Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
|
||||
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di bidang Impor, perlu adanya suatu petunjuk pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;
|
|||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Umum Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;
|
|||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1.
|
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
|
|||
2.
|
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612);
|
|||
3.
|
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3613);
|
|||
4.
|
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527/KMK.04/2002 dan 819/MPP/Kep/12/2002 tentang Tertib Administrasi Importir;
|
|||
5.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di bidang Impor;
|
|||
6.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.04/2002 tentang Registrasi Importir;
|
|||
7.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.04/2002 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 5/KMK.01/1993 tentang Penunjukan Bank sebagai Bank Persepsi dalam Rangka Pengelolaan Setoran Penerimaan Negara;
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Barang impor adalah barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
|
|||
2.
|
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
3.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
4.
|
Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
|
|||
5.
|
Pejabat adalah Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995.
|
|||
6.
|
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mengimpor.
|
|||
7.
|
Pengangkut adalah orang, kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang nyata-nyata mengangkut barang atau orang.
|
|||
8.
|
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean untuk dan atas nama pemilik barang.
|
|||
9.
|
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara (BC 2.0).
|
|||
10.
|
Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT) adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang tertentu yang diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara yaitu barang pindahan, barang impor sementara yang dibawa penumpang, barang impor melalui jasa titipan, barang penumpang yang datang tidak bersama penumpang dan barang impor tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal (BC 2.1).
|
|||
11.
|
Bukti Pembayaran adalah surat yang menunjukkan bahwa pembayaran atas suatu pungutan negara telah dilakukan, yaitu Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP) atau Bukti Pembayaran Pabean, Cukai dan Dalam Rangka Impor (BPPCP).
|
|||
12.
|
Customs Response (Cusres) adalah Dokumen UN/EDIFACT yang dikirim oleh Direktorat Jenderal sebagai respon terhadap dokumen yang telah diterima sebelumnya Dokumen pelengkap pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway Bill dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
|
|||
13.
|
Nomor Pendaftaran adalah nomor yang diberikan oleh Kantor Pabean sebagai pengesahan PIB sebagai Dokumen Pabean.
|
|||
14.
|
Penyerahan pemberitahuan secara elektronik adalah penyerahan data Pemberitahuan Pabean dengan mempergunakan media disket, hubungan langsung antar komputer, atau melalui sistem Pertukaran Data Elektronik.
|
|||
15.
|
Media Elektronik adalah disket atau hubungan langsung antar komputer.
|
|||
16.
|
PIB Disket adalah PIB yang dilampiri disket yang di dalamnya berisi data PIB.
|
|||
17.
|
Pertukaran Data Elektronik (PDE) adalah alir informasi bisnis antar organisasi secara otomatis, tanpa campur tangan manusia. Informasi ini terintegrasi dan mengalir ke dalam dan ke luar suatu organisasi sistem bisnis manajemen.
|
|||
18.
|
Secara Manual adalah proses pelayanan kepabeanan yang dilaksanakan tanpa menggunakan sarana komputer.
|
|||
19.
|
Jalur Prioritas adalah fasilitas dalam mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor yang diberikan kepada importir yang mempunyai reputasi sangat baik dan memenuhi persyaratan/kriteria yang ditentukan untuk mendapatkan pelayanan khusus, sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat.
|
|||
20.
|
Jalur Hijau adalah mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor yang diberikan kepada Importir yang mempunyai reputasi baik dan memenuhi persyaratan/kriteria yang ditentukan, sehingga terhadap importasinya hanya dilakukan penelitian dokumen.
|
|||
21.
|
Jalur Merah adalah mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor terhadap suatu importasi yang dilakukan melalui penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
22.
|
Uraian barang adalah uraian yang meliputi jenis, merk, tipe, ukuran dan/atau spesifikasi teknis lainnya yang mempengaruhi nilai pabean dan atau klasifikasi.
|
|||
23.
|
Hi-Co Scan X-Ray Container Inspection System (selanjutnya disebut Hi-Co Scan) adalah sistem pemeriksaan fisik barang impor dalam peti kemas dengan menggunakan alat Hi-Co Scan X-Ray System.
|
|||
24.
|
Nota Pemberitahuan adalah nota yang dibuat oleh Pejabat tentang adanya pelanggaran ketentuan larangan/pembatasan impor.
|
|||
25.
|
Saat kedatangan sarana pengangkut adalah:
|
|||
|
a.
|
untuk sarana pengangkut melalui laut pada saat sarana pengangkut tersebut lego jangkar di perairan pelabuhan.
|
||
|
b.
|
untuk sarana pengangkut melalui udara pada saat sarana pengangkut tersebut mendarat di landasan bandar udara.
|
||
|
c.
|
untuk sarana pengangkut melalui darat pada saat sarana pengangkut tersebut tiba di Kantor Pabean tempat pemasukan.
|
||
26.
|
Pemeriksaan Mendadak Kepabeanan di Bidang Impor (yang selanjutnya disebut pemeriksaan mendadak) adalah pemeriksaan secara acak terhadap barang-barang impor pada saat akan keluar dari Kawasan Pabean yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan.
|
|||
27.
|
Trucklossing adalah salah satu cara pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dengan pembongkaran secara langsung dari kapal ke atas alat angkut darat.
|
|||
28.
|
Nota Hasil Intelijen (NHI) adalah adalah informasi yang bersumber dari kegiatan intelijen yang mengindikasikan adanya pelanggaran kepabeanan dan atau cukai;
|
|||
|
|
|
|
|
BAB II
KEDATANGAN SARANA PENGANGKUT, PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR Bagian Pertama Kedatangan Sarana Pengangkut Pasal 2 |
||||
Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut atau Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut kepada Pejabat di Kantor Pabean tujuan sebelum kedatangan sarana pengangkut.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
Pejabat dapat melakukan pemeriksaan atas sarana pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan Pabean berupa Manifest (BC.1.1) mengenai barang impor yang diangkutnya kepada Pejabat di Kantor Pabean tujuan.
|
|||
(2)
|
Selain Manifest sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pengangkut wajib menyerahkan pemberitahuan kepada Pejabat di Kantor Pabean berupa:
|
|||
|
a.
|
daftar penumpang dan/atau awak sarana pengangkut,
|
||
|
b.
|
daftar bekal kapal,
|
||
|
c.
|
stowage plan,
|
||
|
d.
|
daftar senjata api, dan
|
||
|
e.
|
daftar obat-obatan termasuk narkotika yang digunakan untuk kepentingan pengobatan.
