Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
|
|||||
Menimbang |
|||||
a. |
bahwa ketentuan mengenai jangka waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha, tata cara pendaftaran dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2007, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2010;
|
||||
b.
|
bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pendaftaran dan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, pelaporan usaha dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
|
||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak;
|
||||
Mengingat |
|||||
1. |
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Per pajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
|
||||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Per pajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
|
||||
5.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
|
||||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi;
|
||||
7.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan;
|
||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PELAPORAN USAHA DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SERTA PERUBAHAN DATA DAN PEMINDAHAN WAJIB PAJAK.
|
|||||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan yang mengatur mengenai Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
|
||||
2.
|
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
|
||||
3.
|
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahan nya.
|
||||
4.
|
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat menjadi KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||
5.
|
Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Per pajakan yang selanjutnya disingkat menjadi KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.
|
||||
6.
|
KPP Lama adalah KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru.
|
||||
7.
|
KPP Baru adalah KPP yang menerima pemindahan Wajib Pajak dari KPP Lama.
|
||||
8.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi per pajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban per pajakan nya.
|
||||
9.
|
Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak adalah kartu yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP yang berisikan Nomor Pokok Wajib Pajak dan identitas lainnya.
|
||||
10.
|
Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disingkat menjadi SKT adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada KPP tertentu yang berisi Nomor Pokok Wajib Pajak dan kewajiban per pajakan Wajib Pajak.
|
||||
11.
|
Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah surat yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP sebagai pemberitahuan bahwa Pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada KPP tertentu yang berisi identitas dan kewajiban per pajakan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
12.
|
Surat Penolakan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah surat yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP yang menyatakan pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikabulkan.
|
||||
13.
|
Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi per pajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/ atau mengukuhkan/ mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
14.
|
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun, dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban per pajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan per pajakan.
|
||||
15.
|
Aplikasi e-Registration adalah sarana pendaftaran Wajib Pajak dan/atau pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, perubahan data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak, pemindahan Wajib Pajak, penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui internet yang terhubung langsung secara on-line dengan Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||
16.
|
Surat Pengiriman Dokumen adalah surat yang diterbitkan melalui Aplikasi e-Registration yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengirimkan dokumen yang disyaratkan.
|
||||
17.
|
Bukti Penerimaan Surat adalah bukti yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk menyatakan bahwa permohonan dari Wajib Pajak yang terkait dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak telah diterima secara lengkap.
|
||||
|
|
||||
BAB II
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK
Bagian Ke satu
Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Pasal 2 |
|||||
(1)
|
Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan, wajib mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan tempat kegiatan usaha Wajib Pajak, dan kepada Wajib Pajak diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
|
||||
(2)
|
Tempat tinggal atau tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya.
|
||||
(3)
|
Wajib Pajak yang wajib mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
|
a.
|
Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena:
|
|||
|
|
1)
|
hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
|
||
|
|
2)
|
menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau
|
||
|
|
3)
|
memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban per pajakan nya terpisah dari suaminya meski pun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta,
|
||
|
|
yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak;
|
|||
|
b.
|
Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena:
|
|||
|
|
1)
|
hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
|
||
|
|
2)
|
menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta; atau
|
||
|
|
3)
|
memilih melaksanakan hak dan kewajiban per pajakan terpisah dari suaminya meski pun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta,
|
||
|
|
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
|
|||
|
c.
|
Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban per pajakan sebagai pembayar pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan per pajakan, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/atau operator di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi;
|
|||
|
d.
|
Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban per pajakan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan per pajakan, termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint Operation); dan
|
|||
|
e.
|
Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan per pajakan.
|
|||
(4)
|
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, selain wajib mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga wajib mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
|
||||
(5)
|
Wanita kawin yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban per pajakan terpisah dari suaminya dan anak yang belum dewasa, harus melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban per pajakan nya menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak suami atau kepala keluarga.
|
||||
(6)
|
Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memilih untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
|
||||
|
|
||||
Pasal 3 |
|||||
(1)
|
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan Wajib Pajak tersebut pada suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
|
||||
(2)
|
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha, atau pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.
|
||||
(3)
|
Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (3) huruf c dan huruf d, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat pendirian.
|
||||
(4)
|
Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf e, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.
|
||||
|
|
||||
Pasal 4 |
|||||
(1)
|
Wajib Pajak yang diwajibkan untuk mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6), wajib mengajukan permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dengan menggunakan Formulir Pendaftaran Wajib Pajak.
|
||||
(2)
|
Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Pendaftaran Wajib Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id.
|
||||
(3)
|
Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
|
||||
(4)
|
Wajib Pajak yang telah menyampaikan Formulir Pendaftaran Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
|
||||
(5)
|
Pengiriman dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkan dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
|
||||
(6)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan pendaftaran secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
|
||||
(7)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
|
||||
|
|
||||
Pasal 5 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pendaftaran secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), permohonan pendaftaran dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis.
