Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
|
|||
|
|
|
|
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa untuk mewujudkan hukum pidana nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa, perlu disusun hukum pidana nasional untuk mengganti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda;
|
||
b.
|
bahwa hukum pidana nasional tersebut harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang bertujuan menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
|
||
c.
|
bahwa materi hukum pidana nasional juga harus mengatur keseimbangan antara kepentingan umum atau negara dan kepentingan individu, antara pelindungan terhadap pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan nilai universal, serta antara hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia;
|
||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
|
||
|
|
|
|
Mengingat |
|||
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
|
|
|
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA |
|||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
UNDANG-UNDANG TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA.
|
|||
|
|
|
|
BUKU KESATU
ATURAN UMUM BAB I RUANG LINGKUP BERLAKUNYA KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA Bagian Kesatu Menurut Waktu Pasal 1 |
|||
(1)
|
Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
|
||
(2)
|
Dalam menetapkan adanya Tindak Pidana dilarang digunakan analogi.
|
||
|
|
|
|
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.
|
||
(2)
|
Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.
|
||
(3)
|
Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
||
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana.
|
||
(2)
|
Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum.
|
||
(3)
|
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan, tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
|
||
(4)
|
Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan.
|
||
(5)
|
Dalam hal putusan pemidanaan telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), instansi atau Pejabat yang melaksanakan pembebasan merupakan instansi atau Pejabat yang berwenang.
|
||
(6)
|
Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) tidak menimbulkan hak bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana menuntut ganti rugi.
|
||
(7)
|
Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Menurut Tempat Paragraf 1 Asas Wilayah atau Teritorial Pasal 4 |
|||
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan:
|
|||
a.
|
Tindak Pidana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
|
||
b.
|
Tindak Pidana di Kapal Indonesia atau di Pesawat Udara Indonesia; atau
|
||
c.
|
Tindak Pidana di bidang teknologi informasi atau Tindak Pidana lainnya yang akibatnya dialami atau terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di Kapal Indonesia dan di Pesawat Udara Indonesia.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Asas Pelindungan dan Asas Nasional Pasif Pasal 5 |
|||
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana terhadap kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan dengan:
|
|||
a.
|
keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan;
|
||
b.
|
martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/atau Pejabat Indonesia di luar negeri;
|
||
c.
|
mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia;
|
||
d.
|
perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia;
|
||
e.
|
keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan;
|
||
f.
|
keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau negara Indonesia;
|
||
g.
|
keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik;
|
||
h.
|
kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang; atau
|
||
i.
|
warga negara Indonesia berdasarkan perjanjian internasional dengan negara tempat terjadinya Tindak Pidana.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Asas Universal Pasal 6 |
|||
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana dalam Undang-Undang.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 7 |
|||
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu perjanjian internasional yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan penuntutan pidana.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 4
Asas Nasional Aktif Pasal 8
|
|||
(1)
|
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika perbuatan tersebut juga merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan.
|
||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(4)
|
Penuntutan terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan walaupun tersangka menjadi warga negara Indonesia, setelah Tindak Pidana tersebut dilakukan sepanjang perbuatan tersebut merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan.
|
||
(5)
|
Warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dijatuhi pidana mati jika Tindak Pidana tersebut menurut hukum negara tempat Tindak Pidana tersebut dilakukan tidak diancam dengan pidana mati.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 5
Pengecualian Pasal 9 |
|||
Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 8 dibatasi oleh hal yang dikecualikan menurut perjanjian internasional yang berlaku.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Waktu Tindak Pidana Pasal 10 |
|||
Waktu Tindak Pidana merupakan saat dilakukannya perbuatan yang dapat dipidana.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Tempat Tindak Pidana Pasal 11 |
|||
Tempat Tindak Pidana merupakan tempat dilakukannya perbuatan yang dapat dipidana.
|
|||
|
|
|
|
BAB II
TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA Bagian Kesatu Tindak Pidana Paragraf 1 Umum Pasal 12 |
|||
(1)
|
Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan.
|
||
(2)
|
Untuk dinyatakan sebagai Tindak Pidana, suatu perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan oleh peraturan perundang-undangan harus bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
|
||
(3)
|
Setiap Tindak Pidana selalu bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Permufakatan Jahat Pasal 13 |
|||
(1)
|
Permufakatan jahat terjadi jika 2 (dua) orang atau lebih bersepakat untuk melakukan Tindak Pidana.
|
||
(2)
|
Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana dipidana jika ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.
|
||
(3)
|
Pidana untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
|
||
(4)
|
Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(5)
|
Pidana tambahan untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||
Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana tidak dipidana, jika pelaku:
|
|||
a.
|
menarik diri dari kesepakatan itu; atau
|
||
b.
|
melakukan tindakan yang patut untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Persiapan Pasal 15 |
|||
(1)
|
Persiapan melakukan Tindak Pidana terjadi jika pelaku berusaha untuk mendapatkan atau menyiapkan sarana berupa alat, mengumpulkan informasi atau menyusun perencanaan tindakan, atau melakukan tindakan serupa yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi untuk dilakukannya suatu perbuatan yang secara langsung ditujukan bagi penyelesaian Tindak Pidana.
|
||
(2)
|
Persiapan melakukan Tindak Pidana dipidana, jika ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.
|
||
(3)
|
Pidana untuk persiapan melakukan Tindak Pidana paling banyak 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
|
||
(4)
|
Persiapan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
||
(5)
|
Pidana tambahan untuk persiapan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
Persiapan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku menghentikan atau mencegah kemungkinan terciptanya kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 4
Percobaan Pasal 17 |
|||
(1)
|
Percobaan melakukan Tindak Pidana terjadi jika niat pelaku telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan dari Tindak Pidana yang dituju, tetapi pelaksanaannya tidak selesai, tidak mencapai hasil, atau tidak menimbulkan akibat yang dilarang, bukan karena semata-mata atas kehendaknya sendiri.
|
||
(2)
|
Permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi jika:
|
||
|
a.
|
perbuatan yang dilakukan itu diniatkan atau ditujukan untuk terjadinya Tindak Pidana; dan
|
|
|
b.
|
perbuatan yang dilakukan langsung berpotensi menimbulkan Tindak Pidana yang dituju.
|
|
(3)
|
Pidana untuk percobaan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
|
||
(4)
|
Percobaan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
(5)
|
Pidana tambahan untuk percobaan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Percobaan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku setelah melakukan permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1):
|
||
|
a.
|
tidak menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara sukarela; atau
|
|
|
b.
|
dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tujuan atau akibat perbuatannya.
|
|
(2)
|
Dalam hal percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah menimbulkan kerugian atau menurut peraturan perundang-undangan merupakan Tindak Pidana tersendiri, pelaku dapat dipertanggungjawabkan untuk Tindak Pidana tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 19 |
|||
Percobaan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II, tidak dipidana.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 5
Penyertaan Pasal 20 |
|||
Setiap Orang dipidana sebagai pelaku Tindak Pidana jika:
|
|||
a.
|
melakukan sendiri Tindak Pidana;
|
||
b.
|
melakukan Tindak Pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
|
||
c.
|
turut serta melakukan Tindak Pidana; atau
|
||
d.
|
menggerakkan orang lain supaya melakukan Tindak Pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, melakukan Kekerasan, menggunakan Ancaman Kekerasan, melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||
(1)
|
Setiap Orang dipidana sebagai pembantu Tindak Pidana jika dengan sengaja:
|
||
|
a.
|
memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan Tindak Pidana; atau
|
|
|
b.
|
memberi bantuan pada waktu Tindak Pidana dilakukan.
|
|
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(3)
|
Pidana untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
|
||
(4)
|
Pembantuan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
(5)
|
Pidana tambahan untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 22 |
|||
Keadaan pribadi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 atau pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat menghapus, mengurangi, atau memperberat pidananya.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 6
Pengulangan Pasal 23 |
|||
(1)
|
Pengulangan Tindak Pidana terjadi jika Setiap Orang:
|
||
|
a.
|
melakukan Tindak Pidana kembali dalam waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan atau pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau
|
|
|
b.
|
pada waktu melakukan Tindak Pidana, kewajiban menjalani pidana pokak yang dijatuhkan terdahulu belum kedaluwarsa.
|
|
(2)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus, pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, atau pidana denda paling sedikit kategori III.
|
||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku untuk Tindak Pidana mengenai penganiayaan.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 7
Tindak Pidana Aduan Pasal 24 |
|||
(1)
|
Dalam hal tertentu, pelaku Tindak Pidana hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan.
|
||
(2)
|
Tindak Pidana aduan harus ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 25 |
|||
(1)
|
Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) tahun, yang berhak mengadu merupakan Orang Tua atau walinya.
|
||
(2)
|
Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus.
|
||
(3)
|
Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.
|
||
(4)
|
Dalam hal Korban Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Orang Tua, wali, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas ataupun menyamping sampai derajat ketiga, pengaduan dilakukan oleh diri sendiri dan/atau pendamping.
|
||
|
|
|
|
Pasal 26 |
|||
(1)
|
Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di bawah pengampuan, yang berhak mengadu merupakan pengampunya, kecuali bagi Korban Tindak Pidana aduan yang berada dalam pengampuan karena boros.
|
||
(2)
|
Dalam hal pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau pengampu itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus.
|
||
(3)
|
Dalam hal suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.
|
||
|
|
|
|
Pasal 27 |
|||
Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan meninggal dunia, pengaduan dapat dilakukan oleh Orang Tua, anak, suami, atau istri Korban, kecuali jika Korban sebelumnya secara tegas tidak menghendaki adanya penuntutan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 28 |
|||
(1)
|
Pengaduan dilakukan dengan cara menyampaikan pemberitahuan dan permohonan untuk dituntut.
|
||
(2)
|
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara lisan atau tertulis kepada Pejabat yang berwenang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 29 |
|||
(1)
|
Pengaduan harus diajukan dalam tenggang waktu:
|
||
|
a.
|
6 (enam) Bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya Tindak Pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau
|
|
|
b.
|
9 (sembilan) Bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya Tindak Pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
|
(2)
|
Jika yang berhak mengadu lebih dari 1 (satu) orang, tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal masing-masing pengadu mengetahui adanya Tindak Pidana.
|
||
|
|
|
|
Pasal 30 |
|||
(1)
|
Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak tanggal pengaduan diajukan.
|
||
(2)
|
Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 8
Alasan Pembenar Pasal 31 |
|||
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 32 |
|||
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan perintah jabatan dari Pejabat yang berwenang.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 33 |
|||
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena keadaan darurat.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 34 |
|||
Setiap Orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 35 |
|||
Ketiadaan sifat melawan hukum dari Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) merupakan alasan pembenar.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pertanggungjawaban Pidana Paragraf 1 Umum Pasal 36 |
|||
(1)
|
Setiap Orang hanya dapat dimintai pertanggungjawaban atas Tindak Pidana yang dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaan.
|
||
(2)
|
Perbuatan yang dapat dipidana merupakan Tindak Pidana yang dilakukan dengan sengaja, sedangkan Tindak Pidana yang dilakukan karena kealpaan dapat dipidana jika secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 37 |
|||
Dalam hal ditentukan oleh Undang-Undang, Setiap Orang dapat:
|
|||
a.
|
dipidana semata-mata karena telah dipenuhinya unsur-unsur Tindak Pidana tanpa memperhatikan adanya kesalahan; atau
|
||
b.
|
dimintai pertanggungjawaban atas Tindak Pidana yang dilakukan oleh orang lain.
|
||
|
|
|
|
Pasal 38 |
|||
Setiap Orang yang pada waktu melakukan Tindak Pidana menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dapat dikurangi pidananya dan/atau dikenai tindakan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 39 |
|||
Setiap Orang yang pada waktu melakukan Tindak Pidana menyandang disabilitas mental yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik dan/atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Alasan Pemaaf Pasal 40 |
|||
Pertanggungjawaban pidana tidak dapat dikenakan terhadap anak yang pada waktu melakukan Tindak Pidana belum berumur 12 (dua belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 41 |
|||
Dalam hal anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan Tindak Pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk:
|
|||
a.
|
menyerahkan kembali kepada Orang Tua/wali; atau
|
||
b.
|
mengikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik pada tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) Bulan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 42 |
|||
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak dipidana karena:
|
|||
a.
|
dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan; atau
|
||
b.
|
dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan, atau kekuatan yang tidak dapat dihindari.
|
||
|
|
|
|
Pasal 43 |
|||
Setiap Orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum, tidak dipidana.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 44 |
|||
Perintah jabatan yang diberikan tanpa wewenang tidak mengakibatkan hapusnya pidana, kecuali jika orang yang diperintahkan dengan iktikad baik mengira bahwa perintah tersebut diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya, termasuk dalam lingkup pekerjaannya.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 3
Pertanggungjawaban Korporasi Pasal 45 |
|||
(1)
|
Korporasi merupakan subjek Tindak Pidana.