|
||
(3)
|
Untuk sarana pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean melalui darat, Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan berupa Daftar Barang Impor yang diangkutnya, kepada Pejabat di Kantor Pabean.
|
|||
(4)
|
Pengangkut wajib membuat manifest secara terpisah untuk barang impor yang akan diangkut terus dan/atau diangkut lanjut tujuan Daerah Pabean Indonesia lainnya dan/atau luar Daerah Pabean dan menyerahkannya bersama-sama dengan manifest sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
|||
(5)
|
Dalam hal sarana pengangkut tidak mengangkut barang impor, Pengangkut wajib menyerahkan Manifest nihil.
|
|||
(6)
|
Untuk sarana pengangkut yang diimpor untuk dipakai, Pengangkut wajib mencantumkan sarana pengangkut tersebut dalam Manifest sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
Pengangkut dapat mengajukan perbaikan Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sepanjang mengenai:
|
||||
a.
|
nomor, merk, ukuran dan jenis kemasan dan/atau petikemas;
|
|||
b.
|
jumlah kemasan dan/atau petikemas serta jumlah barang curah;
|
|||
c.
|
barang impor yang dikirim secara konsolidasi dengan cara merinci lebih lanjut pos manifest yang bersangkutan; dan/atau
|
|||
d.
|
nama consignee dan/atau notify party apabila terdapat kesalahan penulisan dalam manifest, yang dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung berupa: Bill of Lading (B/L)/Airway Bill (AWB), invoice, packing list, certificate of insurance, dan lain sebagainya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||
Tatalaksana Penyerahan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut dan Pemberitahuan Pabean berupa Manifest dilaksanakan sesuai Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatalaksana Penyerahan dan Penatausahaan Pemberitahuan Pabean berupa Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut, Kedatangan Barang Impor dan Keberangkatan Barang Ekspor.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor Pasal 7 |
||||
(1)
|
Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut atau Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang telah diterima oleh Pejabat di Kantor Pabean merupakan persetujuan pembongkaran barang impor.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya dapat menangguhkan atau membatalkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam hal terdapat larangan pemasukan barang impor dari instansi teknis.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Pembongkaran barang impor dilaksanakan di:
|
|||
|
a.
|
Kawasan Pabean; atau
|
||
|
b.
|
Tempat lain setelah mendapat ijin dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
|
||
(2)
|
Paling lama 24 (dua puluh empat) jam setelah selesai pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pengangkut wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas atau jumlah barang curah yang telah dibongkar kepada Pejabat di Kantor Pabean.
|
|||
(3)
|
Penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara manual atau melalui media elektronik.
|
|||
(4)
|
Pejabat dapat melakukan pengawasan atas pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Pengangkut yang tidak dapat mempertanggungjawabkan terjadinya kekurangan bongkar atas jumlah kemasan atau peti kemas atau barang curah yang diberitahukan, diwajibkan untuk melunasi Bea Masuk, Cukai dan PDRI yang seharusnya dibayar berikut sanksi administrasi berupa denda.
|
|||
(2)
|
Pengangkut yang membongkar kemasan atau peti kemas atau barang curah lebih banyak dari yang diberitahukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||
(1)
|
Penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilaksanakan di:
|
|||
|
a.
|
Tempat Penimbunan Sementara (TPS); atau
|
||
|
b.
|
Gudang atau lapangan penimbunan milik importir setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
|
||
(2)
|
Paling lama 12 (dua belas) jam setelah selesai penimbunan, Pengusaha tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas atau jumlah barang curah yang telah ditimbun kepada Pejabat di Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
|
|||
(3)
|
Penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara manual atau melalui media elektronik.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||
Pengusaha Tempat Penimbunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat penimbunannya wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang seharusnya dibayar berikut sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur dalam pasal 43 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||
Tatakerja pengawasan pembongkaran barang impor di Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan penimbunan barang impor di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB III
PENGELUARAN BARANG IMPOR Bagian Pertama Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean Pasal 13 |
||||
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dilakukan dengan tujuan:
|
||||
a.
|
diimpor untuk dipakai;
|
|||
b.
|
diimpor sementara;
|
|||
c.
|
ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat;
|
|||
d.
|
diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya;
|
|||
e.
|
diangkut terus;
|
|||
f.
|
diangkut lanjut; atau
|
|||
g.
|
diekspor kembali.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai Paragraf 1 Dokumen Pemberitahuan Pasal 14 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dengan tujuan untuk dipakai dari Kawasan Pabean dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean berupa:
|
|||
|
a.
|
Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
|
||
|
b.
|
Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT);
|
||
|
c.
|
Customs Declaration (BC 2.2) untuk barang penumpang dan awak sarana pengangkut;
|
||
|
d.
|
Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP) untuk barang impor melalui PT (Persero) Pos Indonesia; atau
|
||
|
e.
|
Pemberitahuan Lintas Batas untuk barang impor pelintas batas.
|
||
(2)
|
Terhadap barang impor yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Importir/PPJK menyiapkan PIB berdasarkan dokumen pelengkap pabean dan menghitung sendiri Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang harus dibayar.
|
|||
(3)
|
Terhadap barang impor tertentu yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Importir/PPJK mengajukan PIBT kepada Pejabat di Kantor Pabean.
|
|||
(4)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, d dan e dari Kawasan Pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal tersendiri.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Pengajuan PIB ke Kantor Pabean dapat dilakukan untuk setiap pengimporan atau secara berkala dalam periode tertentu.
|
|||
(2)
|
Pengajuan PIB dapat dilakukan secara manual atau melalui media elektronik.
|
|||
(3)
|
Untuk Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan, pengiriman data PIB dilakukan melalui komputer yang on-line dengan sistem PDE Kepabeanan.
|
|||
(4)
|
PIB dan bukti pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI diserahkan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang.
|
|||
(5)
|
Pengajuan PIB sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan sebelum barang impor yang bersangkutan tiba di pelabuhan tujuan.
|
|||
(6)
|
Apabila pada saat pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dengan PIB terdapat selisih kurang dari jumlah yang diberitahukan (eksep), penyelesaian barang eksep tersebut dilakukan dengan menggunakan PIB semula.
|
|||
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Pembayaran Bea Masuk Pasal 16 |
||||
(1)
|
Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dapat dilakukan di Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pabean, dengan cara:
|
|||
|
a.
|
pembayaran biasa; atau
|
||
|
b.
|
pembayaran berkala.