|
||||
(2)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran Wajib Pajak.
|
||||
(3)
|
Wajib Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi formulir pendaftaran tersebut dengan dokumen yang disyaratkan.
|
||||
(4)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
|
||||
(5)
|
Penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan:
|
||||
|
a.
|
secara langsung;
|
|||
|
b.
|
melalui pos; atau
|
|||
|
c.
|
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
|
|||
(6)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), KPP atau KP2KP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
|
||||
(7)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang diterima secara tidak lengkap berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 6 |
|||||
(1)
|
Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan Pasal 5 ayat (3) meliputi:
|
||||
|
a.
|
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a berupa:
|
|||
|
|
1)
|
fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia; atau
|
||
|
|
2)
|
fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing.
|
||
|
b.
|
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b berupa:
|
|||
|
|
1)
|
fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia, atau fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing; dan
|
||
|
|
2)
|
dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
|
||
|
c.
|
Untuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c berupa:
|
|||
|
|
1)
|
fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap;
|
||
|
|
2)
|
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing; dan
|
||
|
|
3)
|
dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
|
||
|
d.
|
Untuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d berupa:
|
|||
|
|
1)
|
fotokopi Perjanjian Kerja sama/Akta Pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi (Joint Operation);
|
||
|
|
2)
|
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
||
|
|
3)
|
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing; dan
|
||
|
|
4)
|
dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
|
||
|
e.
|
Untuk Bendahara sebagai Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf e berupa:
|
|||
|
|
1)
|
surat penunjukan sebagai Bendahara; dan
|
||
|
|
2)
|
Kartu Tanda Penduduk.
|
||
|
f.
|
Untuk Wajib Pajak dengan status cabang dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu berupa:
|
|||
|
|
1)
|
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak pusat atau induk;
|
||
|
|
2)
|
surat keterangan sebagai cabang untuk Wajib Pajak Badan; dan
|
||
|
|
3)
|
dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
|
||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, dan wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan kewajiban per pajakan nya secara terpisah, permohonan juga harus dilampiri dengan:
|
||||
|
a.
|
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami;
|
|||
|
b.
|
fotokopi Kartu Keluarga; dan
|
|||
|
c.
|
fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban per pajakan terpisah dari hak dan kewajiban per pajakan suami.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Terhadap permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7) dan Pasal 5 ayat (6), KPP atau KP2KP menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.
|
||||
(2)
|
Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar disampaikan kepada Wajib Pajak melalui pos tercatat.
|
||||
|
|
||||
Pasal 8 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak yang diwajibkan untuk mendaftarkan diri, tidak melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, KPP dapat menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan.
|
||||
(2)
|
Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi.
|
||||
(3)
|
Pemeriksaan atau Verifikasi dalam rangka penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan data dan informasi per pajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||
(4)
|
Tanggal terdaftar yang tercantum dalam Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan secara jabatan sesuai dengan tanggal penerbitan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar.
|
||||
|
|
||||
Bagian Kedua
Tata Cara Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Pasal 9 |
|||||
(1)
|
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan.
|
||||
(2)
|
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
|
||||
|
a.
|
atas permohonan Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
secara jabatan.
|
|||
(3)
|
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi.
|
||||
(4)
|
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila penghapusan tersebut dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
|
|||
|
b.
|
Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi melakukan pembayaran;
|
|||
|
c.
|
Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
|
|||
|
d.
|
Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) Nomor Pokok Wajib Pajak untuk menentukan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dapat digunakan sebagai sarana administratif dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban per pajakan;
|
|||
|
e.
|
Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai yang telah diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan neto nya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;
|
|||
|
f.
|
Wajib Pajak badan kantor perwakilan perusahaan asing yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan badan dan telah menghentikan kegiatan usahanya;
|
|||
|
g.
|
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi;
|
|||
|
h.
|
Wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban per pajakan nya terpisah dari suaminya;
|
|||
|
i.
|
Wanita kawin yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak berbeda dengan Nomor Pokok Wajib Pajak suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban per pajakan suami;
|
|||
|
j.
|
Anak belum dewasa yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
|||
|
k.
|
Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
|
|||
|
l.
|
Wajib Pajak badan tertentu selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan dan secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha.
|
|||
(5)
|
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak terhadap Wajib Pajak selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 10 |
|||||
(1)
|
Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan menggunakan Formulir Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
|
||||
(2)
|
Permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id.
