Quick Guide
Hide Quick Guide
- Menimbang
- Mengingat
- Menetapkan
- Pasal 1
- Pasal 2
- Pasal 3
- Pasal 4
- Pasal 5
- Pasal 6
- Pasal 7
- Pasal 8
- Pasal 9
- Pasal 10
- Pasal 11
- Pasal 12
- Pasal 13
- Pasal 14
- Pasal 15
- Pasal 16
- Pasal 17
- Pasal 18
- Pasal 19
- Pasal 20
- Pasal 21
- Pasal 22
- Pasal 23
- Pasal 24
- Pasal 25
- Pasal 26
- Pasal 27
- Pasal 28
- Pasal 29
- Pasal 30
- Pasal 31
- Pasal 32
- Pasal 33
- Pasal 34
- Pasal 35
- Pasal 36
- Pasal 37
- Pasal 38
- Pasal 39
- Pasal 40
- Pasal 41
- Pasal 42
- Pasal 43
- Pasal 44
- Pasal 45
- Pasal 46
- Pasal 47
- Pasal 48
- Pasal 49
- Pasal 50
- Pasal 51
- Pasal 52
- Pasal 53
- Pasal 54
- Pasal 55
- Pasal 56
- Pasal 57
- Pasal 58
- Pasal 59
- Pasal 60
- Pasal 61
- Pasal 62
- Pasal 63
- Pasal 64
- Pasal 65
- Pasal 66
- Pasal 67
- Pasal 68
- Pasal 69
- Pasal 70
- Pasal 71
- Pasal 72
- Pasal 73
- Pasal 74
- Pasal 75
- Pasal 76
- Pasal 77
- Pasal 78
- Pasal 79
- Pasal 80
- Pasal 81
- Pasal 82
- Pasal 83
- Pasal 84
- Pasal 85
- Pasal 86
- Pasal 87
- Pasal 88
- Pasal 89
- Pasal 90
- Pasal 91
- Pasal 92
- Pasal 93
- Pasal 94
- Pasal 95
- Pasal 96
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011;
|
|||
b.
|
bahwa ketentuan mengenai pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.03/2007 tentang Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan;
|
|||
c.
|
bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a juga terkait dengan ketentuan mengenai tata cara penyegelan dalam rangka pemeriksaan pajak yang saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
|
|||
d.
|
bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan pajak, tata cara pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan, tata cara penerbitan surat ketetapan pajak atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, dan tata cara penyegelan;
|
|||
e.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17B ayat (1a), Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 serta Pasal 8 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan.
|
|||
|
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268).
|
|||
|
||||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN.
|
||||
|
||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
|
|||
2.
|
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||
3.
|
Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
|
|||
4.
|
Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||
5.
|
Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
|||
6.
|
Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
|
|||
7.
|
Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.
|
|||
8.
|
Surat Perintah Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SP2 adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||
9.
|
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||
10.
|
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor adalah surat panggilan mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||
11.
|
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
|
|||
12.
|
Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.
|
|||
13.
|
Tempat Penyimpanan Buku, Catatan, Dan Dokumen adalah tempat yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak, perusahaan penyimpan arsip atau dokumen dan/atau yang diselenggarakan oleh pihak lain.
|
|||
14.
|
Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain.
|
|||
15.
|
Kertas Kerja Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat KKP adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
|
|||
16.
|
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SPHP adalah surat yang berisi tentang temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi.
|
|||
17.
|
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi.
|
|||
18.
|
Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
|
|||
19.
|
Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
|
|||
20.
|
Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir yang selanjutnya disebut LHP Sumir adalah laporan tentang penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak.
|
|||
21.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
|
|||
22.
|
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama.
|
|||
23.
|
Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan dan penilaian oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
|
|||
|
||||
BAB II
TUJUAN PEMERIKSAAN
|
||||
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
||||
|
||||
BAB III
PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN Bagian Kesatu Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan
|
||||
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.
|
||||
|
||||
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
|
||
|
b.
|
Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
|
||
|
c.
|
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
|
||
|
d.
|
Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
|
||
|
e.
|
Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
|
||
|
f.
|
Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko; atau
|
||
|
g.
|
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.
|
||
|
||||
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
|
|||
(2)
|
Terhadap Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor, dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran tersebut diajukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan:
|
|||
|
a.
|
laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang diperiksa diaudit oleh akuntan publik atau laporan keuangan salah satu Tahun Pajak dari 2 (dua) Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak yang diperiksa telah diaudit oleh akuntan publik, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian; dan
|
||
|
b.
|
Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, atau penuntutan tindak pidana perpajakan, dan/atau Wajib Pajak dalam 5 (lima) tahun terakhir tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
|
||
(3)
|
Terhadap Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e, penentuan jenis pemeriksaannya diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|||
(4)
|
Terhadap Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f dan huruf g dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.
|
|||
(5)
|
Dalam hal Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan.
|
|||
|
||||
Bagian Kedua
Standar Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan.
|
|||
(3)
|
Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum Pemeriksaan, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan.
|
|||
|
||||
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang memenuhi syarat sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak;
|
||
|
b.
|
menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama;
|
||
|
c.
|
jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara; dan
|
||
|
d.
|
taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(3)
|
Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 8 |
||||
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
|
||||
a.
|
pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program Pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama;
|
|||
b.