|
||
(2)
|
Untuk Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan, pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dilakukan di Bank Devisa Persepsi yang on-line dengan sistem PDE Kepabeanan yang sekota/sewilayah kerja dengan Kantor Pabean yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Untuk Kantor Pabean yang belum menerapkan sistem PDE Kepabeanan, pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dilakukan di Bank Devisa Persepsi yang sekota/sewilayah kerja dengan Kantor Pabean yang bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI di Kantor Pabean hanya dapat dilakukan apabila di tempat tersebut tidak ada Bank Devisa Persepsi.
|
|||
(5)
|
Terhadap pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang dilakukan oleh importir, maka:
|
|||
|
a.
|
Bank Devisa Persepsi memberikan bukti pembayaran dengan memberikan nomor serta tanggal pembayaran pada bukti pembayaran dimaksud dan mengirimkan credit advice melalui sistem PDE Kepabeanan ke Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2); atau
|
||
|
b.
|
Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pabean memberikan bukti pembayaran dan memberikan nomor serta tanggal pembayaran pada bukti pembayaran dimaksud.
|
||
(6)
|
Pembayaran Berkala adalah cara pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang dilakukan secara periodik dan hanya diberikan kepada Importir yang mendapatkan fasilitas Jalur Prioritas.
|
|||
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Penetapan Jalur Pasal 17 |
||||
(1)
|
Berdasarkan kriteria yang ditentukan, Pejabat menetapkan jalur pengeluaran barang impor yang terdiri dari Jalur Merah, Jalur Hijau dan Jalur Prioritas.
|
|||
(2)
|
Kriteria penetapan jalur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah:
|
|||
|
a.
|
Jalur Merah
|
||
|
|
1.
|
Importir baru;
|
|
|
|
2.
|
Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi;
|
|
|
|
3.
|
Barang impor sementara;
|
|
|
|
4.
|
Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II;
|
|
|
|
5.
|
Barang re-impor;
|
|
|
|
6.
|
Terkena pemeriksaan acak;
|
|
|
|
7.
|
Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah;
|
|
|
|
8.
|
Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang berisiko tinggi.
|
|
|
b.
|
Jalur Hijau
|
||
|
|
Importir dan importasi yang tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana dimaksud dalam butir a.
|
||
|
c.
|
Jalur Prioritas
|
||
|
|
Importir yang ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas.
|
||
(3)
|
Kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menentukan bentuk pemeriksaan pabean, yaitu:
|
|||
|
a.
|
Jalur Merah dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang;
|
||
|
b.
|
Jalur Hijau hanya dilakukan penelitian dokumen;
|
||
|
c.
|
Jalur Prioritas tidak dilakukan Pemeriksaan Pabean sebagaimana yang dilakukan terhadap jalur merah atau hijau.
|
||
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Pemeriksaan Pabean Pasal 18 |
||||
(1)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau dari tempat lain yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara selektif.
|
|||
(4)
|
Terhadap barang yang diimpor oleh Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi dilakukan pemeriksaan pabean secara mendalam untuk mengetahui kebenaran fisik barang, klasifikasi, dan nilai pabean serta persyaratan importasi dari instansi teknis.
|
|||
(5)
|
Barang impor berupa Barang Kena Cukai yang wajib dilekati Tanda Pelunasan atau Pengawasan Cukai, hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang berada di bawah pengawasan pabean setelah kewajiban pelekatan tersebut dipenuhi.
|
|||
(6)
|
Petunjuk teknis pemeriksaan fisik barang impor diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Direktur Jenderal tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Fisik Barang Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan impor yang berlaku, Pejabat melakukan penelitian terhadap:
|
|||
|
a.
|
PIB untuk mengetahui kebenaran klasifikasi barang dan Nilai Pabean yang diberitahukan;
|
||
|
b.
|
PIBT untuk menetapkan klasifikasi barang dan Nilai Pabean.
|
||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB.
|
|||
(3)
|
Pejabat dapat melakukan verifikasi terhadap PIB atau PIBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah diberikan persetujuan pengeluaran barang.
|
|||
(4)
|
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) merupakan salah satu kriteria untuk pelaksanaan audit di bidang kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Paragraf 5
Tatakerja Penyelesaian Barang Impor Pasal 20 |
||||
(1)
|
Tatakerja penyelesaian barang impor dengan PIB secara elektronik melalui jaringan PDE Kepabeanan adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(2)
|
Tatakerja penyelesaian barang impor dengan PIB secara elektronik melalui media disket adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(3)
|
Tatakerja penyelesaian barang impor dengan PIB secara manual adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(4)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menggunakan PIBT adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Keputusan Direktur Jenderal ini, kecuali yang pengeluarannya dilakukan melalui Perusahaan Jasa Titipan diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal tersendiri.
|
|||
(5)
|
Tatakerja penyelesaian barang impor dengan PIB eksep adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pengeluaran Barang Impor Sementara Pasal 21 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor sementara dari Kawasan Pabean dilakukan dengan menggunakan PIB dan dokumen pelengkap pabean serta bukti pembayaran dan/atau jaminan.
|
|||
(2)
|
Pengeluaran barang impor sementara yang dibawa oleh penumpang, dilakukan dengan menggunakan PIBT dan dokumen pelengkap pabean serta bukti pembayaran dan/atau jaminan.
|
|||
(3)
|
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) diserahkan oleh importir kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang.
|
|||
(4)
|
Besarnya jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) adalah:
|
|||
|
a.
|
jumlah Bea Masuk, Cukai dan PDRI ditambah jaminan sanksi administrasi berupa denda sebesar Bea Masuk, dalam hal barang impor sementara mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk, Cukai dan PDRI.
|
||
|
b.
|
selisih antara Bea Masuk, Cukai dan PDRI yang harus dibayar dengan Bea Masuk, Cukai dan PDRI yang telah dibayar ditambah jaminan sanksi administrasi berupa denda sebesar Bea Masuk, dalam hal mendapat fasilitas keringanan pembayaran Bea Masuk, Cukai dan PDRI.
|
||
(5)
|
Terhadap barang impor sementara dilakukan pemeriksaan fisik barang.
|
|||
(6)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik barang kedapatan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai dengan pemberitahuan dalam PIB atau PIBT, Importir wajib mengajukan permohonan perbaikan persetujuan impor sementara dan penyesuaian jaminan dan/atau jumlah Bea Masuk, Cukai dan PDRI yang harus dibayar.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||||
Barang impor sementara yang akan dipindahkan dari lokasi pengawasan Kantor Pabean ke lokasi pengawasan Kantor Pabean lainnya, wajib mendapat ijin dari:
|
||||
a.
