Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
|
||||
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
bahwa sebagai tindak lanjut dari evaluasi komprehensif terhadap pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dipandang perlu untuk menyempurnakan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-10/BC/1997 tanggal 31 Januari 1997 tentang Petunjuk Umum Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor.
|
||||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1.
|
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
|
|||
2.
|
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
|
|||
3.
|
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
|
|||
4.
|
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3612);
|
|||
5.
|
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3613);
|
|||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3626);
|
|||
7.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 37 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3627);
|
|||
8.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 50 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3638);
|
|||
9.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 51 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3639);
|
|||
10.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3651);
|
|||
11.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 232/KMK.05/1996 tentang Tatacara Pembayaran dan Penyetoran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga dan Pajak Dalam Rangka Impor;
|
|||
12.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 233/KMK.05/1996 tentang Tatacara Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan Bunga;
|
|||
13.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tatacara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga dan Pajak Dalam Rangka Impor jo.
|
|||
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 22/KMK.05/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tatacara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga dan Pajak Dalam Rangka Impor;
|
|||
14.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/KMK.05/1996 tentang Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara dan Barang yang Menjadi Milik Negara;
|
|||
15.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 236/KMK.05/1996 tentang Buku Catatan Pabean;
|
|||
16.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 399/KMK.05/1996 tentang Gudang Berikat;
|
|||
17.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 440/KMK.05/1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk atas Barang Impor;
|
|||
18.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 489/KMK.05/1996 tentang Pelaksanaan Audit di Bidang Kepabeanan;
|
|||
19.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 490/KMK.05/1996 tentang Tatalaksana Impor Barang Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, Kiriman Pos dan Kiriman Melalui Perusahaan Jasa Titipan;
|
|||
20.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 491/KMK.05/1996 tentang Dasar Perhitungan Bea Masuk atas Barang Impor;
|
|||
21.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 573/KMK.05/1996 tentang Tempat Penimbunan Sementara;
|
|||
22.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 574/KMK.05/1996 tentang Tatalaksana Impor Sementara;
|
|||
23.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 575/KMK.05/1996 tentang Tatalaksana Pengangkutan Terus atau Pengangkutan Lanjut Barang Impor atau Ekspor;
|
|||
24.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 584/KMK.05/1996 tentang Tatacara Pembulatan Jumlah Bea Masuk, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak Dalam Rangka Impor;
|
|||
25.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 585/KMK.05/1996 tentang Penggunaan Jaminan Bank untuk Menjamin Pembayaran Pungutan Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, dan Pajak Dalam Rangka Impor;
|
|||
26.
|
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 25/KMK.05/1997 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK UMUM PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Barang impor adalah barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean.
|
|||
2.
|
Bukti Pembayaran adalah Surat yang menunjukan bahwa suatu pembayaran atas suatu pungutan negara telah dilakukan, yaitu Surat Setoran Bea Cukai (SSBC), Surat Setoran Pajak (SSP), Bukti Pembayaran Bea Cukai (BPBC) dan Bukti Penerimaan Pajak Atas Impor (BPPAI)
|
|||
3.
|
Customs Respons (cusres) adalah Dokumen UN/EDIFACT yang dikirim Bea dan Cukai sebagai respon terhadap dokumen yang telah diterima sebelumnya.
|
|||
4.
|
Dokumen pelengkap pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya bill of lading/airway bill, invoice, packing list, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
|
|||
5.
|
EDI Network adalah jaringan EDI yang dikelola oleh EDI Provider.
|
|||
6.
|
Electronic Data Interchange (EDI) adalah alir informasi bisnis antar organisasi secara otomatis, tanpa campur tangan manusia. Informasi ini terintegrasi dan mengalir ke dalam dan keluar suatu organisasi sistem bisnis manajemen.
|
|||
7.
|
Hi-Co Scan X-Ray Container Inspection System yang selanjutnya disebut Hi-Co Scan adalah sistem pra pemeriksaan fisik barang impor dengan menggunakan alat Hi-Co Scan X-Ray.
|
|||
8.
|
Identitas Importir/PPJK adalah data tentang Importir/PPJK yaitu nama, alamat, NPWP dan status Importir/PPJK dan data lain yang diperlukan.
|
|||
9.
|
Identitas Kemasan atau Peti Kemas adalah merek, jenis, ukuran dan nomor kemasan atau peti kemas.
|
|||
10.
|
Komputerisasi adalah kegiatan pelayanan kepabeanan yang menggunakan sarana komputer.
|
|||
11.
|
Kongesti adalah suatu kondisi di tempat penimbunan sementara yang tidak memungkinkan lagi dilakukan penimbunan barang karena daya tampung TPS telah maksimal.