|
||||
(3)
|
Permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
|
||||
(4)
|
Wajib Pajak yang telah menyampaikan Formulir Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan lengkap melalui Aplikasi e-Registration sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
|
||||
(5)
|
Pengiriman dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
|
||||
(6)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan penghapusan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
|
||||
(7)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
|
||||
(8)
|
Dalam hal penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak terkait dengan Wajib Pajak orang pribadi yang meninggal dunia, permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 11 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), permohonan penghapusan dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis.
|
||||
(2)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
|
||||
(3)
|
Wajib Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi formulir penghapusan tersebut dengan dokumen yang disyaratkan.
|
||||
(4)
|
Dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dalam Pasal 10 ayat (4) meliputi:
|
||||
|
a.
|
surat keterangan kematian atau dokumen sejenis dari instansi yang berwenang dan surat pernyataan bahwa tidak mempunyai warisan atau surat pernyataan bahwa warisan sudah terbagi dengan menyebutkan ahli waris, untuk orang pribadi yang meninggal dunia;
|
|||
|
b.
|
dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, untuk orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
|
|||
|
c.
|
dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak ada lagi kewajiban sebagai bendahara, untuk bendahara pemerintah;
|
|||
|
d.
|
surat pernyataan mengenai kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak ganda dan fotokopi semua kartu Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki, untuk Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
|||
|
e.
|
fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis dan surat pernyataan tidak membuat, perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau surat pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suami, untuk Wanita kawin yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
|||
|
f.
|
dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak badan termasuk bentuk usaha tetap telah dibubarkan sehingga tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, seperti akta pembubaran badan yang telah disahkan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk Wajib Pajak badan.
|
|||
(5)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dengan cara:
|
||||
|
a.
|
langsung ke KPP atau melalui KP2KP;
|
|||
|
b.
|
melalui pos; atau
|
|||
|
c.
|
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan secara tertulis disampaikan melalui KP2KP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, KP2KP meneruskan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak ke KPP.
|
||||
(7)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
|
||||
(8)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterima secara tidak lengkap, berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 12 |
|||||
(1)
|
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi.
|
||||
(2)
|
Pemeriksaan atau Verifikasi dalam rangka penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila:
|
||||
|
a.
|
terdapat data dan informasi per pajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif; dan
|
|||
|
b.
|
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 13 |
|||||
(1)
|
Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi dalam rangka penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, KPP memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
|
||||
(2)
|
Dalam memberikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP juga mempertimbangkan:
|
||||
|
a.
|
utang pajak; dan
|
|||
|
b.
|
proses hukum atau proses administrasi berupa:
|
|||
|
|
1)
|
pembetulan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;
|
||
|
|
2)
|
gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang KUP;
|
||
|
|
3)
|
keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang KUP;
|
||
|
|
4)
|
banding sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang KUP;
|
||
|
|
5)
|
pengurangan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP; dan
|
||
|
|
6)
|
peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Pengadilan Pajak.
|
||
|
c.
|
Status seluruh Nomor Pokok Wajib Pajak cabang Wajib Pajak, dalam hal penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan terhadap Nomor Pokok Wajib Pajak pusat.
|
|||
(3)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau penerbitan Surat Penolakan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
|
||||
(4)
|
Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dalam hal:
|
||||
|
a.
|
berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
|||
|
b.
|
tidak terdapat utang pajak, atau terdapat utang pajak tetapi:
|
|||
|
|
1)
|
penagihannya sudah kadaluwarsa;
|
||
|
|
2)
|
Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau
|
||
|
|
3)
|
Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan;
|
||
|
c.
|
tidak terdapat proses hukum atau proses administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b; dan
|
|||
|
d.
|
seluruh Nomor Pokok Wajib Pajak cabang Wajib Pajak telah dihapus, dalam hal penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan terhadap Nomor Pokok Wajib Pajak pusat.
|
|||
(5)
|
Surat Penolakan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dalam hal:
|
||||
|
a.
|
berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi untuk tidak melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terdapat rekomendasi penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, namun:
|
|||
|
|
1)
|
terdapat utang pajak;
|
||
|
|
2)
|
terdapat proses hukum atau proses administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b; dan/atau
|
||
|
|
3)
|
terdapat Nomor Pokok Wajib Pajak cabang yang belum dihapus, dalam hal penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan terhadap Nomor Pokok Wajib Pajak pusat.
|
||
(6)
|
Dalam hal penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan terkait penggabungan usaha, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipertimbangkan.
|
||||
(7)
|
Penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama:
|
||||
|
a.
|
6 (enam) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) atau Pasal 11 ayat (7), dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi; atau
|
|||
|
b.
|
12 (dua belas) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) atau Pasal 11 ayat (7), dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak badan.
|
|||
(8)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah ter lampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berakhir.
|
||||
|
|
|
|||
Pasal 14 |
|||||
Apabila setelah diterbitkan Surat Penolakan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), diketahui:
|
|||||
a.