|
Direktur Jenderal dalam hal Kantor Pabean tujuan berada di Kantor Wilayah lain;
|
|||
b.
|
Kepala Kantor Wilayah dalam hal Kantor Pabean tujuan berada di Kantor Wilayah yang sama.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||
(1)
|
Importir wajib mengekspor kembali barang impor sementara, paling lama pada tanggal berakhirnya ijin impor sementara, dengan menyerahkan Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0) kepada Pejabat di Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Terhadap barang impor sementara yang diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pengeluaran Barang Impor Untuk Ditimbun Di Tempat Penimbunan Berikat Pasal 24 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dengan tujuan untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean yang diajukan kepada Pejabat di Kantor Pabean yang mengawasi Tempat Penimbunan Berikat.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pengeluaran barang diberikan oleh Pejabat di Kantor Pabean Tempat Pembongkaran/Penimbunan barang apabila jumlah, jenis, nomor, merek serta ukuran kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam Pemberitahuan Pabean dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan kedapatan sesuai.
|
|||
(3)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean melalui Perusahaan Jasa Titipan untuk tujuan Tempat Penimbunan Berikat diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal tersendiri.
|
|||
(4)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf A Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pengeluaran Barang Impor Untuk Diangkut Ke Tempat Penimbunan Sementara Di Kawasan Pabean Lainnya Pasal 25 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean (BC 1.2.).
|
|||
(2)
|
Importir menyerahkan BC 1.2 dan jaminan Bea Masuk, Cukai dan PDRI kepada Pejabat di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean tempat pembongkaran barang.
|
|||
(3)
|
Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila jumlah, jenis, nomor, merk serta ukuran kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam BC 1.2 kedapatan sesuai dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf B Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pengeluaran Barang Impor Untuk Diangkut Lanjut Pasal 26 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dengan tujuan untuk diangkut lanjut dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean (BC 1.2) yang diajukan oleh Pengangkut kepada Pejabat di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean tempat pembongkaran barang.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila jumlah, jenis, nomor, merek serta ukuran kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam BC 1.2 kedapatan sesuai dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk diangkut lanjut adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf C Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pengeluaran Barang Impor Untuk Diekspor Kembali Pasal 27 |
||||
(1)
|
Terhadap barang impor yang masih berada di dalam Kawasan Pabean dapat diekspor kembali apabila:
|
|||
|
a.
|
tidak sesuai pesanan;
|
||
|
b.
|
tidak boleh diimpor karena adanya perubahan peraturan;
|
||
|
c.
|
salah kirim;
|
||
|
d.
|
rusak; atau
|
||
|
e.
|
tidak dapat memenuhi persyaratan impor dari instansi teknis.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila untuk barang tersebut telah diajukan PIB dan telah dilakukan pemeriksaan fisik barang dengan hasil kedapatan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai.
|
|||
(3)
|
Importir mengajukan permohonan reekspor kepada Kepala Kantor Pabean dengan menyebutkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
|||
(4)
|
Berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean, Importir atau Pengangkut mengisi dan menyerahkan Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0) kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pemuatan.
|
|||
(5)
|
Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) apabila jumlah, jenis, nomor, merek serta ukuran kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam BC 3.0 dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan kedapatan sesuai.
|
|||
(6)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor untuk diekspor kembali adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII huruf D Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
BAB IV
PENEGAHAN, PEMERIKSAAN MENDADAK (SPOT CHECK), NOTA HASIL INTELIJEN DAN PEMERIKSAAN MELALUI HI-CO SCAN Bagian Pertama Penegahan Barang Impor Pasal 28 |
||||
(1)
|
Pejabat wajib melakukan penegahan terhadap:
|
|||
|
a.
|
barang impor yang berada di Kawasan Pabean yang akan dikeluarkan ke peredaran bebas tanpa memenuhi Kewajiban Pabean;
|
||
|
b.
|
barang impor yang dikeluarkan dari Kawasan Pabean yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh Kewajiban Pabeannya;
|
||
|
c.
|
barang impor yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) yang terkena NHI;
|
||
|
d.
|
barang impor yang berdasarkan hasil pemeriksaan mendadak kedapatan tidak sesuai.
|
||
(2)
|
Penegahan tidak dapat dilakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
paket atau barang yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos;
|
||
|
b.
|
barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial berupa:
|
||
|
|
1.
|
barang bawaan penumpang;
|
|
|
|
2.
|
barang awak sarana pengangkut;
|
|
|
|
3.
|
barang pelintas batas;
|
|
|
|
4.
|
barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.
|
|
(3)
|
Pemeriksaan fisik barang impor yang ditegah dilaksanakan oleh Pejabat yang melakukan pengawasan.
|
|||
(4)
|
Tatakerja penegahan barang impor adalah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal tentang Penegahan Barang Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pemeriksaan Mendadak Pasal 29 |
||||
(1)
|
Terhadap barang impor yang telah mendapat SPPB, dapat dilakukan pemeriksaan mendadak pada saat pengeluaran barang tersebut.
|
|||
(2)
|
Terhadap barang impor dengan tujuan diangkut terus, diangkut lanjut, ditimbun di tempat penimbunan berikat dan diangkut ke tempat penimbunan sementara di Kawasan Pabean lainnya, dapat dilakukan pemeriksaan mendadak pada saat pengeluaran barang tersebut.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan mendadak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) dilakukan secara insidental oleh petugas yang melakukan pemeriksaan mendadak.
|
|||
(4)
|
Dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan Mendadak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) perlu pemeriksaan lanjutan, pemeriksaan fisik barang impor dilakukan oleh Pejabat yang melakukan pengawasan.
|
|||
(5)
|
Tatakerja Pemeriksaan Mendadak adalah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Bersama Direktur Jenderal dan Inspektur Jenderal Departemen Keuangan tentang Pemeriksaan Mendadak.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Nota Hasil Intelijen Pasal 30 |
||||
(1)
|
Pejabat dapat menerbitkan NHI terhadap barang impor yang berdasarkan hasil analisa intelijen atau informasi lainnya terdapat kecurigaan atas suatu importasi.
|
|||
(2)
|
Barang impor yang dikenai NHI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diproses dengan cara sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
Terhadap PIB Jalur Hijau dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat yang melakukan pengawasan; atau
|
||
|
b.
