Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
    NOMOR PER-16/BC/2016

     
    TENTANG

    PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

    DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
     
     
     
     

    Menimbang

    bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Untuk Melakukan Perubahan Atas Kesalahan Data Pemberitahuan Pabean Impor serta Pasal 3 ayat (10), Pasal 5 ayat (5), Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (5), dan Pasal 10 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.04/2015 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai.
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    2.
    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
    3.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Untuk Melakukan Perubahan Atas Kesalahan Data Pemberitahuan Pabean Impor;
    4.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.04/2015 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai.
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI.
     
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
    2.
    Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    3.
    Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    4.
    Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
    5.
    Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan, yaitu:
     
    a.
    Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan KPU BC; atau
     
    b.
    Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan KPPBC.
    6.
    Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
    7.
    Unit Pengawasan adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal yang melakukan kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan, dan kegiatan lain dalam rangka pengawasan.
    8.
    Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
    9.
    Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
    10.
    Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan Impor.
    11.
    Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat dengan PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama Importir.
    12.
    Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.
    13.
    Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway Bill, dokumen pemenuhan persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
    14.
    Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat dengan PIB adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai.
    15.
    Media Penyimpan Data Elektronik adalah media yang dapat menyimpan data elektronik seperti disket, compact disk, flash disk, dan yang sejenisnya.
    16.
    Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
    17.
    Tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat yang disamakan dengan itu yang berada di luar kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
    18.
    Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk yang selanjutnya disingkat NDPBM adalah nilai tukar mata uang yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan bea masuk.
    19.
    Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk.
    20.
    Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal atas impor barang yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan.
    21.
    Nomor Pendaftaran adalah nomor yang diberikan oleh Kantor Pabean sebagai tanda bahwa PIB telah memenuhi syarat formal.
    22.
    Mitra Utama Kepabeanan adalah Importir yang penetapannya dilakukan oleh Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal untuk mendapatkan kemudahan pelayanan kepabeanan.
    23.
    Operator Ekonomi adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pergerakan barang secara internasional dalam fungsi rantai pasokan global.
    24.
    Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.
    25.
    Jalur Hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan penelitian dokumen oleh Pejabat dan tidak dilakukan pemeriksaan fisik sebelum Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
    26.
    Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
    27.
    Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
    28.
    Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan yang selanjutnya disingkat dengan NPBL adalah nota yang dibuat oleh Pejabat kepada Importir agar memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan impor.
    29.
    Nota Hasil Intelijen yang selanjutnya disingkat dengan NHI adalah produk dari kegiatan intelijen yang menunjukkan indikasi mengenai adanya pelanggaran di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
    30.
    Pemindai Peti Kemas (container scanner) adalah alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan fisik barang dalam peti kemas atau kemasan dengan menggunakan teknologi sinar X (X-Ray) atau sinar gamma (Gamma Ray).
    31.
    Koordinator Pelayanan Pengguna Jasa yang selanjutnya disebut dengan client coordinator adalah Pejabat yang ditunjuk untuk menjadi penghubung antara Direktorat Jenderal dengan Orang.
    32.
    Pelunasan Cukai adalah pemenuhan persyaratan dalam rangka pemenuhan hak-hak negara yang melekat pada barang kena cukai sehingga Barang Kena Cukai tersebut dapat disetujui untuk dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan, atau diimpor untuk dipakai yang dilaksanakan dengan cara pembayaran, pelekatan pita cukai, atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
    33.
    Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat BKC adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai meliputi Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Hasil Tembakau.
    34.
    Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
     
     
     
     
    BAB II
    RUANG LINGKUP
     

    Pasal 2

    (1)
    Peraturan Direktur Jenderal ini mengatur mengenai ketentuan tata cara pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk dipakai.
    (2)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak meliputi tata cara pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS berupa:
     
    a.
    barang pindahan;
     
    b.
    barang yang dibawa oleh penumpang, barang awak sarana pengangkut, dan pelintas batas;
     
    c.
    barang kiriman;
     
    d.
    barang yang mendapatkan pelayanan segera (rush handling); dan
     
    e.
    barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, seperti bantuan bencana alam dalam kondisi tanggap darurat.
     