|
Wajib Pajak melunasi utang pajak;
|
||||
b.
|
proses hukum atau proses administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) telah selesai ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan; dan
|
||||
c.
|
seluruh Nomor Pokok Wajib Pajak cabang Wajib Pajak telah dihapus, dalam hal permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak diajukan terhadap Nomor Pokok Wajib Pajak pusat,
|
||||
Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan permohonan tersebut dianggap sebagai permohonan baru.
|
|||||
|
|||||
BAB III
PENGUSAHA KENA PAJAK Bagian Ke satu Tata Cara Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pasal 15 |
|||||
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang melakukan penyerahan yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
|
|||||
|
|||||
Pasal 16 |
|||||
(1)
|
Wajib Pajak sebagai Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 wajib melaporkan usahanya dan mengajukan permohonan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(2)
|
Permohonan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www. pajak.go.id.
|
||||
(3)
|
Permohonan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
|
||||
(4)
|
Wajib Pajak yang telah menyampaikan Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui Aplikasi e-Registration sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
|
||||
(5)
|
Pengiriman dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
|
||||
(6)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan pengukuhan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
|
||||
(7)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
|
||||
|
|
||||
Pasal 17 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pengukuhan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), permohonan pengukuhan dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis.
|
||||
(2)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(3)
|
Wajib Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi formulir pengukuhan tersebut dengan dokumen yang disyaratkan.
|
||||
(4)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
|
||||
(5)
|
Penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan:
|
||||
|
a.
|
secara langsung;
|
|||
|
b.
|
melalui pos; atau
|
|||
|
c.
|
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
|
|||
(6)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), KPP atau KP2KP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
|
||||
(7)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang diterima secara tidak lengkap berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 18 |
|||||
Dokumen yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) dan Pasal 17 ayat (3), meliputi:
|
|||||
a.
|
Untuk Wajib Pajak orang pribadi:
|
||||
|
1)
|
fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia, atau fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) bagi Warga Negara Asing, yang di legalisasi oleh pejabat yang berwenang;
|
|||
|
2)
|
dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; dan
|
|||
|
3)
|
surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
|
|||
b.
|
Untuk Wajib Pajak badan:
|
||||
|
1)
|
fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap, yang di legalisasi oleh pejabat yang berwenang;
|
|||
|
2)
|
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab adalah Warga Negara Asing;
|
|||
|
3)
|
dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; dan
|
|||
|
4)
|
surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
|
|||
c.
|
Untuk Wajib Pajak badan bentuk kerja sama operasi (Joint Operation):
|
||||
|
1)
|
fotokopi Perjanjian Kerja sama/Akta Pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), yang di legalisasi oleh pejabat yang berwenang;
|
|||
|
2)
|
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
|||
|
3)
|
fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), atau fotokopi paspor dalam hal penanggung jawab adalah orang Warga Negara Asing;
|
|||
|
4)
|
dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang; dan
|
|||
|
5)
|
surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi Wajib Pajak badan dalam negeri maupun Wajib Pajak badan asing.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 19 |
|||||
(1)
|
Terhadap permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) atau Pasal 17 ayat (6), KPP atau KP2KP harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.
|
||||
(2)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah KPP atau KP2KP melakukan Verifikasi dalam rangka pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(3)
|
Dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengabulkan permohonan Wajib Pajak, KPP atau KP2KP menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(4)
|
Dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengabulkan permohonan Wajib Pajak, KPP atau KP2KP menerbitkan Surat Penolakan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(5)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah ter lampaui dan KPP atau KP2KP tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan.
|
||||
(6)
|
Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPP atau KP2KP harus menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan tanggal pengukuhan adalah hari kerja ke-5 (lima) setelah tanggal Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||
|
|
||||
Pasal 20 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha yang diwajibkan untuk melaporkan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tidak melaksanakan kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, KPP dapat mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
|
||||
(2)
|
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi.
|
||||
(3)
|
Pemeriksaan atau Verifikasi dalam rangka Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan data dan informasi per pajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||
(4)
|
Tanggal penerbitan yang tercantum dalam Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang diterbitkan secara jabatan adalah sesuai dengan tanggal penerbitan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
|
|
||||
Bagian Kedua
Tata Cara Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pasal 21 |
|||||
(1)
|
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap:
|
||||
|
a.
|
Pengusaha Kena Pajak dengan status Wajib Pajak Non Efektif;
|
|||
|
b.
|
Pengusaha Kena Pajak yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
|
|||
|
c.
|
Pengusaha Kena Pajak menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
|
|||
|
d.
|
Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
|
|||
|
e.
|
Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
|
|||
|
f.
|
Pengusaha Kena Pajak telah dipusatkan tempat ter utangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain; atau
|
|||
|
g.
|
Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan per pajakan.