|
|||
12.
|
Media Elektronik adalah disket atau hubungan langsung antar komputer.
|
|||
13.
|
Nomor Penerimaan (Nopen) adalah nomor yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai sebagai bukti penerimaan PIB.
|
|||
14.
|
Nota Hasil Intelijen (NHI) adalah produk intelijen yang dihasilkan oleh Kantor Pusat dan/atau Kantor Wilayah DJBC.
|
|||
15.
|
Nota Informasi (NI) adalah produk informasi yang dihasilkan oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
|
|||
16.
|
Nota Pemberitahuan adalah nota yang dibuat oleh Pejabat tentang adanya pelanggaran ketentuan larangan/pembatasan impor.
|
|||
17.
|
Nota Pembetulan adalah nota yang dibuat oleh Pejabat tentang kekurangan atau kelebihan pembayaran Bea Masuk, Cukai, Pajak dalam rangka impor dan sanksi administrasi berupa denda.
|
|||
18.
|
Pejabat adalah Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995.
|
|||
19.
|
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara (BC 2.0).
|
|||
20.
|
Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT) adalah PIB untuk barang impor tertentu yaitu barang pindahan, barang impor sementara yang dibawa penumpang, barang impor melalui jasa titipan, sarana angkutan laut dan udara, dan barang impor tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai (BC 2.1).
|
|||
21.
|
PIB Disket adalah PIB yang dilampiri disket yang di dalamnya berisi data PIB.
|
|||
22.
|
Profil adalah himpunan data tertentu yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagai sarana untuk membuat keputusan atas penyelesaian impor barang.
|
|||
23.
|
Secara Manual adalah proses pelayanan kepabeanan yang dilaksanakan tanpa menggunakan sarana komputer.
|
|||
24.
|
Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) adalah surat tanda terima jaminan yang diterbitkan oleh Bapeksta Keuangan.
|
|||
25.
|
Uraian Barang meliputi jenis, merk, tipe, ukuran dan spesifikasi teknis lainnya yang mempengaruhi nilai pabean dan/atau klasifikasi.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB II
KEDATANGAN SARANA PENGANGKUT, PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR Bagian Pertama Kedatangan Sarana Pengangkut Pasal 2 |
||||
(1)
|
Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (BC 1.0) dalam 2 (dua) rangkap kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
|
|||
(2)
|
Untuk sarana pengangkut yang mempunyai jadwal kedatangan secara teratur dalam suatu periode tertentu, Pengangkut tidak perlu menyerahkan Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut tetapi cukup menyerahkan Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut.
|
|||
(3)
|
Setiap perubahan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut atau Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut, wajib diberitahukan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(4)
|
Penyerahan Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak diwajibkan bagi sarana pengangkut yang datang dari luar daerah pabean melalui darat.
|
|||
(5)
|
Penyerahan Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara manual atau melalui media elektronik.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menerima, membukukan serta memberikan tanda bukti penerimaan Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut atau Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
Sarana pengangkut diperiksa oleh Pejabat apabila berdasarkan analisis profil dan/atau informasi yang diterima mengenai sarana pengangkut, perlu dilakukan pemeriksaan.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan Kedatangan Barang Impor berupa:
|
|||
|
a.
|
Manifest (BC 1.1),
|
||
|
b.
|
Daftar Penumpang dan/atau Awak Sarana Pengangkut,
|
||
|
c.
|
Daftar Bekal Kapal,
|
||
|
d.
|
Daftar Senjata Api, dan
|
||
|
e.
|
Daftar Obat-Obatan termasuk Narkotika yang digunakan untuk kepentingan pengobatan; dalam 3 (tiga) rangkap selambat-lambatnya 24 jam sejak kedatangan Sarana Pengangkut dalam bentuk tertulis atau melalui media elektronik dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris kepada Pejabat.
|
||
(2)
|
Pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean melalui darat wajib menyerahkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Daftar Barang Impor yang diangkutnya.
|
|||
(3)
|
Kedatangan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
|||
|
a.
|
Untuk sarana pengangkut melalui laut pada saat sarana pengangkut tersebut membuang jangkar di perairan pelabuhan.
|
||
|
b.
|
Untuk sarana pengangkut melalui udara pada saat sarana pengangkut tersebut mendarat di landasan bandar udara.
|
||
|
c.
|
Untuk sarana pengangkut melalui darat pada saat sarana pengangkut tersebut tiba di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||
Untuk barang impor yang akan diangkut terus, Pengangkut wajib membuat manifest secara terpisah dan menyerahkannya bersama-sama dengan manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Dalam hal Sarana Pengangkut dalam keadaan darurat, Pengangkut dapat membongkar barang impor terlebih dahulu, dan dalam waktu selambat-lambatnya 72 jam setelah pembongkaran wajib menyerahkan Pemberitahuan ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai terdekat.
|
|||
(2)
|
Dalam hal Sarana Pengangkut tidak mengangkut barang impor, pengangkut menyerahkan pemberitahuan nihil ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||
Kewajiban penyerahan Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikecualikan terhadap Sarana Pengangkut yang berlabuh tidak lebih dari 24 jam dan tidak melakukan kegiatan bongkar muat barang impor atau ekspor.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
Tatacara penyerahan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut dan Pemberitahuan Kedatangan Barang Impor diatur lebih lanjut dalam Lampiran I Keputusan ini.