|
Terhadap PIB Jalur merah pemeriksaan fisik dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Barang bersama dengan Pejabat yang melakukan pengawasan.
|
||
(3)
|
Pemeriksaan fisik terhadap barang impor yang terkena NHI dan telah diterbitkan SPPB, dapat dilakukan di Kawasan Pabean atau tempat lain setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(4)
|
Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3):
|
|||
|
a.
|
dalam hal terdapat unsur tindak pidana, proses penyelesaiannya dilakukan oleh Pejabat yang melakukan pengawasan;
|
||
|
b.
|
dalam hal tidak terdapat unsur tindak pidana, proses penyelesaiannya dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
|
||
(5)
|
Tatakerja penerbitan, pendistribusian dan penyelesaian Nota Hasil Intelijen adalah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal tentang Nota Hasil Intelijen.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pemeriksaan Melalui Hi-Co Scan Pasal 31 |
||||
(1)
|
Untuk Kantor Pabean yang mengoperasikan Hi-Co Scan, pemeriksaan fisik barang dapat dilakukan melalui Hi-Co Scan.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan melalui Hi-Co Scan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
barang impor dengan PIB Jalur Hijau yang ditetapkan secara acak oleh komputer;
|
||
|
b.
|
barang impor eksep; atau
|
||
|
c.
|
barang impor lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean.
|
||
(3)
|
Dikecualikan dari pemeriksaan melalui Hi-Co Scan:
|
|||
|
a.
|
barang impor peka cahaya (photosensitive);
|
||
|
b.
|
barang impor yang mengandung zat radioaktif;
|
||
|
c.
|
barang impor eks Less Container Load (LCL)/Container Freight Station (CFS);
|
||
|
d.
|
barang impor sementara dan re-impor.
|
||
|
|
|
|
|
BAB V
KEMUDAHAN-KEMUDAHAN Bagian Pertama Jalur Prioritas Pasal 32 |
||||
(1)
|
Jalur Prioritas diberikan kepada importir yang memenuhi persyaratan tertentu.
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan Jalur Prioritas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Importir mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Wilayah.
|
|||
(3)
|
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu:
|
|||
|
a.
|
bidang usaha (nature of business) yang jelas;
|
||
|
b.
|
tidak pernah menyalahgunakan fasilitas di bidang kepabeanan selama satu tahun terakhir;
|
||
|
c.
|
tidak pernah memberitahukan jumlah dan jenis barang serta nilai pabean yang berbeda dengan yang diimpor selama satu tahun terakhir;
|
||
|
d.
|
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak pernah mendapatkan opini disclaimer atau adverse; dan
|
||
|
e.
|
tidak mempunyai tunggakan utang berupa kekurangan pembayaran Bea Masuk kepada Direktorat Jenderal.
|
||
(4)
|
Tatakerja untuk mendapatkan fasilitas Jalur Prioritas adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf A butir 1 Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 33 |
||||
(1)
|
Terhadap barang impor dengan PIB Jalur Prioritas tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang kecuali terhadap barang impor sementara, re-impor dan barang yang ditetapkan pemerintah.
|
|||
(2)
|
Pemeriksaan fisik barang terhadap importasi dengan PIB Jalur Prioritas dapat dilakukan di lokasi importir.
|
|||
(3)
|
Pengeluaran barang impor dengan PIB Jalur Prioritas dapat dilakukan dengan Trucklossing.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 34 |
||||
(1)
|
Importir Jalur Prioritas wajib memenuhi perijinan yang diwajibkan oleh instansi teknis sebelum mengirim data atau mengajukan PIB.
|
|||
(2)
|
Importir Jalur Prioritas wajib menandatangani Surat Pernyataan.
|
|||
(3)
|
Isi dan bentuk Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf A butir 2 Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 35 |
||||
(1)
|
Importir Jalur Prioritas yang mengimpor bahan baku, bahan penolong dan/atau barang modal dapat diberikan kemudahan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6).
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan kemudahan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Importir wajib menyerahkan jaminan.
|
|||
(3)
|
Bea Masuk, Cukai dan PDRI wajib dilunasi paling lama pada setiap akhir bulan setelah bulan pendaftaran PIB, dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
dalam hal akhir bulan tersebut jatuh pada hari Minggu atau hari libur resmi, pembayaran dilakukan pada hari kerja sebelumnya;
|
||
|
b.
|
dalam hal akhir bulan tersebut jatuh pada akhir tahun anggaran, pembayaran dilakukan pada tanggal 20, dan apabila tanggal tersebut jatuh pada hari minggu atau hari libur nasional maka pembayaran dilakukan pada hari kerja sebelum tanggal tersebut.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 36 |
||||
(1)
|
Untuk memastikan dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang berlaku, terhadap importir Jalur Prioritas dilakukan audit kepabeanan.
|
|||
(2)
|
Audit Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara periodik.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 37 |
||||
(1)
|
Importir Jalur Prioritas yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, selain wajib melunasi kewajibannya dikenakan juga:
|
|||
|
a.
|
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; dan
|
||
|
b.
|
pencabutan fasilitas pembayaran berkala untuk dan atas nama Importir yang bersangkutan selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo.
|
||
(2)
|
Importir Jalur Prioritas selain dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikenakan juga sanksi berupa:
|
|||
|
a.
|
pencabutan pelayanan Jalur Prioritas selama 1 (satu) tahun dalam hal melanggar salah satu ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3);
|
||
|
b.
|
pencabutan pelayanan Jalur Prioritas secara tetap dalam hal kedapatan melakukan tindak pidana di bidang Kepabeanan dan/atau Cukai.
|
||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pemberitahuan Pendahuluan (Prenotification) Pasal 38 |
||||
(1)
|
Importir yang mendapat fasilitas Jalur Prioritas dapat mengajukan PIB sebelum kedatangan sarana pengangkut.
|
|||
(2)
|
Importir lain dari yang dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat mengajukan PIB sebelum kedatangan sarana pengangkut setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(3)
|
Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Importir mengajukan permohonan dengan melampirkan copy atau faks AWB dan/atau House AWB (HAWB), B/L dan/atau House B/L (HB/L) dari barang impor yang bersangkutan yang telah ditandasahkan oleh Pengangkut.
|
|||
(4)
|
Pelayanan PIB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) dilaksanakan menurut ketentuan penyelesaian barang impor dengan tujuan untuk dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(5)
|
Tatakerja pemberitahuan pendahuluan adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf B Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pelayanan Segera Pasal 39 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan pelayanan segera, Importir menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean disertai jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai dan PDRI kepada Pejabat di Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Pelayanan segera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diberikan terhadap importasi:
|
|||
|
a.
