Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
|
||||
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
bahwa sehubungan dengan dibentuknya Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, perlu untuk menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Umum Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor Pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok;
|
||||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1.
|
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||
2.
|
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
|
|||
3.
|
Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2007;
|
|||
4.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
|||
5.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003;
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR PADA KANTOR PELAYANAN UTAMA BEA DAN CUKAI TANJUNG PRIOK.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
|
|||
2.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
3.
|
Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Utama DJBC Tanjung Priok.
|
|||
4.
|
Pejabat adalah Pegawai DJBC yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
|||
5.
|
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
|
|||
6.
|
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mengimpor.
|
|||
7.
|
Pengangkut adalah orang, kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang nyata-nyata mengangkut barang atau orang.
|
|||
8.
|
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa importir atau eksportir.
|
|||
9.
|
Barang impor adalah barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
|
|||
10.
|
Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk.
|
|||
11.
|
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara (BC 2.0).
|
|||
12.
|
Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT) adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang tertentu yang diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara yaitu barang pindahan, barang impor sementara yang dibawa penumpang, barang impor melalui jasa titipan, barang penumpang yang datang tidak bersama penumpang dan barang impor tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal (BC 2.1).
|
|||
13.
|
Bukti Pembayaran adalah surat yang menunjukkan bahwa pembayaran atas suatu pungutan negara telah dilakukan, yaitu Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP) atau Bukti Pembayaran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (BPPCP).
|
|||
14.
|
Customs Response (Cusres) adalah Dokumen UN/EDIFACT yang dikirim oleh Direktorat Jenderal sebagai respon terhadap dokumen yang telah diterima sebelumnya
|
|||
15.
|
Dokumen pelengkap pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway Bill dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
|
|||
16.
|
Nomor Pendaftaran adalah nomor yang diberikan oleh Kantor Pabean sebagai pengesahan PIB sebagai Dokumen Pabean.
|
|||
17.
|
Penyerahan pemberitahuan secara elektronik adalah penyerahan data Pemberitahuan Pabean dengan mempergunakan media disket, hubungan langsung antar komputer, atau melalui sistem Pertukaran Data Elektronik.
|
|||
18.
|
Media Elektronik adalah disket atau hubungan langsung antar komputer.
|
|||
19.
|
Pertukaran Data Elektronik (PDE) adalah alir informasi bisnis antar organisasi secara otomatis, tanpa campur tangan manusia. Informasi ini terintegrasi dan mengalir ke dalam dan ke luar suatu organisasi sistem bisnis manajemen.
|
|||
20.
|
Secara Manual adalah proses pelayanan kepabeanan yang dilaksanakan tanpa menggunakan sarana komputer.
|
|||
21.
|
Jalur Hijau adalah mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor yang diberikan kepada Importir yang mempunyai reputasi baik dan memenuhi persyaratan/kriteria yang ditentukan, sehingga terhadap importasinya hanya dilakukan penelitian dokumen.
|
|||
22.
|
Jalur Merah adalah mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor terhadap suatu importasi yang dilakukan melalui penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
23.
|
Mitra Utama (MITA) adalah:
|
|||
|
a.
|
Importir yang menerima fasilitas jalur Prioritas; atau
|
||
|
b.
|
importir yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai Mitra Utama (non prioritas) berdasarkan keputusan Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Direktur Jenderal.
|
||
24.
|
Jalur Mitra Utama (MITA) adalah mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor yang diberikan kepada importir MITA;
|
|||
25.
|
Uraian barang adalah uraian yang meliputi jenis, merk, tipe, ukuran, dan/atau spesifikasi teknis lainnya yang mempengaruhi nilai pabean dan/atau klasifikasi.
|
|||
26.
|
Hi-Co Scan Container Inspection System (selanjutnya disebut Hi-Co Scan) adalah sistem pemeriksaan fisik barang impor dalam peti kemas dengan menggunakan alat Hi-Co Scan System.
|
|||
27.
|
Nota Pemberitahuan adalah nota yang dibuat oleh Pejabat tentang adanya pelanggaran ketentuan larangan/pembatasan impor.
|
|||
28.
|
Saat kedatangan sarana pengangkut adalah:
|
|||
|
a.
|
untuk sarana pengangkut melalui laut pada saat sarana pengangkut tersebut lego jangkar di perairan pelabuhan.
|
||
|
b.
|
untuk sarana pengangkut melalui udara pada saat sarana pengangkut tersebut mendarat di landasan bandar udara.
|
||
|
c.
|
untuk Sarana Pengangkut melalui darat pada saat sarana pengangkut tersebut tiba di Kawasan Pabean di daerah lintas batas.
|
||
29.
|
Pemeriksaan Mendadak Kepabeanan di Bidang Impor (yang selanjutnya disebut pemeriksaan mendadak) adalah pemeriksaan secara acak terhadap barang-barang impor pada saat akan ke luar dari Kawasan Pabean yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan.
|
|||
30.
|
Pemeriksaan karena jabatan adalah pemeriksaan barang yang dilakukan atas prakarsa Pejabat Bea dan Cukai untuk mengamankan hak-hak negara dan/atau memenuhi ketentuan perundang-undangan;
|
|||
31.
|
Koordinator pelayanan Pengguna Jasa (client Coordinator) adalah Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk oleh Kepala Kantor untuk menjadi penghubung antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan orang;
|
|||
32.
|
Trucklossing adalah pembongkaran barang impor secara langsung dari kapal ke atas alat angkut darat tanpa terlebih dahulu ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) untuk pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean.
|
|||
33.
|
Nota Hasil Intelijen (NHI) adalah informasi yang bersumber dari kegiatan intelijen yang mengindikasikan adanya pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai;
|
|||
|
|
|
|
|
BAB II
KEDATANGAN SARANA PENGANGKUT, PEMBONGKARAN, DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR Bagian Pertama
Kedatangan Sarana Pengangkut Pasal 2 |
||||
Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari:
|
||||
a.
|
luar Daerah Pabean; atau
|
|||
b.
|
dalam Daerah Pabean yang mengangkut Barang impor, Barang ekspor dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke dalam Daerah Pabean lainnya melalui luar Daerah Pabean,
|
|||
wajib menyerahkan pemberitahuan berupa Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) kepada Pejabat di setiap Kantor Pabean yang akan disinggahi.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
Pejabat dapat melakukan pemeriksaan atas sarana pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari:
|
|||
|
a.