|
|||
(2)
|
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
|
||||
|
a.
|
atas permohonan Pengusaha Kena Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
secara jabatan.
|
|||
(3)
|
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atas permohonan Pengusaha Kena Pajak atau secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi.
|
||||
(4)
|
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atas permohonan Pengusaha Kena Pajak atau secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi apabila pencabutan pengukuhan tersebut dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Pengusaha Kena Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
|
|||
|
b.
|
Pengusaha Kena Pajak telah dipusatkan tempat ter utangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain;
|
|||
|
c.
|
Pengusaha Kena Pajak yang pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lainnya;
|
|||
|
d.
|
Pengusaha Kena Pajak yang jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto nya untuk 1 (satu) tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto untuk pengusaha kecil dan tidak memilih untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak;
|
|||
|
e.
|
Pengusaha Kena Pajak selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) dan secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; atau
|
|||
|
f.
|
Pengusaha Kena Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
|
|||
(5)
|
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan juga dapat dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi dalam hal pencabutan tersebut terkait dengan:
|
||||
|
a.
|
hasil sensus pajak nasional;
|
|||
|
b.
|
hasil konfirmasi lapangan atau pengawasan setelah pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; atau
|
|||
|
c.
|
hasil kegiatan lain yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|||
(6)
|
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan
|
||||
|
|
||||
Pasal 22 |
|||||
(1)
|
Permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan menggunakan Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(2)
|
Permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id.
|
||||
(3)
|
Permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
|
||||
(4)
|
Pengusaha Kena Pajak yang telah menyampaikan Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan lengkap pada Aplikasi e-Registration sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(5)
|
Pengiriman dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
|
||||
(6)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
|
||||
(7)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
|
||||
(8)
|
Dalam hal pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak terkait dengan Pengusaha Kena Pajak orang pribadi yang meninggal dunia, permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 23 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis.
|
||||
(2)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(3)
|
Pengusaha Kena Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi formulir penghapusan tersebut dengan dokumen yang disyaratkan.
|
||||
(4)
|
Dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dalam Pasal 22 ayat (4) meliputi dokumen yang menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(5)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan ke KPP tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan cara:
|
||||
|
a.
|
langsung ke KPP atau melalui KP2KP;
|
|||
|
b.
|
melalui pos; atau
|
|||
|
c.
|
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan secara tertulis disampaikan melalui KP2KP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, KP2KP meneruskan permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ke KPP.
|
||||
(7)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
|
||||
(8)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterima secara tidak lengkap, berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Pengusaha Kena Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 24 |
|||||
(1)
|
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi.
|
||||
(2)
|
Pemeriksaan atau Verifikasi dalam rangka pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila:
|
||||
|
a.
|
terdapat data dan informasi per pajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak yang menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif; dan
|
|||
|
b.
|
Pengusaha Kena Pajak tidak mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 25 |
|||||
(1)
|
Berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan dalam rangka pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, KPP memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(2)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
||||
|
a.
|
Penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam hal berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan terdapat rekomendasi pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
Penerbit dari Surat Penolakan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam hal berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan terdapat rekomendasi untuk tidak melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
|||
(3)
|
Penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (7) atau Pasal 23 ayat (7).
|
||||
(4)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ter lampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir.
|
||||
|
|
||||
Bagian Ketiga
Tata Cara Pengawasan Terhadap Pengusaha Kena Pajak Pasal 26 |
|||||
(1)
|
KPP melakukan pengawasan terhadap Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(2)
|
Pengawasan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak dan pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(3)
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan selama Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(4)
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui konfirmasi lapangan dan KPP berwenang meminta dokumen yang diperlukan kepada Pengusaha Kena Pajak.
|
||||
(5)
|
Pengusaha Kena Pajak harus memberikan dokumen yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
||||
(6)
|
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai:
|
||||
|
a.
|
dasar untuk melakukan perubahan data Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam sistem administrasi per pajakan;
|
|||
|
b.
|
bahan pertimbangan untuk melakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan; atau
|
|||
|
c.
|
dasar untuk melakukan tindakan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang per pajakan.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 27 |
|||||
Dalam hal dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Direktorat Jenderal Pajak dapat mengumumkan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak tersebut melalui laman www.pajak.go.id.
|
|||||
|
|||||
BAB IV
TATA CARA PERUBAHAN DATA WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK Pasal 28 |
|||||
(1)
|
Perubahan data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan dalam hal data yang terdapat dalam administrasi per pajakan berbeda dengan data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak menurut keadaan yang sebenarnya yang tidak memerlukan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak baru dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak baru.
|
||||
(2)
|
Termasuk dalam perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||
|
a.
|
perubahan identitas Wajib Pajak orang pribadi;
|
|||
|
b.