|
organ tubuh manusia antara lain ginjal, kornea mata, atau darah;
|
||
|
b.
|
jenazah dan abu jenazah;
|
||
|
c.
|
barang yang dapat merusak lingkungan antara lain bahan yang mengandung radiasi;
|
||
|
d.
|
binatang hidup;
|
||
|
e.
|
tumbuhan hidup;
|
||
|
f.
|
surat kabar, majalah yang peka waktu;
|
||
|
g.
|
barang berupa dokumen yang diurus oleh perusahaan jasa titipan;
|
||
|
h.
|
barang lainnya yang mendapat ijin dari Direktur Jenderal yang karena sifatnya memerlukan pelayanan segera.
|
||
(3)
|
Untuk menyelesaikan importasi dengan pelayanan segera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Importir wajib menyerahkan PIB definitif sesuai tatakerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dengan mendapatkan penetapan Jalur Hijau tanpa diterbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pengeluaran barang impor.
|
|||
(4)
|
Pelayanan segera terhadap barang impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c, d, atau e hanya dapat diberikan apabila telah mendapatkan ijin dari instansi teknis.
|
|||
(5)
|
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dipenuhi:
|
|||
|
a.
|
jaminan dicairkan;
|
||
|
b.
|
importir dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; dan
|
||
|
c.
|
kemudahan pelayanan segera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk dan atas nama Importir yang bersangkutan hanya dapat diberikan lagi setelah 6 (enam) bulan sejak importir menyelesaikan kewajibannya.
|
||
(6)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor dengan pelayanan segera adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf C Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pengeluaran Barang Impor Dengan Penangguhan Pembayaran Bea Masuk, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor Pasal 40 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean dapat memberikan persetujuan pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran Bea Masuk, Cukai dan PDRI terhadap barang impor:
|
|||
|
a.
|
untuk pembangunan proyek yang mendesak;
|
||
|
b.
|
untuk keperluan penanggulangan keadaan darurat misalnya bencana alam;
|
||
|
c.
|
yang akan memperoleh fasilitas pembebasan atau keringanan Bea Masuk dan/atau PDRI sebelum keputusannya diterbitkan.
|
||
(2)
|
Untuk pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Importir menyerahkan kepada Pejabat di Kantor Pabean:
|
|||
|
a.
|
PIB dengan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai dan PDRI; atau
|
||
|
b.
|
Dokumen Pelengkap Pabean dengan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai dan PDRI.
|
||
(3)
|
Penangguhan pembayaran Bea Masuk, Cukai dan PDRI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran PIB atau Dokumen Pelengkap Pabean.
|
|||
(4)
|
Untuk menyelesaikan importasi dengan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Importir wajib menyerahkan PIB definitif sesuai tatakerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dengan mendapatkan penetapan Jalur Hijau tanpa diterbitkan SPPB dalam waktu paling lama pada tanggal jatuh tempo pemberian penangguhan.
|
|||
(5)
|
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dipenuhi:
|
|||
|
a.
|
jaminan dicairkan;
|
||
|
b.
|
importir dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; dan
|
||
|
c.
|
kemudahan pelayanan segera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk dan atas nama Importir yang bersangkutan hanya dapat diberikan lagi setelah 6 (enam) bulan sejak importir menyelesaikan kewajibannya.
|
||
(6)
|
Tatakerja pengeluaran barang impor dengan penangguhan Bea Masuk, Cukai dan PDRI adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf D Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor di Tempat Lain Selain di Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara Pasal 41 |
||||
(1)
|
Pembongkaran dan penimbunan barang impor dapat dilakukan di tempat lain selain di Kawasan Pabean dan TPS setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pembongkaran dan penimbunan barang impor di tempat lain selain di Kawasan Pabean dan TPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
keadaan darurat (force majeure);
|
||
|
b.
|
sifat barang yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga tidak dapat dibongkar atau ditimbun di Kawasan Pabean;
|
||
|
c.
|
tidak dapat dilakukan pembongkaran karena kendala teknis;
|
||
|
d.
|
kongesti yang dinyatakan secara tertulis oleh Pengusaha Pelabuhan;
|
||
|
e.
|
tempat tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan pembongkaran dan/atau penimbunan;
|
||
|
f.
|
alasan lainnya berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean.
|
||
(3)
|
Tatakerja pembongkaran dan penimbunan barang impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf E Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pemeriksaan Barang Impor di Gudang atau Lapangan Penimbunan Milik Importir Pasal 42 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik Importir dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pemeriksaan barang impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekaligus merupakan ijin untuk menimbun barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik Importir yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Penyelesaian pemeriksaan barang impor dilakukan sesuai tatakerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(4)
|
Tatakerja penimbunan barang impor untuk pemeriksaan fisik barang di gudang atau lapangan penimbunan milik Importir adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf F Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pemeriksaan Pendahuluan dan Pengambilan Contoh untuk Pembuatan Pemberitahuan Impor Barang Pasal 43 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh untuk pembuatan PIB dapat dilakukan dalam hal Importir tidak dapat menetapkan sendiri klasifikasi dan/atau penghitungan nilai pabean sebagai dasar untuk penghitungan Bea Masuk, Cukai dan PDRI, karena uraian barang dan/atau rincian nilai pabean yang tercantum dalam dokumen pelengkap pabean tidak jelas.