|
Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik Pemeriksaan sesuai dengan program Pemeriksaan (audit program) yang telah disusun;
|
|||
c.
|
temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
|
|||
d.
|
Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat merangkap sebagai anggota tim;
|
|||
e.
|
tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, maupun yang berasal dari instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara;
|
|||
f.
|
apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain;
|
|||
g.
|
Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
|
|||
h.
|
Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja; dan
|
|||
i.
|
pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.
|
|||
|
||||
Pasal 9 |
||||
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
|
||||
a.
|
KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
|
|||
|
1)
|
bukti bahwa Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan;
|
||
|
2)
|
bahan dalam melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak mengenai temuan hasil Pemeriksaan;
|
||
|
3)
|
dasar pembuatan LHP;
|
||
|
4)
|
sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak; dan
|
||
|
5)
|
referensi untuk Pemeriksaan berikutnya.
|
||
b.
|
KKP harus memberikan gambaran mengenai:
|
|||
|
1)
|
prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan;
|
||
|
2)
|
data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
|
||
|
3)
|
pengujian yang telah dilakukan; dan
|
||
|
4)
|
simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
|
||
|
||||
Pasal 10 |
||||
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
|
||||
a.
|
LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
|
|||
b.
|
LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat:
|
|||
|
1)
|
penugasan Pemeriksaan;
|
||
|
2)
|
identitas Wajib Pajak;
|
||
|
3)
|
pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak;
|
||
|
4)
|
pemenuhan kewajiban perpajakan;
|
||
|
5)
|
data/informasi yang tersedia;
|
||
|
6)
|
buku dan dokumen yang dipinjam;
|
||
|
7)
|
materi yang diperiksa;
|
||
|
8)
|
uraian hasil Pemeriksaan;
|
||
|
9)
|
ikhtisar hasil Pemeriksaan;
|
||
|
10)
|
penghitungan pajak terutang; dan
|
||
|
11)
|
simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.
|
||
|
||||
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak
|
||||
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib:
|
||||
a.
|
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor;
|
|||
b.
|
memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemeriksaan;
|
|||
c.
|
memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
|
|||
d.
|
melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:
|
|||
|
1)
|
alasan dan tujuan Pemeriksaan;
|
||
|
2)
|
hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan;
|
||
|
3)
|
hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
|
||
|
4)
|
kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya, yang dipinjam dari Wajib Pajak;
|
||
e.
|
menuangkan hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dalam berita acara pertemuan dengan Wajib Pajak;
|
|||
f.
|
menyampaikan SPHP kepada Wajib Pajak;
|
|||
g.
|
memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
|
|||
h.
|
menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
|
|||
i.
|
melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis;
|
|||
j.
|
mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak; dan
|
|||
k.
|
merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan.
|
|||
|
||||
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang:
|
|||
|
a.
|
melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
|
||
|
b.
|
mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
|
||
|
c.
|
memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
|
||
|
d.
|
meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa:
|
||
|
|
1)
|
menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
|
|
|
|
2)
|
memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
|
|
|
|
3)
|
menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
|
|
|
e.
|
melakukan Penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
|
||
|
f.
|
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan
|
||
|
g.
|
meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
|
||
(2)
|
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang:
|
|||
|
a.
|
memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor;
|
||
|
b.
|
melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
|
||
|
c.
|
meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
|
||
|
d.
|
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak;
|
||
|
e.
|
meminjam KKP yang dibuat oleh akuntan publik melalui Wajib Pajak; dan
|
||
|
f.
|
meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
|
||
|
||||
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
|
||||
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak berhak:
|
||||
a.
|
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2;
|
|||
b.
|
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
|
|||
c.
|
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
|
|||
d.
|
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;
|
|||
e.
|
menerima SPHP;
|
|||
f.
|
menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
|
|||
g.
|
mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
|
|||
h.
|
memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
|
|||
|
||||
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib:
|
|||
|
a.
|
memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
|
||
|
b.
|
memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
|
||
|
c.
|
memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak;
|
||
|
d.
|
memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa:
|
||
|
|
1)
|
menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
|
|
|
|
2)
|
memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
|
|
|
|
3)
|
menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
|
|
|
e.
|
menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; dan
|
||
|
f.
|
memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
|
||
(2)
|
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib:
|
|||
|
a.
|
memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
|
||
|
b.
|
memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
|
||
|
c.
|
memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
|
||
|
d.
|
menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP;
|
||
|
e.
|
meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik; dan
|
||
|
f.
|
memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
|
||
|
||||
Bagian Kelima
Jangka Waktu Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:
|
|||
|
a.
|
jangka waktu pengujian; dan
|
||
|
b.
|
jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.
|
||
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 4 (empat) bulan, yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(4)
|
Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 2 (dua) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP.
|
|||
|
||||
Pasal 16 |
||||
(1)
|
Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan.
|
|||
(2)
|
Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
Pemeriksaan Lapangan diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak lainnya;
|
||
|
b.
|
terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga;
|
||
|
c.
|
ruang lingkup Pemeriksaan Lapangan meliputi seluruh jenis pajak; dan/atau
|
||
|
d.
|
berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
|
||
(3)
|
Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) yang terkait dengan:
|
|||
|
a.
|
Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi;
|
||
|
b.