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pembongkaran dan Penimbunan Pasal 10 |
||||
Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang telah diterima oleh Pejabat merupakan persetujuan pembongkaran barang impor.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||
(1)
|
Dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas kurang dibongkar atau ditimbun dan Pengangkut atau Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara tidak dapat mempertanggungjawabkan terjadinya kekurangan bongkar/timbun tersebut, wajib melunasi Bea Masuk, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor berikut sanksi administrasi yang harus dibayar.
|
|||
(2)
|
Dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas lebih dibongkar atau ditimbun dan pengangkut atau Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara tidak dapat mempertanggungjawabkan terjadinya kelebihan bongkar/timbun tersebut, dikenakan sanksi administrasi.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Pembongkaran barang impor dilaksanakan di:
|
|||
|
a.
|
Kawasan Pabean; atau
|
||
|
b.
|
Tempat lain setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasinya.
|
||
(2)
|
Segera setelah selesai pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut atau kuasanya wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas yang telah dibongkar ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilakukan di:
|
|||
|
a.
|
Tempat Penimbunan Sementara; atau
|
||
|
b.
|
Gudang atau lapangan penimbunan milik Importir setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasinya.
|
||
(2)
|
Segera setelah selesai penimbunan, Pengusaha tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas yang telah ditimbun ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Tatacara pengawasan pembongkaran barang impor di kawasan pabean dan penimbunan barang impor di TPS diatur lebih lanjut dalam Lampiran II Keputusan ini.
|
|||
(2)
|
Tatacara pembongkaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b dan penimbunan barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf C Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB III
PENGELUARAN BARANG IMPOR Bagian Pertama Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean Pasal 15 |
||||
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean dapat dilakukan untuk:
|
||||
a.
|
diimpor untuk dipakai;
|
|||
b.
|
diimpor sementara;
|
|||
c.
|
ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat;
|
|||
d.
|
diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya;
|
|||
e.
|
diangkut terus atau diangkut la njut; atau
|
|||
f.
|
diekspor kembali.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai Pasal 16 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dilaksanakan dengan menggunakan pemberitahuan pabean:
|
|||
|
a.
|
PIB; atau
|
||
|
b.
|
PIBT untuk barang impor tertentu yaitu barang pindahan, barang impor melalui jasa titipan, sarana angkutan laut dan udara dan barang impor lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; atau
|
||
|
c.
|
Customs Declaration (BC 2.2) untuk barang penumpang dan awak sarana pengangkut; atau
|
||
|
d.
|
Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP) untuk barang impor melalui PT (Persero) Pos Indonesia; atau
|
||
|
e.
|
Pemberitahuan Lintas Batas untuk barang impor pelintas batas.
|
||
(2)
|
Pengeluaran barang impor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan menyerahkan PIB yang dapat dilakukan secara manual atau melalui media elektronik sesudah atau sebelum barang impor yang bersangkutan tiba di pelabuhan pemasukan.
|
|||
(3)
|
Pengeluaran barang impor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan menyerahkan PIBT yang tata caranya diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf A Keputusan ini.
|
|||
(4)
|
Pengeluaran barang impor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, d dan e ditetapkan secara tersendiri.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||
Untuk pengeluaran barang impor untuk dipakai, Importir/PPJK mengisi PIB dan menghitung sendiri bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor untuk kemudian melakukan pembayaran ke Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang dengan mendapatkan Bukti Pembayaran.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||
Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pelayanan Bea dan Cukai menerima pembayaran Bea Masuk, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor berdasarkan PIB dan membubuhkan nomor dan tanggal pembayaran pada PIB dan bukti pembayaran.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||
Importir/PPJK menyerahkan PIB beserta dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||
PIB atas nama Importir/PPJK yang tidak melunasi tagihan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Nota Pembetulan, tidak dapat dilayani.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||
Pejabat menetapkan jalur pengeluaran barang impor berupa:
|
||||
a.