|
luar Daerah Pabean; atau
|
||
|
b.
|
dalam Daerah Pabean dengan mengangkut Barang impor, Barang ekspor dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke dalam Daerah Pabean lainnya melalui luar Daerah Pabean,
|
||
|
wajib menyerahkan pemberitahuan berupa Inward Manifest dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris kepada Pejabat di Kantor Pabean kedatangan.
|
|||
(2)
|
Selain Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat pada saat kedatangan sarana pengangkut, pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib menyerahkan Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris secara elektronik atau manual kepada Pejabat di Kantor Pabean, berupa:
|
|||
|
a.
|
Daftar penumpang dan/atau awak sarana pengangkut;
|
||
|
b.
|
Daftar bekal sarana pengangkut;
|
||
|
c.
|
Daftar perlengkapan/inventaris sarana pengangkut;
|
||
|
d.
|
Stowage Plan atau Bay Plan untuk sarana pengangkut melalui laut;
|
||
|
e.
|
Daftar senjata api dan amunisi; dan
|
||
|
f.
|
Daftar obat-obatan termasuk narkotika yang digunakan untuk kepentingan pengobatan.
|
||
(3)
|
Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar Daerah Pabean, apabila sarana pengangkutnya tidak mengangkut barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyerahkan pemberitahuan nihil.
|
|||
(4)
|
Untuk sarana pengangkut yang diimpor untuk dipakai, Pengangkut wajib mencantumkan sarana pengangkut tersebut dalam Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(5)
|
Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diterima dan mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean merupakan Pemberitahuan Pabean BC 1.1 dan berlaku sebagai persetujuan pembongkaran barang.
|
|||
(6)
|
Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya dapat menangguhkan atau membatalkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal terdapat larangan pemasukan barang impor dari instansi teknis.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
Sepanjang dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung, pengangkut atau pihak-pihak lain yang bertanggung jawab atas barang dapat mengajukan perbaikan terhadap BC 1.1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dalam hal:
|
||||
a.
|
terdapat kesalahan mengenai nomor, merek, ukuran dan jenis kemasan dan/atau peti kemas;
|
|||
b.
|
terdapat kesalahan mengenai jumlah kemasan dan/atau peti kemas serta jumlah barang curah;
|
|||
c.
|
terdapat kesalahan nama consignee dan/atau notify party pada Manifes;
|
|||
d.
|
diperlukan penggabungan beberapa pos menjadi satu pos, dengan syarat:
|
|||
|
1)
|
pos BC 1.1 yang akan digabungkan berasal dari BC 1.1 yang sama;
|
||
|
2)
|
nama dan alamat shipper/supplier, consignee, notify address/notify party, dan pelabuhan pemuatan harus sama untuk masing-masing pos yang akan digabungkan;
|
||
|
3)
|
telah diterbitkan revisi Bill of Lading/Airway Bill;
|
||
e.
|
terdapat kesalahan data lainnya atau perubahan pos manifes.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||
Tatalaksana Penyerahan dan Penatausahaan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dan perbaikan terhadap BC 1.1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dilaksanakan sesuai Peraturan Direktur Jenderal tentang Tata Cara Penyerahan Dan Penatausahaan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut, Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut, Dan Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor Pasal 7 |
||||
(1)
|
Pembongkaran barang impor dilaksanakan di:
|
|||
|
a.
|
Kawasan Pabean; atau
|
||
|
b.
|
Tempat lain setelah mendapat izin dari Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan atau pejabat yang ditunjuknya.
|
||
(2)
|
Paling lama 12 (dua belas) jam setelah selesai pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengangkut wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas atau jumlah barang curah yang telah dibongkar kepada Pejabat di Kantor Pabean.
|
|||
(3)
|
Penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara manual atau melalui media elektronik.
|
|||
(4)
|
Pejabat dapat melakukan pengawasan atas pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Pengangkut yang tidak dapat mempertanggungjawabkan terjadinya kekurangan bongkar atas jumlah kemasan atau peti kemas atau barang curah yang diberitahukan, diwajibkan untuk melunasi Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang seharusnya dibayar berikut sanksi administrasi berupa denda.
|
|||
(2)
|
Pengangkut yang tidak dapat mempertanggungjawabkan terjadinya kelebihan bongkar atas jumlah kemasan atau peti kemas atau barang curah yang diberitahukan, dikenai sanksi administrasi berupa denda.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
Penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilaksanakan di:
|
||||
1)
|
Tempat Penimbunan Sementara (TPS); atau
|
|||
2)
|
Gudang atau lapangan penimbunan milik importir setelah mendapat persetujuan dari Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||
Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat penimbunannya wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang seharusnya dibayar berikut sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur dalam pasal 43 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||
Tatakerja pengawasan pembongkaran barang impor di Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan penimbunan barang impor di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB III
PENGELUARAN BARANG IMPOR Bagian Pertama Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean Pasal 12 |
||||
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dilakukan dengan tujuan:
|
||||
a.
|
diimpor untuk dipakai;
|
|||
b.
|
diimpor sementara;
|
|||
c.
|
ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat;
|
|||
d.
|
diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya;
|
|||
e.
|
diangkut terus;
|
|||
f.
|
diangkut lanjut; atau
|
|||
g.
|
diekspor kembali.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai Paragraf 1 Dokumen Pemberitahuan Pasal 13 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dengan tujuan untuk dipakai dari Kawasan Pabean dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean berupa:
|
|||
|
a.
|
Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
|
||
|
b.
|
Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT);
|
||
|
c.
|
Customs Declaration (BC 2.2) untuk barang penumpang dan awak sarana pengangkut;
|
||
|
d.
|
Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP) untuk barang impor melalui PT (Persero) Pos Indonesia; atau
|
||
|
e.
|
Pemberitahuan Lintas Batas untuk barang impor pelintas batas.
|
||
(2)
|
Terhadap barang impor yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Importir/PPJK menyiapkan PIB berdasarkan dokumen pelengkap pabean dan menghitung sendiri Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang harus dibayar.
|
|||
(3)
|
Terhadap barang impor tertentu yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Importir/PPJK mengajukan PIBT kepada Pejabat di Kantor Pabean.
|
|||
(4)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, d, dan e dari Kawasan Pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal tersendiri.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Penyampaian PIB ke Kantor Pabean dapat dilakukan untuk setiap pengimporan atau secara berkala dalam periode tertentu.
|
|||
(2)
|
Penyampaian PIB dapat dilakukan secara manual atau melalui media elektronik.