|
||
(2)
|
Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau yang disamakan dengan itu, serta perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 46 |
|||
Tindak Pidana oleh Korporasi merupakan Tindak Pidana yang dilakukan oleh pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi Korporasi atau orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi atau bertindak demi kepentingan Korporasi, dalam lingkup usaha atau kegiatan Korporasi tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 47 |
|||
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Tindak Pidana oleh Korporasi dapat dilakukan oleh pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik manfaat Korporasi yang berada di luar struktur organisasi, tetapi dapat mengendalikan Korporasi.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 48 |
|||
Tindak Pidana oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 dapat dipertanggungjawabkan, jika:
|
|||
a.
|
termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi Korporasi;
|
||
b.
|
menguntungkan Korporasi secara melawan hukum;
|
||
c.
|
diterima sebagai kebijakan Korporasi;
|
||
d.
|
Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana; dan/atau
|
||
e.
|
Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.
|
||
|
|
|
|
Pasal 49 |
|||
Pertanggungjawaban atas Tindak Pidana oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dikenakan terhadap Korporasi, pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat Korporasi.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 50 |
|||
Alasan pembenar dan alasan pemaaf yang dapat diajukan oleh pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat Korporasi dapat juga diajukan oleh Korporasi sepanjang alasan tersebut berhubungan langsung dengan Tindak Pidana yang didakwakan kepada Korporasi.
|
|||
|
|
|
|
BAB III
PEMIDANAAN, PIDANA, DAN TINDAKAN Bagian Kesatu Tujuan dan Pedoman Pemidanaan Paragraf 1 Tujuan Pemidanaan Pasal 51 |
|||
Pemidanaan bertujuan:
|
|||
a.
|
mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat;
|
||
b.
|
memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna;
|
||
c.
|
menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat; dan
|
||
d.
|
menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
|
||
|
|
|
|
Pasal 52 |
|||
Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Pedoman Pemidanaan Pasal 53 |
|||
(1)
|
Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan.
|
||
(2)
|
Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 54 |
|||
(1)
|
Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:
|
||
|
a.
|
bentuk kesalahan pelaku Tindak Pidana;
|
|
|
b.
|
motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana;
|
|
|
c.
|
sikap batin pelaku Tindak Pidana;
|
|
|
d.
|
Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan;
|
|
|
e.
|
cara melakukan Tindak Pidana;
|
|
|
f.
|
sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan Tindak Pidana;
|
|
|
g.
|
riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pelaku Tindak Pidana;
|
|
|
h.
|
pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku Tindak Pidana;
|
|
|
i.
|
pengaruh Tindak Pidana terhadap Korban atau keluarga Korban;
|
|
|
j.
|
pemaafan dari Korban dan/atau keluarga Korban; dan/atau
|
|
|
k.
|
nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
|
|
(2)
|
Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan pada waktu dilakukan Tindak Pidana serta yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 55 |
|||
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana berdasarkan alasan peniadaan pidana jika orang tersebut telah dengan sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana tersebut.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 56 |
|||
Dalam pemidanaan terhadap Korporasi wajib dipertimbangkan:
|
|||
a.
|
tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan;
|
||
b.
|
tingkat keterlibatan pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional Korporasi dan/atau peran pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat Korporasi;
|
||
c.
|
lamanya Tindak Pidana yang telah dilakukan;
|
||
d.
|
frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi;
|
||
e.
|
bentuk kesalahan Tindak Pidana;
|
||
f.
|
keterlibatan Pejabat;
|
||
g.
|
nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat;
|
||
h.
|
rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan;
|
||
i.
|
pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/atau
|
||
j.
|
kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Pedoman Penerapan Pidana Penjara dengan Perumusan Tunggal dan Perumusan Alternatif Pasal 57 |
|||
Dalam hal Tindak Pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan, jika hal itu dipertimbangkan telah sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan pemidanaan.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 4
Pemberatan Pidana Pasal 58 |
|||
Faktor yang memperberat pidana meliputi:
|
|||
a.
|
Pejabat yang melakukan Tindak Pidana sehingga melanggar kewajiban jabatan yang khusus atau melakukan Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan;
|
||
b.
|
penggunaan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, atau lambang negara Indonesia pada waktu melakukan Tindak Pidana; atau
|
||
c.
|
pengulangan Tindak Pidana.
|
||
|
|
|
|
Pasal 59 |
|||
Pemberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dapat ditambah paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 5
Ketentuan Lain tentang Pemidanaan Pasal 60 |
|||
(1)
|
Pidana penjara dan pidana tutupan bagi terpidana yang sudah berada di dalam tahanan mulai berlaku pada saat putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
||
(2)
|
Dalam hal terpidana tidak berada di dalam tahanan, pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pada saat putusan pengadilan mulai dilaksanakan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 61 |
|||
(1)
|
Pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda yang dijatuhkan dikurangi seluruh atau sebagian masa penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani terdakwa sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
||
(2)
|
Pengurangan pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepadankan dengan penghitungan pidana penjara pengganti denda.
|
||
|
|
|
|
Pasal 62 |
|||
(1)
|
Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati.
|
||
(2)
|
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 63 |
|||
Jika narapidana melarikan diri, masa selama narapidana melarikan diri tidak diperhitungkan sebagai waktu menjalani pidana penjara.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pidana dan Tindakan Paragraf 1 Pidana Pasal 64 |
|||
Pidana terdiri atas:
|
|||
a.
|
pidana pokok;
|
||
b.
|
pidana tambahan; dan
|
||
c.
|
pidana yang bersifat khusus untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 65 |
|||
(1)
|
Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas:
|
||
|
a.
|
pidana penjara;
|
|
|
b.
|
pidana tutupan;
|
|
|
c.
|
pidana pengawasan;
|
|
|
d.
|
pidana denda; dan
|
|
|
e.
|
pidana kerja sosial.
|
|
(2)
|
Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat atau ringannya pidana.
|
||
|
|
|
|
Pasal 66 |
|||
(1)
|
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b terdiri atas:
|
||
|
a.
|
pencabutan hak tertentu;
|
|
|
b.
|
perampasan Barang tertentu dan/atau tagihan;
|
|
|
c.
|
pengumuman putusan hakim;
|
|
|
d.
|
pembayaran ganti rugi;
|
|
|
e.
|
pencabutan izin tertentu; dan
|
|
|
f.
|
pemenuhan kewajiban adat setempat.
|
|
(2)
|
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan dalam hal penjatuhan pidana pokok saja tidak cukup untuk mencapai tujuan pemidanaan.
|
||
(3)
|
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan 1 (satu) jenis atau lebih.
|
||
(4)
|
Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidananya.
|
||
(5)
|
Pidana tambahan bagi anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan Tindak Pidana dalam perkara koneksitas dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Tentara Nasional Indonesia.
|
||
|
|
|
|
Pasal 67 |
|||
Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 68 |
|||
(1)
|
Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.
|
||
(2)
|
Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut-turut atau paling singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum khusus.
|
||
(3)
|
Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut-turut.
|
||
(4)
|
Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 69 |
|||
(1)
|
Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup telah menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup dapat diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
|
||
(2)
|
Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
||
|
|
|
|
Pasal 70 |
|||
(1)
|
Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika ditemukan keadaan:
|
||
|
a.
|
terdakwa adalah Anak;
|
|
|
b.
|
terdakwa berumur di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun;
|
|
|
c.
|
terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana;
|
|
|
d.
|
kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar;
|
|
|
e.
|
terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban;
|
|
|
f.
|
terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar;
|
|
|
g.
|
Tindak Pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;
|
|
|
h.
|
Korban Tindak Pidana mendorong atau menggerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut;
|
|
|
i.
|
Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi;
|
|
|
j.
|
kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain;
|
|
|
k.
|
pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya;
|
|
|
l.
|
pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk diri terdakwa;
|
|
|
m.
|
penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa;
|
|
|
n.
|
Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/atau
|
|
|
o.
|
Tindak Pidana terjadi karena kealpaan.
|
|
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
|
||
|
a.
|
Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
|
|
|
b.
|
Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus;
|
|
|
c.
|
Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan atau merugikan masyarakat; atau
|
|
|
d.
|
Tindak Pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.
|
|
|
|
|
|
Pasal 71 |
|||
(1)
|
Jika seseorang melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima) tahun, sedangkan hakim berpendapat tidak perlu menjatuhkan pidana penjara setelah mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54, orang tersebut dapat dijatuhi pidana denda.
|
||
(2)
|
Pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dijatuhkan jika:
|
||
|
a.
|
tanpa Korban;
|
|
|
b.
|
Korban tidak mempermasalahkan; atau
|
|
|
c.
|
bukan pengulangan Tindak Pidana.
|
|
(3)
|
Pidana denda yang dapat dijatuhkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana denda paling banyak kategori V dan pidana denda paling sedikit kategori III.
|
||
(4)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak berlaku bagi orang yang pernah dijatuhi pidana penjara untuk Tindak Pidana yang dilakukan sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 72 |
|||
(1)
|
Narapidana yang telah menjalani paling singkat 2/3 (dua per tiga) dari pidana penjara yang dijatuhkan dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) Bulan dapat diberi pembebasan bersyarat.
|
||
(2)
|
Narapidana yang menjalani beberapa pidana penjara berturut-turut dianggap jumlah pidananya sebagai 1 (satu) pidana.
|
||
(3)
|
Dalam memberikan pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan masa percobaan dan syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
|
||
(4)
|
Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan 1 (satu) tahun.
|
||
(5)
|
Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditahan sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara lain tidak diperhitungkan waktu penahanannya sebagai masa percobaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 73 |
|||
(1)
|
Syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) terdiri atas:
|
||
|
a.
|
syarat umum berupa narapidana tidak akan melakukan Tindak Pidana; dan
|
|
|
b.
|
syarat khusus berupa narapidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, menganut kepercayaan, dan berpolitik, kecuali ditentukan lain oleh hakim.
|
|
(2)
|
Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diubah, dihapus, atau diadakan syarat baru yang semata-mata bertujuan untuk pembimbingan narapidana.
|
||
(3)
|
Narapidana yang melanggar syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut pembebasan bersyaratnya.
|
||
(4)
|
Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dicabut setelah melampaui 3 (tiga) Bulan terhitung sejak saat habisnya masa percobaan, kecuali dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak habisnya masa percobaan, narapidana dituntut karena melakukan Tindak Pidana yang dilakukan dalam masa percobaan.
|
||
(5)
|
Dalam hal narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dijatuhi pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda paling sedikit kategori III, pembebasan bersyarat yang bersangkutan dicabut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 74 |
|||
(1)
|
Orang yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara karena keadaan pribadi, perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan.
|
||
(2)
|
Pidana tutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati.
|
||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku, jika cara melakukan atau akibat dari Tindak Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa lebih tepat untuk dijatuhi pidana penjara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 75 |
|||
Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat dijatuhi pidana pengawasan dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54 dan Pasal 70.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 76 |
|||
(1)
|
Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dijatuhkan paling lama sama dengan pidana penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.
|
||
(2)
|
Dalam putusan pidana pengawasan ditetapkan syarat umum, berupa terpidana tidak akan melakukan Tindak Pidana lagi.
|
||
(3)
|
Selain syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam putusan juga dapat ditetapkan syarat khusus, berupa:
|
||
|
a.
|
terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kerugian yang timbul akibat Tindak Pidana yang dilakukan; dan/atau
|
|
|
b.
|
terpidana harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, kemerdekaan menganut kepercayaan, dan/atau kemerdekaan berpolitik.
|
|
(4)
|
Dalam hal terpidana melanggar syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terpidana wajib menjalani pidana penjara yang lamanya tidak lebih dari ancaman pidana penjara bagi Tindak Pidana itu.
|
||
(5)
|
Dalam hal terpidana melanggar syarat khusus tanpa alasan yang sah, jaksa berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan mengusulkan kepada hakim agar terpidana menjalani pidana penjara atau memperpanjang masa pengawasan yang ditentukan oleh hakim yang lamanya tidak lebih dari pidana pengawasan yang dijatuhkan.
|
||
(6)
|
Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik, berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan.
|
||
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan batas pengurangan dan perpanjangan masa pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
||
|
|
|
|
Pasal 77 |
|||
(1)
|
Jika terpidana selama menjalani pidana pengawasan melakukan Tindak Pidana dan dijatuhi pidana yang bukan pidana mati atau bukan pidana penjara, pidana pengawasan tetap dilaksanakan.
|
||
(2)
|
Jika terpidana dijatuhi pidana penjara, pidana pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 78 |
|||
(1)
|
Pidana denda merupakan sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan.
|
||
(2)
|
Jika tidak ditentukan minimum khusus, pidana denda ditetapkan paling sedikit Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).
|
||
|
|
|
|
Pasal 79 |
|||
(1)
|
Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:
|
||
|
a.
|
kategori I, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);
|
|
|
b.
|
kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
|
|
|
c.
|
kategori III, Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
|
|
|
d.
|
kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
|
|
|
e.
|
kategori V, Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
|
|
|
f.
|
kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
|
|
|
g.