|
Jalur hijau, tidak diperlukan pemeriksaan fisik, apabila:
|
|||
|
-
|
tidak ada Nota Hasil Intelijen (NHI)/Nota Informasi (NI), dan
|
||
|
-
|
tidak terkena pemeriksaan acak.
|
||
b.
|
Jalur merah, diperlukan pemeriksaan fisik, apabila:
|
|||
|
-
|
ada Nota Hasil Intelijen (NHI)/Nota Informasi (NI), dan/atau
|
||
|
-
|
terkena pemeriksaan acak.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||||
(1)
|
Tatacara pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menggunakan PIB secara manual diatur lebih lanjut dalam Lampiran III Keputusan ini.
|
|||
(2)
|
Tatacara pengeluaran barang impor untuk dipakai secara elektronik melalui media disket diatur lebih lanjut dalam Lampiran IV Keputusan ini.
|
|||
(3)
|
Tatacara pengeluaran barang impor untuk dipakai secara elektronik melalui jaringan Electronic Data Interchange (EDI) diatur lebih lanjut sesuai Lampiran V Keputusan ini.
|
|||
(4)
|
Tatacara penyelesaian pengeluaran barang impor dengan PIB jalur hijau yang mendapat Nota Informasi diatur lebih lanjut dalam Lampiran XII Keputusan ini.
|
|||
(5)
|
Tatacara penyelesaian barang impor yang kedapatan eksep diatur lebih lanjut dalam Lampiran XIII Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||
(1)
|
Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan impor yang berlaku, terhadap berkas PIB dan PIBT yang telah diberikan persetujuan pengeluaran barang dilakukan penelitian untuk penetapan klasifikasi barang dan nilai pabean;
|
|||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak PIB mendapatkan nomor pendaftaran;
|
|||
(3)
|
Terhadap berkas PIB dan PIBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan verifikasi yang hasilnya dapat dijadikan sebagai kriteria pelaksanaan audit di bidang kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Jangka Waktu Pelayanan Pasal 24 |
||||
(1)
|
Kepastian jangka waktu pelayanan penyelesaian barang impor untuk dipakai:
|
|||
|
a.
|
Pelayanan PIB sampai dengan penetapan jalur pengeluaran barang impor dalam waktu paling lama 4 (empat) jam kerja sejak penerimaan PIB.
|
||
|
b.
|
Dalam hal ditetapkan jalur merah, pelaksanaan pemeriksaan harus sudah dimulai dalam waktu paling lama 12 (dua belas) jam kerja sejak penerimaan PIB, dan SPPB harus diterbitkan selambat-lambatnya dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam kerja sejak penerimaan PIB, kecuali untuk hal-hal tertentu.
|
||
|
c.
|
Penetapan klasifikasi barang, pembebanan dan nilai pabean harus dilakukan selambat- lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak PIB mendapatkan nomor pendaftaran.
|
||
(2)
|
Pengendalian terhadap pelaksanaan jangka waktu pelayanan dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk untuk keperluan pengawasan kinerja Pejabat dan/atau unit kerja yang menangani pelayanan kepabeanan.
|
|||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut tentang jangka waktu pelayanan diatur dalam Lampiran XI Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pengeluaran Barang Untuk Di Impor Sementara Pasal 25 |
||||
(1)
|
Untuk pengeluaran barang untuk diimpor sementara, Importir mengisi PIB dalam 3 (tiga) rangkap dan menghitung sendiri bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor yang harus dibayar dan/atau jaminan yang harus diserahkan.
|
|||
(2)
|
Importir menyerahkan PIB dan dokumen pelengkap pabean serta jaminan dan bukti pembayaran dalam hal mendapatkan keringanan, kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pengeluaran barang.
|
|||
(3)
|
Terhadap barang impor sementara yang dibawa oleh penumpang, Importir/PPJK menyerahkan PIBT.
|
|||
(4)
|
Tatacara pengeluaran barang untuk diimpor sementara diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf B Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||||
(1)
|
Ekspor kembali barang yang diimpor sementara dilaksanakan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0) dengan dilakukan pemeriksaan fisik.
|
|||
(2)
|
Khusus barang impor sementara yang diimpor dengan ATA-Carnet atau CPD-Carnet berlaku ketentuan pengeluaran barang impor sebagaimana diatur di dalam ketentuan ATA-Carnet atau CPD- Carnet.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pengeluaran Barang Untuk Ditimbun Di Tempat Penimbunan Berikat Pasal 27 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dengan tujuan untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean BC 2.3 yang diajukan kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi Tempat Penimbunan Berikat.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pengeluaran barang diberikan oleh Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tempat Pembongkaran/Penimbunan barang setelah terdapat kesesuaian identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum di BC 2.3 dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Tatacara pengeluaran barang impor untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf C Keputusan ini Bagian Keenam Pengeluaran Barang Untuk Diangkut Ke Tempat Penimbunan Sementara Di Kawasan Pabean Lainnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 28 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dengan tujuan untuk diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean BC 1.2 yang diajukan kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Pabean tempat pembongkaran barang.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah terdapat kesesuaian identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum di BC 1.2 dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan dan setelah dipenuhi persyaratan yang diperlukan.