|
perubahan alamat tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi atau tempat kedudukan Wajib Pajak badan masih dalam wilayah kerja KPP yang sama;
|
|||
|
c.
|
perubahan kategori Wajib Pajak orang pribadi;
|
|||
|
d.
|
perubahan sumber penghasilan utama Wajib Pajak orang pribadi;
|
|||
|
e.
|
perubahan identitas Wajib Pajak badan tanpa perubahan bentuk badan seperti CV MAKMUR TANJUNG berubah namanya menjadi CV TANJUNG MULIA atau PT. ABADI JAYA berubah nama menjadi PT. ABADI JAYA MAKMUR; dan/atau
|
|||
|
f.
|
perubahan permodalan atau kepemilikan Wajib Pajak badan tanpa perubahan bentuk badan seperti PT. ALAM JAYA semula status permodalan nya sebagai Penanaman Modal Dalam Negeri berubah menjadi PT. ALAM JAYA dengan permodalan sebagai Penanaman Modal Asing.
|
|||
(3)
|
Perubahan data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
|
||||
|
a.
|
atas permohonan Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
secara jabatan.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 29 |
|||||
(1)
|
Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a diajukan melalui permohonan dengan menggunakan Formulir Perubahan Data Wajib Pajak.
|
||||
(2)
|
Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Perubahan Data Wajib Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id.
|
||||
(3)
|
Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
|
||||
(4)
|
Wajib Pajak yang telah menyampaikan Formulir Perubahan Data Wajib Pajak dengan lengkap pada Aplikasi e-Registration sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
|
||||
(5)
|
Pengiriman dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
|
||||
(6)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan perubahan data secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
|
||||
(7)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
|
||||
|
|
||||
Pasal 30 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan permohonan perubahan data secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), permohonan perubahan data dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis.
|
||||
(2)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Perubahan Data Wajib Pajak.
|
||||
(3)
|
Wajib Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi formulir perubahan data tersebut dengan dokumen yang disyaratkan.
|
||||
(4)
|
Dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dalam Pasal 29 ayat (4) adalah dokumen yang menunjukkan bahwa data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak mengalami perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).
|
||||
(5)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dengan cara:
|
||||
|
a.
|
langsung ke KPP atau melalui KP2KP;
|
|||
|
b.
|
melalui pos; atau
|
|||
|
c.
|
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan secara tertulis disampaikan melalui KP2KP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, KP2KP meneruskan permohonan perubahan data Wajib Pajak ke KPP.
|
||||
(7)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
|
||||
(8)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterima secara tidak lengkap, berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 31 |
|||||
Perubahan data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b apabila:
|
|||||
a.
|
terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya perubahan data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2); dan
|
||||
b.
|
Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak tidak mengajukan permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 atau Pasal 30.
|
||||
|
|
||||
Pasal 32 |
|||||
Dalam hal KPP melakukan perubahan data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak baik atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan, KPP menyampaikan pemberitahuan mengenai perubahan data tersebut kepada Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak.
|
|||||
|
|||||
Pasal 33 |
|||||
(1)
|
Wajib Pajak dengan Nomor Pokok Wajib Pajak 3 (tiga) digit terakhir 000 (status domisili) yang tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya pindah ke wilayah kerja KPP lain dapat mengajukan permohonan pemindahan dengan menggunakan Formulir Pemindahan Wajib Pajak.
|
||||
(2)
|
Permohonan pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Pemindahan Wajib Pajak pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id.
|
||||
(3)
|
Permohonan pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
|
||||
(4)
|
Wajib Pajak yang telah mengisi Formulir Pemindahan Wajib Pajak dengan lengkap pada Aplikasi e-Registration sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP Lama.
|
||||
(5)
|
Pengiriman dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
|
||||
(6)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan pemindahan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
|
||||
(7)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
|
||||
|
|
||||
Pasal 34 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pemindahan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), permohonan pemindahan dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis.
|
||||
(2)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pemindahan Wajib Pajak.
|
||||
(3)
|
Wajib Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi formulir pemindahan tersebut dengan dokumen yang disyaratkan dan menyampaikan ke KPP Lama.
|
||||
(4)
|
Dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dalam Pasal 33 ayat (4) meliputi dokumen yang menunjukkan bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak menurut keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) pindah ke wilayah kerja KPP lain.
|
||||
(5)
|
Penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan:
|
||||
|
a.
|
secara langsung ke KPP Lama atau melalui KP2KP;
|
|||
|
b.
|
melalui pos; atau
|
|||
|
c.
|
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
|
|||
(6)
|
Dalam hal formulir dan dokumen disampaikan melalui KP2KP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, KP2KP meneruskan permohonan pindah ke KPP Lama.