|
Wajib Pajak dalam satu grup; atau
|
||
|
c.
|
Wajib Pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan,
|
||
|
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian.
|
|||
|
||||
Pasal 17 |
||||
(1)
|
Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan.
|
|||
(2)
|
Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
Pemeriksaan Kantor diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak lainnya;
|
||
|
b.
|
terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga;
|
||
|
c.
|
ruang lingkup Pemeriksaan Kantor meliputi seluruh jenis pajak; dan/atau
|
||
|
d.
|
berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
|
||
|
||||
Pasal 18 |
||||
Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 atau Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kepala unit pelaksana Pemeriksaan harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian secara tertulis kepada Wajib Pajak.
|
||||
|
||||
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Apabila jangka waktu perpanjangan pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) telah berakhir, SPHP harus disampaikan kepada Wajib Pajak.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan karena Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.
|
|||
|
||||
Bagian Keenam
Penyelesaian Pemeriksaan
|
||||
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan diselesaikan dengan cara:
|
||||
a.
|
menghentikan Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir; atau
|
|||
b.
|
membuat LHP, sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||
|
||||
Pasal 21 |
||||
Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dilakukan dalam hal:
|
||||
a.
|
Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa:
|
|||
|
1)
|
tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
|
||
|
2)
|
tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
|
||
b.
|
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut:
|
|||
|
1)
|
tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
|
||
|
2)
|
tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi diselesaikan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; atau
|
||
|
3)
|
dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
|
||
c.
|
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
|
|||
d.
|
Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
|
|||
e.
|
Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 22 |
||||
(1)
|
Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, dilakukan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP:
|
||
|
|
1)
|
tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
|
|
|
|
2)
|
tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan Pemeriksaan dapat diselesaikan dalam jangka waktu Pemeriksaan.
|
||
|
c.
|
Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan belum dapat diselesaikan sampai dengan:
|
||
|
|
1)
|
berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3); atau
|
|
|
|
2)
|
berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
|
|
|
d.
|
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut:
|
||
|
|
1)
|
dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
|
|
|
|
2)
|
dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
|
|
|
|
3)
|
dilanjutkan dengan penyidikan namun penyidikannya dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
|
|
|
|
4)
|
dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
e.
|
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut:
|
||
|
|
1)
|
dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
|
|
|
|
2)
|
dilanjutkan dengan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|
(2)
|
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang pengujiannya belum diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus diselesaikan dengan menyampaikan SPHP dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya:
|
|||
|
a.
|
perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3); atau
|
||
|
b.
|
perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1),
|
||
|
dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan LHP.
|
|||
|
||||
Pasal 23 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan yang dihentikan dengan membuat LHP Sumir karena Wajib Pajak tidak ditemukan atau tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, dapat dilakukan Pemeriksaan kembali apabila dikemudian hari Wajib Pajak ditemukan.
|
|||
(2)
|
Pajak terutang atas Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak ditemukan atau tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a, ditetapkan secara jabatan.
|
|||
|
||||
Bagian Ketujuh
SP2 dan Surat Yang Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak
|
||||
(1)
|
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan SP2.
|
|||
(2)
|
SP2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan harus menerbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
(4)
|
Dalam hal tim Pemeriksa Pajak dibantu oleh tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e, tenaga ahli tersebut bertugas berdasarkan surat tugas yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
|||
|
||||
Bagian Kedelapan
Pemberitahuan dan Panggilan Pemeriksaan, dan Pertemuan dengan Wajib Pajak
|
||||
(1)
|
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dengan menyampaikan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
|
|||
(3)
|
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam SP2.
|
|||
|
||||
Pasal 26 |
||||
(1)
|
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan kepada:
|
|||
|
a.
|
wakil atau kuasa dari Wajib Pajak; atau
|
||
|
b.
|
pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak, yaitu:
|
||
|
|
1)
|
pegawai dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan;
|
|
|
|
2)
|
anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi; atau
|
|
|
|
3)
|
pihak selain sebagaimana dimaksud angka 1) dan angka 2) yang dapat mewakili Wajib Pajak.
|
|
(3)
|
Dalam hal wakil atau kuasa dari Wajib Pajak atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat ditemui, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman dan surat pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dianggap telah disampaikan dan Pemeriksaan Lapangan telah dimulai.
|
|||
(4)
|
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
|
|||
|
||||
Pasal 27 |
||||
(1)
|
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c.
|
|||
(2)
|
Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan dengan wakil atau kuasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan setelah Pemeriksa Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan pada saat Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
|
|||
(5)
|
Setelah melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara hasil pertemuan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(6)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tersebut pada berita acara hasil pertemuan.
|
|||
(7)
|
Dalam hal Pemeriksa Pajak telah menandatangani berita acara hasil pertemuan dan membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dianggap telah dilaksanakan.
|
|||
|
||||
Bagian Kesembilan
Peminjaman Dokumen
|
||||
(1)
|
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen.
|
||
|
b.
|
dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan belum ditemukan atau diberikan oleh Wajib Pajak pada saat pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pemeriksa Pajak membuat surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang dilampiri dengan daftar buku, catatan, dan/atau dokumen yang wajib dipinjamkan.
|
||
|
c.
|
dalam hal untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik diperlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan kepada:
|
||
|
|
1)
|
Wajib Pajak untuk menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak; atau
|
|
|
|
2)
|
seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak.
