebihan pembayaran sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP 2000 dan/atau Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP 2000 karena Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang KUP 2000.
(2)
Termasuk kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya untuk Putusan Peninjauan Kembali yang diterbitkan sejak tanggal 1 Januari 2012, selama pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan telah dibayar dan menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
 

Pasal 4

(1)
Imbalan bunga yang terkait dengan PPh, PPN, dan PPnBM untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 1995 sampai dengan 2000 diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat:
 
a.
keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP 1994;
 
b.
keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP 1994;
 
c.
kelebihan pembayaran pajak yang timbul karena pengajuan keberatan atau permohonan banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, diterima sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A Undang-Undang KUP 1994.
(2)
Termasuk kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya untuk Putusan Peninjauan Kembali yang diterbitkan sejak tanggal 1 Januari 2012, selama pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan telah dibayar dan menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
 

Pasal 5

(1)
Imbalan bunga yang terkait dengan PBB untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagai akibat adanya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB.
(2)
Imbalan bunga yang terkait dengan PBB untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagai akibat adanya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB, Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, Surat Keputusan Pembetulan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi PBB atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, Surat Keputusan Pengurangan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB.
 
BAB III
PENGHITUNGAN IMBALAN BUNGA
 

Pasal 6

(1)
Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, yang dihitung sejak batas waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB berakhir sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP atau SKPPIB.
(2)
Batas waktu penerbitan SKPKPP atau SKPPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan sejak:
 
a.
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP;
 
b.
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B Undang-Undang KUP;
 
c.
diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, termasuk untuk Wajib Pajak risiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
 
d.
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, atau SKPIB, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak; atau
 
e.
diterima Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali oleh kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan putusan pengadilan, yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
(3)
Imbalan bunga karena keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (2) Undang-Undang KUP berakhir sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
(4)
Imbalan bunga karena keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima secara lengkap berakhir sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
(5)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak:
 
a.
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
 
b.
tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
 
c.
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, untuk Surat Tagihan Pajak.
(6)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP dan/atau bunga Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung sejak tanggal pembayaran pajak yang menyebabkan kelebihan pembayaran sanksi administrasi sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(7)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali yang terkait dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(8)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali yang terkait dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(9)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, yang dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(10)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung sejak tanggal pembayaran berdasarkan Putusan Banding sampai dengan diterbitkannya Putusan Peninjauan Kembali.
 

Pasal 7

(1)
Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak batas waktu penerbitan SKPKPP berakhir sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP.
(2)
Batas waktu penerbitan SKPKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan sejak:
 
a.
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang KUP 2000;
 
b.
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP 2000;
 
c.
diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP 2000.
(3)
Imbalan bunga karena keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (2) Undang-Undang KUP 2000 berakhir sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
(4)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau permohonan banding terkait dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
(5)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP 2000 dan/atau bunga Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP 2000 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung sejak tanggal pembayaran pajak yang menyebabkan kelebihan pembayaran sanksi administrasi sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(6)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan tanggal diterbitkannya Putusan Banding.
 

Pasal 8

(1)
Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak batas waktu penerbitan SKPKPP berakhir sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP.
(2)
Batas waktu penerbitan SKPKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan sejak:
 
a.
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang KUP 1994;
 
b.
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP 1994.
(3)
Imbalan bunga atas keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak jangka waktu 1 (satu) bulan untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (2) Undang-Undang KUP 1994 berakhir sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
(4)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak:
 
a.
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
 
b.
tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
(5)
Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan tanggal diterbitkannya Putusan Banding.
 

Pasal 9

(1)
Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran PBB yang dihitung sejak batas waktu penerbitan SKPKPP PBB berakhir sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP PBB.
(2)
Batas waktu penerbitan SKPKPP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB.
(3)
Imbalan bunga karena keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diberikan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran PBB yang dihitung sejak batas waktu penerbitan SKPKPP PBB berakhir sampai dengan tanggal penerbitan SKPKPP PBB.
(4)
Batas waktu penerbitan SKPKPP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 1 (satu) bulan sejak:
 
a.
diterbitkannya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB;
 
b.
diterbitkannya Keputusan Keberatan;
 
c.
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;
 
d.
diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan PBB;
 
e.
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi PBB atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi PBB;
 
f.
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang;
 
g.
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB; atau
 
h.
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB.
 

Pasal 10

Masa imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9, dihitung berdasarkan satuan bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
 
BAB IV
TATA CARA PEMBERIAN IMBALAN BUNGA
 

Pasal 11

(1)
Dalam hal terdapat imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPIB.
(2)
Penerbitan SKPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan pemberian imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dan ayat (2), Pasal 3 ayat (1) huruf c dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) huruf c dan ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
 
a.
SKPIB diterbitkan apabila terhadap Surat Keputusan Keberatan tidak diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak;
 
b.
SKPIB diterbitkan apabila terhadap Putusan Banding tidak diajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
 
c.
SKPIB diterbitkan apabila Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dari Mahkamah Agung.
(3)
SKPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
(4)
SKPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5)
Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6)
SKPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan saat pemberian imbalan bunga setelah Wajib Pajak mengajukan permohonan dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak.
(7)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak mencantumkan nomor rekening Wajib Pajak, SKPIB tidak diterbitkan.
 