|
|||
(3)
|
Tatacara pengeluaran barang impor untuk diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf D Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pengeluaran Barang Untuk Diangkut Lanjut Pasal 29 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean dengan tujuan untuk diangkut lanjut dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean BC 1.2 yang diajukan oleh Pengangkut atau Pemilik Barang kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi kawasan pabean tersebut.
|
|||
(2)
|
Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah terdapat kesesuaian identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum di BC 1.2 dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Tata cara pengeluaran barang impor untuk diangkut lanjut diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf E Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Pengeluaran Barang Untuk Diekspor Kembali Pasal 30 |
||||
(1)
|
Terhadap barang impor yang:
|
|||
|
a.
|
tidak sesuai pesanan;
|
||
|
b.
|
tidak boleh diimpor karena adanya perubahan peraturan;
|
||
|
c.
|
salah kirim;
|
||
|
d.
|
oleh sebab lainnya;
|
||
|
dan masih berada di dalam kawasan pabean, dapat diekspor kembali, kecuali terhadap barang tersebut telah diajukan PIB dan telah dilakukan pemeriksaan fisik kedapatan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai.
|
|||
(2)
|
Untuk pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Importir atau Pengangkut mengisi dan menyerahkan Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0) kepada Pejabat di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemuatan;
|
|||
(3)
|
Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah terdapat kesesuaian identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (BC 3.0) dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Tatacara pengeluaran barang impor untuk diekspor kembali diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI huruf F Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB IV
PENEGAHAN DAN NOTA INFORMASI Bagian Kesatu Penegahan Barang Impor Pasal 31 |
||||
(1)
|
Pejabat wajib melakukan penegahan terhadap:
|
|||
|
a.
|
barang impor yang berada di kawasan pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran bebas tanpa memenuhi kewajiban pabean
|
||
|
b.
|
barang impor yang dikeluarkan dari kawasan pabean yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya
|
||
(2)
|
Penegahan tidak dapat dilakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
paket atau barang yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos;
|
||
|
b.
|
barang yang berdasarkan hasil pemeriksaan ulang atas pemberitahuan atau dokumen pelengkap pabean menunjukkan adanya kekurangan pembayaran bea masuk;
|
||
|
c.
|
barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial berupa:
|
||
|
|
i.
|
barang bawaan penumpang;
|
|
|
|
ii.
|
barang awak sarana pengangkut;
|
|
|
|
iii.
|
barang pelintas batas;
|
|
|
|
iv.
|
barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.
|
|
(3)
|
Tatacara penegahan barang impor diatur lebih lanjut dalam Lampiran VII Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penerbitan Nota Informasi Pasal 32 |
||||
(1)
|
Apabila berdasarkan hasil intelijen atau informasi lainnya terdapat kecurigaan atas barang impor, dapat diterbitkan Nota Informasi untuk dilakukan pengawasan.
|
|||
(2)
|
Tatacara penerbitan, pendistribusian dan penyelesaian Nota Informasi diatur lebih lanjut dalam Lampiran VIII keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB V
PENATAUSAHAAN Pasal 33 |
||||
(1)
|
Kegiatan penatausahaan dalam Keputusan ini meliputi:
|
|||
|
a.
|
Penatausahaan dokumen impor;
|
||
|
b.
|
Penatausahaan barang impor;
|
||
|
c.
|
Penatausahaan penerimaan negara dalam rangka impor.
|
||
(2)
|
Penatausahaan dokumen impor dilakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
Rencana kedatangan/keberangkatan sarana pengangkut dan manifest;
|
||
|
b.
|
Pemberitahuan barang impor yang diangkut lanjut tujuan dalam daerah pabean atau luar daerah pabean
|
||
|
c.
|
Pemberitahuan pengangkutan barang asal daerah pabean dari satu tempat ke tempat lain melalui luar daerah pabean;
|
||
|
d.
|
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT);
|
||
|
e.
|
Pemberitahuan pengangkutan barang impor dari satu tempat ke tempat lainnya dalam pengawasan pabean;
|
||
|
f.
|
Pemberitahuan barang impor yang diekspor kembali;
|
||
(3)
|
Penatausahaan barang impor dilakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
Barang impor yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai,
|
||
|
b.