|
||||
(7)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPP Lama memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
|
||||
(8)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterima secara tidak lengkap berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 35 |
|||||
(1)
|
Berdasarkan permohonan pindah yang sudah diberikan Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (7) dan Pasal 34 ayat (7), KPP Lama memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.
|
||||
(2)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah KPP Lama melakukan Verifikasi dalam rangka pemindahan Wajib Pajak.
|
||||
(3)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
|
||||
|
a.
|
menerima permohonan Wajib Pajak dengan menerbitkan Surat Pindah, Surat Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar, dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan menyampaikan kepada Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
menolak permohonan Wajib Pajak dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Di pindah dan menyampaikan kepada Wajib Pajak.
|
|||
(4)
|
Surat Pindah, Surat Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar, dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diterbitkan oleh KPP Lama dan ditembus kan ke KPP Baru dalam hal hasil Verifikasi menunjukkan bahwa:
|
||||
|
a.
|
tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak tidak berada di wilayah kerja KPP Lama; dan
|
|||
|
b.
|
terhadap Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyelidikan.
|
|||
(5)
|
Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Di pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diterbitkan oleh KPP Lama dan ditembus kan ke KPP Baru dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b tidak terpenuhi.
|
||||
(6)
|
Terhadap Wajib Pajak yang diterbitkan Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Di pindah karena sedang dilakukan Verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban per pajakan Wajib Pajak tetap dilakukan di KPP Lama sampai dengan Wajib Pajak dipindahkan ke KPP Baru.
|
||||
|
|
||||
Pasal 36 |
|||||
(1)
|
Berdasarkan tembusan Surat Pindah, Surat Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar, dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dari KPP Lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4), KPP Baru menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar dan/atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah tembusan Surat Pindah, Surat Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar, dan/atau Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diterima.
|
||||
(2)
|
KPP Baru mengirimkan tembusan Surat Keterangan Terdaftar dan/atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah penerbitan ke KPP Lama.
|
||||
(3)
|
Tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru adalah sesuai dengan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Lama.
|
||||
|
|
||||
Pasal 37 |
|||||
Dalam hal KPP Lama telah menerima tembusan Surat Keterangan Terdaftar dan/atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2), KPP Lama mengirim berkas Wajib Pajak yang bersangkutan, dilampiri dengan uraian singkat mengenai hal-hal yang dianggap perlu kepada KPP Baru, antara lain:
|
|||||
a.
|
jumlah tunggakan pajak yang masih harus ditagih;
|
||||
b.
|
tindakan penagihan yang telah dilakukan atas tunggakan pajak; atau
|
||||
c.
|
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau keberatan Wajib Pajak yang belum diselesaikan,
|
||||
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya tembusan Surat Keterangan Terdaftar dan/atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dari KPP Baru.
|
|||||
|
|||||
Pasal 38 |
|||||
Direktur Jenderal Pajak dapat memindahkan tempat pendaftaran Wajib Pajak ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak menurut keadaan yang sebenarnya dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa KPP tempat Wajib Pajak terdaftar tidak sesuai dengan tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya.
|
|||||
|
|||||
Pasal 39 |
|||||
Wajib Pajak badan atau orang pribadi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak 3 (tiga) digit terakhir selain 000 (status cabang) yang tempat kegiatan usahanya pindah ke wilayah kerja KPP lain, harus mendaftarkan diri dan melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Baru serta mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan/atau permohonan pencabutan Pengusaha Kena Pajak ke KPP Lama.
|
|||||
|
|||||
BAB VI
PENETAPAN WAJIB PAJAK SEBAGAI WAJIB PAJAK NON EFEKTIF Pasal 40 |
|||||
(1)
|
Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif sehingga dikecualikan dari pengawasan rutin oleh KPP apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
||||
|
a.
|
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas tetapi secara nyata tidak lagi menjalankan kegiatan usaha atau tidak lagi melakukan pekerjaan bebas;
|
|||
|
b.
|
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak;
|
|||
|
c.
|
Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
|
|||
|
d.
|
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan dan belum diterbitkan keputusan; atau
|
|||
|
e.
|
Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
|
|||
(2)
|
Penetapan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak non efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
|
||||
|
a.
|
atas permohonan Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
secara jabatan.
|
|||
(3)
|
Penetapan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak non efektif dilakukan setelah Direktorat Jenderal Pajak melakukan penelitian administrasi per pajakan dalam rangka penetapan Wajib Pajak non efektif.
|
||||
(4)
|
Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif, tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dan tidak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Per pajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
|
||||
(5)
|
Dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif menjadi aktif kembali, penetapan sebagai Wajib Pajak non efektif menjadi tidak berlaku dan KPP memberitahukan hal tersebut kepada Wajib Pajak.
|
||||
|
|
||||
Pasal 41 |
|||||
(1)
|
Permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak non efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan menggunakan Formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif.
