Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
||
|
||
Menimbang |
||
a.
|
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
|
|
b.
|
bahwa dalam rangka menyempurnakan penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan negara, diperlukan suatu sistem penerimaan dan anggaran negara terpadu yang diantaranya mencakup modul penerimaan negara;
|
|
c.
|
bahwa dengan adanya perkembangan teknologi informasi dimungkinkan seluruh penerimaan negara disajikan secara real time melalui jaringan sistem informasi yang terhubung secara on-line dengan Bank Persepsi, Bank Devisa Persepsi, dan Pos Persepsi;
|
|
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c di atas perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Modul Penerimaan Negara;
|
|
|
|
|
Mengingat |
||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
|
|
3.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
|
|
4.
|
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
|
|
5.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
|
|
6.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
|
|
7.
|
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
|
|
8.
|
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
|
|
9.
|
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
|
|
10.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
|
|
11.
|
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
|
|
12.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4353);
|
|
13.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);
|
|
14.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4500);
|
|
15.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);
|
|
16.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
|
|
17.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2005 tentang Pungutan Ekspor atas Barang Ekspor Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4531);
|
|
18.
|
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4214) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);
|
|
19.
|
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
|
|
20.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar;
|
|
21.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
|
|
22.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2005 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan, dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2006;
|
|
23.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
|
|
24.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan;
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN: | ||
Menetapkan |
||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG MODUL PENERIMAAN NEGARA.
|
||
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
|
||
1.
|
Modul Penerimaan Negara adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Penerimaan dan Anggaran Negara.
|
|
2.
|
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar pengeluaran negara.
|
|
3.
|
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
|
|
4.
|
Rekening Penerimaan adalah tempat untuk menampung penerimaan negara pada bank umum/badan lainnya.
|
|
5.
|
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
|
|
6.
|
Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
|
|
7.
|
Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
|
|
8.
|
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
|
|
9.
|
Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
|
|
10.
|
Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
|
|
11.
|
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan antara lain sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara, serta penerimaan negara bukan pajak lainnya.
|
|
12.
|
Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri yang menjadi hak pemerintah.
|
|
13.
|
Penerimaan Pengembalian Belanja adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.
|
|
14.
|
Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan negara yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN, antara lain berasal dari penerimaan pinjaman dan hasil divestasi.
|
|
15.
|
Penerimaan Perhitungan Pihak Ketiga adalah semua penerimaan negara yang berasal dari potongan penghasilan pegawai negeri serta setoran subsidi dan iuran Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan asuransi kesehatan.
|
|
16.
|
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
|
|
17.
|
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
|
|
18.
|
PT Pos Indonesia (Persero) selanjutnya disebut Kantor Pos adalah Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai Unit Pelaksana Teknis di daerah yaitu Sentral Giro/Sentral Giro Gabungan/Sentral Giro Gabungan Khusus serta Kantor Pos dan Giro.
|
|
19.
|
Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara.
|
|
20.
|
Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor.
|
|
21.
|
Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
|
|
|
||
BAB II
RUANG LINGKUP Pasal 2 |
||
(1)
|
Penerimaan Negara terdiri dari:
|
|
|
a.
|
Penerimaan Perpajakan;
|
|
b.
|
Penerimaan Negara Bukan Pajak;
|
|
c.
|
Penerimaan Hibah;
|
|
d.
|
Penerimaan Pengembalian Belanja;
|
|
e.
|
Penerimaan Pembiayaan; dan
|
|
f.
|
Penerimaan Perhitungan Pihak Ketiga.
|
(2)
|
Ruang lingkup Modul Penerimaan Negara yang diatur dalam PMK ini meliputi Penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, d, dan f yang disetor oleh perorangan/badan dan/atau Bendahara melalui Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan penerimaan yang berasal dari Surat Perintah Membayar (SPM) yang dibukukan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan negara (KPPN).
|
|
(3)
|
Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disetor melalui Bank Indonesia diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
|
|
|
||
BAB III
PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA Pasal 3 |
||
(1)
|
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dalam pelaksanaan operasional penerimaan, membuka Rekening Penerimaan pada bank umum/kantor pos.
|
|
(2)
|
Rekening Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menampung penerimaan negara setiap hari pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi.
|
|
(3)
|
Saldo Rekening Penerimaan pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke KUN.
|
|
(4)
|
Dalam hal secara teknis kewajiban penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat dilakukan setiap hari, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari Selasa dan Jumat atau hari kerja berikutnya jika Selasa dan Jumat adalah hari libur, dan tanggal atau hari kerja pertama setiap bulan.
|
|
(5)
|
Ketentuan mengenai pelimpahan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Bank/Pos Persepsi PBB/BPHTB kepada Bank Operasional III dan bagi hasil PBB/BPHTB diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
|
|
|
||
Pasal 4 |
||
(1)
|
Kementerian Negara/Lembaga mencantumkan seluruh estimasi pendapatan ke dalam DIPA satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
|
|
(2)
|
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran mengangkat/menetapkan Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga bersangkutan pada setiap awal tahun anggaran.