|
Barang impor yang dikuasai negara
|
||
|
c.
|
Barang impor yang menjadi milik negara;
|
||
(4)
|
Penatausahaan penerimaan negara dilakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
Pembayaran dan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor;
|
||
|
b.
|
Penagihan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi dan bunga serta pajak dalam rangka impor;
|
||
|
c.
|
Pengembalian kelebihan pembayaran bea masuk, cukai, sanksi administrasi dan bunga.
|
||
(5)
|
Tatacara penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3) dan (4) diatur lebih lanjut dalam Lampiran IX Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VI
KEMUDAHAN-KEMUDAHAN Bagian Pertama Pemberitahuan Pendahuluan Pasal 34 |
||||
(1)
|
Importir dapat mengajukan PIB sebelum kedatangan sarana pengangkut, dengan melampirkan copy atau fax AWB dan/atau House AWB (HAWB), B/L dan/atau House B/L (HB/L) dari barang impor yang bersangkutan yang telah ditandasahkan oleh pengangkut.
|
|||
(2)
|
Pelayanan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan menurut ketentuan pengeluaran barang impor untuk dipakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Keputusan ini.
|
|||
(3)
|
Tatacara pemberitahuan pendahuluan dan penyelesaian PIB diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf A Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pelayanan Segera Pasal 35 |
||||
(1)
|
Importir/PPJK dapat melaksanakan pengeluaran barang impor tertentu dengan menggunakan dokumen pelengkap pabean disertai jaminan dalam rangka pemberian kemudahan pelayanan segera.
|
|||
(2)
|
Pengeluaran barang impor dengan pelayanan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan terhadap:
|
|||
|
a.
|
organ tubuh manusia antara lain ginjal, kornea mata, darah;
|
||
|
b.
|
jenazah dan abu jenazah;
|
||
|
c.
|
barang yang dapat merusak lingkungan antara lain bahan yang mengandung radiasi;
|
||
|
d.
|
binatang hidup;
|
||
|
e.
|
tumbuhan hidup;
|
||
|
f.
|
surat kabar, majalah yang peka waktu;
|
||
|
g.
|
dokumen yang diurus oleh perusahaan jasa titipan;
|
||
|
h.
|
barang lainnya yang mendapat izin dari Direktur Jenderal yang karena sifatnya memerlukan pelayanan segera.
|
||
(3)
|
Importir/PPJK wajib menyerahkan PIB definitif sesuai tatacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dengan mendapatkan penetapan jalur hijau tanpa diterbitkan SPPB dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pengeluaran barang impor guna menarik kembali jaminan yang telah diserahkan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, jaminan dicairkan, dan kemudahan pelayanan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Importir/PPJK yang bersangkutan tidak diberikan lagi.
|
|||
(5)
|
Tatacara pengeluaran barang impor dengan pelayanan segera diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf B Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pengeluaran Barang Impor Dengan Penangguhan Pembayaran Pasal 36 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor dapat dilakukan terhadap barang yang diimpor:
|
|||
|
a.
|
oleh importir yang mendapat kemudahan pembayaran berkala;
|
||
|
b.
|
untuk pembangunan proyek yang mendesak;
|
||
|
c.
|
untuk keperluan penanggulangan keadaan darurat misalnya bencana alam;
|
||
|
d.
|
yang akan memperoleh fasilitas pembebasan atau keringanan Bea Masuk dan/atau Pajak dalam rangka impor sebelum keputusannya diterbitkan
|
||
(2)
|
Untuk pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir/PPJK menggunakan PIB dengan jaminan atau dokumen pelengkap pabean dengan jaminan.
|
|||
(3)
|
Importir/PPJK wajib menyerahkan PIB definitif sesuai tatacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dengan mendapatkan penetapan jalur hijau tanpa diterbitkan SPPB dalam waktu selambat-lambatnya pada tanggal jatuh tempo pemberian penangguhan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, jaminan dicairkan dan kemudahan penangguhan untuk dan atas nama Importir yang bersangkutan tidak diberikan lagi.
|
|||
(5)
|
Tatacara pengeluaran barang impor dengan penangguhan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor daitur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf F Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pembongkaran Dan Penimbunan Barang Impor Di Tempat Lain Selain Di Kawasan Pabean Dan TPS Pasal 37 |
||||
(1)
|
Pembongkaran dan penimbunan barang impor dapat dilakukan di tempat lain selain di kawasan pabean dan TPS setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
|
|||
(2)
|
Tatacara pembongkaran dan penimbunan barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf C Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pemeriksaan Barang Impor Di Gudang Atau Lapangan Penimbunan Milik Importir Pasal 38 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan barang impor di gudang atau lapangan penimbunan Importir dapat diberikan dengan syarat, Importir yang bersangkutan telah mendapatkan persetujuan untuk menimbun barang impor di gudang atau pekarangan Importir yang bersangkutan.