|
kategori VII, Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
|
|
|
h.
|
kategori VIII, Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
|
|
(2)
|
Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
||
|
|
|
|
Pasal 80 |
|||
(1)
|
Dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa secara nyata.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi penerapan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 81 |
|||
(1)
|
Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan.
|
||
(2)
|
Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur.
|
||
(3)
|
Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.
|
||
|
|
|
|
Pasal 82 |
|||
(1)
|
Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan, atau pidana kerja sosial dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda kategori II.
|
||
(2)
|
Lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||
|
a.
|
untuk pidana penjara pengganti, paling singkat 1 (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat diperberat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) Bulan jika ada perbarengan;
|
|
|
b.
|
untuk pidana pengawasan pengganti, paling singkat 1 (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, berlaku syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) dan ayat (3); atau
|
|
|
c.
|
untuk pidana kerja sosial pengganti paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam.
|
|
(3)
|
Jika pada saat menjalani pidana pengganti sebagian pidana denda dibayar, lama pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan.
|
||
(4)
|
Perhitungan lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada ukuran untuk setiap pidana denda Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau kurang yang disepadankan dengan:
|
||
|
a.
|
1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti; atau
|
|
|
b.
|
1 (satu) Hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti.
|
|
|
|
|
|
Pasal 83 |
|||
(1)
|
Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak dapat dilakukan, pidana denda di atas kategori II yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama sebagaimana diancamkan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) berlaku juga untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai pidana penjara pengganti.
|
||
|
|
|
|
Pasal 84 |
|||
Setiap Orang yang telah berulang kali dijatuhi pidana denda untuk Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II dapat dijatuhi pidana pengawasan paling lama 6 (enam) Bulan dan pidana denda yang diperberat paling banyak 1/3 (satu per tiga).
|
|||
|
|
|
|
Pasal 85 |
|||
(1)
|
Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Dalam menjatuhkan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib mempertimbangkan:
|
||
|
a.
|
pengakuan terdakwa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan;
|
|
|
b.
|
kemampuan kerja terdakwa;
|
|
|
c.
|
persetujuan terdakwa sesudah dijelaskan mengenai tujuan dan segala hal yang berhubungan dengan pidana kerja sosial;
|
|
|
d.
|
riwayat sosial terdakwa;
|
|
|
e.
|
pelindungan keselamatan kerja terdakwa;
|
|
|
f.
|
agama, kepercayaan, dan keyakinan politik terdakwa; dan
|
|
|
g.
|
kemampuan terdakwa membayar pidana denda.
|
|
(3)
|
Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan.
|
||
(4)
|
Pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam.
|
||
(5)
|
Pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) Hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 (enam) Bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/atau kegiatan lain yang bermanfaat.
|
||
(6)
|
Pelaksanaan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dimuat dalam putusan pengadilan.
|
||
(7)
|
Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) juga memuat perintah jika terpidana tanpa alasan yang sah tidak melaksanakan seluruh atau sebagian pidana kerja sosial, terpidana wajib:
|
||
|
a.
|
mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut;
|
|
|
b.
|
menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau
|
|
|
c.
|
membayar seluruh atau sebagian pidana denda yang diganti dengan pidana kerja sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar.
|
|
(8)
|
Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial dilakukan oleh jaksa dan pembimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.
|
||
(9)
|
Putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial juga harus memuat:
|
||
|
a.
|
lama pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim;
|
|
|
b.
|
lama pidana kerja sosial harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah jam per Hari dan jangka waktu penyelesaian pidana kerja sosial; dan
|
|
|
c.
|
sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan.
|
|
|
|
|
|
Pasal 86 |
|||
Pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a dapat berupa:
|
|||
a.
|
hak memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan tertentu;
|
||
b.
|
hak menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
|
||
c.
|
hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
||
d.
|
hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu pengawas atas orang yang bukan Anaknya sendiri;
|
||
e.
|
hak menjalankan Kekuasaan Ayah, menjalankan perwalian, atau mengampu atas Anaknya sendiri;
|
||
f.
|
hak menjalankan profesi tertentu; dan/atau
|
||
g.
|
hak memperoleh pembebasan bersyarat.
|
||
|
|
|
|
Pasal 87 |
|||
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berupa:
|
|||
a.
|
Tindak Pidana terkait jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan;
|
||
b.
|
Tindak Pidana yang terkait dengan profesinya; atau
|
||
c.
|
Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan atau profesinya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 88 |
|||
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d dan huruf e, hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:
|
|||
a.
|
dengan sengaja melakukan Tindak Pidana bersama sama dengan Anak yang berada dalam kekuasaannya; atau
|
||
b.
|
melakukan Tindak Pidana terhadap Anak yang berada dalam kekuasaannya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 89 |
|||
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf g hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:
|
|||
a.
|
melakukan Tindak Pidana jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan;
|
||
b.
|
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan; atau
|
||
c.
|
melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau lebih.
|
||
|
|
|
|
Pasal 90 |
|||
(1)
|
Jika pidana pencabutan hak dijatuhkan, lama pencabutan wajib ditentukan jika:
|
||
|
a.
|
dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pencabutan hak dilakukan untuk selamanya;
|
|
|
b.
|
dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan; atau
|
|
|
c.
|
dijatuhi pidana denda, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
|
|
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku jika yang dicabut adalah hak memperoleh pembebasan bersyarat.
|
||
(3)
|
Pidana pencabutan hak mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
||
|
|
|
|
Pasal 91 |
|||
Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu dan/atau tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf b yang dapat dirampas meliputi Barang tertentu dan/atau tagihan:
|
|||
a.
|
yang dipergunakan untuk mewujudkan atau mempersiapkan Tindak Pidana;
|
||
b.
|
yang khusus dibuat atau diperuntukkan mewujudkan Tindak Pidana;
|
||
c.
|
yang berhubungan dengan terwujudnya Tindak Pidana;
|
||
d.
|
milik terpidana atau orang lain yang diperoleh dari Tindak Pidana;
|
||
e.
|
dari keuntungan ekonomi yang diperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung dari Tindak Pidana; dan/atau
|
||
f.
|
yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 92 |
|||
(1)
|
Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dapat dijatuhkan atas Barang yang tidak disita dengan menentukan bahwa Barang tersebut harus diserahkan atau diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar.
|
||
(2)
|
Dalam hal Barang yang tidak disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diserahkan, Barang tersebut diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran hakim sesuai dengan harga pasar.
|
||
(3)
|
Jika terpidana tidak mampu membayar seluruh atau sebagian harga pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.
|
||
|
|
|
|
Pasal 93 |
|||
(1)
|
Jika dalam putusan pengadilan diperintahkan supaya putusan diumumkan, harus ditetapkan cara melaksanakan pengumuman tersebut dengan biaya yang ditanggung oleh terpidana.
|
||
(2)
|
Jika biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar oleh terpidana, diberlakukan ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.
|
||
|
|
|
|
Pasal 94 |
|||
(1)
|
Dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban terpidana untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi kepada Korban atau ahli waris sebagai pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d.
|
||
(2)
|
Jika kewajiban pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, diberlakukan ketentuan tentang pelaksanaan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83 secara mutatis mutandis.
|
||
|
|
|
|
Pasal 95 |
|||
(1)
|
Pidana tambahan berupa pencabutan izin dikenakan kepada pelaku dan pembantu Tindak Pidana yang melakukan Tindak Pidana yang berkaitan dengan izin yang dimiliki.
|
||
(2)
|
Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
|
||
|
a.
|
keadaan yang menyertai Tindak Pidana yang dilakukan;
|
|
|
b.
|
keadaan yang menyertai pelaku dan pembantu Tindak Pidana; dan
|
|
|
c.
|
keterkaitan kepemilikan izin dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan.
|
|
(3)
|
Dalam hal dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan izin dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan.
|
||
(4)
|
Dalam hal dijatuhi pidana denda, pencabutan izin berlaku paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
|
||
(5)
|
Pidana pencabutan izin mulai berlaku pada tanggal putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
||
|
|
|
|
Pasal 96 |
|||
(1)
|
Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat diutamakan jika Tindak Pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
||
(2)
|
Pemenuhan kewajiban adat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebanding dengan pidana denda kategori II.
|
||
(3)
|
Dalam hal kewajiban adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pemenuhan kewajiban adat diganti dengan ganti rugi yang nilainya setara dengan pidana denda kategori II.
|
||
(4)
|
Dalam hal ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, ganti rugi diganti dengan pidana pengawasan atau pidana kerja sosial.
|
||
|
|
|
|
Pasal 97 |
|||
Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam perumusan Tindak Pidana dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (2).
|
|||
|
|
|
|
Pasal 98 |
|||
Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 99 |
|||
(1)
|
Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden.
|
||
(2)
|
Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan Di Muka Umum.
|
||
(3)
|
Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang-Undang.
|
||
(4)
|
Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.
|
||
|
|
|
|
Pasal 100 |
|||
(1)
|
Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:
|
||
|
a.
|
rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
|
|
|
b.
|
peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
|
|
(2)
|
Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
|
||
(3)
|
Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
||
(4)
|
Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
|
||
(5)
|
Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.
|
||
(6)
|
Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.
|
||
|
|
|
|
Pasal 101 |
|||
Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 102 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana mati diatur dengan Undang-Undang.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Tindakan Pasal 103 |
|||
(1)
|
Tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa:
|
||
|
a.
|
konseling;
|
|
|
b.
|
rehabilitasi;
|
|
|
c.
|
pelatihan kerja;
|
|
|
d.
|
perawatan di lembaga; dan/atau
|
|
|
e.
|
perbaikan akibat Tindak Pidana.
|
|
(2)
|
Tindakan yang dapat dikenakan kepada Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 berupa:
|
||
|
a.
|
rehabilitasi;
|
|
|
b.
|
penyerahan kepada seseorang;
|
|
|
c.
|
perawatan di lembaga;
|
|
|
d.
|
penyerahan kepada pemerintah; dan/atau
|
|
|
e.
|
perawatan di rumah sakit jiwa.
|
|
(3)
|
Jenis, jangka waktu, tempat, dan/atau pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam putusan pengadilan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 104 |
|||
Dalam menjatuhkan putusan berupa tindakan, hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 54.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 105 |
|||
(1)
|
Tindakan rehabilitasi dikenakan kepada terdakwa yang:
|
||
|
a.
|
kecanduan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
|
|
|
b.
|
menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual.
|
|
(2)
|
Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
||
|
a.
|
rehabilitasi medis;
|
|
|
b.
|
rehabilitasi sosial; dan
|
|
|
c.
|
rehabilitasi psikososial.
|
|
|
|
|
|
Pasal 106 |
|||
(1)
|
Dalam mengenakan tindakan pelatihan kerja, hakim wajib mempertimbangkan:
|
||
|
a.
|
kemanfaatan bagi terdakwa;
|
|
|
b.
|
kemampuan terdakwa; dan
|
|
|
c.
|
jenis pelatihan kerja.
|
|
(2)
|
Dalam menentukan jenis pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, hakim wajib memperhatikan pengalaman kerja dan tempat tinggal terdakwa.
|
||
|
|
|
|
Pasal 107 |
|||
Tindakan perawatan di lembaga dikenakan berdasarkan keadaan pribadi terdakwa serta demi kepentingan terdakwa dan masyarakat.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 108 |
|||
Tindakan perbaikan akibat Tindak Pidana adalah upaya memulihkan atau memperbaiki kerusakan akibat Tindak Pidana menjadi seperti semula.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 109 |
|||
Tindakan penyerahan terdakwa kepada pemerintah atau seseorang dikenakan demi kepentingan terdakwa dan masyarakat.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 110 |
|||
(1)
|
Tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dikenakan terhadap terdakwa yang dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan masih dianggap berbahaya berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa.
|
||
(2)
|
Penghentian tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dilakukan jika yang bersangkutan tidak memerlukan perawatan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa.
|
||
(3)
|
Penghentian tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan penetapan hakim yang memeriksa perkara pada tingkat pertama yang diusulkan oleh jaksa.
|
||
|
|
|
|
Pasal 111 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 110 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Diversi, Tindakan, dan Pidana bagi Anak Paragraf 1 Diversi Pasal 112 |
|||
Anak yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan Tindak Pidana wajib diupayakan diversi.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Tindakan Pasal 113 |
|||
(1)
|
Setiap Anak dapat dikenai tindakan berupa:
|
||
|
a.
|
pengembalian kepada Orang Tua/wali;
|
|
|
b.
|
penyerahan kepada seseorang;
|
|
|
c.
|
perawatan di rumah sakit jiwa;
|
|
|
d.
|
perawatan di lembaga;
|
|
|
e.
|
kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
|
|
|
f.
|
pencabutan Surat izin mengemudi; dan/atau
|
|
|
g.
|
perbaikan akibat Tindak Pidana.
|
|
(2)
|
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.
|
||
(3)
|
Anak di bawah umur 14 (empat belas) tahun tidak dapat dijatuhi pidana dan hanya dapat dikenai tindakan.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Pidana Pasal 114 |
|||
Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Anak berupa:
|
|||
a.