|
|||
(3)
|
Untuk Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan, pengiriman data PIB dilakukan melalui komputer yang on-line dengan sistem PDE Kepabeanan.
|
|||
(4)
|
PIB dan bukti pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang.
|
|||
(5)
|
Dikecualikan dari penyerahan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah PIB yang disampaikan oleh Importir MITA Prioritas.
|
|||
(6)
|
Penyampaian PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sebelum barang impor yang bersangkutan tiba di pelabuhan tujuan.
|
|||
(7)
|
Apabila pada saat pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dengan PIB terdapat selisih kurang dari jumlah yang diberitahukan (eksep), penyelesaian barang eksep tersebut dilakukan dengan menggunakan PIB semula paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB).
|
|||
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Pembayaran Bea Masuk Pasal 15 |
||||
(1)
|
Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dapat dilakukan di Bank Devisa Persepsi, Pos Persepsi, atau Kantor Pabean, dengan cara:
|
|||
|
a.
|
pembayaran biasa; atau
|
||
|
b.
|
pembayaran berkala, khusus untuk importir MITA Prioritas dan kemudahan PIB Berkala.
|
||
(2)
|
Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dilakukan di Bank Devisa Persepsi dan Pos Persepsi yang on-line dengan sistem PDE Kepabeanan.
|
|||
(3)
|
Terhadap pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang dilakukan oleh importir, maka:
|
|||
|
a.
|
Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi
|
||
|
|
1)
|
membubuhkan nomor tanda penerimaan negara (NTPN) dalam SSPCP atau Bukti Penerimaan Negara (BPN); dan
|
|
|
|
2)
|
Mengirimkan credit advice melalui sistem PDE Kepabeanan, khusus terhadap pembayaran PIB yang didaftarkan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan.
|
|
|
b.
|
Kantor Pabean memberikan bukti pembayaran berupa BPPCP kepada importir.
|
||
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Penetapan Jalur Pasal 16 |
||||
(1)
|
Berdasarkan kriteria yang ditentukan, Pejabat menetapkan jalur pengeluaran barang impor yang terdiri dari Jalur Merah, Jalur Hijau, jalur MITA.
|
|||
(2)
|
Kriteria penetapan jalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:
|
|||
|
a.
|
Jalur Merah
|
||
|
|
1)
|
Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi;
|
|
|
|
2)
|
Barang impor sementara, kecuali oleh importir MITA prioritas;
|
|
|
|
3)
|
Barang re-impor, kecuali oleh importir MITA prioritas;
|
|
|
|
4)
|
Terkena pemeriksaan acak;
|
|
|
|
5)
|
Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah; dan/atau
|
|
|
|
6)
|
Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang berisiko tinggi.
|
|
|
b.
|
Jalur Hijau
|
||
|
|
Importir dan importasi yang tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a.
|
||
|
c.
|
Jalur MITA
|
||
|
|
Importir yang ditetapkan sebagai importir Mitra Utama baik MITA prioritas dan MITA Non Prioritas.
|
||
(3)
|
Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menentukan bentuk pemeriksaan pabean, yaitu:
|
|||
|
a.
|
Jalur Merah dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang;
|
||
|
b.
|
Jalur Hijau hanya dilakukan penelitian dokumen;
|
||
|
c.
|
Jalur MITA tidak dilakukan Pemeriksaan Pabean sebagaimana yang dilakukan terhadap jalur merah atau jalur hijau.
|
||
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Pemeriksaan Pabean Pasal 17 |
||||
(1)
|
Barang impor yang diberitahukan dengan PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau dari tempat lain yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif.
|
|||
(4)
|
Terhadap barang yang diimpor oleh importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi dilakukan pemeriksaan pabean secara mendalam untuk mengetahui kebenaran fisik barang, klasifikasi, dan nilai pabean serta pemenuhan persyaratan impor dari instansi teknis.
|
|||
(5)
|
Pemeriksaan fisik barang harus dimulai paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
|
|||
(6)
|
Importir atau kuasanya menyampaikan kesiapan dimulainya pemeriksaan fisik barang kepada Pejabat.
|
|||
(7)
|
Dalam hal barang impor ditetapkan jalur merah dan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPJM importir atau kuasanya:
|
|||
|
a.
|
tidak menyerahkan hard copy PIB dan Dokumen Pelengkap Pabean;
|
||
|
b.
|
tidak menyiapkan barang untuk diperiksa; atau
|
||
|
c.
|
tidak hadir untuk pelaksanaan pemeriksaan fisik;
|
||
|
maka dapat dilakukan pemeriksaan jabatan oleh Pejabat atas risiko dan biaya importir.
|
|||
(8)
|
Atas permintaan importir atau kuasanya, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) hari kerja apabila yang bersangkutan dapat memberikan alasan tentang penyebab tidak bisa dilakukannya pemeriksaan fisik.
|
|||
(9)
|
Barang impor berupa Barang Kena Cukai yang wajib dilekati Tanda Pelunasan atau Pengawasan Cukai, hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang berada di bawah pengawasan pabean setelah kewajiban pelekatan tersebut dipenuhi.
|
|||
(10)
|
Petunjuk teknis pemeriksaan fisik barang impor diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal tentang Pemeriksaan Fisik Barang Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||
(1)
|
Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan impor yang berlaku, Pejabat melakukan penelitian terhadap:
|
|||
|
a.
|
PIB untuk mengetahui kebenaran tarif dan Nilai Pabean yang diberitahukan;
|
||
|
b.
|
PIBT untuk menetapkan tarif dan Nilai Pabean.
|
||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB.
|
|||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Pejabat menetapkan tarif dan nilai pabean yang mengakibatkan tambah bayar:
|
|||
|
a.
|
Dalam hal jalur merah, Pejabat menerbitkan SPPB:
|
||
|
|
1)
|
setelah importir melunasi kekurangan Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda; atau
|
|
|
|
2)
|
setelah importir menyerahkan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dalam hal diajukan keberatan.
|
|
|
b.
|
Dalam hal jalur hijau, Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau Sanksi Administrasi berupa denda (SPKPBM).
|
||
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Tatakerja Penyelesaian Barang Impor Pasal 19 |
||||
(1)
|
Tatakerja penyelesaian barang impor dengan PIB secara elektronik melalui jaringan PDE Kepabeanan adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(2)
|
Tatakerja penyelesaian barang impor dengan PIB secara manual adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(3)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menggunakan PIBT adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali yang pengeluarannya dilakukan melalui Perusahaan Jasa Titipan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal tersendiri.