|
||||
(2)
|
Permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak non efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif pada Aplikasi e-Registration yang tersedia pada laman Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id .
|
||||
(3)
|
Permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak non efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum.
|
||||
(4)
|
Wajib Pajak yang telah menyampaikan Formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif dengan lengkap pada Aplikasi e-Registration sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
|
||||
(5)
|
Pengiriman dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan cara mengunggah (upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani.
|
||||
(6)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak non efektif secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.
|
||||
(7)
|
Apabila dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
|
||||
|
|
||||
Pasal 42 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak non efektif secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak non efektif dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara tertulis.
|
||||
(2)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif.
|
||||
(3)
|
Wajib Pajak yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi formulir penetapan Wajib Pajak non efektif tersebut dengan dokumen yang disyaratkan.
|
||||
(4)
|
Dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dalam Pasal 41 ayat (4) adalah dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1).
|
||||
(5)
|
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dengan cara:
|
||||
|
a.
|
langsung ke KPP atau melalui KP2KP;
|
|||
|
b.
|
melalui pos; atau
|
|||
|
c.
|
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan secara tertulis disampaikan melalui KP2KP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, KP2KP meneruskan permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak non efektif ke KPP.
|
||||
(7)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPP memberikan Bukti Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap.
|
||||
(8)
|
Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterima secara tidak lengkap, berlaku ketentuan:
|
||||
|
a.
|
dalam hal permohonan disampaikan secara langsung, permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
dalam hal permohonan disampaikan melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, KPP menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai ketidaklengkapan tersebut.
|
|||
Pasal 43 |
|||||
Penetapan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak non efektif dapat dilakukan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2 huruf b apabila:
|
|||||
a.
|
terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); dan
|
||||
b.
|
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak non efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 atau Pasal 42.
|
||||
Pasal 44 |
|||||
Dalam hal KPP melakukan penetapan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak non efektif baik atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan, KPP menyampaikan pemberitahuan mengenai penetapan sebagai Wajib Pajak non efektif tersebut kepada Wajib Pajak.
|
|||||
|
|||||
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 45 |
|||||
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk kepentingan administrasi per pajakan dan tidak menghilangkan hak dan/atau kewajiban per pajakan yang harus dilakukan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.
|
|||||
|
|||||
Pasal 46 |
|||||
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak membatalkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak maka Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dicabut tersebut dinyatakan tetap berlaku.
|
|||||
|
|||||
Pasal 47 |
|||||
(1)
|
Dokumen berupa:
|
||||
|
a.
|
Formulir Pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (2);
|
|||
|
b.
|
Surat Keterangan Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
|
|||
|
c.
|
Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
|
|||
|
d.
|
Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (2);
|
|||
|
e.
|
Surat Pengiriman Dokumen,
|
|||
|
f.
|
Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3); dan
|
|||
|
g.
|
Surat Penolakan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4),
|
|||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||
(2)
|
Dokumen berupa:
|
||||
|
a.
|
Formulir Perubahan Data Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2); dan |
|||
|
b.
|
Formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 42 ayat (2),
|
|||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||
(3)
|
Dokumen berupa:
|
||||
|
a.
|
Formulir Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (2);
|
|||
|
b.
|
Surat Pindah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf a;
|
|||
|
c.
|
Surat Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf a; dan
|
|||
|
d.
|
Surat Pemberitahuan Tidak Dapat Dipindahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf b,
|
|||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||
(4)
|
Dokumen berupa:
|
||||
|
a.
|
Formulir Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (2);
|
|||
|
b.
|
Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
|
|||
|
c.
|
Surat Penolakan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
|
|||
|
d.
|
Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (2);
|
|||
|
e.
|
Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a dan Pasal 35 ayat (3) huruf a; dan
|
|||
|
f.
|
Surat Penolakan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b,
|
|||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
||||
|
|
||||
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 |
|||||
Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
|
|||||
a.
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha serta Tata Cara Pendaftaran serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak;
|
||||
b.
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-144/PJ./2005 tentang Tata Cara Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak secara Jabatan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dan Penghapusan nya;
|
||||
c.
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-47/PJ./2006 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-144/PJ./2005 Tentang Tata Cara Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak Secara Jabatan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dan Penghapusan nya;
|
||||
d.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2007 tentang Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
|
||||
e.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2008 tentang Tata Cara Penanganan Wajib Pajak yang Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dengan Pengguna Ganda;
|
||||
f.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;
|
||||
g.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-51/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Anggota Keluarga;
|
||||
h.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 41/PJ/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor-44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;
|
||||
i.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2009 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak Dengan Sistem e-Registration; dan
|
||||
j.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2010 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor-44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak,
|
||||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||
|
|
||||
Pasal 49 |
|||||
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
|
|||||
|
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Mei 2013 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. A. FUAD RAHMANY |