|
pidana pokok; dan
|
||
b.
|
pidana tambahan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 115 |
|||
Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a terdiri atas:
|
|||
a.
|
pidana peringatan;
|
||
b.
|
pidana dengan syarat:
|
||
|
1.
|
pembinaan di luar lembaga;
|
|
|
2.
|
pelayanan masyarakat; atau
|
|
|
3.
|
pengawasan.
|
|
c.
|
pelatihan kerja;
|
||
d.
|
pembinaan dalam lembaga; dan
|
||
e.
|
pidana penjara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 116 |
|||
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf b terdiri atas:
|
|||
a.
|
perampasan keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana; atau
|
||
b.
|
pemenuhan kewajiban adat.
|
||
|
|
|
|
Pasal 117 |
|||
Ketentuan mengenai diversi, tindakan, dan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 116 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pidana dan Tindakan bagi Korporasi Paragraf 1 Pidana Pasal 118 |
|||
Pidana bagi Korporasi terdiri atas:
|
|||
a.
|
pidana pokok; dan
|
||
b.
|
pidana tambahan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 119 |
|||
Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf a adalah pidana denda.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 120 |
|||
(1)
|
Pidana tambahan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 huruf b terdiri atas:
|
||
|
a.
|
pembayaran ganti rugi;
|
|
|
b.
|
perbaikan akibat Tindak Pidana;
|
|
|
c.
|
pelaksanaan kewajiban yang telah dilalaikan;
|
|
|
d.
|
pemenuhan kewajiban adat;
|
|
|
e.
|
pembiayaan pelatihan kerja;
|
|
|
f.
|
perampasan Barang atau keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana;
|
|
|
g.
|
pengumuman putusan pengadilan;
|
|
|
h.
|
pencabutan izin tertentu;
|
|
|
i.
|
pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
|
|
|
j.
|
penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan Korporasi;
|
|
|
k.
|
pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha Korporasi; dan
|
|
|
1.
|
pembubaran Korporasi.
|
|
(2)
|
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, huruf j, dan huruf k dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.
|
||
(3)
|
Dalam hal Korporasi tidak melaksanakan pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e, kekayaan atau pendapatan Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk memenuhi pidana tambahan yang tidak dipenuhi.
|
||
|
|
|
|
Pasal 121 |
|||
(1)
|
Pidana denda untuk Korporasi dijatuhi paling sedikit kategori IV, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
|
||
(2)
|
Dalam hal Tindak Pidana yang dilakukan diancam dengan:
|
||
|
a.
|
pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VI;
|
|
|
b.
|
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) sampai dengan paling lama 15 (lima belas) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VII; atau
|
|
|
c.
|
pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VIII.
|
|
|
|
|
|
Pasal 122 |
|||
(1)
|
Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan.
|
||
(2)
|
Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda dengan cara mengangsur.
|
||
(3)
|
Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kekayaan atau pendapatan Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.
|
||
(4)
|
Dalam hal kekayaan atau pendapatan Korporasi tidak mencukupi untuk melunasi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Korporasi dikenai pidana pengganti berupa pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Tindakan Pasal 123 |
|||
Tindakan yang dapat dikenakan bagi Korporasi:
|
|||
a.
|
pengambilalihan Korporasi;
|
||
b.
|
penempatan di bawah pengawasan; dan/atau
|
||
c.
|
penempatan Korporasi di bawah pengampuan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 124 |
|||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 123 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Perbarengan Pasal 125 |
|||
(1)
|
Suatu perbuatan yang memenuhi lebih dari 1 (satu) ketentuan pidana yang diancam dengan ancaman pidana yang sama hanya dijatuhi 1 (satu) pidana, sedangkan jika ancaman pidananya berbeda dijatuhi pidana pokok yang paling berat.
|
||
(2)
|
Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali Undang-Undang menentukan lain.
|
||
|
|
|
|
Pasal 126 |
|||
(1)
|
Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang saling berhubungan sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut dan diancam dengan ancaman pidana yang sama, hanya dijatuhi 1 (satu) pidana.
|
||
(2)
|
Jika perbarengan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan pidana yang berbeda, hanya dijatuhi pidana pokok yang terberat.
|
||
|
|
|
|
Pasal 127 |
|||
(1)
|
Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang harus dipandang sebagai Tindak Pidana yang berdiri sendiri dan diancam dengan pidana pokok yang sejenis, hanya dijatuhkan 1 (satu) pidana.
|
||
(2)
|
Maksimum pidana untuk perbarengan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah pidana yang diancamkan pada semua Tindak Pidana tersebut, tetapi tidak melebihi pidana yang terberat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
|
|
|
|
Pasal 128 |
|||
(1)
|
Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang harus dipandang sebagai Tindak Pidana yang berdiri sendiri dan diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, pidana yang dijatuhkan adalah semua jenis pidana untuk Tindak Pidana masing-masing, tetapi tidak melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
(2)
|
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan pidana denda, penghitungan denda didasarkan pada lama maksimum pidana penjara pengganti pidana denda.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana yang dilakukan diancam dengan pidana minimum, minimum pidana untuk perbarengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah pidana minimum khusus untuk Tindak Pidana masing-masing, tetapi tidak melebihi pidana minimum khusus terberat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
|
|
|
|
Pasal 129 |
|||
Jika dalam perbarengan Tindak Pidana dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, terdakwa tidak boleh dijatuhi pidana lain, kecuali pidana tambahan, yakni:
|
|||
a.
|
pencabutan hak tertentu;
|
||
b.
|
perampasan Barang tertentu; dan/atau
|
||
c.
|
pengumuman putusan pengadilan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 130 |
|||
(1)
|
Jika terjadi perbarengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dan Pasal 129, penjatuhan pidana tambahan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu dengan ketentuan:
|
|
|
|
1.
|
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dijatuhkan; atau
|
|
|
2.
|
apabila pidana pokok yang diancamkan hanya pidana denda, lama pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
|
|
b.
|
pidana pencabutan hak yang berbeda dijatuhkan secara sendiri-sendiri untuk tiap Tindak Pidana tanpa dikurangi; atau
|
|
|
c.
|
pidana perampasan Barang tertentu atau pidana pengganti dijatuhkan secara sendiri-sendiri untuk tiap Tindak Pidana tanpa dikurangi.
|
|
(2)
|
Ketentuan mengenai lamanya pidana pengganti bagi pidana perampasan Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berlaku ketentuan pidana pengganti untuk denda.
|
||
|
|
|
|
Pasal 131 |
|||
(1)
|
Jika Setiap Orang telah dijatuhi pidana dan kembali dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana lain sebelum putusan pidana itu dijatuhkan, pidana yang terdahulu diperhitungkan terhadap pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan perbarengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 sampai dengan Pasal 130, seperti jika Tindak Pidana itu diadili secara bersama.
|
||
(2)
|
Jika pidana yang dijatuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mencapai maksimum pidana, hakim cukup menyatakan bahwa terdakwa bersalah tanpa perlu diikuti pidana.
|
||
|
|
|
|
BAB IV
GUGURNYA KEWENANGAN PENUNTUTAN DAN PELAKSANAAN PIDANA Bagian Kesatu Gugurnya Kewenangan Penuntutan Pasal 132 |
|||
(1)
|
Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur jika:
|
||
|
a.
|
ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Setiap Orang atas perkara yang sama;
|
|
|
b.
|
tersangka atau terdakwa meninggal dunia;
|
|
|
c.
|
kedaluwarsa;
|
|
|
d.
|
maksimum pidana denda dibayar dengan sukarela bagi Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II;
|
|
|
e.
|
maksimum pidana denda kategori IV dibayar dengan sukarela bagi Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III;
|
|
|
f.
|
ditariknya pengaduan bagi Tindak Pidana aduan;
|
|
|
g.
|
telah ada penyelesaian di luar proses peradilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang; atau
|
|
|
h.
|
diberikannya amnesti atau abolisi.
|
|
(2)
|
Ketentuan mengenai gugurnya kewenangan penuntutan bagi Korporasi memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121.
|
||
|
|
|
|
Pasal 133 |
|||
(1)
|
Pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) huruf d dan huruf e serta biaya yang telah dikeluarkan jika penuntutan telah dimulai, dibayarkan kepada Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
|
||
(2)
|
Jika diancamkan pula pidana tambahan berupa perampasan Barang atau tagihan, Barang dan/atau tagihan yang dirampas harus diserahkan atau harus dibayar menurut taksiran Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Barang dan/atau tagihan tersebut sudah tidak berada dalam kekuasaan terpidana.
|
||
(3)
|
Jika pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan tersebut tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap Tindak Pidana yang dilakukan lebih dahulu gugur berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) huruf d dan huruf e.
|
||
|
|
|
|
Pasal 134 |
|||
Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam 1 (satu) perkara yang sama jika untuk perkara tersebut telah ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 135 |
|||
Jika putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 berasal dari pengadilan luar negeri, terhadap Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana yang sama tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:
|
|||
a.
|
putusan bebas dari tuduhan atau lepas dari segala tuntutan hukum; atau
|
||
b.
|
putusan berupa pemidanaan dan pidananya telah dijalani seluruhnya, telah diberi ampun, atau pelaksanaan pidana tersebut kedaluwarsa.
|
||
|
|
|
|
Pasal 136 |
|||
(1)
|
Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur karena kedaluwarsa apabila:
|
||
|
a.
|
setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau hanya denda paling banyak kategori III;
|
|
|
b.
|
setelah melampaui waktu 6 (enam) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun;
|
|
|
c.
|
setelah melampaui waktu 12 (dua belas) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun;
|
|
|
d.
|
setelah melampaui waktu 18 (delapan belas) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun; dan
|
|
|
e.
|
setelah melampaui waktu 20 (dua puluh) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.
|
|
(2)
|
Dalam hal Tindak Pidana dilakukan oleh Anak, tenggang waktu gugurnya kewenangan untuk menuntut karena kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi menjadi 1/3 (satu per tiga).
|
||
|
|
|
|
Pasal 137 |
|||
Jangka waktu kedaluwarsa dihitung mulai keesokan hari setelah perbuatan dilakukan, kecuali bagi:
|
|||
a.
|
Tindak Pidana pemalsuan dan Tindak Pidana perusakan mata uang, kedaluwarsa dihitung mulai keesokan harinya setelah Barang yang dipalsukan atau mata uang yang dirusak digunakan; atau
|
||
b.
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 450, Pasal 451, dan Pasal 452 kedaluwarsa dihitung mulai keesokan harinya setelah Korban Tindak Pidana dilepaskan atau mati sebagai akibat langsung dari Tindak Pidana tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 138 |
|||
(1)
|
Tindakan penuntutan Tindak Pidana menghentikan tenggang waktu kedaluwarsa.
|
||
(2)
|
Penghentian tenggang waktu kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung keesokan hari setelah tersangka atau terdakwa mengetahui atau diberitahukan mengenai penuntutan terhadap dirinya yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Setelah kedaluwarsa dihentikan karena tindakan penuntutan, mulai diberlakukan tenggang waktu kedaluwarsa baru.
|
||
|
|
|
|
Pasal 139 |
|||
Apabila penuntutan dihentikan untuk sementara waktu karena ada sengketa hukum yang harus diputuskan lebih dahulu, tenggang waktu kedaluwarsa penuntutan menjadi tertunda sampai sengketa tersebut mendapatkan putusan.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Gugurnya Kewenangan Pelaksanaan Pidana Pasal 140 |
|||
Kewenangan pelaksanaan pidana dinyatakan gugur, jika:
|
|||
a.
|
terpidana meninggal dunia;
|
||
b.
|
kedaluwarsa;
|
||
c.
|
terpidana mendapat grasi atau amnesti; atau
|
||
d.
|
penyerahan untuk pelaksanaan pidana ke negara lain.
|
||
|
|
|
|
Pasal 141 |
|||
Jika terpidana meninggal dunia, pidana perampasan Barang tertentu dan/atau tagihan yang telah disita tetap dapat dilaksanakan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 142 |
|||
(1)
|
Kewenangan pelaksanaan pidana gugur karena kedaluwarsa setelah berlaku tenggang waktu yang sama dengan tenggang waktu kedaluwarsa kewenangan menuntut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
(2)
|
Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana harus melebihi lama pidana yang dijatuhkan kecuali untuk pidana penjara seumur hidup.
|
||
(3)
|
Pelaksanaan pidana mati tidak mempunyai tenggang waktu kedaluwarsa.
|
||
(4)
|
Jika pidana mati diubah menjadi pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, kewenangan pelaksanaan pidana gugur karena kedaluwarsa setelah lewat waktu yang sama dengan tenggang waktu kedaluwarsa kewenangan menuntut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf e ditambah 1/3 (satu per tiga) dari tenggang waktu kedaluwarsa tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 143 |
|||
(1)
|
Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana dihitung keesokan harinya sejak putusan pengadilan dapat dilaksanakan.
|
||
(2)
|
Apabila terpidana melarikan diri sewaktu menjalani pidana maka tenggang waktu kedaluwarsa dihitung keesokan harinya sejak tanggal terpidana tersebut melarikan diri.