|
|||
(4)
|
Tatakerja penyelesaian barang impor dengan PIB eksep adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pengeluaran Barang Impor Sementara Pasal 20 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor sementara dari Kawasan Pabean dilakukan dengan menggunakan PIB dan dokumen pelengkap pabean serta bukti pembayaran dan/atau jaminan.
|
|||
(2)
|
Pengeluaran barang impor sementara yang dibawa oleh penumpang, dilakukan dengan menggunakan PIBT dan dokumen pelengkap pabean serta bukti pembayaran dan/atau jaminan.
|
|||
(3)
|
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) diserahkan oleh importir kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang.
|
|||
(4)
|
Besarnya jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) adalah:
|
|||
|
a.
|
jumlah Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, dalam hal barang impor sementara mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI.
|
||
|
b.
|
selisih antara Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang harus dibayar dengan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang telah dibayar, dalam hal mendapat fasilitas keringanan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI.
|
||
(5)
|
Terhadap barang impor sementara dilakukan pemeriksaan fisik barang, kecuali Impor sementara oleh Importir MITA Prioritas.
|
|||
(6)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik barang kedapatan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai dengan pemberitahuan dalam PIB atau PIBT, importir wajib mengajukan permohonan perbaikan persetujuan impor sementara dan penyesuaian jaminan dan/atau jumlah Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang harus dibayar.
|
|||
(7)
|
Ketentuan tentang tata cara pemberian persetujuan impor sementara ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal tersendiri.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||
(1)
|
Importir mengekspor kembali barang impor sementara dengan menyampaikan Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0) kepada Pejabat di Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Terhadap barang impor sementara yang diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik, kecuali oleh importir MITA prioritas.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pengeluaran Barang Impor Untuk Ditimbun Di Tempat Penimbunan Berikat Pasal 22 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dengan tujuan untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean (BC 2.3) yang diajukan kepada Pejabat di Kantor Pabean yang mengawasi Tempat Penimbunan Berikat.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pengeluaran barang diberikan oleh Pejabat di Kantor Pabean Tempat Pembongkaran/Penimbunan barang apabila jumlah, jenis, nomor, merek serta ukuran kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam Pemberitahuan Pabean dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan kedapatan sesuai.
|
|||
(3)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI huruf A Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(4)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean melalui Perusahaan Jasa Titipan untuk tujuan Tempat Penimbunan Berikat diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal tersendiri.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pengeluaran Barang Impor Untuk Diangkut Ke Tempat Penimbunan Sementara Di Kawasan Pabean Lainnya Pasal 23 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean (BC 1.2).
|
|||
(2)
|
Importir menyerahkan BC 1.2 dan jaminan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI kepada Pejabat di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean tempat pembongkaran barang.
|
|||
(3)
|
Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila jumlah, jenis, nomor, merk serta ukuran kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam BC 1.2 kedapatan sesuai dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pengeluaran Barang Impor Untuk Diangkut Lanjut Pasal 24 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dengan tujuan untuk diangkut lanjut dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean (BC 1.2) yang diajukan oleh Pengangkut kepada Pejabat di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean tempat pembongkaran barang.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila jumlah, jenis, nomor, merek serta ukuran kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam BC 1.2 kedapatan sesuai dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk diangkut lanjut adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI huruf C Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pengeluaran Barang Impor Untuk Diekspor Kembali Pasal 25 |
||||
(1)
|
Terhadap barang impor yang masih berada di dalam Kawasan Pabean dapat diekspor kembali apabila:
|
|||
|
a.
|
tidak sesuai pesanan;
|
||
|
b.
|
tidak boleh diimpor karena adanya perubahan peraturan;
|
||
|
c.
|
salah kirim;
|
||
|
d.
|
rusak; atau
|
||
|
e.
|
tidak dapat memenuhi persyaratan impor dari instansi teknis.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila barang tersebut telah diajukan PIB dan telah dilakukan pemeriksaan fisik barang dengan hasil kedapatan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai.
|
|||
(3)
|
Importir mengajukan permohonan ekspor kembali kepada Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya dengan menyebutkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(4)
|
Berdasarkan persetujuan Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya, Importir atau Pengangkut mengisi dan menyerahkan Pemberitahuan Pabean kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pemuatan, berupa:
|
|||
|
a.
|
BC 1.2, dalam hal barang impor belum diajukan PIB; atau
|
||
|
b.
|
BC 3.0, dalam hal barang impor telah diajukan PIB.
|
||
(5)
|
Persetujuan pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) apabila jumlah, jenis, nomor, merek serta ukuran kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam Pemberitahuan Pabean dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan kedapatan sesuai.
|
|||
(6)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk diekspor kembali adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI huruf D Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB IV
PENEGAHAN, NOTA HASIL INTELIJEN, PEMERIKSAAN MELALUI HI-CO SCAN, DAN BARANG LARANGAN DAN PEMBATASAN Bagian Pertama Penegahan Barang Impor Pasal 26 |
||||
(1)
|
Pejabat wajib melakukan penegahan terhadap:
|
|||
|
a.
|
barang impor yang berada di Kawasan Pabean yang akan dikeluarkan ke peredaran bebas tanpa memenuhi Kewajiban Pabean;
|
||
|
b.
|
barang impor yang dikeluarkan dari Kawasan Pabean yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh Kewajiban Pabeannya;
|
||
|
c.
|
barang impor yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) yang terkena NHI;
|
||
|
d.
|
barang impor yang berdasarkan hasil pemeriksaan mendadak kedapatan tidak sesuai.
|
||
(2)
|
Penegahan tidak dapat dilakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
paket atau barang yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos;
|
||
|
b.
|
barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial berupa:
|
||
|
|
1)
|
barang bawaan penumpang;
|
|
|
|
2)
|
barang awak sarana pengangkut;
|
|
|
|
3)
|
barang pelintas batas;
|
|
|
|
4)
|
barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.
|
|
(3)
|
Pemeriksaan fisik barang impor yang ditegah dilaksanakan oleh Pejabat yang melakukan pengawasan.
|
|||
(4)
|
Tatakerja penegahan barang impor adalah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal tentang Penegahan Barang Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Nota Hasil Intelijen Pasal 27 |
||||
(1)
|
Pejabat dapat menerbitkan NHI terhadap barang impor yang berdasarkan hasil analisa intelijen atau informasi lainnya terdapat bukti permulaan yang cukup akan terjadinya pelanggaran atas suatu importasi.