|
|||
(2)
|
Penyelesaian pemeriksaan barang impor dilakukan sesuai tatacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pemeriksaan Pendahuluan Dan Pengambilan Contoh Untuk Pembuatan PIB Pasal 39 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh untuk pembuatan PIB dapat dilakukan dalam hal Importir sulit menetapkan sendiri klasifikasi dan/atau penghitungan nilai pabean sebagai dasar untuk penghitungan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor yang disebabkan uraian dan/atau rincian nilai pabean dan/atau mutu barang yang tercantum dalam dokumen pelengkap pabean tidak jelas.
|
|||
(2)
|
Untuk mendapatkan persetujuan pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh, Importir mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dengan menyebutkan alasannya.
|
|||
(3)
|
Tatacara pemeriksaan pendahuluan dan pengambilan contoh untuk pembuatan PIB diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf E Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pembayaran Berkala Pasal 40 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dapat memberikan kemudahan pembayaran berkala kepada Importir Produsen dengan menangguhkan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor atas barang yang diimpor dalam satu periode tertentu.
|
|||
(2)
|
Importir Produsen harus menyerahkan jaminan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
|
|||
(3)
|
Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak jatuh tempo Importir Produsen tidak memenuhi kewajiban pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor.
|
|||
(4)
|
Tata cara pembayaran berkala diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf G Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
PIB Berkala Pasal 41 |
||||
(1)
|
Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dapat memberikan kemudahan untuk menyelesaikan barang impor dengan menggunakan PIB Berkala atas barang impor yang telah dikeluarkan terlebih dahulu dengan menggunakan dokumen pelengkap pabean dan jaminan dalam periode yang telah ditetapkan.
|
|||
(2)
|
Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Importir Produsen yang telah memperoleh kemudahan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40.
|
|||
(3)
|
Barang impor yang dapat diselesaikan dengan menggunakan PIB Berkala adalah:
|
|||
|
a.
|
yang diimpor dalam frekuensi impor yang tinggi serta perlu segera digunakan;
|
||
|
b.
|
yang diimpor melalui saluran pipa atau jaringan transmisi; atau
|
||
|
c.
|
yang berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat diberikan kemudahan PIB Berkala.
|
||
(4)
|
Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut apabila dalam 7 (tujuh) hari kerja sejak jatuh tempo Importir Produsen tidak memenuhi kewajiban pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor dan menyerahkan PIB Berkala.
|
|||
(5)
|
Tatacara PIB berkala diatur lebih lanjut dalam Lampiran X huruf H Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VI
LAIN-LAIN Bagian Kesatu Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) Pasal 42 |
||||
(1)
|
Untuk penghitungan bea masuk dipergunakan NDPBM yang berlaku:
|
|||
|
a.
|
dalam hal PIB bayar atau jaminan, pada saat dilakukannya pembayaran atau diserahkan jaminan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor;
|
||
|
b.
|
dalam hal PIB bebas, pada saat diajukannya PIB ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai;
|
||
(2)
|
NDPBM sebagaimana tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan secara berkala.
|
|||
(3)
|
Dalam hal terdapat jenis valuta asing yang tidak dia tur dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), NDPBM yang dipergunakan adalah nilai tukar yang berlaku pada Bank Indonesia pada saat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Klasifikasi dan Pembebanan Pasal 43 |
||||
(1)
|
Penetapan klasifikasi dan pembebanan impor serta pemberlakuan ketentuan-ketentuan impor lainnya untuk penghitungan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor berpedoman pada Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.
|
|||
(2)
|
Penetapan klasifikasi dan pembebanan impor dapat dilakukan sebelum penyerahan Pemberitahuan Pabean (Pre Entry Classification) atas permohonan yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku.
|
|||
(3)
|
Penetapan klasifikasi dan pembebanan impor serta pemberlakuan ketentuan-ketentuan impor lainnya didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada saat PIB mendapatkan nomor pendaftaran.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Nilai Pabean Pasal 44 |
||||
(1)
|
Nilai pabean yang dijadikan dasar penghitungan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor dinyatakan dalam Rupiah sebagai hasil perkalian NDPBM dengan nilai CIF dalam valuta asing.
|
|||
(2)
|
Penetapan nilai pabean didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada saat PIB mendapatkan nomor pendaftaran.