|
|
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
daftar buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak, harus dilampirkan pada Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
|
||
|
b.
|
buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib dipinjamkan pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor dan Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen.
|
||
|
c.
|
dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan belum tercantum dalam lampiran Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pemeriksa Pajak membuat surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen.
|
||
(3)
|
Buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau ayat (2) huruf c wajib diserahkan kepada Pemeriksa Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen disampaikan.
|
|||
(4)
|
Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain dari Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen.
|
|||
(5)
|
Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat surat pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya.
|
|||
(6)
|
Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dipinjam belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum terlampaui, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak 2 (dua) kali, yaitu:
|
|||
|
a.
|
surat peringatan pertama setelah 2 (dua) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau ayat (2) huruf c;
|
||
|
b.
|
surat peringatan kedua setelah 3 (tiga) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau ayat (2) huruf c.
|
||
(7)
|
Setiap surat peringatan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus dilampiri dengan daftar buku, catatan, dan dokumen yang belum dipinjamkan dalam rangka Pemeriksaan.
|
|||
|
||||
Pasal 29 |
||||
(1)
|
Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta oleh Pemeriksa Pajak tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta oleh Pemeriksa Pajak tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak.
|
|||
(2)
|
Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain perlu dilindungi kerahasiaannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus.
|
|||
|
||||
Pasal 30 |
||||
(1)
|
Apabila jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) terlampaui dan Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang dilampiri dengan rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan namun belum diserahkan oleh Wajib Pajak.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan dan dokumen.
|
|||
|
||||
Pasal 31 |
||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta berdasarkan berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib Pajak badan, dan Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Penghasilan Kena Pajak tidak dihitung secara jabatan, Pemeriksa Pajak dapat meminjam tambahan buku, catatan, dan/atau dokumen serta keterangan lain selain yang sudah dipinjam.
|
|||
|
||||
Bagian Kesepuluh
Penyegelan
|
||||
(1)
|
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
|
|||
(2)
|
Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila pada saat pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan:
|
|||
|
a.
|
Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang serta memeriksa barang bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;
|
||
|
b.
|
Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
|
||
|
c.
|
Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak berada di tempat dan tidak ada pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku pihak yang mewakili Wajib Pajak, sehingga diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sebelum Pemeriksaan ditunda; atau
|
||
|
d.
|
Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak berada di tempat dan pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku pihak yang mewakili Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.
|
||
|
||||
Pasal 33 |
||||
(1)
|
Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan dengan menggunakan tanda segel.
|
|||
(2)
|
Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
(3)
|
Dalam melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara Penyegelan.
|
|||
(4)
|
Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
(5)
|
Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
|
|||
(6)
|
Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani berita acara Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan.
|
|||
(7)
|
Dalam melaksanakan Penyegelan, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau pemerintah daerah setempat.
|
|||
|
||||
Pasal 34 |
||||
(1)
|
Pembukaan segel dilakukan apabila:
|
|||
|
a.
|
Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b telah memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak yang disegel, dan/atau telah memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
|
||
|
b.
|
berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak, Penyegelan tidak diperlukan lagi; dan/atau
|
||
|
c.
|
terdapat permintaan dari penyidik yang sedang melakukan penyidikan tindak pidana.
|
||
(2)
|
Pembukaan segel harus dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
(3)
|
Dalam keadaan tertentu, pembukaan segel dapat dibantu oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau pemerintah daerah setempat.
|
|||
(4)
|
Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan dan melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
|
|||
(5)
|
Dalam melakukan pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat berita acara pembukaan segel yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
(6)
|
Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menolak menandatangani berita acara pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan segel.
|
|||
(7)
|
Berita acara pembukaan segel dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 35 |
||||
(1)
|
Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Penyegelan atau jangka waktu lain dengan mempertimbangkan tujuan Penyegelan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak yang disegel, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak wajib menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani berita acara mengenai penolakan tersebut.
|
|||
|
||||
Bagian Kesebelas
Penolakan Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak ada di tempat maka:
|
|||
|
a.
|
Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang berada dalam kewenangannya; atau
|
||
|
b.
|
Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.
|
||
(4)
|
Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Pemeriksa Pajak dapat melakukan Penyegelan sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 ayat (1).
|
|||
(5)
|
Apabila setelah dilakukan Penyegelan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak berada di tempat dan/atau tidak memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta kepada pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan.
|
|||
(6)
|
Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan.
|
|||
(7)
|
Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 37 |
||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor namun menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
(3)
|
Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor disampaikan kepada Wajib Pajak dan surat panggilan tersebut tidak dikembalikan oleh pos atau jasa pengiriman lainnya dan Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 38 |
||||
Pemeriksa Pajak berdasarkan:
|
||||
a.
|
surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), Pasal 36 ayat (1), atau Pasal 37 ayat (1);
|
|||
b.
|
berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 36 ayat (2), atau Pasal 37 ayat (2);
|
|||
c.
|
berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3);
|
|||
d.
|
surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6); atau
|
|||
e.
|
berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (7),
|
|||
dapat melakukan penetapan pajak secara jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
|
||||
|
||||
Bagian Keduabelas
Penjelasan Wajib Pajak dan Permintaan Keterangan kepada Pihak Ketiga
|
||||
(1)
|
Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, penjelasan yang lebih rinci sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak, dituangkan dalam berita acara mengenai pemberian penjelasan Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tersebut dalam berita acara dimaksud.