|
|||
(2)
|
Barang impor yang dikenai NHI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diproses dengan cara sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
Terhadap PIB Jalur Hijau dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat yang melakukan pengawasan; atau
|
||
|
b.
|
Terhadap PIB Jalur merah pemeriksaan fisik dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Barang bersama dengan Pejabat yang melakukan pengawasan.
|
||
(3)
|
Pemeriksaan fisik terhadap barang impor yang terkena NHI dan telah diterbitkan SPPB, dapat dilakukan di Kawasan Pabean atau tempat lain setelah mendapat persetujuan Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan atau pejabat yang ditunjuknya.
|
|||
(4)
|
Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
|||
|
a.
|
dalam hal terdapat unsur tindak pidana, proses penyelesaiannya dilakukan oleh Pejabat yang melakukan pengawasan;
|
||
|
b.
|
dalam hal tidak terdapat unsur tindak pidana, proses penyelesaiannya dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
|
||
(5)
|
Tatakerja penerbitan, pendistribusian dan penyelesaian Nota Hasil Intelijen adalah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal tentang Nota Hasil Intelijen.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Melalui Hi-Co Scan Pasal 28 |
||||
(1)
|
Untuk Kantor Pabean yang mengoperasikan Hi-Co Scan, pemeriksaan fisik barang dapat dilakukan melalui Hi-Co Scan.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan melalui Hi-Co Scan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
PIB Jalur Hijau yang terkena random pemeriksaan Hi-Co Scan;
|
||
|
b.
|
PIB jalur merah dengan impor barang sejenis yaitu barang yang hanya terdiri dari satu pos dalam pemberitahuan impor barang (PIB),
|
||
|
c.
|
barang impor lebih dari satu jenis yang dimuat dalam refrigerated container yang berdasarkan professional judgement dari Kepala Seksi Pabean dan Cukai dapat diperiksa dengan Hi-Co scan;
|
||
|
d.
|
Barang yang berisiko tinggi berdasarkan analisa intelijen;
|
||
|
e.
|
Barang peka udara; atau
|
||
|
f.
|
Barang yang berdasarkan pertimbangan Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya dapat dilakukan pemeriksaan melalui Hi-Co Scan.
|
||
(3)
|
Dikecualikan dari pemeriksaan melalui Hi-Co Scan:
|
|||
|
a.
|
barang impor peka cahaya (photo sensitive);
|
||
|
b.
|
barang impor yang mengandung zat radioaktif;
|
||
|
c.
|
barang impor eks Less Container Load (LCL)/Container Freight Station (CFS); atau
|
||
|
d.
|
barang-barang yang berdasarkan pertimbangan kepala Seksi Pabean dan Cukai tidak dapat diperiksa dengan Hi-Co Scan karena sifatnya secara teknis tidak dapat diidentifikasi ke dalam Mesin Hi-Co Scan.
|
||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Barang Larangan dan Pembatasan Pasal 29 |
||||
(1)
|
Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor yang berdasarkan hasil pemeriksaan fisik diketahui tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
|||
(2)
|
Dalam hal terdapat barang impor yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan yang diberitahukan dengan benar dalam PIB, tetapi belum memenuhi persyaratan impor, maka terhadap barang lainnya yang tidak terkena ketentuan larangan dan pembatasan dalam PIB yang bersangkutan dapat diizinkan untuk diberikan persetujuan pengeluaran barang setelah dilakukan penelitian mendalam.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB V
KEMUDAHAN-KEMUDAHAN Bagian Pertama Mitra Utama Pasal 30 |
||||
(1)
|
Mitra Utama Prioritas dan Non Prioritas mendapatkan kemudahan dalam penyelesaian pengeluaran barang.
|
|||
(2)
|
Mitra Utama Prioritas selain mendapatkan kemudahan sebagaimana diatur pada ayat (1) juga dapat diberikan fasilitas pembayaran berkala.
|
|||
(3)
|
Persyaratan, pelayanan, dan pengawasan MITA diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal tersendiri.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pemberitahuan Pendahuluan (Prenotification) Pasal 31 |
||||
(1)
|
Importir dapat menyampaikan pemberitahuan pendahuluan dengan mengajukan PIB:
|
|||
|
a.
|
sebelum dilakukan pembongkaran barang impor bagi Importir MITA Prioritas tanpa harus mengajukan permohonan;
|
||
|
b.
|
paling cepat 3 (tiga) hari kerja sebelum dilakukan pembongkaran barang impor bagi importir lainnya setelah mendapatkan persetujuan Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya;
|
||
(2)
|
Pelayanan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan menurut ketentuan penyelesaian barang impor untuk dipakai sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(3)
|
Dalam hal PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan jalur merah dan pemeriksaan fisik barang tidak dapat dilakukan dalam waktu 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPJM dengan alasan barang impor belum bongkar, dilakukan pemblokiran terhadap importir yang bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Tatakerja pemberitahuan pendahuluan adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf A Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pelayanan Segera Pasal 32 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan pelayanan segera, Importir mengajukan:
|
|||
|
a.
|
Dokumen Pelengkap Pabean dan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI.
|
||
|
b.
|
PIBT dilampiri Dokumen Pelengkap Pabean dan bukti pembayaran atau jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, sepanjang importasi dilakukan oleh orang-perorangan dan tidak untuk diperdagangkan.
|
||
(2)
|
Pelayanan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan terhadap importasi:
|
|||
|
a.
|
organ tubuh manusia antara lain ginjal, kornea mata, atau darah;
|
||
|
b.
|
jenazah dan abu jenazah;
|
||
|
c.
|
barang yang dapat merusak lingkungan antara lain bahan yang mengandung radiasi;
|
||
|
d.
|
binatang hidup;
|
||
|
e.
|
tumbuhan hidup;
|
||
|
f.
|
surat kabar, majalah yang peka waktu;
|
||
|
g.
|
barang berupa dokumen;
|
||
(3)
|
Penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean atau PIBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik atau secara manual.
|
|||
(4)
|
Terhadap importir yang mempunyai frekuensi impor dengan pelayanan segera relatif tinggi dapat menaruh jaminan yang besarnya tidak kurang dari seluruh BM, Cukai, dan PDRI yang terutang atas barang impor yang dikeluarkan dengan beberapa Dokumen Pelengkap Pabean atau PIBT pada periode tertentu.