     
     
     
    BAB III
    PENGELUARAN BARANG IMPOR

     
    Bagian Pertama
    Dokumen Pengeluaran
     

    Pasal 3

    (1)
    Untuk dapat mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean, atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai, importir wajib menyampaikan:
     
    a.
    PIB; atau
     
    b.
    Dokumen Pelengkap Pabean.
    (2)
    Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dilakukan untuk pengeluaran barang berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas, yang pengangkutannya dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa setelah mendapatkan persetujuan kepala Kantor Pabean.
    (3)
    Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), importir wajib menyampaikan PIB setelah pengeluaran barang impor.
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Pemberitahuan Impor Barang
     

    Pasal 4

    (1)
    PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan Pasal 3 ayat (3), dibuat oleh importir berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang harus dibayar.
    (2)
    PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a disampaikan ke Kantor Pabean setiap pengeluaran barang dengan tujuan diimpor untuk dipakai.
    (3)
    Penyampaian PIB untuk setiap pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sebelum atau setelah pengangkut menyampaikan Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1).
    (4)
    PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3):
     
    a.
    dibuat untuk pengeluaran barang yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan; dan
     
    b.
    disampaikan ke Kantor Pabean paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a berakhir, dengan menggunakan 1 (satu) PIB Berkala.
    (5)
    Dalam hal pengurusan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, Importir dapat menguasakannya kepada PPJK.
    (6)
    Tata kerja pengeluaran barang dari Kawasan Pabean, atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 5

    (1)
    PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan ke Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS tempat tujuan akhir pengangkutan barang Impor.
    (2)
    Dalam hal barang impor akan diangkut terus atau diangkut lanjut melalui darat ke pelabuhan tujuan akhir pengangkutan barang impor tidak mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean tempat transit, barang impor diselesaikan di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS tempat barang impor berada.
    (3)
    Persetujuan dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor atau barang ekspor dari Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut.
    (4)
    Penyelesaian barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah pengangkut melakukan perbaikan kelompok barang impor pada Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1).
    (5)
    PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) disampaikan ke Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS tempat impor barang berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas melalui transmisi atau saluran pipa di Daerah Pabean.
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Dokumen Pelengkap Pabean
     

    Pasal 6

    (1)
    Dokumen Pelengkap Pabean yang digunakan sebagai dasar pembuatan PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disampaikan ke Kantor Pabean oleh Importir sebagai lampiran PIB dalam hal:
     
    a.
    diperlukan dalam rangka penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan, dalam hal Dokumen Pelengkap Pabean tidak dapat disampaikan melalui Portal INSW;
     
    b.
    dilakukan penelitian oleh Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen sebelum pengeluaran barang; dan/atau
     
    c.
    dilakukan pemeriksaan fisik.
    (2)
    Dalam hal tidak dilakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen dapat meminta Dokumen Pelengkap Pabean apabila sangat diperlukan untuk penelitian dokumen.
    (3)
    Dalam hal diperlukan untuk penelitian dokumen, Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen dapat meminta tambahan Dokumen Pelengkap Pabean.
    (4)
    Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menyampaikan permintaan Dokumen Pelengkap Pabean kepada importir melalui:
     
    a.
    SKP;
     
    b.
    sarana komunikasi elektronik; atau
     
    c.
    surat.
    (5)
    Terhadap importir yang mendapatkan pengakuan sebagai AEO atau importir yang ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan, dikecualikan dari ketentuan penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan permintaan tambahan Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
    (6)
    Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b disampaikan oleh importir saat pertama kali mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai.
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Cara Penyampaian PIB
     

    Pasal 7

    (1)
    PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan ayat (3) disampaikan dalam bentuk Data Elektronik atau tulisan di atas formulir.
    (2)
    PIB dalam bentuk Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui sistem PDE kepabeanan atau menggunakan Media Penyimpan Data Elektronik.
    (3)
    Penyampaian PIB dalam bentuk Data Elektronik melalui sistem PDE kepabeanan dilakukan dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan sistem PDE kepabeanan.
    (4)
    Dalam hal Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terhubung dengan sistem Indonesia National Single Window (INSW), PIB dapat disampaikan melalui Portal Indonesia National Single Window (INSW).
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Cara Penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean
     

    Pasal 8

    (1)
    Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan Pasal 4 ayat (1) dapat berupa cetakan (hardcopy) atau Data Elektronik.
    (2)
    Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa hasil pemindaian atau data lainnya.
    (3)
    Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen di Kantor Pabean secara elektronik.
    (4)
    Dalam hal Dokumen Pelengkap Pabean disampaikan dalam bentuk Data Elektronik, importir tidak perlu menyampaikan Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk cetakan (hardcopy).
    (5)
    Dalam hal Dokumen Pelengkap Pabean berupa Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin), penyampaian bentuk cetakan (hardcopy) tetap diberlakukan sesuai ketentuan mengenai perjanjian atau kesepakatan internasional.
    (6)
    Dalam hal SKP di Kantor Pabean mengalami gangguan sehingga importir tidak dapat menyampaikan Dokumen Pelengkap Pabean secara elektronik, importir menyampaikan dokumen pelengkap pabean dalam bentuk cetakan.
    (7)
    Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk cetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (6) dapat berupa:
     