|
|||
|
||||
Pasal 40 |
||||
Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP secara tertulis sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan kepada pihak ketiga.
|
||||
|
||||
Bagian Ketigabelas
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
|
|||
(3)
|
Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP.
|
|||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 42 |
||||
(1)
|
Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dalam bentuk:
|
|||
|
a.
|
lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil Pemeriksaan; atau
|
||
|
b.
|
surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan.
|
||
(2)
|
Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
|
|||
(4)
|
Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
|
|||
(5)
|
Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
|
|||
(6)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 43 |
||||
(1)
|
Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan melalui penyampaian undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
|
|||
(3)
|
Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
|
|||
|
a.
|
diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); atau
|
||
|
b.
|
berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3), dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.
|
||
(4)
|
Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
|
|||
|
||||
Pasal 44 |
||||
(1)
|
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
|
|||
|
a.
|
menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
|
||
|
b.
|
hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
|
||
|
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan mendasarkan pada lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan dan membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(2)
|
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
|
|||
|
a.
|
menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
|
||
|
b.
|
tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
|
||
|
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
(3)
|
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
|
|||
|
a.
|
menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
|
||
|
b.
|
hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
|
||
|
Pemeriksa Pajak harus melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dengan mendasarkan pada surat sanggahan dan menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(4)
|
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
|
|||
|
a.
|
menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
|
||
|
b.
|
tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
|
||
|
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan surat sanggahan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
(5)
|
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
|
|||
|
a.
|
tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
|
||
|
b.
|
hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
|
||
|
Pemeriksa Pajak tetap melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dan menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(6)
|
Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
|
|||
|
a.
|
tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
|
||
|
b.
|
tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
|
||
|
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 45 |
||||
(1)
|
Dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) dan Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir dibuat setelah pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilaksanakan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir dibuat berdasarkan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5).
|
|||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5), dan/atau atau berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tersebut.
|
|||
|
||||
Pasal 46 |
||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada hari dan tanggal sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 47 |
||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan kepada:
|
|||
|
a.
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; atau
|
||
|
b.
|
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
|
||
(2)
|
Permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan, apabila:
|
|||
|
a.
|
risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) telah ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak; dan
|
||
|
b.
|
berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) belum ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
|
||
(3)
|
Surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara langsung atau melalui faksimili dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) dan ditembuskan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
|
|||
|
||||
Pasal 48 |
||||
(1)
|
Susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota.
|
|||
(2)
|
Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 49 |
||||
Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) bertugas untuk:
|
||||
a.
|
membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
|
|||
b.
|
memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak; dan
|
|||
c.
|
membuat risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berisi simpulan dan keputusan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan bersifat mengikat.
|
|||
|
||||
Pasal 50 |
||||
(1)
|
Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3), Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus menyampaikan undangan kepada Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak untuk melakukan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5).
|
|||
(2)
|
Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili.
|
|||
|
||||
Pasal 51 |
||||
(1)
|
Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus tetap dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 52 |
||||
Pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) serta pelaksanaan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 harus mempertimbangkan jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).
|
||||
|
||||
Pasal 53 |
||||
(1)
|
Hasil pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus dituangkan dalam risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan namun Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat catatan mengenai penolakan tersebut dalam risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat:
|
|||
|
a.
|
berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan; dan
|
||
|
b.
|
risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
|
||
|
yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
(5)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan pada hari dan tanggal sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dianggap telah dilakukan.
|
|||
|
||||
Pasal 54 |
||||
Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) dan risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir.
|
||||
|
||||
Pasal 55 |
||||
(1)
|
Dalam rangka menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan memanggil Wajib Pajak dengan mengirimkan surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili.
|
|||
(3)
|
Dalam hal surat panggilan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima surat panggilan tersebut, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 56 |
||||
(1)
|
Wajib Pajak harus memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), namun menolak menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 55 ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat catatan pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai tidak dipenuhinya panggilan.
|
|||
|
||||
Pasal 57 |
||||
Dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) atau Pasal 38, buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dapat dipertimbangkan oleh Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan terbatas pada:
|
||||
a.
|
penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan secara jabatan; dan
|
|||
b.
|
kredit pajak sebagai pengurang Pajak Penghasilan.
|
|||
|
||||
Bagian Keempatbelas
Pelaporan Hasil Pemeriksaan dan Pengembalian Dokumen
|
||||
(1)
|
LHP disusun berdasarkan KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
|
|||
(2)
|
Risalah pembahasan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dan/atau berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(3)
|
LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat nota penghitungan.
|
|||
(4)
|
Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak.
|
|||
(5)
|
Pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali:
|
|||
|
a.
|
dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan tetapi menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), pajak yang terutang dihitung sesuai dengan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan;
|
||
|
b.
|
dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan tetapi menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (5), pajak yang terutang dihitung berdasarkan SPHP dengan jumlah yang tidak disetujui sesuai dengan surat sanggahan Wajib Pajak;
|
||
|
c.
|
dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6), pajak yang terutang dihitung berdasarkan SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dan Wajib Pajak dianggap menyetujui hasil Pemeriksaan.
|
||
|
||||
Pasal 59 |
||||
Buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam harus dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan dan dokumen paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal LHP.