|
||
(3)
|
Apabila pembebasan bersyarat terhadap narapidana dicabut, tenggang waktu kedaluwarsa dihitung keesokan harinya sejak tanggal pencabutan.
|
||
(4)
|
Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana ditunda selama:
|
||
|
a.
|
pelaksanaan pidana tersebut ditunda berdasarkan peraturan perundang-undangan; atau
|
|
|
b.
|
terpidana dirampas kemerdekaannya meskipun perampasan kemerdekaan tersebut berkaitan dengan putusan pengadilan untuk Tindak Pidana lain.
|
|
|
|
|
|
BAB V
PENGERTIAN ISTILAH Pasal 144 |
|||
Tindak Pidana adalah termasuk juga permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan pembantuan melakukan Tindak Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 145 |
|||
Setiap Orang adalah orang perseorangan, termasuk Korporasi.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 146 |
|||
Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, atau yang disamakan dengan itu, maupun perkumpulan yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 147 |
|||
Barang adalah benda berwujud atau tidak berwujud, benda bergerak atau tidak bergerak termasuk air dan uang giral, aliran listrik, gas, data, dan program Komputer.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 148 |
|||
Surat adalah dokumen yang ditulis di atas kertas, termasuk juga dokumen atau data yang tertulis atau tersimpan dalam disket, pita magnetik, atau media penyimpan Komputer atau media penyimpan data elektronik lain.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 149 |
|||
Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik dan mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh Tindak Pidana.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 150 |
|||
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 151 |
|||
Orang Tua adalah termasuk juga kepala keluarga.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 152 |
|||
Ayah adalah termasuk juga orang yang menjalankan kekuasaan yang sama dengan Ayah.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 153 |
|||
Kekuasaan Ayah adalah termasuk juga kekuasaan kepala keluarga.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 154 |
|||
Pejabat adalah setiap warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara, atau diserahi tugas lain oleh negara, dan digaji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu:
|
|||
a.
|
aparatur sipil negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia;
|
||
b.
|
pejabat negara;
|
||
c.
|
pejabat publik;
|
||
d.
|
pejabat daerah;
|
||
e.
|
orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
|
||
f.
|
orang yang menerima gaji atau upah dari Korporasi yang seluruh atau sebagian besar modalnya milik negara atau daerah; atau
|
||
g.
|
pejabat lain yang ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 155 |
|||
Luka Berat adalah:
|
|||
a.
|
sakit atau luka yang tidak ada harapan untuk sembuh dengan sempurna atau yang dapat menimbulkan bahaya maut;
|
||
b.
|
terus-menerus tidak cakap lagi melakukan tugas, jabatan, atau pekerjaan;
|
||
c.
|
tidak dapat menggunakan lagi salah satu panca indera atau salah satu anggota tubuh;
|
||
d.
|
cacat berat atau cacat permanen;
|
||
e.
|
lumpuh;
|
||
f.
|
daya pikir terganggu selama lebih dari 4 (empat) minggu;
|
||
g.
|
gugur atau matinya kandungan; atau
|
||
h.
|
rusaknya fungsi reproduksi.
|
||
|
|
|
|
Pasal 156 |
|||
Kekerasan adalah setiap perbuatan dengan atau tanpa menggunakan kekuatan fisik yang menimbulkan bahaya bagi badan atau nyawa, mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, atau psikologis, dan merampas kemerdekaan, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 157 |
|||
Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya Kekerasan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 158 |
|||
Di Muka Umum adalah di suatu tempat atau Ruang yang dapat dilihat, didatangi, diketahui, atau disaksikan oleh orang lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui media elektronik yang membuat publik dapat mengakses Informasi Elektronik atau dokumen elektronik.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 159 |
|||
Harta Kekayaan adalah benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang memiliki nilai ekonomi.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 160 |
|||
Makar adalah niat untuk melakukan serangan yang telah diwujudkan dengan persiapan perbuatan tersebut.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 161 |
|||
Perang adalah termasuk Juga Perang saudara dengan mengangkat senjata.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 162 |
|||
Waktu Perang adalah termasuk waktu di mana bahaya Perang mengancam dan/atau ada perintah untuk mobilisasi Tentara Nasional Indonesia dan selama keadaan mobilisasi tersebut masih berlangsung.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 163 |
|||
Musuh adalah termasuk juga pemberontak dan negara atau kekuasaan yang diperkirakan akan menjadi lawan Perang.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 164 |
|||
Masuk adalah termasuk mengakses Komputer atau Masuk ke dalam sistem Komputer.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 165 |
|||
Memanjat adalah termasuk Masuk dengan melalui lubang yang sudah ada tetapi tidak untuk tempat orang lewat, atau Masuk melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali, atau Masuk melalui atau menyeberangi selokan atau parit yang gunanya sebagai pembatas halaman.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 166 |
|||
Anak Kunci Palsu adalah anak kunci duplikat termasuk juga segala perkakas, sistem elektronik, atau yang disamakan dengan itu yang tidak dimaksudkan untuk membuka kunci yang digunakan untuk membuka kunci.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 167 |
|||
Ruang adalah termasuk bentangan atau terminal Komputer yang dapat diakses dengan cara tertentu.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 168 |
|||
Bangunan Listrik adalah bangunan yang digunakan untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan tenaga listrik, termasuk alat yang berhubungan dengan itu, yaitu alat penjaga keselamatan, alat pemasang, alat pendukung, alat pencegah, atau alat pemberi peringatan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 169 |
|||
Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optikal, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 170 |
|||
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, mempertukarkan data secara elektronik, Surat elektronik, telegram, pengkopian jarak jauh atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 171 |
|||
Kode Akses adalah angka, huruf, simbol lainnya atau kombinasi diantaranya yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer, jaringan Komputer, internet, atau media elektronik lainnya.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 172 |
|||
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bunyi pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan Di Muka Umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 173 |
|||
Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau usaha dagang.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 174 |
|||
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apa pun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah pindah.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 175 |
|||
Penumpang adalah orang selain Nakhoda dan Anak Buah Kapal yang berada di Kapal atau orang selain kapten penerbang dan awak Pesawat Udara lain yang berada dalam Pesawat Udara.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 176 |
|||
Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 177 |
|||
Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas Kapal oleh pemilik atau operator Kapal yang melakukan tugas di atas Kapal sesuai dengan jabatannya.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 178 |
|||
Kapal Indonesia adalah Kapal yang didaftar di Indonesia dan memperoleh Surat tanda kebangsaan Kapal Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 179 |
|||
Nakhoda adalah salah seorang Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di Kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 180 |
|||
Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 181 |
|||
Dalam Penerbangan adalah jangka waktu sejak saat semua pintu luar Pesawat Udara ditutup setelah naiknya Penumpang sampai saat pintu dibuka untuk penurunan Penumpang, atau dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas Pesawat Udara dan Barang yang ada di dalam Pesawat Udara.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 182 |
|||
Dalam Dinas Penerbangan adalah jangka waktu sejak saat Pesawat Udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu sampai lewat 24 (dua puluh empat) jam sesudah pendaratan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 183 |
|||
Ternak adalah hewan peliharaan yang diperuntukkan sebagai sumber pangan dan sumber mata pencaharian.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 184 |
|||
Bulan adalah waktu 30 (tiga puluh) Hari.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 185 |
|||
Hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 186 |
|||
Malam adalah waktu di antara matahari terbenam dan matahari terbit.
|
|||
|
|
|
|
BAB VI
ATURAN PENUTUP Pasal 187 |
|||
Ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab V Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang.
|
|||
|
|
|
|
BUKU KEDUA
TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara Paragraf 1 Penyebaran dan Pengembangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau Paham Lain yang Bertentangan dengan Pancasila Pasal 188 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyebarkan dan mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
|
||
(2)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(3)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian Harta Kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
||
(4)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan orang menderita Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(5)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
(6)
|
Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 189 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila; atau
|
||
b.
|
mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang sepatutnya diketahui menganut ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila, dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Peniadaan dan Penggantian Ideologi Pancasila Pasal 190 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyatakan keinginannya Di Muka Umum dengan lisan, tulisan, atau melalui media apa pun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
||
(2)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan:
|
||
|
a.
|
terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau timbulnya kerugian Harta Kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun;
|
|
|
b.
|
terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan orang menderita Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau
|
|
|
c.
|
terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tindak Pidana Makar Paragraf 1 Makar terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden Pasal 191 |
|||
Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan Presiden dan/atau Wakil Presiden atau menjadikan Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak mampu menjalankan pemerintahan, dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 192 |
|||
Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 3
Makar terhadap Pemerintah Pasal 193 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(2)
|
Pemimpin atau pengatur Makar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 194 |
|||
(1)
|
Dipidana karena pemberontakan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
melawan pemerintah dengan menggunakan kekuatan senjata; atau
|
|
|
b.
|
dengan maksud untuk melawan pemerintah bergerak bersama-sama atau menyatukan diri dengan gerombolan yang melawan pemerintah dengan menggunakan kekuatan senjata.
|
|
(2)
|
Pemimpin atau pengatur pemberontakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 195 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
mengadakan hubungan dengan orang atau organisasi yang berkedudukan di luar negeri dengan maksud:
|
|
|
|
1.
|
membujuk orang atau organisasi;
|
|
|
2.
|
memperkuat niat dari orang atau organisasi;
|
|
|
3.
|
menjanjikan atau memberikan bantuan kepada orang atau organisasi; atau
|
|
|
4.
|
memasukkan suatu Barang ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
|
|
|
untuk menggulingkan atau mengambil alih pemerintah;
|
|
|
b.
|
memasukkan suatu Barang ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dapat dipergunakan untuk memberikan bantuan materiel dalam mempersiapkan, memudahkan, atau melakukan penggulingan dan/atau pengambilalihan pemerintah, padahal diketahui atau ada alasan yang kuat untuk menduga bahwa Barang tersebut digunakan untuk maksud tersebut; atau
|
|
|
c.
|
menguasai atau menjadikan suatu Barang sebagai pokok perjanjian yang dapat digunakan untuk memberikan bantuan materiel dalam mempersiapkan, memudahkan, atau melakukan penggulingan dan/atau pengambilalihan pemerintah, padahal mengetahui atau ada alasan yang kuat untuk menduga bahwa Barang tersebut digunakan untuk maksud tersebut, atau Barang lain sebagai penggantinya dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk maksud tersebut, atau digunakan untuk maksud tersebut oleh orang atau badan yang berkedudukan di luar negeri.
|
|
(2)
|
Barang yang digunakan untuk melakukan atau yang berhubungan dengan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dirampas untuk negara atau dimusnahkan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 196 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat atau persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 194 dipidana.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang mempersiapkan perubahan ketatanegaraan secara konstitusional, tidak dipidana.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Tindak Pidana terhadap Pertahanan Negara Paragraf 1 Pertahanan Negara Pasal 197 |
|||
Setiap Orang yang tanpa wewenang membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan, atau mengangkut gambar potret, gambar lukis, gambar tangan, atau video pengukuran, penulisan, keterangan, atau petunjuk lain mengenai suatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 198 |
|||
Setiap Orang yang ditugaskan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengadakan perundingan dengan negara asing bertindak merugikan pertahanan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 199 |
|||
(1)
|
Setiap warga negara Indonesia yang ikut serta melakukan Perang atau latihan militer atau bergabung dalam suatu organisasi tertentu untuk melakukan Perang atau latihan militer di luar negeri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mendapat persetujuan Pemerintah Indonesia.
|
||
|
|
|
|
Pasal 200 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
dalam suatu Perang yang tidak melibatkan Indonesia, melakukan perbuatan yang membahayakan sikap kenetralan negara atau melanggar suatu peraturan yang khusus dibuat oleh Pemerintah Indonesia untuk menjaga kenetralan negara; atau
|
||
b.
|
dalam Waktu Perang, melanggar suatu peraturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh Pemerintah Indonesia untuk kepentingan pertahanan keamanan negara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 201 |
|||
Setiap Orang yang tanpa izin Presiden atau Pejabat yang diberi wewenang, mengajak warga negara Indonesia untuk menjadi anggota tentara asing, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 202 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang tanpa wewenang:
|
|||
a.
|
memasuki wilayah yang sedang dibangun untuk keperluan pertahanan keamanan negara dalam jarak kurang dari 500 (lima ratus) meter, kecuali pada jalan besar untuk lalu lintas umum;
|
||
b.
|
memasuki bangunan angkatan darat, angkatan laut, atau angkatan udara, serta Pesawat Udara atau kapal perang melalui jalan lain dari jalan Masuk biasa;
|
||
c.
|
membawa alat pemotret ke dalam suatu bagian lapangan yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
|
||
d.
|
mempunyai hasil pemotretan, gambar, atau uraian dari proyek pertahanan keamanan negara dari seluruh atau sebagian lapangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Pengkhianatan terhadap Negara dan Pembocoran Rahasia Negara Pasal 203 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
mengadakan hubungan dengan negara asing atau organisasi asing dengan maksud menggerakkannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau Perang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
|
|
|
b.