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan persetujuan pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh, Importir mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(3)
|
Tatakerja pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh untuk pembuatan PIB adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf G Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Pemberitahuan Impor Barang Berkala Pasal 44 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean dapat memberikan kemudahan dengan PIB Berkala untuk penyelesaian barang impor yang telah dikeluarkan terlebih dahulu dengan menggunakan Dokumen Pelengkap Pabean dan jaminan dalam periode paling lama 30 (tiga puluh) hari.
|
|||
(2)
|
Kemudahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan kepada Importir yang mengimpor barang:
|
|||
|
a.
|
yang diimpor dalam frekuensi impor yang tinggi serta perlu segera digunakan;
|
||
|
b.
|
yang diimpor melalui saluran pipa atau jaringan transmisi; atau
|
||
|
c.
|
yang berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal dapat diberikan kemudahan PIB Berkala.
|
||
(3)
|
Importir wajib menyerahkan PIB Berkala beserta bukti pembayaran Bea Masuk, Cukai dan PDRI atas seluruh importasi pada periode bersangkutan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
|
|||
(4)
|
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dipenuhi:
|
|||
|
a.
|
jaminan dicairkan;
|
||
|
b.
|
importir dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; dan
|
||
|
c.
|
kemudahan pelayanan segera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk dan atas nama Importir yang bersangkutan hanya dapat diberikan lagi setelah 6 (enam) bulan sejak importir menyelesaikan kewajibannya.
|
||
(5)
|
Tatakerja PIB berkala adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf H Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Pengemas Yang Dipakai Berulangkali (Returnable Package) Pasal 45 |
||||
(1)
|
Importir dapat mempergunakan pengemas yang dipakai berulangkali dalam pelaksanaan importasinya.
|
|||
(2)
|
Ijin pemasukan dan pengeluaran pengemas yang dipakai berulangkali ke dan dari daerah pabean diberikan oleh Kepala Kantor Pabean dan berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan setiap tahunnya dapat diperpanjang atas permohonan importir.
|
|||
(3)
|
Terhadap pengemas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berasal dari impor yang tidak dipergunakan sesuai dengan ijin yang diberikan, importir wajib mengekspor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal teguran dari Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(4)
|
Importir yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib membayar Bea masuk dan PDRI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.
|
|||
(5)
|
Pelaksanaan dan tatakerja importasi yang mempergunakan pengemas yang dipakai berulangkali adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII huruf I Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VI
LAIN-LAIN Bagian Pertama Penatausahaan Pasal 46 |
||||
Kegiatan penatausahaan dalam Keputusan Direktur Jenderal ini diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Direktur Jenderal tentang Penatausahaan Dokumen, Barang, dan Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk Pasal 47 |
||||
(1)
|
Untuk penghitungan Bea Masuk, Cukai dan PDRI dipergunakan Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) yang berlaku:
|
|||
|
a.
|
dalam hal PIB bayar atau jaminan, pada saat dilakukannya pembayaran atau diserahkan jaminan Bea Masuk, Cukai dan PDRI;
|
||
|
b.
|
dalam hal PIB bebas, pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean;
|
||
|
c.
|
dalam hal Pembayaran Berkala, pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean.
|
||
(2)
|
NDPBM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang diterbitkan secara berkala.
|
|||
(3)
|
Dalam hal terdapat jenis valuta asing yang tidak ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), NDPBM yang dipergunakan adalah nilai konversi valuta asing tersebut dengan salah satu valuta asing yang tertera dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang NDPBM.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor Pasal 48 |
||||
(1)
|
Penetapan klasifikasi dan pembebanan barang impor serta pemberlakuan ketentuan impor lainnya untuk penghitungan Bea Masuk, Cukai dan PDRI berpedoman pada Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).
|
|||
(2)
|
Penetapan klasifikasi dan pembebanan barang impor dapat dilakukan sebelum penyerahan Pemberitahuan Pabean (Pre Entry Classification) atas permohonan Importir yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Penetapan klasifikasi dan pembebanan barang impor serta pemberlakuan ketentuan impor lainnya kecuali NDPBM didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean yang bersangkutan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Nilai Pabean Pasal 49 |
||||
(1)
|
Nilai Pabean yang dijadikan dasar penghitungan Bea Masuk, Cukai dan PDRI dinyatakan dalam Rupiah sebagai hasil perkalian NDPBM dengan nilai CIF dalam valuta asing.
|
|||
(2)
|
Penetapan Nilai Pabean didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran.
|
|||
(3)
|
Nilai Pabean sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibulatkan dalam rupiah penuh dengan cara menghilangkan bagian dari satuan rupiah.
|
|||
(4)
|
Tatakerja penelitian dan penetapan Nilai Pabean adalah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal tentang Penetapan Nilai Pabean.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Bea Masuk, Cukai, Pajak Dalam Rangka Impor dan Bunga Pasal 50 |
||||
(1)
|
Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
|
|||
|
a.
|
hasil perkalian Nilai Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dengan persentase (%) tarif pembebanan Bea Masuk (tarif ad valorem); atau
|
||
|
b.
|
hasil perkalian jumlah satuan barang dengan tarif pembebanan Bea Masuk per satuan yang ditetapkan (tarif spesifik).
|
||
(2)
|
Cukai yang harus dibayar adalah:
|
|||
|
a.
|
hasil perkalian harga dasar (jumlah Nilai Pabean dan Bea Masuk) dengan tarif Cukai; atau
|
||
|
b.
|
hasil perkalian Harga Jual Eceran Barang Kena Cukai (BKC) dengan tarif Cukai; atau
|
||
|
c.
|
hasil perkalian jumlah BKC dengan tarif Cukai.
|
||
(3)
|
PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor yang harus dibayar adalah hasil perkalian persentase (%) tarif PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor dengan hasil penjumlahan Nilai Pabean dan Bea Masuk serta Cukai yang benar-benar dibayar.
|
|||
(4)
|
Bea Masuk, Cukai, PDRI dan bunga dihitung untuk setiap jenis barang impor yang tercantum dalam PIB dan dibulatkan dalam Rupiah penuh dengan cara menghilangkan bagian dari satuan Rupiah.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Sanksi Administrasi Berupa Denda Pasal 51 |
||||
(1)
|
Penetapan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran ketentuan kepabeanan yang terjadi di Kantor Pabean dilaksanakan atas nama Direktur Jenderal oleh Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuknya.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan besarnya sanksi administrasi berupa denda dengan menerbitkan Surat Penetapan.
|
|||
(3)
|
Perhitungan persentase (%) denda dari kesalahan pemberitahuan jumlah, jenis, dan/atau nilai pabean didasarkan atas jumlah kekurangan pembayaran Bea Masuk yang seharusnya dibayar dibagi dengan jumlah pembayaran Bea Masuk yang telah dibayar dari seluruh barang impor yang dikenai sanksi administrasi dalam satu PIB.
|
|||
(4)
|
Penghitungan denda dalam hal terdapat kesalahan yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk didasarkan pada perkalian persentase (%) denda dengan jumlah kekurangan pembayaran Bea Masuk dari kesalahan pemberitahuan jumlah, jenis, dan/atau Nilai Pabean.
|
|||
(5)
|
Untuk barang impor dengan tarif atau tarif akhir Bea Masuk 0% (nol persen), sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah) hanya dikenakan satu kali saja untuk satu PIB.