|
|
(3)
|
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri/Pimpinan Lembaga dapat membuka Rekening Penerimaan pada Bank Umum/Kantor Pos setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
|
|
(4)
|
Bendahara Penerimaan wajib menyetor penerimaan negara setiap akhir hari kerja ke kas negara dan wajib mengirim Rekening Koran bulanan/Laporan Realisasi Penerimaan ke KPPN.
|
|
(5)
|
Dalam hal penerimaan negara diterima pada hari libur dan/atau di daerah tersebut tidak terdapat Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi, maka Bendahara Penerimaan menyetor penerimaan tersebut selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya.
|
|
|
||
Pasal 5 |
||
(1)
|
Atas permohonan Direksi bank/kantor pos, Menteri Keuangan menunjuk dan menetapkan Bank Umum/Kantor Pos sebagai Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi untuk menerima setoran penerimaan negara.
|
|
(2)
|
Penunjukan Bank Umum/Kantor Pos sebagai Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi berlaku untuk Kantor Pusat maupun seluruh cabang Bank yang bersangkutan/Unit Pelaksana Teknis Kantor Pos di daerah.
|
|
(3)
|
Syarat-syarat penunjukan Bank Umum/Kantor Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
mempunyai status sebagai Bank Umum dan memenuhi kriteria minimal cukup sehat selama 12 (dua belas) bulan terakhir (khusus untuk lembaga perbankan);
|
|
b.
|
didukung dengan peralatan yang memadai;
|
|
c.
|
wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku;
|
|
d.
|
bersedia diperiksa atas pelaksanaan pengelolaan setoran penerimaan negara yang diterima;
|
|
e.
|
memiliki jaringan sistem informasi yang terhubung langsung secara on-line antara kantor pusat dan seluruh atau sebagian kantor cabangnya; dan
|
|
f.
|
kantor pusat bank/kantor pos memiliki jaringan komunikasi data yang dapat dihubungkan secara on-line dengan jaringan komunikasi data Departemen Keuangan.
|
(4)
|
Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi selama jam buka kas wajib menerima setiap setoran penerimaan negara dari Wajib Pajak/Wajib Setor tanpa melihat jumlah pembayaran.
|
|
(5)
|
Dalam hal Wajib Pajak/Wajib Setor membayar melalui teller, Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi tidak dibenarkan mengenakan biaya atas transaksi pembayaran.
|
|
(6)
|
Dalam hal Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5), Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk memberikan peringatan secara tertulis sesuai dengan jenis dan tingkat kesalahan yang dilakukan.
|
|
(7)
|
Apabila peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah diberikan sampai dengan 3 (tiga) kali dan belum juga diindahkan, maka Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk mencabut penunjukan bank umum/kantor pos bersangkutan sebagai Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi.
|
|
|
||
Pasal 6 |
||
(1)
|
Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan estimasi pendapatan adalah DIPA Kementerian Negara/Lembaga atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA.
|
|
(2)
|
Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan penerimaan negara antara lain meliputi Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP), Surat Tanda Bukti Setor (STBS), Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) dan Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang diterbitkan oleh Bank.
|
|
(3)
|
Seluruh dokumen sumber penerimaan negara dinyatakan sah setelah mendapat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP).
|
|
|
||
Pasal 7 |
||
(1)
|
Penerimaan negara diakui pada saat diterima pada Rekening KUN.
|
|
(2)
|
Penetapan penerimaan perpajakan dan bukan pajak yang belum dan/atau sudah jatuh tempo tetapi belum disetor ke Rekening Kas Negara pada saat tanggal Neraca diakui sebagai piutang.
|
|
|
||
BAB IV
PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENERIMAAN NEGARA Pasal 8 |
||
(1)
|
Satuan kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran wajib menyampaikan pertanggungjawaban Penerimaan Negara.
|
|
(2)
|
Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Laporan Realisasi Anggaran yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi.
|
|
|
||
BAB V
SANKSI ADMINISTRASI DAN JASA PERBENDAHARAAN Pasal 9 |
||
(1)
|
Atas keterlambatan dan/atau kekurangan pelimpahan penerimaan negara oleh Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3% (tiga persen) per bulan dari jumlah penerimaan yang seharusnya dilimpahkan.
|
|
(2)
|
Sebagai imbalan jasa atas pelaksanaan Penerimaan Negara, kepada Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi diberikan jasa perbendaharaan.
|
|
(3)
|
Jasa perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
|
|
|
||
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 10 |
||
Dalam hal secara teknis jaringan komunikasi data Departemen Keuangan belum berjalan, maka jaringan komunikasi data yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tetap digunakan.
|
||
|
||
BAB VII
PENUTUP Pasal 11 |
||
(1)
|
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.
|
|
(2)
|
Semua peraturan Menteri Keuangan dan peraturan pelaksanaannya yang mengatur mengenai penerimaan negara, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini dinyatakan tetap berlaku.
|
|
|
||
Pasal 12 |
||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2007.
|
||
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Oktober 2006 MENTERI KEUANGAN SRI MULYANI INDRAWATI |