    a.
    dokumen tertulis yang diketik atau dicetak dan ditandatangani oleh orang yang berwenang mengeluarkan dokumen, dengan atau tanpa dibubuhi stempel perusahaan, yang berfungsi atau dapat dipakai sebagai bukti atau pun keterangan; atau
     
    b.
    hasil cetak dokumen elektronik.
    (8)
    Dokumen elektronik sebagaimana dimaksud ayat (7) huruf b harus memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik dan ketentuan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan.
    (9)
    Pada hasil cetak dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b harus:
     
    a.
    tercantum keterangan bahwa dokumen tersebut merupakan dokumen elektronik atau hasil cetak dokumen elektronik; atau
     
    b.
    dibubuhi stempel bertuliskan “Hasil Cetak Dokumen Elektronik”.
    (10)
    Dalam hal barang Impor berupa BKC yang Pelunasan Cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dokumen pemesanan pita cukai disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang.
     
     
     
     

    Pasal 9

    (1)
    Dalam hal PIB disampaikan melalui PDE Kepabeanan, penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan paling lambat pukul 12.00 pada:
     
    a.
    hari berikutnya, untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu; atau
     
    b.
    hari kerja berikutnya, untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu,
     
    terhitung sejak Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK), Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) atau Pejabat menyampaikan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
    (2)
    Dalam hal PIB disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk Data Elektronik dengan Media Penyimpan Data Elektronik, penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat dilakukan pada saat PIB disampaikan ke Kantor Pabean atau paling lambat pukul 12.00 pada:
     
    a.
    hari berikutnya, untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu; atau
     
    b.
    hari kerja berikutnya, untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu,
     
    terhitung sejak Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK), Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM), atau Pejabat menyampaikan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
    (3)
    Dalam hal batas waktu penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, penyampaian pemberitahuan PIB berikutnya oleh:
     
    a.
    Importir; atau
     
    b.
    Importir dan PPJK, dalam hal Importir menguasakan kepada PPJK,
     
    tidak dilayani sampai dengan Dokumen Pelengkap Pabean disampaikan.
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Persyaratan Penyampaian PIB Berkala
     

    Pasal 10

    (1)
    Untuk dapat menyampaikan PIB Berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf b, Importir mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.
    (2)
    Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan penyampaian PIB Berkala apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4):
     
    a.
    barang yang diimpor telah memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan, dalam hal barang yang diimpor wajib memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan;
     
    b.
    jumlah barang yang diimpor dapat diukur dengan alat ukur yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean; dan
     
    c.
    jenis barang yang diimpor melalui pipa atau transmisi tidak berubah-ubah.
    (3)
    Dalam hal diperlukan, Pejabat dapat melakukan pengambilan contoh atau pengawasan terhadap jenis barang yang diimpor.
    (4)
    Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sampai dengan dilakukan pencabutan oleh Kepala Kantor Pabean.
    (5)
    Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Dokumen Pelengkap Pabean untuk pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b.
    (6)
    Terhadap pengeluaran barang Impor dengan menggunakan PIB Berkala, Importir wajib menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka Impor kepada kepala Kantor Pabean dengan ketentuan:
     
    a.
    diserahkan sebelum melakukan pengeluaran barang Impor; dan
     
    b.
    memperhitungkan jumlah perkiraan bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka Impor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf a.
     
     
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Pejabat yang menangani pelayanan pabean melakukan pengukuran pada alat ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b paling sedikit 1 (satu) kali pada setiap akhir jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf a.
    (2)
    Hasil pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai pembanding kewajaran jumlah barang yang diimpor melalui jaringan transmisi atau pipa yang diberitahukan oleh Importir.
    (3)
    Kepala Kantor Pabean melakukan pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), dalam hal Importir:
     
    a.
    mengajukan permohonan pencabutan;
     
    b.
    tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2); dan/atau
     
    c.
    tidak memenuhi ketentuan penyampaian PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
    (4)
    Dalam hal persetujuan PIB Berkala dicabut dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, jaminan dicairkan dan dikenakan denda sesuai ketentuan perundang-undangan.
    (5)
    Pelayanan dan pemeriksaan pabean atas PIB berkala selanjutnya dilaksanakan sesuai ketentuan pengeluaran barang Impor untuk dipakai yang ditetapkan melalui Jalur Hijau.
     