|
|||
(5)
|
Untuk menyelesaikan importasi dengan pelayanan segera dengan menggunakan Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Importir wajib mengajukan PIB definitif sesuai tatakerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dengan mendapatkan penetapan Jalur Hijau tanpa diterbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pengeluaran barang impor.
|
|||
(6)
|
Pelayanan segera terhadap barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, d, atau e hanya dapat diberikan apabila telah mendapatkan izin dari instansi teknis.
|
|||
(7)
|
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi:
|
|||
|
a.
|
jaminan dicairkan;
|
||
|
b.
|
importir dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10B ayat (6) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006; dan
|
||
|
c.
|
kemudahan pelayanan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Importir yang bersangkutan hanya dapat diberikan lagi setelah 6 (enam) bulan sejak importir menyelesaikan kewajibannya.
|
||
(8)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor dengan pelayanan segera adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf B Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pengeluaran Barang Impor Dengan Penangguhan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor Pasal 33 |
||||
(1)
|
Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya dapat memberikan persetujuan pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI terhadap barang impor:
|
|||
|
a.
|
untuk pembangunan proyek yang mendesak;
|
||
|
b.
|
untuk keperluan penanggulangan keadaan darurat misalnya bencana alam; atau
|
||
|
c.
|
yang akan memperoleh fasilitas pembebasan atau keringanan Bea Masuk dan/atau PDRI sebelum keputusannya diterbitkan.
|
||
(2)
|
Untuk pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir menyerahkan kepada Pejabat di Kantor Pabean:
|
|||
|
a.
|
PIB, jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dan khusus untuk barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disertai bukti tanda terima permohonan fasilitas pembebasan atau keringanan; atau
|
||
|
b.
|
Dokumen Pelengkap Pabean, jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, dan khusus untuk barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disertai bukti tanda terima permohonan fasilitas pembebasan atau keringanan.
|
||
(3)
|
Penangguhan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran PIB atau Dokumen Pelengkap Pabean.
|
|||
(4)
|
Perpanjangan jangka waktu penangguhan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan setelah melakukan konfirmasi dengan unit kerja yang memproses permohonan fasilitas pembebasan atau keringanan.
|
|||
(5)
|
Untuk menyelesaikan importasi dengan penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir wajib menyerahkan PIB definitif sesuai tatakerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dengan mendapatkan penetapan Jalur Hijau tanpa diterbitkan SPPB dalam waktu paling lama pada tanggal jatuh tempo pemberian penangguhan.
|
|||
(6)
|
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi:
|
|||
|
a.
|
jaminan dicairkan;
|
||
|
b.
|
importir dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10B ayat (6) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006; dan
|
||
|
c.
|
kemudahan pengeluaran barang impor dengan mendapatkan penangguhan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk dan atas nama Importir yang bersangkutan hanya dapat diberikan lagi setelah 6 (enam) bulan sejak importir menyelesaikan kewajibannya.
|
||
(7)
|
Persetujuan pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kewajiban pemenuhan persyaratan impor dari instansi teknis terkait pada saat pengeluaran barang.
|
|||
(8)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor dengan penangguhan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf C Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor di Tempat Lain Selain di Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara Pasal 34 |
||||
(1)
|
Pembongkaran dan penimbunan barang impor dapat dilakukan di tempat lain selain di Kawasan Pabean dan TPS setelah mendapat persetujuan dari Kepala Pelayanan Bidang Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pembongkaran dan penimbunan barang impor di tempat lain selain di Kawasan Pabean dan TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
keadaan darurat (force majeure);
|
||
|
b.
|
sifat barang yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga tidak dapat dibongkar atau ditimbun di Kawasan Pabean;
|
||
|
c.
|
tidak dapat dilakukan pembongkaran karena kendala teknis;
|
||
|
d.
|
kongesti yang dinyatakan secara tertulis oleh Pengusaha Pelabuhan;
|
||
|
e.
|
tempat tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan pembongkaran dan/atau penimbunan;
|
||
|
f.
|
alasan lainnya berdasarkan pertimbangan Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
|
||
(3)
|
Tatakerja pembongkaran dan penimbunan barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf D Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pemeriksaan Barang Impor di Gudang atau Lapangan Penimbunan Milik Importir Pasal 35 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik Importir dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pemeriksaan barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan izin untuk menimbun barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik Importir yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Penyelesaian pemeriksaan barang impor dilakukan sesuai tatakerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(4)
|
Tatakerja penimbunan barang impor untuk pemeriksaan fisik barang di gudang atau lapangan penimbunan milik Importir adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf E Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pemeriksaan Pendahuluan dan Pengambilan Contoh untuk Pembuatan Pemberitahuan Impor Barang Pasal 36 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh untuk pembuatan PIB dapat dilakukan dalam hal importir tidak dapat menetapkan sendiri tarif dan/atau penghitungan nilai pabean sebagai dasar untuk penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, karena uraian barang dan/atau rincian nilai pabean yang tercantum dalam dokumen pelengkap pabean tidak jelas.
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan persetujuan pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh, importir mengajukan permohonan kepada Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
|
|||
(3)
|
Tatakerja pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh untuk pembuatan PIB adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf F Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Pemberitahuan Impor Barang Berkala Pasal 37 |
||||
(1)
|
Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai dapat memberikan kemudahan dengan PIB Berkala untuk penyelesaian barang impor yang telah dikeluarkan terlebih dahulu dengan menggunakan Dokumen Pelengkap Pabean dan jaminan dalam periode paling lama 30 (tiga puluh) hari.
|
|||
(2)
|
Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Importir yang mengimpor barang:
|
|||
|
a.
|
yang diimpor dalam frekuensi impor yang tinggi serta perlu segera digunakan;
|
||
|
b.
|
yang diimpor melalui saluran pipa atau jaringan transmisi; atau
|
||
|
c.
|
yang berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal dapat diberikan kemudahan PIB Berkala.
|
||
(3)
|
Importir wajib menyerahkan PIB Berkala dan bukti pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor atas seluruh importasi pada periode bersangkutan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(4)
|
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi:
|
|||
|
a.
|
jaminan dicairkan;
|
||
|
b.
|
importir dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10B ayat (6) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006; dan
|
||
|
c.
|
kemudahan pemberitahuan impor berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk dan atas nama Importir yang bersangkutan hanya dapat diberikan lagi setelah 6 (enam) bulan sejak importir menyelesaikan kewajibannya.