|
|||
(3)
|
Nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibulatkan menjadi rupiah penuh dengan cara menghilangkan bagian dari satuan rupiah
|
|||
(4)
|
Tatacara penelitian dan penetapan nilai pabean diatur lebih lanjut dalam Lampiran XIV Keputusan ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Bea Masuk, Cukai Dan Pajak dalam Rangka Impor, Denda dan Bunga Pasal 45 |
||||
(1)
|
Bea masuk yang harus dibayar adalah hasil perkalian nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dengan persentase (%) tarif pembebanan bea masuk.
|
|||
(2)
|
Cukai yang harus dibayar adalah:
|
|||
|
a.
|
hasil perkalian harga dasar (jumlah nilai pabean dan bea masuk) dengan tarif cukai; atau
|
||
|
b.
|
hasil perkalian harga jual eceran BKC dengan tarif cukai; atau
|
||
|
c.
|
hasil perkalian jumlah BKC dengan tarif cukai
|
||
(3)
|
PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor yang harus dibayar adalah hasil perkalian persentase (%) tarif PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor dengan hasil penjumlahan antara nilai pabean dan bea masuk serta cukai yang benar-benar dibayar.
|
|||
(4)
|
Bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor, denda dan bunga dihitung untuk setiap jenis barang impor yang tercantum dalam PIB dan dibulatkan dalam rupiah penuh dengan cara menghilangkan bagian dari satuan rupiah.
|
|||
(5)
|
Dalam hal terjadi perbedaan penghitungan antara Importir/PPJK dengan Pejabat yang disebabkan oleh pembulatan, perbedaan tersebut diabaikan untuk keuntungan Importir/PPJK.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Sanksi Administrasi Berupa Denda Pasal 46 |
||||
(1)
|
Penetapan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran ketentuan kepabeanan yang terjadi di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(2)
|
Penetapan sanksi administrasi dilaksanakan dengan menerbitkan Nota Pembetulan atau Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA).
|
|||
(3)
|
Penghitungan denda dalam hal terdapat Nota Pembetulan yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk didasarkan pada perkalian persentase (%) denda dengan kekurangan pembayaran bea masuk untuk setiap jenis barang.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Ketentuan Jam Kerja Kantor Pelayanan Bea Dan Cukai Pasal 47 |
||||
(1)
|
Jam kerja Kantor Pelayanan Bea dan Cukai diberlakukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 71/KMK.01/1996 jo. Nomor 338/KMK.01/1996.
|
|||
(2)
|
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai memberikan pelayanan selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari terhadap kegiatan:
|
|||
|
a.
|
penanganan manifest;
|
||
|
b.
|
pemeriksaan sarana pengangkut;
|
||
|
c.
|
pemantauan kegiatan pembongkaran, pemuatan dan penimbunan barang;
|
||
|
d.
|
pengeluaran barang yang telah mendapatkan persetujuan pengeluaran;
|
||
|
e.
|
penanganan barang penumpang, awak sarana pengangkut dan barang impor yang mendapat fasilitas pelayanan segera;
|
||
(3)
|
Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai mengatur penempatan petugas yang melayani kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Ketentuan Pengeluaran Barang Re-Impor Pasal 48 |
||||
(1)
|
Barang re-impor adalah barang berasal dari dalam daerah pabean yang karena sesuatu hal diimpor kembali, yaitu:
|
|||
|
a.
|
barang ekspor pada umumnya yang terpaksa harus diimpor kembali karena tidak laku, tidak memenuhi kontrak pembelian, tidak memenuhi ketentuan impor di negara tujuan ekspor;
|
||
|
b.
|
barang yang telah selesai dilakukan perbaikan, pengerjaan atau pengujian di luar daerah pabean;
|
||
|
c.
|
barang yang telah selesai digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan di luar daerah pabean;
|
||
|
d.
|
barang yang telah selesai digunakan untuk keperluan pameran, pertunjukan atau perlombaan di luar daerah pabean.
|
||
(2)
|
Penyelesaian barang re-impor dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab III Keputusan ini dan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai tersendiri.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VIII
PENUTUP Pasal 49 |
||||
Keputusan ini mulai berlaku terhadap pemberitahuan pabean yang telah mendapatkan nomor pendaftaran di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai sejak tanggal 1 Mei 1999.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 50 |
||||
Dengan berlakunya Keputusan ini maka:
|
||||
a.
|
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-10/BC/1997 tanggal 31 Januari 1997;
|
|||
b.
|
Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-09/BC/1997 tanggal 31 Januari 1997;
|
|||
c.
|
Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-10/BC/1997 tanggal 17 Februari 1997;
|
|||
d.
|
Radiogram Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor RDG-19/BC/1997 tanggal 2 Mei 1997;
|
|||
dinyatakan tidak berlaku lagi.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Maret 1999 Direktur Jenderal Bea dan Cukai ttd. Dr. R. B. Permana Agung, MSc. |