Pasal 12

(1)
Pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang diadministrasikan di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, termasuk di KPP tempat Wajib Pajak cabang terdaftar dan di KPP tempat objek pajak PBB terdaftar.
(2) 
Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 
a.
Untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya adalah utang pajak PPh, PPN, dan PPnBM yang tercantum dalam:
 
 
1)
Surat Tagihan Pajak;
 
 
2)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
 
 
3)
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau
 
 
4)
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan terjadinya pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak dikembalikan,
 
b.
Untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya adalah utang pajak PPh, PPN, dan PPnBM yang tercantum dalam:
 
 
1)
Surat Tagihan Pajak;
 
 
2)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas jumlah yang telah disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
 
 
3)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas jumlah yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, yang:
 
 
 
a)
tidak diajukan keberatan;
 
 
 
b)
diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak terutang dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding; atau
 
 
 
c)
diajukan keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah pajak terutang, atau menolak;
 
 
4)
Surat Keputusan Keberatan yang tidak diajukan banding;
 
 
5)
Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
 
 
6)
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau
 
 
7)
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan terjadinya pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.
 
c.
Utang pajak PBB yang tercantum dalam:
 
 
1)
Surat Tagihan Pajak PBB;
 
 
2)
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang;
 
 
3)
Surat Ketetapan Pajak PBB;
 
 
4)
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
 
 
5)
Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau
 
 
6)
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan terjadinya pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.
(3)
Dalam hal setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat sisa imbalan bunga yang harus dibayarkan kepada Wajib Pajak, atas permohonan Wajib Pajak, sisa imbalan bunga tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau dengan Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain.
 

Pasal 13

(1)
Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dituangkan dalam nota penghitungan.
(2)
Formulir Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3)
Bagi Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan dengan mata uang Dollar Amerika Serikat, pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf c, Pasal 3 ayat (1) huruf b, dan Pasal 4 ayat (1) huruf b dalam mata uang Dollar Amerika Serikat diberikan dalam mata uang rupiah, yang dihitung menggunakan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat:
 
a.
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;
 
b.
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP 2000; atau
 
c.
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP 1994.
 

Pasal 14

(1)
Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, ditindaklanjuti dengan kompensasi Utang Pajak, dan dalam hal tidak ada Utang Pajak dan/atau permohonan Wajib Pajak untuk memperhitungkan dengan Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain, seluruh imbalan bunga diberikan kepada Wajib Pajak bersangkutan.
(2)
Kompensasi Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui potongan SPMIB dan/atau melalui transfer pembayaran, dan dianggap sah apabila:
 
a.
kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMIB telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Penerimaan Potongan (NPP);
 
b.
kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), dan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP).
(3)
Kompensasi Utang Pajak melalui potongan SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dalam hal pembayaran imbalan bunga PPh, PPN, atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, atau PPnBM.
(4)
Kompensasi Utang Pajak melalui transfer pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal:
 
a.
pembayaran imbalan bunga PPh, PPN, atau PPnBM, dikompensasikan ke Utang Pajak PBB;
 
b.
pembayaran imbalan bunga PBB dikompensasikan ke Utang Pajak PPh, PPN, PPnBM, atau PBB.
 

Pasal 15

(1)
SKPPIB diterbitkan berdasarkan nota penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(2)
SKPPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3)
SKPPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga), dengan peruntukan sebagai berikut:
 
a.
lembar ke-1 untuk Wajib Pajak;
 
b.
lembar ke-2 untuk KPPN; dan
 
c.
lembar ke-3 untuk arsip KPP.
(4)
Dalam hal terdapat perhitungan imbalan bunga dengan Utang Pajak, Utang Pajak tersebut harus dicantumkan pada SKPPIB dan dibuatkan surat setoran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)
Atas dasar SKPPIB, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMIB.
(6)
Dalam hal terdapat kesalahan dalam penerbitan SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan membetulkan SPMIB sepanjang belum diterbitkan SP2D.
(7)
Bentuk formulir SPMIB adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8)
SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan sebagai berikut:
 
a.
lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN;
 
b.
lembar ke-3 untuk Wajib Pajak; dan
 
c.
lembar ke-4 untuk arsip KPP.
(9)
SKPPIB dan SPMIB beserta Arsip Data Komputer disampaikan ke KPPN secara langsung oleh petugas yang ditunjuk.
(10)
Dalam hal kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui potongan SPMIB, SPMIB beserta SKPPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilampiri dengan surat setoran.
(11)
Dalam hal kompensasi Utang Pajak hanya dilakukan melalui transfer pembayaran, SPMIB beserta SKPPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak perlu dilampiri dengan surat setoran.
(12)
Dalam hal kompensasi Utang Pajak dilakukan melalui potongan SPMIB dan transfer pembayaran, SPMIB beserta SKPPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (9) hanya dilampiri dengan surat setoran untuk kompensasi Utang Pajak yang akan dilakukan melalui potongan SPMIB.
 