|
|||
(6)
|
Contoh penghitungan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
(7)
|
Jika dalam satu PIB terdapat kelebihan bayar dalam satu pos dan kekurangan bayar dalam Pos yang lain, kelebihan bayar dapat dikompensasikan untuk membayar kekurangan bayar sepanjang masih dalam mata anggaran penerimaan yang sama.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Jangka Waktu Pelayanan Pasal 52 |
||||
(1)
|
Kepastian jangka waktu pelayanan penyelesaian barang impor untuk dipakai:
|
|||
|
a.
|
Pelayanan PIB sampai dengan penetapan jalur pengeluaran barang impor dalam waktu paling lama 4 (empat) jam kerja sejak penerimaan PIB.
|
||
|
b.
|
Dalam hal ditetapkan Jalur Merah, pelaksanaan pemeriksaan harus sudah dimulai dalam waktu paling lama 12 (dua belas) jam kerja sejak penerimaan PIB, dan SPPB harus diterbitkan paling lama dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam kerja sejak penerimaan PIB, kecuali untuk hal-hal tertentu.
|
||
|
c.
|
Penetapan klasifikasi barang, pembebanan dan Nilai Pabean harus dilakukan paling lama dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran PIB.
|
||
(2)
|
Pengendalian terhadap pelaksanaan jangka waktu pelayanan dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuknya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja Pejabat dan/atau unit kerja yang menangani pelayanan kepabeanan.
|
|||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut tentang jangka waktu pelayanan diatur dalam Lampiran X Direktur Jenderal Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Ketentuan Jam Kerja Kantor Pabean Pasal 53 |
||||
(1)
|
Jam kerja Kantor Pabean diberlakukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan tentang jam kerja kantor-kantor di lingkungan Departemen Keuangan.
|
|||
(2)
|
Kantor Pabean memberikan pelayanan selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari terhadap kegiatan:
|
|||
|
a.
|
penanganan manifest;
|
||
|
b.
|
pemeriksaan sarana pengangkut;
|
||
|
c.
|
pemantauan kegiatan pembongkaran, pemuatan dan penimbunan barang;
|
||
|
d.
|
pengeluaran barang yang telah mendapat persetujuan pengeluaran;
|
||
|
e.
|
penanganan barang penumpang, awak sarana pengangkut dan barang impor yang mendapat fasilitas pelayanan segera.
|
||
(3)
|
Kepala Kantor Pabean mengatur penempatan petugas yang melayani kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Pengeluaran Barang Re-Impor Pasal 54 |
||||
(1)
|
Barang re-impor adalah barang ekspor yang diimpor kembali, karena:
|
|||
|
a.
|
tidak laku dijual; tidak memenuhi kontrak pembelian; tidak memenuhi standar mutu atau tidak memenuhi ketentuan impor di negara tujuan ekspor atau sebab lainnya;
|
||
|
b.
|
telah selesai dilakukan perbaikan, pengerjaan atau pengujian di luar Daerah Pabean;
|
||
|
c.
|
telah selesai digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan di luar Daerah Pabean;
|
||
|
d.
|
telah selesai digunakan untuk keperluan pameran, pertunjukan atau perlombaan di luar Daerah Pabean.
|
||
(2)
|
Penyelesaian barang re-impor dengan PIB dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal tentang Penyelesaian Barang Re-impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesepuluh
Pengeluaran Barang yang Dikirim dari Satu Kawasan Pabean ke Kawasan Pabean Lainnya Yang Pengangkutannya Melalui Luar Daerah Pabean Pasal 55 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat pemuatan barang dapat memberikan persetujuan pengiriman barang dari Kawasan Pabean ke Kawasan Pabean lainnya yang pengangkutannya dilakukan melalui luar Daerah Pabean, dengan syarat:
|
|||
|
a.
|
Pengangkut atau pemilik barang mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean;
|
||
|
b.
|
dilakukan pemeriksaan fisik barang;
|
||
|
c.
|
dilakukan penyegelan terhadap kemasan dan/atau petikemas;
|
||
|
d.
|
dilakukan pengawasan pemuatan.
|
||
(2)
|
Barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean di pelabuhan tujuan, dengan syarat:
|
|||
|
a.
|
barang dimaksud telah dicantumkan dalam manifest (BC 1.1);
|
||
|
b.
|
Pengangkut atau pemilik barang mengajukan permohonan dilampiri Berita Acara Penyegelan, Laporan Hasil Pemeriksaan dan Berita Acara Pengawasan Pemuatan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat pembongkaran;
|
||
|
c.
|
dalam hal barang dimaksud berasal dari pelabuhan bebas dan/atau kawasan berikat di Daerah Pabean, pengangkut atau pemilik barang wajib melampirkan copy PIB yang telah dilegalisir oleh Pejabat di Kantor Pabean yang mengawasi tempat pemuatan barang;
|
||
|
d.
|
dilakukan pemeriksaan terhadap segel yang diterakan oleh Pejabat di Kantor Pabean tempat pemuatan barang;
|
||
|
e.
|
dapat dilakukan pemeriksan fisik barang.
|
||
(3)
|
Tatakerja pengiriman dan pengeluaran barang yang berasal dari satu Kawasan Pabean tujuan Kawasan Pabean lainnya yang pengangkutannya melalui luar Daerah Pabean, adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI Keputusan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kesebelas
Pembatalan PIB Pasal 56 |
||||
(1)
|
PIB dibatalkan apabila berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 27 barang impor harus diselesaikan dengan reekspor.
|
|||
(2)
|
PIB yang diajukan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan hanya dapat dibatalkan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
salah kirim yaitu data PIB dikirim ke Kantor Pabean lain dari Kantor Pabean tempat barang dibongkar;
|
||
|
b.
|
pengiriman data PIB dari importasi yang sama dilakukan lebih dari satu kali.
|
||
(3)
|
Pembatalan PIB dilakukan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan importir.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VII
PENUTUP Pasal 57 |
||||
Dengan berlakunya Keputusan Direktur Jenderal ini, maka:
|
||||
a.
|
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-15/BC/1999 tanggal 24 Maret 1999;
|
|||
b.
|
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-83/BC/1999 tanggal 31 Desember 1999; dan
|
|||
c.
|
Peraturan-peraturan lain yang bertentangan dengan Keputusan Direktur Jenderal ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 58 |
||||
Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2003.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Januari 2003 DIREKTUR JENDERAL, ttd. EDDY ABDURRACHMAN |