|
||||
|
||||
Bagian Kelimabelas
Pembatalan Hasil Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
|
|||
|
a.
|
penyampaian SPHP; atau
|
||
|
b.
|
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
|
||
|
dapat dibatalkan secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP.
|
|||
(2)
|
Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian SPHP dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
|
|||
(3)
|
Prosedur penyampaian SPHP dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||
(4)
|
Dalam hal Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP, Pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan:
|
|||
|
a.
|
surat ketetapan pajak sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP belum terlewati; atau
|
||
|
b.
|
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai dengan Surat Pemberitahuan apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP terlewati.
|
||
(5)
|
Dalam hal susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak untuk melanjutkan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbeda dengan susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya, Pemeriksaan tersebut dilakukan setelah diterbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Bagian Keenambelas
Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian Surat Pemberitahuan Selama Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, sepanjang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan SPHP.
|
|||
(2)
|
Pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
|
|||
(3)
|
Laporan tersendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak dan dilampiri dengan:
|
|||
|
a.
|
penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format Surat Pemberitahuan;
|
||
|
b.
|
Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
|
||
|
c.
|
Surat Setoran Pajak atas pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen).
|
||
(4)
|
Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak maka pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan Surat Setoran Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 62 |
||||
(1)
|
Untuk membuktikan pengungkapan ketidakbenaran dalam laporan tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), Pemeriksaan tetap dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan surat ketetapan pajak dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok pajak yang telah dibayar.
|
|||
(2)
|
Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
|
|||
(3)
|
Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan pengungkapan Wajib Pajak.
|
|||
(4)
|
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf b diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam surat ketetapan pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
|
|||
(5)
|
Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf c merupakan bukti pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan 50% (lima puluh persen) terkait dengan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan.
|
|||
(6)
|
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah dengan sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang KUP.
|
|||
(7)
|
Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) dilakukan untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf i Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
|
|||
|
||||
Bagian Ketujuhbelas
Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penangguhan Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka apabila:
|
|||
|
a.
|
pada saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan; atau
|
||
|
b.
|
Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 atau Pasal 37 dan terhadap Wajib Pajak tersebut tidak dilakukan penghitungan penghasilan kena pajak secara jabatan.
|
||
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut.
|
|||
|
||||
Pasal 64 |
||||
(1)
|
Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) disetujui oleh pejabat yang berwenang, pelaksanaan Pemeriksaan ditangguhkan dengan membuat laporan kemajuan Pemeriksaan sampai dengan:
|
|||
|
a.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
|
||
|
b.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang;
|
||
|
c.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
|
||
|
d.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
|
||
|
e.
|
Penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44A Undang-Undang KUP atau Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau
|
||
|
f.
|
Putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
||
(2)
|
Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan bersamaan dengan disampaikannya surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka.
|
|||
(4)
|
Buku, catatan, dan dokumen yang terkait dengan Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pemeriksa Bukti Permulaan dengan membuat berita acara yang ditandatangani Pemeriksa Pajak dan pemeriksa bukti permulaan.
|
|||
(5)
|
Fotokopi berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kepada Wajib Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 65 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila:
|
|||
|
a.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
|
||
|
b.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
|
||
|
c.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan namun penyidikan dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
|
||
|
d.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat putusan pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
||
(2)
|
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dihentikan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, apabila:
|
|||
|
a.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
|
||
|
b.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi diselesaikan dengan menerbitkan surat ketetapan pajak Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; atau
|
||
|
c.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
|
||
|
||||
Pasal 66 |
||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan juga dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditangguhkan dengan membuat laporan kemajuan Pemeriksaan apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup ditindaklanjuti dengan penyidikan.
|
|||
(2)
|
Penangguhan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan:
|
|||
|
a.
|
penyidikan dihentikan sesuai dengan Pasal 44A atau Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau
|
||
|
b.
|
putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
||
(3)
|
Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
|
|||
(4)
|
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan apabila:
|
|||
|
a.
|
penyidikan dihentikan karena Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
|
||
|
b.
|
putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
||
(5)
|
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan apabila penyidikan dihentikan karena Pasal 44B Undang-Undang KUP.
|
|||
|
||||
Pasal 67 |
||||
(1)
|
Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) atau Pasal 66 ayat (4), jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, atau jangka waktu perpanjangan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 atau Pasal 17 diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) atau Pasal 66 ayat (5), Pemeriksa Pajak harus menyampaikan surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan Pemeriksaan apabila setelah Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) atau Pasal 66 ayat (5) terdapat data selain yang diungkapkan dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP atau Pasal 44B Undang-Undang KUP.
|
|||
|
||||
Bagian Kedelapanbelas
Pemeriksaan Ulang
|
||||
(1)
|
Pemeriksaan Ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||
(2)
|
Instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan Pemeriksaan Ulang dapat diberikan apabila terdapat data baru termasuk data yang semula belum terungkap.
|
|||
(3)
|
Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya, Pemeriksaan Ulang dihentikan dengan membuat LHP Sumir dan kepada Wajib Pajak diberitahukan mengenai penghentian tersebut.
|
|||
(5)
|
Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya tetapi terdapat perubahan jumlah rugi fiskal, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan mengenai rugi fiskal.
|
|||
(6)
|
Keputusan mengenai rugi fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan rugi fiskal ke tahun pajak berikutnya.