Pasal 16

(1)
Berdasarkan SPMIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5), Kepala KPPN atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SP2D dengan ketentuan:
 
a.
dalam hal seluruh imbalan bunga dikompensasikan ke Utang Pajak melalui potongan SPMIB, KPPN menerbitkan SP2D Nihil;
 
b.
dalam hal imbalan bunga dikompensasikan ke Utang Pajak melalui transfer pembayaran, KPPN menerbitkan SP2D dilampiri dengan daftar rekening tujuan;
 
c.
dalam hal imbalan bunga dikompensasikan ke Utang Pajak melalui potongan SPMIB dan transfer pembayaran, KPPN terlebih dahulu memperhitungkan potongan SPMIB dimaksud dan menerbitkan SP2D dilampiri dengan daftar rekening tujuan;
 
d.
dalam hal masih terdapat sisa imbalan bunga yang harus diberikan kepada Wajib Pajak setelah dikompensasikan dengan Utang Pajak melalui potongan SPMIB sebagaimana dimaksud pada huruf a atau setelah dikompensasikan dengan Utang Pajak melalui transfer pembayaran dan/atau potongan SPMIB sebagaimana dimaksud pada huruf b atau huruf c, KPPN menerbitkan SP2D dilampiri dengan daftar rekening tujuan termasuk rekening Wajib Pajak;
 
e.
dalam hal seluruh imbalan bunga diberikan kepada Wajib Pajak, KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak bersangkutan;
(2)
SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan sebagai berikut:
 
a.
lembar ke-1 untuk Bank Operasional I atau Bank Operasional III;
 
b.
lembar ke-2 untuk KPP penerbit; dan
 
c.
lembar ke-3 untuk KPPN.
(3)
KPPN mengesahkan setiap surat setoran yang dilampirkan dalam SPMIB atas kompensasi melalui potongan SPMIB dengan membubuhkan cap, nama, dan tanda tangan pada kolom penyetor.
(4)
Dalam hal imbalan bunga dikompensasikan ke Utang Pajak melalui potongan SPMIB, KPPN menerbitkan Bukti Penerimaan Negara (BPN) dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Penerimaan Potongan (NPP) sesuai dengan tanggal SP2D.
(5)
Dalam hal imbalan bunga dikompensasikan ke Utang Pajak melalui transfer pembayaran, KPP menyampaikan informasi akan adanya transfer penerimaan negara dan menyampaikan surat setoran berupa Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan/atau Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan ke:
 
a.
Bank/Pos Persepsi tujuan untuk Surat Setoran Pajak;
 
b.
Bank/Pos Persepsi tujuan yang sekaligus merangkap sebagai Bank Operasional III PBB untuk Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan atau Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan;
(6)
Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menerbitkan Bukti Penerimaan Negara (BPN), Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP), dan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atas dasar transfer sesuai SP2D dari KPPN dan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang diterima dari KPP.
(7)
KPPN menyampaikan lembar ke-2 SPMIB, lembar ke-2 SP2D, dan dalam hal terdapat imbalan bunga yang dikompensasikan ke Utang Pajak melalui potongan SPMIB disertai dengan surat setoran yang telah disahkan, ke KPP penerbit SPMIB.
 

Pasal 17

Bukti Penerimaan Negara (BPN), Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang telah diterbitkan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP), dan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) oleh Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6), yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak, disampaikan kepada Wajib Pajak melalui KPP setempat.
 

Pasal 18

(1)
Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SKPPIB dan SPMIB menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN setiap awal tahun anggaran.
(2)
Dalam hal terjadi perubahan pejabat yang berwenang menandatangani SKPPIB dan SPMIB, pejabat pengganti harus menyampaikan spesimen tanda tangan kepada Kepala KPPN sejak yang bersangkutan menjabat.
 

Pasal 19

Pembayaran imbalan bunga merupakan bagian dari pengurang penerimaan pajak.
 

Pasal 20

Ketentuan mengenai jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (4), dan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang KUP, termasuk imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan.
 

Pasal 21

(1)
SKPPIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan SPMIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak penerbitan SKPIB.
(2)
SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diterbitkan oleh Kepala KPPN sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan.
 
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
 

Pasal 22

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap pelaksanaan pemberian imbalan bunga yang berkaitan dengan:
a.
penghitungan dan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2005 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga kepada Wajib Pajak dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2011 yang belum diselesaikan berlaku ketentuan berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
b.
SKPIB yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.06/2005 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga Pajak Bumi dan Bangunan kepada Wajib Pajak dan belum diselesaikan, diberikan imbalan bunga sesuai tata cara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
 
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
 

Pasal 23

Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Anggaran, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan sesuai bidang tugas dan kewenangannya masing-masing, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri mengatur lebih lanjut ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri ini.
 

Pasal 24

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2005 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga kepada Wajib Pajak;
2.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.06/2005 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga Pajak Bumi dan Bangunan kepada Wajib Pajak;
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga; dan
4.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 

Pasal 25

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MUHAMAD CHATIB BASRI
 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
 
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1630

Peraturan Menteri Keuangan 226/PMK.03/2013 - Perpajakan DDTC