     
     
     
    Bagian Keenam
    Perubahan Data PIB
     

    Pasal 12

    (1)
    Importir dapat melakukan perubahan atas kesalahan data PIB yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.
    (2)
    Kesalahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu kesalahan karena kekhilafan nyata yang bersifat manusiawi dalam suatu pemberitahuan pabean Impor dalam bentuk kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kesalahan penerapan peraturan yang seharusnya tidak perlu terjadi, dan tidak mengandung perbedaan pendapat antara Pejabat dengan importir atau PPJK yang diberikan kuasa, antara lain:
     
    a.
    kesalahan penulisan data Importir;
     
    b.
    kesalahan perhitungan bea masuk atau pajak; atau
     
    c.
    kesalahan penerapan aturan berupa ketidaktahuan adanya perubahan peraturan.
    (3)
    Pejabat atau SKP menyampaikan informasi PIB yang telah dilakukan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada unit pengawasan.
    (4)
    Tata kerja perubahan atas kesalahan data PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagaimana tercantum Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
    BAB IV
    PEMBAYARAN BEA MASUK, CUKAI, DAN PDRI
     
    Bagian Pertama
    Cara Pembayaran
     

    Pasal 13

    (1)
    Pembayaran bea masuk dan PDRI dilakukan dengan cara:
     
    a.
    pembayaran tunai; atau
     
    b.
    pembayaran berkala.
    (2)
    Pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan atas impor barang yang dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan yang merupakan importir produsen.
    (3)
    Importir melakukan pembayaran bea masuk, cukai untuk Impor BKC yang pelunasan cukainya dengan pembayaran, dan PDRI berdasarkan PIB yang dibuat oleh Importir dan telah diajukan ke Kantor Pabean.
    (4)
    Berdasarkan PIB yang telah diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), SKP atau Pejabat menerbitkan kode billing untuk pembayaran dan/atau Nota Permintaan Jaminan (NPJ) untuk penyerahan jaminan.
    (5)
    Pembayaran bea masuk, cukai untuk Impor BKC yang pelunasan cukainya dengan pembayaran, dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai pembayaran penerimaan negara.
    (6)
    Importir dapat melakukan koreksi billing yang diterbitkan SKP atau Pejabat.
    (7)
    Koreksi billing sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan setelah Importir melakukan perubahan PIB dengan mendapatkan persetujuan dari Pejabat yang menangani penerimaan negara.
    (8)
    Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas Impor dengan pembayaran tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, wajib dilunasi paling lambat pada saat PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a atau Pasal 3 ayat (3) mendapatkan nomor pendaftaran.
    (9)
    Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas Impor dengan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b), wajib dilunasi paling lambat pada setiap akhir bulan setelah bulan pendaftaran PIB, dengan ketentuan:
     
    a.
    dalam hal akhir bulan jatuh pada hari Minggu atau hari libur nasional, pembayaran dilakukan pada hari kerja sebelumnya;
     
    b.
    Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas Impor dengan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b), wajib dilunasi paling lambat pada setiap akhir bulan setelah bulan pendaftaran PIB, dengan ketentuan:
     
    c.
    pembayaran untuk importasi yang dilakukan setelah tanggal 20 Desember sampai dengan tanggal 31 Desember dilakukan dengan pembayaran biasa.
    (10)
    Tata kerja perubahan PIB sebagaimana dimaksud pada pada ayat (7) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 14

    (1)
    Dalam hal Impor untuk dipakai mendapatkan penundaan pembayaran:
     
    a.
    bea masuk;
     
    b.
    bea masuk dan PDRI; atau
     
    c.
    bea masuk, cukai, dan PDRI,
     
    Importir menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang diberikan penundaan.
    (2)
    Penundaan pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penundaan pembayaran bea masuk dalam rangka pengeluaran barang Impor untuk dipakai dengan jaminan.
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Nilai Pabean
     

    Pasal 15

    (1)
    Nilai Pabean untuk penghitungan bea masuk dan PDRI adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan.
    (2)
    Dalam hal Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi, nilai pabean ditentukan secara hierarki berdasarkan:
     
    a.
    nilai transaksi barang identik;
     
    b.
    nilai transaksi barang serupa;
     
    c.
    metode deduksi;
     
    d.
    metode komputasi; atau
     
    e.
    tata cara yang wajar dan konsisten.
    (3)
    Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihitung berdasarkan Cost Insurance Freight (CIF).
    (4)
    Ketentuan mengenai tata cara penghitungan Nilai Pabean dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai nilai pabean.
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Penggunaan NDPBM
     