|
|||
|
||||
BAB IV
PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN Bagian Kesatu Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan
|
||||
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan.
|
||||
|
||||
Pasal 70 |
||||
Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
|
||||
a.
|
pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
|
|||
b.
|
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
|
|||
c.
|
pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
|
|||
d.
|
Wajib Pajak mengajukan keberatan;
|
|||
e.
|
pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
|
|||
f.
|
pencocokan data dan/atau alat keterangan;
|
|||
g.
|
penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
|
|||
h.
|
penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
|
|||
i.
|
Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
|
|||
j.
|
penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
|
|||
k.
|
memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
|
|||
|
||||
Pasal 71 |
||||
Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
|
||||
|
||||
Bagian Kedua
Standar Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan.
|
|||
(3)
|
Standar Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan.
|
|||
|
||||
Pasal 73 |
||||
Pemeriksa Pajak yang melaksanakan Pemeriksaan untuk tujuan lain juga harus memenuhi standar umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2).
|
||||
|
||||
Pasal 74 |
||||
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
|
||||
a.
|
pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama;
|
|||
b.
|
luas Pemeriksaan disesuaikan dengan kriteria dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain;
|
|||
c.
|
Pemeriksaan dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari 1 (satu) orang supervisor, 1 (satu) orang ketua tim, dan 1 (satu) orang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat merangkap sebagai anggota tim;
|
|||
d.
|
Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
|
|||
e.
|
Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja; dan
|
|||
f.
|
pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.
|
|||
Pasal 75 |
||||
Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus didokumentasikan dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf f dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
|
||||
a.
|
KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
|
|||
|
1)
|
bukti bahwa Pemeriksa Pajak telah melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan standar Pemeriksaan; dan
|
||
|
2)
|
dasar pembuatan LHP;
|
||
b.
|
KKP harus memberikan gambaran mengenai:
|
|||
|
1)
|
data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
|
||
|
2)
|
prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan; dan
|
||
|
3)
|
simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
|
||
|
||||
Pasal 76 |
||||
Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
|
||||
a.
|
LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait;
|
|||
b.
|
LHP untuk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat:
|
|||
|
1)
|
Identitas Wajib Pajak;
|
||
|
2)
|
Penugasan Pemeriksaan;
|
||
|
3)
|
Dasar (tujuan) Pemeriksaan;
|
||
|
4)
|
Buku dan dokumen yang dipinjam;
|
||
|
5)
|
Materi yang diperiksa;
|
||
|
6)
|
Uraian hasil Pemeriksaan; dan
|
||
|
7)
|
Simpulan dan usul Pemeriksa.
|
||
|
||||
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak
|
||||
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain, Pemeriksa Pajak wajib:
|
||||
a.
|
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor;
|
|||
b.
|
memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan;
|
|||
c.
|
memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
|
|||
d.
|
menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa;
|
|||
e.
|
menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
|
|||
f.
|
mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak; dan/atau
|
|||
g.
|
merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan.
|
|||
|
||||
Pasal 78 |
||||
(1)
|
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang:
|
|||
|
a.
|
melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;
|
||
|
b.
|
mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
|
||
|
c.
|
memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan;
|
||
|
d.
|
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau
|
||
|
e.
|
meminta keterangan dan/atau data yang diperIukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
|
||
(2)
|
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang:
|
|||
|
a.
|
melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
|
||
|
b.
|
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau
|
||
|
c.
|
meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
|
||
|
||||
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
|
||||
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, Wajib Pajak berhak:
|
||||
a.
|
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan;
|
|||
b.
|
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
|
|||
c.
|
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;
|
|||
d.
|
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak; dan/atau
|
|||
e.
|
memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
|
|||
|
||||
Pasal 80 |
||||
(1)
|
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak:
|
|||
|
a.
|
memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;
|
||
|
b.
|
memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
|
||
|
c.
|
memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang penyimpanan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak; dan/atau
|
||
|
d.
|
memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan lain yang diperlukan.
|
||
(2)
|
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan Jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib:
|
|||
|
a.
|
memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; dan/atau
|
||
|
b.
|
memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan lain yang diperlukan.
|
||
|
||||
Bagian Kelima
Jangka Waktu Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal LHP.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal dalam LHP.
|
|||
(3)
|
Dalam hal jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) berakhir, Pemeriksaan harus diselesaikan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) atau ayat (2) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang KUP.
|
|||
(5)
|
Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) atau ayat (2) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang KUP.
|
|||
|
||||
Bagian Keenam
SP2 dan Surat Yang Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak
|
||||
(1)
|
Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan SP2.
|
|||
(2)
|
SP2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan tidak perlu memperbarui SP2 tetapi harus menerbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Bagian Ketujuh
Pemberitahuan dan Panggilan Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dengan menyampaikan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
|
|||
(3)
|
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam SP2.
|
|||
|
||||
Pasal 84 |
||||
(1)
|
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan kepada:
|
|||
|
a.
|
wakil atau kuasa dari Wajib Pajak; atau
|
||
|
b.
|
pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak, yaitu:
|
||
|
|
1)
|
pegawai dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan; atau
|
|
|
|
2)
|
anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi.
|
|
(3)
|
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (2) dapat disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
|
|||
(4)
|
Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat ditemui, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui pos atau jasa pengiriman lainnya dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dianggap telah disampaikan.