|
memperkuat niat negara asing atau organisasi asing tersebut untuk melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
|
|
|
c.
|
menjanjikan bantuan atau membantu negara asing atau organisasi asing mempersiapkan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
|
|
(2)
|
Jika perbuatan permusuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya Perang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 204 |
|||
Setiap Orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan Surat, berita, atau keterangan mengenai suatu hal kepada negara asing atau organisasi asing, padahal orang tersebut mengetahui bahwa hal tersebut harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 205 |
|||
Setiap Orang yang mengumumkan, memberitahukan, atau memberikan kepada orang yang tidak berhak mengetahui seluruh atau sebagian Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara yang berhubungan dengan pertahanan dan keamanan negara terhadap serangan dari luar, yang ada padanya, atau yang diketahuinya mengenai isi, bentuk, atau cara membuat Barang rahasia tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 206 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
memberikan fasilitas kepada orang yang diketahuinya tidak mempunyai wewenang, mempunyai niat atau sedang mencoba untuk mengetahui seluruh atau sebagian Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 205 atau untuk mengetahui letak, bentuk, susunan persenjataan, perbekalan, perlengkapan amunisi atau kekuatan orang dari proyek pertahanan negara atau suatu hal lain yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan negara; atau
|
||
b.
|
menyembunyikan Barang yang diketahuinya akan digunakan untuk melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
|
||
|
|
|
|
Pasal 207 |
|||
Setiap Orang yang karena tugasnya wajib menyimpan Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205, karena kealpaannya menyebabkan isi, bentuk, atau cara membuatnya, seluruh atau sebagian diketahui oleh orang lain yang tidak berhak mengetahuinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 208 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
melihat atau mempelajari Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205, seluruh atau sebagian yang diketahuinya atau patut diduga bahwa Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara tersebut tidak boleh diketahuinya;
|
||
b.
|
membuat atau meminta membuat cetakan, gambar, atau tiruan dari Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
|
||
c.
|
tidak menyerahkan Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara tersebut kepada Pejabat yang berwenang padahal Surat, peta bumi, rencana, gambar, atau Barang yang bersifat rahasia negara tersebut jatuh ke tangannya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 209 |
|||
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197, Pasal 202, Pasal 205, Pasal 206, atau Pasal 208 dengan mempergunakan cara curang atau dilakukan dengan cara memberi atau menerima, menimbulkan harapan, atau menjanjikan hadiah, keuntungan, atau upah dalam bentuk apa pun juga atau dilakukan dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dipidana 2 (dua) kali lipat dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197, Pasal 202, Pasal 205, Pasal 206, atau Pasal 208.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 3
Sabotase dan Tindak Pidana pada Waktu Perang Pasal 210 |
|||
Dipidana karena sabotase dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
merusak, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau memusnahkan instalasi negara atau instalasi militer;
|
||
b.
|
menghalangi atau menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kebijakan pemerintah; atau
|
||
c.
|
mengganggu atau merusak secara luas perhubungan darat, laut, udara, atau telekomunikasi.
|
||
|
|
|
|
Pasal 211 |
|||
Warga negara Indonesia yang dengan sukarela menjadi tentara asing yang sedang berperang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau kemungkinan akan menghadapi Perang dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan jika Perang benar-benar terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 212 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang dalam Waktu Perang memberi bantuan kepada Musuh atau merugikan negara untuk kepentingan Musuh, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(2)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang:
|
||
|
a.
|
memberitahukan atau menyerahkan peta, rencana, gambar, atau uraian dari bangunan tentara atau keterangan tentang gerakan tentara atau rencana tentara kepada Musuh; atau
|
|
|
b.
|
bekerja pada Musuh sebagai mata-mata, yang meliputi:
|
|
|
|
1.
|
memiliki, menguasai, atau memperoleh dengan maksud untuk meneruskannya baik langsung maupun tidak langsung kepada Musuh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuatu peta, rancangan, gambar, atau tulisan tentang bangunan militer atau rahasia militer ataupun keterangan tentang rahasia pemerintah dalam bidang politik, diplomasi, atau ekonomi;
|
|
|
2.
|
melakukan penyelidikan untuk Musuh sebagaimana dimaksud dalam huruf a atau menerima dalam pemondokan, menyembunyikan, atau menolong seorang penyelidik Musuh;
|
|
|
3.
|
mengadakan, memudahkan, atau menyebarkan propaganda untuk Musuh;
|
|
|
4.
|
melakukan sesuatu usaha yang bertentangan dengan kepentingan negara sehingga terhadap seseorang dapat dilakukan penyelidikan, penuntutan, perampasan, atau pembatasan kemerdekaan, penjatuhan pidana, atau tindakan lainnya oleh atau atas kekuasaan Musuh; atau
|
|
|
5.
|
memberikan kepada atau menerima dari Musuh atau pembantu Musuh, sesuatu Barang atau uang, atau melakukan sesuatu perbuatan yang menguntungkan Musuh atau pembantu Musuh, atau menyukarkan atau merintangi atau menggagalkan sesuatu tindakan terhadap Musuh atau pembantu Musuh.
|
(3)
|
Dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang:
|
||
|
a.
|
berkhianat untuk kepentingan Musuh, menyerahkan kepada kekuasaan Musuh, menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakai lagi suatu tempat atau tempat penjagaan yang diperkuat atau diduduki, suatu alat perhubungan, suatu perbekalan Perang, atau suatu kas Perang, ataupun suatu bagian dari itu atau menghalang-halangi atau menggagalkan suatu usaha tentara yang direncanakan atau diselenggarakan untuk menangkis atau menyerang; atau
|
|
|
b.
|
menyebabkan atau memudahkan huru-hara, pemberontakan, atau desersi di kalangan tentara.
|
|
|
|
|
|
Pasal 213 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, Setiap Orang yang dalam Waktu Perang, tanpa tujuan membantu Musuh atau merugikan negara untuk menguntungkan Musuh:
|
|||
a.
|
memberi fasilitas, tempat menumpang, menyembunyikan, atau membantu mata-mata Musuh; atau
|
||
b.
|
mengakibatkan atau memudahkan desersi di kalangan tentara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 214 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
dalam Waktu Perang dengan perbuatan curang menyerahkan Barang keperluan tentara; atau
|
||
b.
|
ditugaskan untuk mengawasi penyerahan Barang sebagaimana dimaksud dalam huruf a membiarkan perbuatan curang tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 215 |
|||
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 sampai dengan Pasal 214 berlaku juga, jika salah satu dari perbuatan tersebut dilakukan terhadap atau berkaitan dengan negara sekutu dalam Perang bersama.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 216 |
|||
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat dan persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 atau Pasal 212 dipidana.
|
|||
|
|
|
|
BAB II
TINDAK PIDANA TERHADAP MARTABAT PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN Bagian Kesatu Penyerangan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden Pasal 217 |
|||
Setiap Orang yang menyerang diri Presiden dan/atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden Pasal 218 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
|
||
|
|
|
|
Pasal 219 |
|||
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 220 |
|||
(1)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
|
||
(2)
|
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
|
||
|
|
|
|
BAB III
TINDAK PIDANA TERHADAP NEGARA SAHABAT Bagian Kesatu Makar terhadap Negara Sahabat Paragraf 1 Makar untuk Melepaskan Wilayah Negara Sahabat Pasal 221 |
|||
Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud untuk melepaskan wilayah negara sahabat, baik seluruh maupun sebagian dari kekuasaan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 222 |
|||
Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud untuk menghapuskan atau mengubah dengan cara tidak sah bentuk pemerintahan yang ada dalam negara sahabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 223 |
|||
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat dan persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 221 dan Pasal 222 dipidana.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Makar terhadap Kepala Negara Sahabat Pasal 224 |
|||
Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan kepala negara sahabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat serta Penodaan Bendera Paragraf 1 Penyerangan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakil Kepala Negara Sahabat Pasal 225 |
|||
Setiap Orang yang menyerang diri kepala negara sahabat dan wakil kepala negara sahabat yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Kepala Negara Sahabat dan Wakil Negara Sahabat Pasal 226 |
|||
Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri kepala negara sahabat yang sedang menjalankan tugas kenegaraan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 227 |
|||
Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri wakil dari negara sahabat yang bertugas di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 228 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap kepala negara sahabat atau wakil negara sahabat di Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan maksud agar isi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
|
|
|
|
Pasal 229 |
|||
(1)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 sampai dengan Pasal 228 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
|
||
(2)
|
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh kepala negara sahabat dan wakil negara sahabat.
|
||
|
|
|
|
Pasal 230 |
|||
Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 sampai dengan Pasal 228, jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 3
Penodaan Bendera Kebangsaan Negara Sahabat Pasal 231 |
|||
Setiap Orang yang menodai bendera kebangsaan dari negara sahabat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
BAB IV
TINDAK PIDANA TERHADAP PENYELENGGARAAN RAPAT LEMBAGA LEGISLATIF DAN BADAN PEMERINTAH Pasal 232 |
|||
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan membubarkan rapat lembaga legislatif dan/atau badan pemerintah atau memaksa lembaga dan/atau badan tersebut agar mengambil atau tidak mengambil suatu keputusan, atau mengusir pimpinan atau anggota rapat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 233 |
|||
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan merintangi pimpinan atau anggota lembaga legislatif dan/atau badan pemerintah untuk menghadiri rapat lembaga dan/atau badan tersebut, atau untuk menjalankan kewajiban dengan bebas dan tidak terganggu dalam rapat lembaga dan/atau badan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
BAB V
TINDAK PIDANA TERHADAP KETERTIBAN UMUM Bagian Kesatu Penghinaan terhadap Simbol Negara, Pemerintah atau Lembaga Negara, dan Golongan Penduduk Paragraf 1 Penodaan terhadap Bendera Negara, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan Pasal 234 |
|||
Setiap Orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain terhadap bendera negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 235 |
|||
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial;
|
||
b.
|
mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
|
||
c.
|
mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain, atau memasang lencana atau benda apa pun pada bendera negara; atau
|
||
d.
|
memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus Barang, dan tutup Barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 236 |
|||
Setiap Orang yang mencoret, menulisi, menggambar atau menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 237 |
|||
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
|
||
b.
|
membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; atau
|
||
c.
|
menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 238 |
|||
Setiap Orang yang menodai atau menghina lagu kebangsaan dengan mengubah lagu kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan lagu kebangsaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 239 |
|||
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang menodai atau menghina lagu kebangsaan dengan:
|
|||
a.
|
memperdengarkan, menyanyikan, atau menyebarluaskan hasil ubahan lagu kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau
|
||
b.
|
menggunakan lagu kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara Pasal 240 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(3)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
|
||
(4)
|
Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 241 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(3)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
|
||
(4)
|
Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Penghinaan terhadap Golongan Penduduk Pasal 242 |
|||
Setiap Orang yang Di Muka Umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 243 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya Kekerasan terhadap orang atau Barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Tindak Pidana tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 4
Tindak Pidana atas Dasar Diskriminasi Ras dan Etnis Pasal 244 |
|||
Setiap Orang yang melakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 245 |
|||
Setiap Orang yang melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, perkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan Kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penghasutan dan Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana Paragraf 1 Penghasutan untuk Melawan Penguasa Umum Pasal 246 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan:
|
|||
a.
|
menghasut orang untuk melakukan Tindak Pidana; atau
|
||
b.
|
menghasut orang untuk melawan penguasa umum dengan Kekerasan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 247 |
|||
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi hasutan agar melakukan Tindak Pidana atau melawan penguasa umum dengan Kekerasan, dengan maksud agar isi penghasutan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 248 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menggerakkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d untuk melakukan Tindak Pidana dan Tindak Pidana tersebut atau percobaannya yang dapat dipidana tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dijatuhi pidana yang lebih berat dari yang dapat dijatuhkan terhadap percobaan melakukan Tindak Pidana tersebut atau jika percobaan tersebut tidak dapat dipidana maka tidak dapat dijatuhi pidana yang lebih berat dari yang ditentukan terhadap Tindak Pidana tersebut.
|
||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika tidak terjadinya Tindak Pidana atau percobaan yang dapat dipidana tersebut disebabkan oleh karena kehendaknya sendiri.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana Pasal 249 |
|||
Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana untuk melakukan Tindak Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 250 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana guna melakukan Tindak Pidana dengan maksud agar penawaran tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
|
|
|
|
Pasal 251 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang memberi obat atau meminta seorang perempuan untuk menggunakan obat dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa obat tersebut dapat mengakibatkan gugurnya kandungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
|
|
|
|
Pasal 252 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Tidak Melaporkan atau Memberitahukan Adanya Orang yang Hendak Melakukan Tindak Pidana Paragraf 1 Tidak Melaporkan Adanya Permufakatan Jahat Pasal 253 |
|||
Setiap Orang yang mengetahui adanya permufakatan jahat untuk melakukan salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 194, Pasal 205, Pasal 208, Pasal 212, Pasal 308, atau Pasal 310, tidak memberitahukan kepada Pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam padahal masih ada waktu untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana tersebut, jika Tindak Pidana tersebut benar-benar terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Tidak Memberitahukan Kepada Pejabat yang Berwenang Adanya Orang yang Berencana Melakukan Tindak Pidana Pasal 254 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang mengetahui adanya orang yang berniat untuk melakukan:
|
||
|
a.