    Pasal 16

    (1)
    Untuk penghitungan bea masuk, cukai untuk Impor BKC yang pelunasan cukainya dengan pembayaran, dan PDRI, dipergunakan NDPBM yang berlaku pada saat PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a atau Pasal 3 ayat (3) diserahkan ke Kantor Pabean.
    (2)
    PIB yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan PIB yang telah diisi secara lengkap dan benar, dan telah diterima oleh Pejabat penerima dokumen atau SKP di Kantor Pabean.
    (3)
    Nilai tukar mata uang yang dipergunakan sebagai NDPBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai nilai tukar mata uang yang digunakan untuk penghitungan dan pembayaran bea masuk.
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor
     

    Pasal 17

    (1)
    Tarif barang Impor untuk penghitungan bea masuk dan PDRI berpedoman pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).
    (2)
    Dalam hal terjadi perubahan ketentuan di bidang Impor yang berakibat pembebanan yang berbeda dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), berlaku ketentuan perubahan dimaksud.
    (3)
    Klasifikasi dan pembebanan barang Impor berlaku ketentuan pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean.
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI
     

    Pasal 18

    (1)
    Bea masuk yang harus dibayar dihitung dengan cara sebagai berikut:
     
    a.
    Untuk tarif ad valorem, bea masuk = nilai pabean x NDPBM x pembebanan bea masuk; atau
     
    b.
    Untuk tarif spesifik, bea masuk = jumlah satuan barang x pembebanan bea masuk per-satuan barang.
    (2)
    PPN, PPnBM, dan PPh yang seharusnya dibayar dihitung dengan cara sebagai berikut:
     
    a.
    PPN = % PPN x (nilai pabean dalam rupiah + bea masuk + cukai);
     
    b.
    PPnBM = % PPnBM x (nilai pabean dalam rupiah + bea masuk + cukai); dan
     
    c.
    PPh = % PPh x (nilai pabean dalam rupiah + bea masuk + cukai).
    (3)
    Bea masuk sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah bea masuk yang dibayar, diberikan penundaan, dan/atau ditanggung pemerintah.
    (4)
    Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Bea Masuk Anti Dumping, Bea Masuk Anti Dumping Sementara, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Imbalan Sementara, dan Bea Masuk Pembalasan.
    (5)
    Bea masuk, cukai, dan PDRI dihitung untuk setiap jenis barang Impor yang tercantum dalam PIB dan dibulatkan dalam ribuan Rupiah penuh untuk satu PIB.
    (6)
    Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan cukai yang dibayar pada saat Impor dan cukai yang telah dilunasi sebelum PIB didaftarkan.
    (7)
    Dalam hal peraturan perundang-undangan mengatur secara khusus, penghitungan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur tentang PDRI.
     
     
     
     
    BAB V
    BARANG LARANGAN ATAU PEMBATASAN
     

    Pasal 19

    (1)
    Barang Impor yang dilarang atau dibatasi hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS, setelah persyaratan yang diwajibkan oleh instansi terkait dipenuhi.
    (2)
    Importir harus memberitahukan barang Impor yang dilarang atau dibatasi sebagai barang larangan dan/atau pembatasan dan status pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasannya dalam PIB.
    (3)
    Penelitian pemenuhan persyaratan yang diatur oleh instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan manajemen risiko berdasarkan PIB yang disampaikan oleh Importir.
     
     
     
     

    Pasal 20

    (1)
    Dalam hal PIB disampaikan dalam bentuk Data Elektronik, penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan secara administratif dilakukan oleh SKP.
    (2)
    Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan atau PIB disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir, penelitian pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan secara administratif dilakukan oleh Pejabat yang menangani penelitian larangan dan pembatasan.
    (3)
    Terhadap PIB yang diajukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan dikecualikan dari penelitian pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (4)
    PIB yang diajukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diproses lebih lanjut dalam hal Importir memberitahukan dalam PIB bahwa:
     
    a.
    barang yang diimpor bukan merupakan barang larangan dan pembatasan; dan/atau
     
    b.
    ketentuan larangan dan pembatasan telah dipenuhi.
    (5)
    Dalam hal berdasarkan penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedapatan ketentuan larangan dan/atau pembatasan belum terpenuhi, Importir menyampaikan pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan dengan melakukan perubahan data PIB.
    (6)
    Dalam hal Kantor Pabean telah terhubung dengan Portal Indonesia National Single Window (INSW), penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari Portal Indonesia National Single Window (INSW).
    (7)
    Importir bertanggung jawab atas pemenuhan ketentuan larangan dan pembatasan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengeluaran barang Impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS.
     