|
|||
|
||||
Bagian Kedelapan
Peminjaman Dokumen
|
||||
(1)
|
Buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain yang dipinjam harus disesuaikan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70.
|
|||
(2)
|
Peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kesembilan
Penolakan Pemeriksaan
|
||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 87 |
||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk tujuan lain memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor namun menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
|
|||
|
||||
Pasal 88 |
||||
(1)
|
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 87, permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses atau tidak dapat dipertimbangkan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
|
|||
|
a.
|
penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; atau
|
||
|
b.
|
penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
|
||
(2)
|
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 87, Wajib Pajak diberi Nomor Pokok Wajib Pajak dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
|
|||
|
a.
|
pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; dan/atau
|
||
|
b.
|
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
|
||
(3)
|
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 87, permohonan Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
|
|||
|
a.
|
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan/atau
|
||
|
b.
|
pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
||
|
||||
Bagian Kesepuluh
Penjelasan Wajib Pajak dan Pihak Ketiga
|
||||
(1)
|
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak juga dapat memanggil Wajib Pajak untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci atau meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP.
|
|||
(2)
|
Permintaan keterangan kepada Wajib Pajak atau kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40.
|
|||
|
||||
BAB V
PENYAMPAIAN KUESIONER PEMERIKSAAN
|
||||
(1)
|
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan akuntabilitas Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, penyampaian Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
|
|||
(3)
|
Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penyampaian Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau pada saat Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
|
|||
(3)
|
Wajib Pajak dapat menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan yang telah diisi kepada:
|
|||
|
a.
|
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan; atau
|
||
|
b.
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak.
|
||
|
||||
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
|
||||
Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan standar Pemeriksaan, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
||||
|
||||
Pasal 92 |
||||
Standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan standar Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|
||||
|
||||
Pasal 93 |
||||
(1)
|
Dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b;
|
||
|
b.
|
SP2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1);
|
||
|
c.
|
surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3); dan
|
||
|
d.
|
surat tugas membantu pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4),
|
||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);
|
||
|
b.
|
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2); dan
|
||
|
c.
|
berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5),
|
||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(3)
|
Dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b, dan Pasal 28 ayat (2) huruf c;
|
||
|
b.
|
daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b dan Pasal 28 ayat (2);
|
||
|
c.
|
bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a, Pasal 28 ayat (2) huruf b, dan Pasal 28 ayat (4);
|
||
|
d.
|
surat pernyataan keaslian dokumen dan/atau data dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5);
|
||
|
e.
|
surat peringatan pertama/kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6);
|
||
|
f.
|
daftar buku, catatan, dan dokumen yang belum dipinjamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (7);
|
||
|
g.
|
berita acara tidak dipenuhinya peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1);
|
||
|
h.
|
berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2),
|
||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(4)
|
Dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
tanda segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1);
|
||
|
b.
|
berita acara penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4);
|
||
|
c.
|
berita acara tanda segel rusak/hilang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4); dan
|
||
|
d.
|
berita acara pembukaan segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5),
|
||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(5)
|
Dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (1);
|
||
|
b.
|
berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 36 ayat (2), Pasal 37 ayat (2);
|
||
|
c.
|
surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6);
|
||
|
d.
|
berita acara menolak membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (7); dan
|
||
|
e.
|
berita acara tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3),
|
||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(6)
|
Dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
surat panggilan untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1); dan
|
||
|
b.
|
berita acara pemberian keterangan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3),
|
||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(7)
|
Dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
SPHP dan daftar temuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
|
||
|
b.
|
surat penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dan berita acara penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4);
|
||
|
c.
|
lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a;
|
||
|
d.
|
surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4);
|
||
|
e.
|
berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (6);
|
||
|
f.
|
undangan dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2);
|
||
|
g.
|
risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) sampai dengan ayat (6);
|
||
|
h.
|
surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1);
|
||
|
i.
|
undangan menghadiri pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1);
|
||
|
j.
|
risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1);
|
||
|
k.
|
berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan ikhtisar hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (6), Pasal 45 ayat (2), Pasal 46 ayat (2), dan Pasal 54;
|
||
|
l.
|
surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1); dan
|
||
|
m.
|
berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 44 ayat (2), ayat (4), dan ayat (6), dan Pasal 53 ayat (4),
|
||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(8)
|
Laporan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(9)
|
Dokumen berupa:
|
|||
|
a.
|
surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
|
||
|
b.
|
surat pemberitahuan penangguhan Pemeriksaan yang ditingkatkan ke Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2);
|
||
|
c.
|
surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (4); dan
|
||
|
d.
|
Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1),
|
||
|
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(10)
|
Surat keputusan penetapan rugi fiskal berdasarkan Pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (5) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
||||
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
|
||||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
|
||||
a.
|
terhadap SP2 yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan Pemeriksaan belum selesai, proses penyelesaian selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
|
|||
b.
|
terhadap Pemeriksaan yang ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan telah dibuat LHP Sumir, dapat dilakukan Pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak sepanjang hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
|
|||
|
||||
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
|
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
|
||||
a.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.03/2007 tentang Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan;
|
|||
b.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
|
|||
c.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
|
|||
d.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak,
|
|||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
||||
Pasal 96 |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 47
|