|
||
(5)
|
Tatakerja PIB berkala adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf G Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Pengemas Yang Dipakai Berulangkali (Returnable Package) Pasal 38 |
||||
(1)
|
Importir dapat mempergunakan pengemas yang dipakai berulangkali dalam pelaksanaan importasinya.
|
|||
(2)
|
Izin pemasukan dan pengeluaran pengemas yang dipakai berulangkali ke dan dari daerah pabean diberikan oleh Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya dan berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan setiap tahunnya dapat diperpanjang atas permohonan importir.
|
|||
(3)
|
Terhadap pengemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berasal dari impor yang tidak dipergunakan sesuai dengan izin yang diberikan, importir wajib mengekspor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal teguran dari Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.
|
|||
(4)
|
Importir yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib membayar Bea masuk dan PDRI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
|
|||
(5)
|
Pelaksanaan dan tatakerja importasi yang mempergunakan pengemas yang dipakai berulangkali adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf H Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VI
LAIN-LAIN Bagian Pertama Penatausahaan Pasal 39 |
||||
Kegiatan penatausahaan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Direktur Jenderal tentang Penatausahaan Dokumen, Barang, dan Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk Pasal 40 |
||||
(1)
|
Untuk penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dipergunakan Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) yang berlaku:
|
|||
|
a.
|
dalam hal PIB bayar atau jaminan, pada saat dilakukannya pembayaran atau diserahkan jaminan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI;
|
||
|
b.
|
dalam hal PIB bebas, pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean;
|
||
|
c.
|
dalam hal Pembayaran Berkala, pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean.
|
||
(2)
|
NDPBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang diterbitkan secara berkala.
|
|||
(3)
|
Dalam hal kurs valuta asing tidak tercantum dalam keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka nilai kurs yang dipergunakan sebagai dasar pelunasan adalah kurs spot harian valuta asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap dolar Amerika Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya dan dikalikan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebagaimana ditetapkan dalam keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Tarif Barang Impor Pasal 41 |
||||
(1)
|
Penetapan tarif barang impor serta pemberlakuan ketentuan impor lainnya untuk penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI berpedoman pada Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).
|
|||
(2)
|
Penetapan tarif barang impor dapat dilakukan sebelum penyerahan Pemberitahuan Pabean (Pre Entry Classification) atas permohonan Importir yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Penetapan tarif barang impor serta pemberlakuan ketentuan impor lainnya, kecuali NDPBM, didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean yang bersangkutan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Nilai Pabean Pasal 42 |
||||
(1)
|
Nilai Pabean yang dijadikan dasar penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dinyatakan dalam Rupiah sebagai hasil perkalian NDPBM dengan nilai CIF dalam valuta asing.
|
|||
(2)
|
Penetapan Nilai Pabean didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran.
|
|||
(3)
|
Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibulatkan dalam rupiah penuh dengan cara menghilangkan bagian dari satuan rupiah.
|
|||
(4)
|
Tatakerja penelitian dan penetapan Nilai Pabean adalah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Bea Masuk, Cukai, Pajak Dalam Rangka Impor, dan Bunga Pasal 43 |
||||
(1)
|
Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
|
|||
|
a.
|
hasil perkalian Nilai Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dengan persentase (%) tarif pembebanan Bea Masuk (tarif ad valorem); atau
|
||
|
b.
|
hasil perkalian jumlah satuan barang dengan tarif pembebanan Bea Masuk per satuan yang ditetapkan (tarif spesifik).
|
||
(2)
|
Cukai yang harus dibayar adalah:
|
|||
|
a.
|
hasil perkalian harga dasar (jumlah Nilai Pabean dan Bea Masuk) dengan tarif Cukai; atau
|
||
|
b.
|
hasil perkalian Harga Jual Eceran Barang Kena Cukai (BKC) dengan tarif Cukai; atau
|
||
|
c.
|
hasil perkalian jumlah BKC dengan tarif Cukai.
|
||
(3)
|
PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor yang harus dibayar adalah hasil perkalian persentase (%) tarif PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor dengan hasil penjumlahan Nilai Pabean dan Bea Masuk serta Cukai yang benar-benar dibayar.
|
|||
(4)
|
Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan bunga dihitung untuk setiap jenis barang impor yang tercantum dalam PIB dan dibulatkan dalam Rupiah penuh dengan cara menghilangkan bagian dari satuan Rupiah.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Sanksi Administrasi Berupa Denda Pasal 44 |
||||
(1)
|
Penetapan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran ketentuan kepabeanan yang terjadi di Kantor Pabean dilaksanakan atas nama Direktur Jenderal oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya menetapkan besarnya sanksi administrasi berupa denda dengan menerbitkan Surat Penetapan.
|
|||
(3)
|
Perhitungan persentase (%) denda dari kesalahan pemberitahuan jumlah, jenis, dan/atau nilai pabean didasarkan atas jumlah kekurangan pembayaran Bea Masuk yang seharusnya dibayar dibagi dengan jumlah pembayaran Bea Masuk yang telah dibayar dari seluruh barang impor yang dikenai sanksi administrasi dalam satu PIB.
|
|||
(4)
|
Penghitungan denda dalam hal terdapat kesalahan yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk didasarkan pada perkalian persentase (%) denda dengan jumlah kekurangan pembayaran Bea Masuk dari kesalahan pemberitahuan jumlah, jenis, dan/atau Nilai Pabean.
|
|||
(5)
|
Untuk barang impor dengan tarif atau tarif akhir Bea Masuk 0% (nol persen), sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah) hanya dikenakan satu kali saja untuk satu PIB.
|
|||
(6)
|
Jika dalam satu PIB terdapat kelebihan bayar dalam satu pos dan kekurangan bayar dalam pos yang lain, kelebihan bayar dapat dikompensasikan untuk membayar kekurangan bayar sepanjang masih dalam mata anggaran penerimaan yang sama.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Ketentuan Jam Kerja Kantor Pabean Pasal 45 |
||||
(1)
|
Jam kerja Kantor Pabean diberlakukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan tentang jam kerja kantor-kantor di lingkungan Departemen Keuangan.
|
|||
(2)
|
Kantor Pabean memberikan pelayanan selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari terhadap kegiatan:
|
|||
|
a.
|
penanganan manifest;
|
||
|
b.
|
pemeriksaan sarana pengangkut;
|
||
|
c.