     
     
     

    Pasal 21

    (1)
    Dalam hal ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (1) mengatur jumlah barang yang dapat diimpor, penelitian jumlah barang yang memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan dilakukan oleh SKP atau Pejabat.
    (2)
    SKP atau Pejabat melakukan penelitian jumlah barang yang dapat diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan informasi yang diperoleh dari Portal INSW.
    (3)
    SKP atau Pejabat menyampaikan realisasi jumlah barang yang diimpor ke Portal Indonesia National Single Window (INSW) setelah PIB mendapatkan nomor pendaftaran.
    (4)
    Dalam hal berdasarkan pemeriksaan pabean terdapat perubahan data jumlah barang yang diimpor, SKP atau Pejabat menyampaikan kembali realisasi jumlah barang yang diimpor setelah PIB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) ke Portal Indonesia National Single Window (INSW).
     
     
     
     
    BAB VI
    PENDAFTARAN
     

    Pasal 22

    (1)
    Terhadap PIB yang telah memenuhi syarat formal diberikan nomor pendaftaran.
    (2)
    Syarat formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
     
    a.
    telah dilakukan pembayaran bea masuk, pelunasan cukai, pembayaran PDRI, dan/atau diserahkan jaminan;
     
    b.
    berdasarkan PIB, ketentuan larangan dan/atau pembatasan terpenuhi; dan
     
    c.
    barang Impor:
     
     
    1)
    telah ditimbun di TPS atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan sistem TPS Online; atau
     
     
    2)
    telah mendapatkan nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1) dalam hal Kantor Pabean belum menerapkan sistem TPS Online.
    (3)
    Dalam hal PIB disampaikan oleh AEO dan Mitra Utama Kepabeanan, syarat formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
     
    a.
    telah dilakukan pembayaran bea masuk, pelunasan cukai, pembayaran PDRI, dan/atau diserahkan jaminan; dan
     
    b.
    berdasarkan PIB, ketentuan larangan dan/atau pembatasan terpenuhi.
    (4)
    Importir wajib menyampaikan nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1) serta kode gudang TPS sebelum PIB mendapatkan nomor pendaftaran dengan melakukan perubahan PIB.
    (5)
    Dalam hal PIB diajukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan, kewajiban menyampaikan nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1) dan/atau kode gudang TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengeluaran barang.
    (6)
    Dalam hal batas waktu penyampaian nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1) dan/atau kode gudang TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, penyampaian pemberitahuan PIB berikutnya oleh:
     
    a.
    Importir; atau
     
    b.
    Importir dan PPJK, dalam hal Importir menguasakan kepada PPJK,
     
    tidak dilayani sampai nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1) dan/atau kode gudang TPS disampaikan.
     
     
     
     
    BAB VII
    PEMERIKSAAN PABEAN
     
    Bagian Pertama
    Pemeriksaan Pabean Secara Selektif
     

    Pasal 23

    (1)
    Pemeriksaan pabean dilakukan secara selektif terhadap barang Impor yang diberitahukan dalam PIB.
    (2)
    Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Penetapan Jalur
     

    Pasal 24

    (1)
    Dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), ditetapkan jalur pengeluaran barang Impor.
    (2)
    Jalur pengeluaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
     
    a.
    Jalur Merah;
     
    b.
    Jalur Kuning; dan
     
    c.
    Jalur Hijau;
    (3)
    Penetapan jalur pengeluaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
     
    a.
    profil atas Operator Ekonomi;
     
    b.
    profil komoditi;
     
    c.
    pemberitahuan pabean;
     
    d.
    metode acak; dan/atau
     
    e.
    informasi intelijen.
    (4)
    Operator Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
     
    a.
    Importir;
     
    b.
    PPJK;
     
    c.
    Pengangkut;
     
    d.
    Pengusaha TPS; dan/atau
     
    e.
    pihak lainnya yang terkait dengan pergerakan barang Impor dalam fungsi rantai pasokan global, seperti penyelenggara pos dan eksportir di luar negeri.
     
     
     
     

    Pasal 25

    (1)
    Dalam hal informasi intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) diperoleh setelah penetapan jalur, unit pengawasan dapat menerbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI).
    (2)
    Terhadap barang Impor yang diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik.
     