|
salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 sampai dengan Pasal 198, Pasal 200, Pasal 202, Pasal 205, Pasal 206, Pasal 208, Pasal 211 sampai dengan Pasal 217;
|
|
|
b.
|
desersi pada Waktu Perang atau pengkhianatan tentara; atau
|
|
|
c.
|
Tindak Pidana pembunuhan berencana, penculikan, perkosaan, atau salah satu Tindak Pidana yang membahayakan keamanan umum, bagi orang, kesehatan, Barang, dan lingkungan hidup yang berakibat membahayakan nyawa orang,
|
|
|
tidak memberitahukan kepada Pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam padahal masih ada waktu untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana tersebut, jika Tindak Pidana tersebut terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap orang yang mengetahui salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan dan telah membahayakan nyawa orang pada saat akibat masih dapat dicegah, tidak memberitahukan kepada Pejabat yang berwenang atau kepada orang yang terancam.
|
||
|
|
|
|
Pasal 255 |
|||
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 dan Pasal 254 tidak berlaku bagi orang yang jika memberitahukan hal tersebut kepada Pejabat yang berwenang atau orang yang terancam akan mendatangkan bahaya penuntutan pidana bagi diri sendiri, keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau menyamping derajat kedua atau ketiga dari suami atau istrinya atau mantan suami atau istrinya, atau bagi orang lain yang jika dituntut sehubungan dengan jabatan atau profesinya, dimungkinkan menurut hukum untuk dibebaskan menjadi saksi terhadap orang tersebut.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Gangguan terhadap Ketertiban dan Ketenteraman Umum Paragraf 1 Penyelenggaraan Pawai, Unjuk Rasa, atau Demonstrasi Pasal 256 |
|||
Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Memasuki Rumah dan Pekarangan Orang Lain Pasal 257 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang secara melawan hukum memaksa Masuk ke dalam rumah, ruangan tertutup, atau pekarangan tertutup yang dipergunakan oleh orang lain atau yang sudah berada di dalamnya secara melawan hukum, tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut atas permintaan orang yang berhak atau suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Dianggap memaksa Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Setiap Orang yang Masuk dengan jalan, merusak, atau Memanjat, menggunakan Anak Kunci Palsu, perintah palsu, atau pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak sepengetahuan lebih dahulu pihak yang berhak serta bukan karena kekhilafan Masuk dan kedapatan di tempat tersebut pada Malam.
|
||
(3)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(4)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu dan bersama-sama, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Penyadapan Pasal 258 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang secara melawan hukum mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan hasil pembicaraan atau perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Setiap Orang yang melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan atau melaksanakan perintah jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32.
|
||
|
|
|
|
Pasal 259 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
mempergunakan kesempatan yang diperoleh dengan tipu muslihat atau secara melawan hukum merekam gambar seseorang atau lebih yang berada di dalam suatu rumah atau ruangan yang tidak terbuka untuk umum dengan menggunakan alat bantu teknis sehingga merugikan kepentingan hukum orang tersebut;
|
||
b.
|
memiliki gambar yang diketahui atau patut diduga diperoleh melalui perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
|
||
c.
|
menyiarkan atau menyebarluaskan gambar sebagaimana dimaksud dalam huruf b dengan menggunakan sarana teknologi informasi.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 4
Memaksa Masuk Kantor Pemerintah Pasal 260 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang secara melawan hukum memaksa Masuk ke dalam kantor pemerintah yang melayani kepentingan umum atau yang berada di dalamnya secara melawan hukum dan atas permintaan Pejabat yang berwenang tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 3 (tiga) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Dianggap memaksa Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Setiap Orang yang Masuk dengan merusak, Memanjat, atau dengan menggunakan Anak Kunci Palsu, perintah palsu, pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak sepengetahuan lebih dahulu Pejabat yang berwenang serta bukan karena kekhilafan Masuk dan kedapatan di dalam tempat tersebut pada Malam.
|
||
(3)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(4)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu dan bersama-sama, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
|
|
|
|
Paragraf 5
Turut Serta dalam Organisasi yang Bertujuan Melakukan Tindak Pidana Pasal 261 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menggabungkan diri dalam organisasi yang bertujuan melakukan Tindak Pidana atau organisasi yang dilarang berdasarkan Undang-Undang atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(2)
|
Pendiri atau pengurus organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
|
|
|
|
Paragraf 6
Melakukan Kekerasan terhadap Orang atau Barang secara Bersama-sama Di Muka Umum Pasal 262 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang dengan terang-terangan atau Di Muka Umum dan dengan tenaga bersama melakukan Kekerasan terhadap orang atau Barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(2)
|
Jika Kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hancurnya Barang atau mengakibatkan luka, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(3)
|
Jika Kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(4)
|
Jika Kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(5)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 7
Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong Pasal 263 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
|
|
|
|
Pasal 264 |
|||
Setiap Orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 8
Gangguan terhadap Ketenteraman Lingkungan dan Rapat Umum Pasal 265 |
|||
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang mengganggu ketenteraman lingkungan dengan:
|
|||
a.
|
membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada Malam; atau
|
||
b.
|
membuat seruan atau tanda-tanda bahaya palsu.
|
||
|
|
|
|
Pasal 266 |
|||
Setiap Orang yang membuat kekacauan sehingga mengganggu rapat umum yang sah, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 267 |
|||
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan merintangi atau membubarkan rapat umum yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 9
Gangguan terhadap Pemakaman dan Jenazah Pasal 268 |
|||
Setiap Orang yang merintangi, menghalang-halangi, atau mengganggu jalan Masuk ke pemakaman, pengangkutan jenazah ke pemakaman, atau upacara pemakaman jenazah, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 269 |
|||
Setiap Orang yang menodai atau secara melawan hukum merusak atau menghancurkan makam atau tanda-tanda yang ada di atas makam, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 270 |
|||
Setiap Orang yang mengubur, menyembunyikan, membawa, atau menghilangkan jenazah untuk menyembunyikan kematian atau kelahirannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 271 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum menggali atau membongkar makam, mengambil, memindahkan, atau mengangkut jenazah, dan/atau memperlakukan jenazah secara tidak beradab, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Penggunaan Ijazah atau Gelar Akademik Palsu Pasal 272 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang memalsukan atau membuat palsu ijazah atau sertifikat kompetensi dan dokumen yang menyertainya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(3)
|
Setiap Orang yang menerbitkan dan/atau memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keenam
Tindak Pidana Perizinan Paragraf 1 Gadai Tanpa Izin Pasal 273 |
|||
Setiap Orang yang tanpa izin meminjamkan uang atau Barang dalam bentuk gadai, jual beli dengan boleh dibeli kembali, atau perjanjian komisi sebagai mata pencaharian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Penyelenggaraan Pesta atau Keramaian Pasal 274 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang tanpa izin mengadakan pesta atau keramaian untuk umum di jalan umum atau di tempat umum, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Menjalankan Pekerjaan tanpa Izin atau Melampaui Kewenangan Pasal 275 |
|||
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
tanpa izin menjalankan pekerjaan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus memiliki izin; atau
|
||
b.
|
melampaui wewenang yang diizinkan dalam menjalankan pekerjaan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 4
Pemberian atau Penerimaan Barang kepada dan dari Narapidana Pasal 276 |
|||
Setiap Orang yang tanpa izin memberi kepada atau menerima dari narapidana suatu Barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Gangguan terhadap Tanah, Benih, Tanaman, dan Pekarangan Pasal 277 |
|||
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
berjalan atau berkendaraan di atas tanah pembenihan, penanaman, atau yang disiapkan untuk itu yang merupakan milik orang lain; atau
|
||
b.
|
tanpa hak berjalan atau berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dilarang Masuk atau sudah diberi larangan Masuk dengan jelas.
|
||
|
|
|
|
BAB VI
TINDAK PIDANA TERHADAP PROSES PERADILAN Bagian Kesatu Penyesatan Proses Peradilan Pasal 278 |
|||
(1)
|
Dipidana karena penyesatan proses peradilan dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
memalsukan, membuat, atau mengajukan bukti palsu untuk dipergunakan dalam proses peradilan;
|
|
|
b.
|
mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu di sidang pengadilan;
|
|
|
c.
|
mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan, atau menghancurkan alat bukti;
|
|
|
d.
|
mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan, atau menghancurkan Barang, alat, atau sarana yang dipakai untuk melakukan Tindak Pidana atau menjadi obyek Tindak Pidana, atau hasil yang dapat menjadi bukti fisik dilakukannya Tindak Pidana, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan Pejabat yang berwenang setelah Tindak Pidana terjadi; atau
|
|
|
e.
|
menampilkan diri seolah-olah sebagai pelaku Tindak Pidana, sehingga yang bersangkutan menjalani proses peradilan pidana.
|
|
(2)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
||
|
a.
|
dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori VI; dan
|
|
|
b.
|
oleh aparat penegak hukum atau petugas pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
|
(3)
|
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan seseorang:
|
||
|
a.
|
yang seharusnya bersalah, dinyatakan tidak bersalah;
|
|
|
b.
|
yang seharusnya tidak bersalah, dinyatakan bersalah; atau
|
|
|
c.
|
dikenakan pasal yang lebih ringan atau lebih berat dari yang seharusnya,
|
|
|
pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Mengganggu dan Merintangi Proses Peradilan Pasal 279 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang membuat gaduh di dekat Ruang sidang pengadilan pada saat sidang berlangsung dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai 3 (tiga) kali oleh atau atas nama petugas yang berwenang, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang membuat gaduh dalam sidang pengadilan dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai 3 (tiga) kali oleh atau atas nama hakim, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
|
|
|
|
Pasal 280 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung:
|
||
|
a.
|
tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;
|
|
|
b.
|
bersikap tidak hormat terhadap aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh hakim;
|
|
|
c.
|
menyerang integritas aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan dalam sidang pengadilan; atau
|
|
|
d.
|
tanpa izin pengadilan memublikasikan proses persidangan secara langsung.
|
|
(2)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau huruf c hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
|
||
(3)
|
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh hakim.
|
||
|
|
|
|
Pasal 281 |
|||
Setiap Orang yang menghalang-halangi, mengintimidasi, atau memengaruhi Pejabat yang melaksanakan tugas penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, atau putusan pengadilan dengan maksud untuk memaksa atau membujuknya agar melakukan atau tidak melakukan tugasnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 282 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
menyembunyikan orang yang melakukan Tindak Pidana atau orang yang dituntut atau dijatuhi pidana; atau
|
|
|
b.
|
memberikan pertolongan kepada orang yang melakukan Tindak Pidana untuk melarikan diri dari penyidikan, penuntutan, atau pelaksanaan putusan pidana oleh Pejabat yang berwenang.
|
|
(2)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda kategori IV.
|
||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika perbuatan tersebut dilakukan dengan maksud untuk menghindarkan dari penuntutan terhadap keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus derajat kedua atau dalam garis menyamping derajat ketiga, terhadap istri atau suami, atau terhadap mantan istri atau suaminya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 283 |
|||
Setiap Orang yang mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 284 |
|||
Setiap Orang yang melepaskan atau memberi pertolongan ketika seseorang meloloskan diri dari penahanan yang dilakukan atas perintah Pejabat yang berwenang atau meloloskan diri dari pidana penjara atau pidana tutupan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 285 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum tidak datang pada saat dipanggil sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa, atau tidak memenuhi suatu kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara pidana; atau
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara lain.
|
||
|
|
|
|
Pasal 286 |
|||
Setiap Orang yang telah dinyatakan pailit atau dinyatakan dalam keadaan tidak mampu membayar utang, atau menjadi istri atau suami orang yang pailit dalam perkawinan dengan persatuan Harta Kekayaan, atau sebagai pengurus atau komisaris suatu persekutuan perdata, perkumpulan, atau yayasan yang telah dinyatakan pailit, yang tidak hadir setelah dipanggil secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memberikan keterangan, atau tidak mau memberikan keterangan yang diminta, atau memberikan keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 3 (tiga) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 287 |
|||
Setiap Orang yang tidak memenuhi perintah Pejabat yang berwenang dalam proses peradilan untuk menyerahkan Surat yang dianggap palsu atau dipalsukan atau yang harus dipakai untuk dibandingkan dengan Surat lain yang diduga palsu atau dipalsukan atau yang kebenarannya disangkal atau tidak diakui, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara pidana; atau
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, bagi perkara lain.