|
pemantauan kegiatan pembongkaran, pemuatan, dan penimbunan barang;
|
||
|
d.
|
pengeluaran barang yang telah mendapat persetujuan pengeluaran;
|
||
|
e.
|
penanganan barang penumpang, awak sarana pengangkut, dan barang impor yang mendapat fasilitas pelayanan segera.
|
||
(3)
|
Kepala Bagian Umum mengatur penempatan petugas yang melayani kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Pengeluaran Barang Re-Impor Pasal 46 |
||||
(1)
|
Barang re-impor adalah barang ekspor yang diimpor kembali karena:
|
|||
|
a.
|
tidak laku dijual, tidak memenuhi kontrak pembelian, tidak memenuhi standar mutu, atau tidak memenuhi ketentuan impor di negara tujuan ekspor atau sebab lainnya;
|
||
|
b.
|
telah selesai dilakukan perbaikan, pengerjaan, atau pengujian di luar Daerah Pabean;
|
||
|
c.
|
telah selesai digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan di luar Daerah Pabean;
|
||
|
d.
|
telah selesai digunakan untuk keperluan pameran, pertunjukan atau perlombaan di luar Daerah Pabean.
|
||
(2)
|
Penyelesaian barang re-impor dengan PIB dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal tentang Penyelesaian Barang Re-impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Pengeluaran Barang yang Dikirim dari Satu Kawasan Pabean ke Kawasan Pabean Lainnya Yang Pengangkutannya Melalui Luar Daerah Pabean Pasal 47 |
||||
(1)
|
Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya yang mengawasi tempat pemuatan barang dapat memberikan persetujuan pengiriman barang dari Kawasan Pabean ke Kawasan Pabean lainnya yang pengangkutannya dilakukan melalui luar Daerah Pabean, dengan syarat:
|
|||
|
a.
|
Pengangkut atau pemilik barang mengajukan permohonan kepada Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya;
|
||
|
b.
|
dilakukan pemeriksaan fisik barang;
|
||
|
c.
|
dilakukan penyegelan terhadap kemasan dan/atau petikemas;
|
||
|
d.
|
dilakukan pengawasan pemuatan.
|
||
(2)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean di pelabuhan tujuan, dengan syarat:
|
|||
|
a.
|
barang dimaksud telah dicantumkan dalam manifest (BC 1.1);
|
||
|
b.
|
Pengangkut atau pemilik barang mengajukan permohonan dilampiri Berita Acara Penyegelan, Laporan Hasil Pemeriksaan dan Berita Acara Pengawasan Pemuatan kepada Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai atau pejabat yang mengawasi tempat pembongkaran;
|
||
|
c.
|
dalam hal barang dimaksud berasal dari pelabuhan bebas dan/atau kawasan berikat di Daerah Pabean, pengangkut atau pemilik barang wajib melampirkan copy PIB yang telah dilegalisir oleh Pejabat di Kantor Pabean yang mengawasi tempat pemuatan barang;
|
||
|
d.
|
dilakukan pemeriksaan terhadap segel yang diterakan oleh Pejabat di Kantor Pabean tempat pemuatan barang;
|
||
|
e.
|
dapat dilakukan pemeriksaan fisik barang.
|
||
(3)
|
Tatakerja pengiriman dan pengeluaran barang yang berasal dari satu Kawasan Pabean tujuan Kawasan Pabean lainnya yang pengangkutannya melalui luar Daerah Pabean, adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesepuluh
Pembatalan PIB Pasal 48 |
||||
(1)
|
PIB yang diajukan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan hanya dapat dibatalkan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
salah kirim yaitu data PIB dikirim ke Kantor Pabean lain dari Kantor Pabean tempat barang dibongkar;
|
||
|
b.
|
pengiriman data PIB dari importasi yang sama dilakukan lebih dari satu kali.
|
||
(2)
|
Pembatalan PIB dilakukan dengan persetujuan Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai berdasarkan permohonan importir.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesebelas
Pemberitahuan Pabean Single Administrative Document Pasal 49 |
||||
Tata kerja penyelesaian barang impor dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean Single Administrative Document (PP-SAD) yang menggantikan Pemberitahuan Pabean BC 2.0 mengikuti tata kerja PIB sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua belas
Sistem Komputer Tidak Berfungsi Pasal 50 |
||||
(1)
|
Dalam hal sistem komputer Kantor Pabean tidak dapat berfungsi paling sedikit 4 (empat) jam, tata kerja penyelesaian barang impor secara elektronik dilakukan secara manual dengan melampirkan tanda bukti pengiriman data PIB melalui PDE Kepabeanan dan SSPCP.
|
|||
(2)
|
Untuk pelaksanaan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Bagian Umum atau pejabat yang ditunjuknya menunjuk:
|
|||
|
a.
|
Pejabat yang menggantikan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh sistem aplikasi komputer dan bertanggung jawab atas penyelesaian PIB secara manual, meliputi:
|
||
|
|
1)
|
Pejabat yang memeriksa kebenaran dan kelengkapan dokumen serta penomoran PIB;
|
|
|
|
2)
|
Pejabat yang menetapkan jalur pengeluaran barang;
|
|
|
|
3)
|
Pejabat yang melakukan Pemeriksaan Dokumen;
|
|
|
|
4)
|
Pejabat Pemeriksa Barang;
|
|
|
b.
|
Pejabat yang bertanggung jawab terhadap perekaman data PIB berdasarkan hasil penetapan jalur secara manual.
|
||
(3)
|
Dalam hal sistem komputer Kantor Pabean berfungsi kembali, maka:
|
|||
|
a.
|
PIB yang telah mendapatkan SPPB secara manual, diselesaikan secara manual sampai dengan pengeluaran barang impor;
|
||
|
b.
|
PIB yang belum mendapatkan SPPB secara manual, dikembalikan ke sistem komputer Kantor Pabean;
|
||
|
c.
|
Apabila terjadi perbedaan penetapan jalur antara komputer dengan penetapan secara manual sebagaimana dimaksud pada huruf a terhadap data PIB yang telah dikirim melalui PDE Kepabeanan, pejabat yang menetapkan jalur pengeluaran barang membuat laporan tentang perbedaan tersebut kepada Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai.
|
||
|
|
|
|
|
BAB VII
PENUTUP Pasal 51 |
||||
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-06/BC/2007 dinyatakan tidak berlaku di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 52 |
||||
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2007.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Juni 2007 Direktur Jenderal, ttd. Anwar Suprijadi |