     
     
     

    Pasal 26

    (1)
    Dalam hal pengeluaran barang yang diimpor oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan ditetapkan Jalur Merah, barang dapat dikeluarkan dari kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk dilakukan pemeriksaan fisik di tempat Importir.
    (2)
    Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen atau SKP menerbitkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF).
    (3)
    Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan persetujuan pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk dilakukan pemeriksaan fisik di tempat Importir dan sekaligus sebagai persetujuan penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS.
     
     
     
     

    Pasal 27

    (1)
    Importir yang barang impornya ditetapkan jalur merah wajib:
     
    a.
    menyerahkan dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
     
    b.
    menyiapkan barang untuk diperiksa;
     
    c.
    menyampaikan kesiapan barang untuk diperiksa kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean;
     
    d.
    hadir dalam pemeriksaan fisik; dan
     
    e.
    membuka setiap kemasan atau peti kemas yang akan diperiksa.
    (2)
    Penyampaian kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan setelah:
     
    a.
    barang telah siap untuk diperiksa di tempat pemeriksaan; dan
     
    b.
    telah menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
    (3)
    Importir atau PPJK yang dikuasakannya wajib menyampaikan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lambat pukul 12.00 pada:
     
    a.
    hari berikutnya, untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu; dan
     
    b.
    hari kerja berikutnya, untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan untuk memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu,
     
    terhitung sejak diterbitkan Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
    (4)
    Dalam hal Importir tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengusaha TPS berdasarkan kuasa yang diberikan oleh Importir menyiapkan barang, membuka setiap kemasan atau peti kemas yang akan diperiksa, dan menyaksikan pemeriksaan fisik dengan biaya dan risiko Importir.
    (5)
    Untuk pelaksanaan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pengusaha TPS wajib memberikan bantuan teknis yang diperlukan atas beban biaya Importir.
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Pemeriksaan Fisik
     

    Pasal 28

    (1)
    Pemeriksaan fisik barang harus dimulai paling lambat 1 (satu) jam setelah Importir menyampaikan kesiapan barang.
    (2)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dan pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal barang Impor ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS.
    (3)
    Tata cara pemeriksaan fisik barang Impor dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemeriksaan pabean.
     
     
     
     

    Pasal 29

    (1)
    Dalam hal pada Kantor Pabean tersedia pemindai Peti Kemas, Pemeriksaan Fisik dapat menggunakan pemindai Peti Kemas.
    (2)
    Tata cara pemeriksaan fisik barang Impor dengan menggunakan pemindai peti kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemeriksaan pabean.
     
     
     
     

    Pasal 30

    Untuk mendapatkan keakuratan identifikasi barang Impor, Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat memerintahkan untuk dilakukan uji laboratorium.
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Penelitian Tarif dan Nilai Pabean
     

    Pasal 31

    (1)
    Terhadap PIB yang telah mendapatkan nomor pendaftaran, Pejabat melakukan penelitian terhadap tarif dan nilai pabean yang diberitahukan.
    (2)
    Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB.
    (3)
    Tata cara penelitian tarif dan nilai pabean dilaksanakan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penetapan tarif dan nilai pabean.
     
     
     
     

    Pasal 32

    (1)
    Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) dan/atau Surat Penetapan Penyesuaian Jaminan (SPPJ).
    (2)
    Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) menunjukkan barang Impor belum memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan, Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Barang Larangan/Pembatasan (SPBL).
    (3)
    Terhadap Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) atau Surat Penetapan Penyesuaian Jaminan (SPPJ) yang terbit atas PIB yang ditetapkan Jalur Merah atau Jalur Kuning, Pejabat atau SKP menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) setelah ketentuan larangan dan/atau pembatasan terpenuhi dan:
     
    a.
    Importir melunasi kekurangan bea masuk, cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
     
    b.
    Importir menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dalam hal diajukan keberatan; atau
     
    c.
    Importir melakukan penyesuaian jaminan dalam hal mendapatkan penundaan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI.
    (4)
    Dalam hal Impor barang dilakukan oleh Importir berisiko rendah, Pejabat atau SKP menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) bersamaan dengan diterbitkannya Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) sepanjang ketentuan larangan dan/atau pembatasan telah terpenuhi.
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Keberatan
     

    Pasal 33

    (1)
    Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat mengenai:
     
    a.
    tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI;
     
    b.
    pengenaan sanksi administrasi berupa denda;
     
    c.
    kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI selain karena tarif dan/atau nilai pabean; dan/atau
     
    d.
    penetapan pabean lainnya yang tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran.
    (2)
    Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan kepada negara, kecuali:
     
    a.
    barang Impor belum dikeluarkan dari Kawasan Pabean sampai dengan keberatan mendapat keputusan, sepanjang terhadap importasi barang tersebut belum diterbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
     
    b.
    tagihan telah dilunasi; atau
     
    c.
    penetapan Pejabat tidak menimbulkan kekurangan pembayaran.
    (3)
    Tata kerja pengeluaran barang Impor untuk dipakai oleh orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
    BAB VIII
    PENGELUARAN BARANG IMPOR
     

    Pasal 34

    (1)
    Pengeluaran barang Impor untuk dipakai dilakukan setelah mendapat persetujuan dari SKP atau Pejabat.
    (2)
    Pengawasan pengeluaran barang Impor dari Kawasan Pabean, TPS atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dilakukan oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang atau Pengusaha TPS.
    (3)
    Pengawasan pengeluaran barang Impor dari TPS yang telah ditetapkan untuk menerapkan sistem pintu otomatis dilakukan oleh Pengusaha TPS.
     
     
     
     
    BAB IX
    KETENTUAN LAIN-LAIN

     
    Bagian Pertama
    Barang Impor Eksep
     

    Pasal 35

    (1)
    Dalam hal pada saat pengeluaran barang Impor dari kawasan pabean terdapat selisih kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam PIB (eksep), penyelesaian atas barang yang kurang tersebut tetap dilakukan dengan menggunakan PIB semula paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
    (2)
    Tata kerja penyelesaian barang Impor eksep ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Impor Barang Kena Cukai (BKC)
     

    Pasal 36

    (1)
    Importir yang mengimpor BKC wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
    (2)
    Barang impor berupa BKC wajib dilunasi cukainya sebelum PIB mendapatkan nomor pendaftaran.
    (3)
    Dikecualikan dari ketentuan pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap barang Impor berupa BKC yang mendapat fasilitas:
     
    a.
    pembebasan cukai; atau
     
    b.
    tidak dipungut cukai.
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Pengeluaran Sebagian Barang Impor
     

    Pasal 37

    (1)
    Dalam hal terdapat barang Impor yang terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan diberitahukan dengan benar dalam dokumen PIB tetapi belum memenuhi persyaratan Impor, maka terhadap barang lainnya yang telah memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan atau tidak terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan dalam PIB yang bersangkutan dapat diizinkan untuk diberikan persetujuan pengeluaran barang setelah dilakukan penelitian mendalam.
    (2)
    Tata kerja penyelesaian sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai tata kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Pembatalan PIB
     

    Pasal 38

    (1)
    Pemberitahuan Impor Barang yang telah diajukan dan belum mendapatkan nomor pendaftaran dapat dibatalkan setelah mendapatkan persetujuan kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk.
    (2)
    PIB yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dapat dibatalkan dalam hal:
     
    a.
    data PIB dikirim ke Kantor Pabean lain yang bukan merupakan Kantor Pabean tempat pengeluaran barang (salah kirim);
     
    b.
    penyampaian data PIB dari Impor yang sama dilakukan lebih dari satu kali; dan/atau
     
    c.
    barang yang diimpor telah musnah karena force majeur.
    (3)
    Pembatalan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan permohonan Importir.
    (4)
    Tata kerja pembatalan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Formulir
     

    Pasal 39

    Bentuk formulir yang digunakan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal ini ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 40

    Dalam hal SKP belum dapat dioperasikan secara penuh berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini, pelayanan kepabeanan dilakukan dengan menggunakan SKP yang tersedia di Kantor Pabean.
     
     
     
     
    BAB X
    KETENTUAN PERALIHAN
     

    Pasal 41

    Tata kerja penyelesaian barang Impor untuk dipakai dengan PIB yang disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan atau menggunakan media penyimpan data elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-08/BC/2009 tetap berlaku dalam hal telah mendapatkan nomor pendaftaran sampai dengan tanggal 30 Juni 2016.
     
     
     
     
    BAB XI
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 42

    Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dapat membuat petunjuk teknis tentang tata cara pelayanan Impor untuk dipakai sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 43

    Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
    a.
    Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-06/BC/2007;
    b.
    Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-97/BC/2003 tentang Profil Importir dan Profil Komoditi untuk Penetapan Jalur Dalam Pelayanan Impor;
    c.
    Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok sebagaimana telah diubah dengan peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-25/BC/2007; dan
    d.
    Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-08/BC/2009, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     
     

    Pasal 44

    Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 29 April 2016
    DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
    -ttd-
    HERU PAMBUDI

    Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai PER-16/BC/2016 - Perpajakan DDTC