|
||
|
|
|
|
Pasal 288 |
|||
Setiap Orang yang tanpa alasan yang sah tidak datang menghadap atau dalam hal yang diizinkan tidak meminta wakilnya menghadap, jika dipanggil di muka pengadilan untuk didengar sebagai keluarga sedarah atau keluarga semenda, suami atau istri, wali atau wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas dalam perkara orang yang akan ditaruh atau yang sudah ditaruh di bawah pengampuan atau dalam perkara orang yang akan dimasukkan atau sudah dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 289 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
menarik Barang yang disita berdasarkan peraturan perundang-undangan atau yang dititipkan atas perintah pengadilan atau menyembunyikan Barang, padahal diketahui bahwa Barang tersebut berada dalam sitaan atau titipan; atau
|
|
|
b.
|
merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai suatu Barang yang disita berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(2)
|
Penyimpan Barang yang melakukan, membiarkan dilakukan, atau membantu melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(3)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi karena kealpaan penyimpan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
|
|
|
|
Pasal 290 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum menjual, menyewakan, memiliki, menggadaikan, atau menggunakan benda sitaan bukan untuk kepentingan proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 291 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu yang diberikan dalam pemeriksaan perkara dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merugikan tersangka, terdakwa, atau pihak lawan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
|
|
|
|
Pasal 292 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyebutkan identitas pelapor, saksi, atau Korban atau hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas tersebut padahal telah diberitahukan kepadanya identitas tersebut harus dirahasiakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku jika keharusan untuk merahasiakan identitas pelapor, saksi, atau Korban disebutkan secara tegas dalam Undang-Undang.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Perusakan Gedung, Ruang Sidang, dan Alat Perlengkapan Sidang Pengadilan Pasal 293 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang merusak gedung pengadilan, Ruang sidang pengadilan, atau alat perlengkapan sidang pengadilan yang mengakibatkan hakim tidak dapat menyelenggarakan sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat sidang pengadilan sedang berlangsung yang menyebabkan sidang pengadilan tidak dapat dilanjutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugasnya atau saksi saat memberikan keterangannya mengalami Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(4)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugasnya atau saksi saat memberikan keterangannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pelindungan Saksi dan Korban Pasal 294 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, Setiap Orang yang melakukan Kekerasan langsung kepada:
|
|||
a.
|
saksi saat memberikan keterangannya; atau
|
||
b.
|
aparat penegak hukum atau petugas pengadilan yang sedang menjalankan tugasnya yang mengakibatkan saksi tidak dapat memberikan keterangannya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 295 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
menggunakan Kekerasan, Ancaman Kekerasan, atau cara lain terhadap saksi dan/atau Korban sehingga tidak dapat memberikan keterangannya dalam proses peradilan; atau
|
|
|
b.
|
memengaruhi Pejabat berwenang yang mengakibatkan saksi dan/atau Korban tidak memperoleh pelindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga saksi dan/atau Korban tidak dapat memberikan keterangannya dalam proses peradilan.
|
|
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan Luka Berat pada saksi dan/atau Korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan matinya saksi dan/atau Korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan paling banyak kategori VII.
|
||
|
|
|
|
Pasal 296 |
|||
Setiap Orang yang menghalang-halangi saksi dan/atau Korban yang mengakibatkan tidak memperoleh pelindungan atau haknya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak dan paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 297 |
|||
Setiap Orang yang menyebabkan saksi, Korban, dan/atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena saksi dan/atau Korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 298 |
|||
Setiap Pejabat yang tidak memenuhi hak saksi dan/atau Korban padahal saksi dan/atau Korban telah memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 299 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum memberitahukan keberadaan saksi dan/atau Korban yang sedang dilindungi dalam suatu tempat kediaman sementara atau tempat kediaman baru, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
BAB VII
TINDAK PIDANA TERHADAP AGAMA, KEPERCAYAAN, DAN KEHIDUPAN BERAGAMA ATAU KEPERCAYAAN Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan Pasal 300 |
|||
Setiap Orang Di Muka Umum yang:
|
|||
a.
|
melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan;
|
||
b.
|
menyatakan kebencian atau permusuhan; atau
|
||
c.
|
menghasut untuk melakukan permusuhan, Kekerasan, atau diskriminasi,
|
||
terhadap agama, kepercayaan orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 301 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar, atau memperdengarkan suatu rekaman, termasuk menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 300, dengan maksud agar isi tulisan, gambar, atau rekaman tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(2)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
|
|
|
|
Pasal 302 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang Di Muka Umum menghasut dengan maksud agar seseorang menjadi tidak beragama atau berkepercayaan yang dianut di Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang menjadi tidak beragama atau berkepercayaan atau berpindah agama atau kepercayaan yang dianut di Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tindak Pidana terhadap Kehidupan Beragama atau Kepercayaan dan Sarana Ibadah Pasal 303 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang membuat gaduh di dekat tempat untuk menjalankan ibadah pada waktu ibadah sedang berlangsung, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan mengganggu, merintangi, atau membubarkan pertemuan keagamaan atau kepercayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(3)
|
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan mengganggu, merintangi, atau membubarkan orang yang sedang melaksanakan ibadah atau upacara keagamaan atau kepercayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
|
|
|
|
Pasal 304 |
|||
Setiap Orang yang Di Muka Umum melakukan penghinaan terhadap orang yang sedang menjalankan atau memimpin penyelenggaraan ibadah atau upacara keagamaan atau kepercayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 305 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menodai bangunan tempat beribadah atau upacara keagamaan atau kepercayaan atau benda yang dipakai untuk beribadah atau upacara keagamaan atau kepercayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak atau membakar bangunan tempat beribadah atau upacara keagamaan atau kepercayaan atau benda yang dipakai untuk beribadah atau upacara keagamaan atau kepercayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
|
|
|
|
BAB VIII
TINDAK PIDANA YANG MEMBAHAYAKAN KEAMANAN UMUM BAGI ORANG, KESEHATAN, DAN BARANG Bagian Kesatu Tindak Pidana yang Membahayakan Keamanan Umum Paragraf 1 Tindak Pidana Tentang Senjata Api, Amunisi Bahan Peledak, dan Senjata Lain Pasal 306 |
|||
Setiap Orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, memiliki, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia senjata api, amunisi, bahan peledak, atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, gas air mata, atau peluru karet, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 307 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, memiliki, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia senjata pemukul, penikam, atau penusuk, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan bagi senjata pemukul, penikam, atau penusuk yang nyata-nyata digunakan untuk pertanian, untuk pekerjaan rumah tangga, untuk kepentingan melakukan pekerjaan dengan sah, atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai Barang pusaka atau Barang kuno.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Mengakibatkan Kebakaran, Ledakan, dan Banjir Pasal 308 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kebakaran, ledakan, atau banjir sehingga membahayakan keamanan umum bagi orang atau Barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(3)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 309 |
|||
Setiap Orang yang melakukan permufakatan jahat dan persiapan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 308 dipidana.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 310 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai bangunan untuk menahan air atau bangunan untuk menyalurkan air yang mengakibatkan bahaya banjir, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 311 |
|||
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan terjadinya kebakaran, ledakan, atau banjir yang mengakibatkan bahaya umum bagi Barang, bahaya bagi nyawa orang lain, atau mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 3
Merintangi Pekerjaan Pemadaman Kebakaran dan Penanggulangan Banjir Pasal 312 |
|||
Setiap Orang yang pada waktu terjadi kebakaran atau akan terjadi kebakaran, menyembunyikan atau membuat tidak dapat dipakai perkakas atau alat pemadam kebakaran atau dengan cara apa pun merintangi atau menghalangi pekerjaan memadamkan kebakaran, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 313 |
|||
Setiap Orang yang pada waktu terjadi banjir atau akan terjadi banjir menyembunyikan atau membuat tidak dapat dipakai bahan untuk tanggul atau perkakas, menggagalkan usaha memperbaiki tanggul atau bangunan pengairan lain, atau merintangi usaha untuk mencegah atau membendung banjir, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 4
Mengakibatkan Bahaya Umum Pasal 314 |
|||
Setiap Orang yang tanpa izin Pejabat yang berwenang membakar benda milik sendiri yang dapat mengakibatkan bahaya umum, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 315 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
menyalakan api atau tanpa alasan melepaskan tembakan senjata api di jalan umum atau di tepi jalan umum, atau di tempat yang berdekatan dengan bangunan atau Barang yang dapat mengakibatkan bahaya kebakaran; atau
|
||
b.
|
melepaskan balon udara yang digantungi bahan yang sedang terbakar.
|
||
|
|
|
|
Pasal 316 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang mabuk di tempat umum mengganggu ketertiban atau mengancam keselamatan orang lain, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang dalam keadaan mabuk melakukan pekerjaan yang harus dijalankan dengan sangat hati-hati atau dapat mengakibatkan bahaya bagi nyawa atau kesehatan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
|
|
|
|
Pasal 317 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum merintangi kebebasan bergerak orang lain di jalan umum, atau mengikuti orang lain secara mengganggu, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 5
Tanpa Izin Membuat Bahan Peledak Pasal 318 |
|||
Setiap Orang yang tanpa izim Pejabat yang berwenang membuat obat untuk bahan peledak, penggalak, atau mata peluru untuk senjata api, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tindak Pidana Perusakan Bangunan Paragraf 1 Bangunan Listrik Pasal 319 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai Bangunan Listrik atau mengakibatkan fungsi bangunan tersebut terganggu, atau menggagalkan atau mempersulit usaha penyelamatan atau perbaikan bangunan tersebut, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, jika perbuatan tersebut mengakibatkan rintangan atau kesulitan dalam mengalirkan tenaga listrik untuk kepentingan umum;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya umum bagi orang atau Barang;
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
d.
|
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 320 |
|||
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan suatu Bangunan Listrik rusak, hancur, tidak dapat dipakai, mengakibatkan jalannya atau bekerjanya bangunan tersebut terganggu, atau usaha untuk menjaga keselamatan atau memperbaiki bangunan tersebut gagal atau sulit, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, jika perbuatan tersebut mengakibatkan rintangan atau kesulitan dalam mengalirkan listrik untuk kepentingan umum atau menimbulkan bahaya umum bagi orang atau Barang;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Bangunan Lalu Lintas Umum Pasal 321 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai bangunan untuk lalu lintas umum, merintangi jalan umum darat atau air, atau menggagalkan usaha untuk menjaga keselamatan bangunan atau jalan tersebut, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya bagi keamanan lalu lintas;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 322 |
|||
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan bangunan untuk lalu lintas umum rusak, hancur, atau tidak dapat dipakai, mengakibatkan jalan umum darat atau air terhalang, atau mengakibatkan usaha untuk mengamankan bangunan atau jalan tersebut gagal, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya bagi keamanan lalu lintas;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 323 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan bahaya bagi lalu lintas umum kereta api, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 324 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan terjadinya bahaya bagi lalu lintas umum kereta api, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Rambu Pelayaran Pasal 325 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum mengambil, memindahkan, merusak, atau menghancurkan rambu yang dipasang untuk keselamatan pelayaran, merintangi bekerjanya rambu tersebut, atau memasang rambu yang keliru, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya bagi keselamatan pelayaran;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya bagi keselamatan pelayaran dan mengakibatkan Kapal tenggelam atau terdampar;
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat bagi orang; atau
|
||
d.
|
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 326 |
|||
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan rambu yang dipasang untuk keselamatan pelayaran menjadi terambil, berpindah, rusak, hancur, atau terhambatnya kerja rambu tersebut, atau terpasangnya rambu yang keliru, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya bagi pelayaran;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Kapal tenggelam atau terdampar;
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat bagi orang; atau
|
||
d.
|
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 4
Perusakan Gedung Pasal 327 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai suatu gedung atau bangunan lain, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum bagi orang atau Barang;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 328 |
|||
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan suatu gedung atau bangunan lain menjadi rusak, hancur, atau tidak dapat dipakai, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya umum bagi orang atau Barang;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Tindak Pidana Perusakan Kapal Pasal 329 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum mendamparkan, merusak, menenggelamkan, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai suatu Kapal, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum bagi orang atau Barang;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 330 |
|||
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan suatu Kapal terdampar, rusak, tenggelam, hancur, atau tidak dapat dipakai, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum bagi orang atau Barang;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Tindak Pidana Kenakalan terhadap Orang atau Barang Pasal 331 |
|||
Setiap Orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau Barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Tindak Pidana terhadap Informatika dan Elektronika Paragraf 1 Penggunaan dan Perusakan Informasi Elektronik Pasal 332 |
|||
(1)
|
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau sistem elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(2)
|
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(3)
|
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Tanpa Hak Menggunakan atau Mengakses Komputer dan Sistem Elektronik Pasal 333 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
tanpa hak menggunakan atau mengakses Komputer atau sistem elektronik dengan cara apa pun, dengan maksud memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi pertahanan nasional atau hubungan internasional yang dapat menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap negara atau hubungan dengan subjek hukum internasional;
|
||
b.
|
tanpa hak melakukan tindakan yang menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode atau perintah Komputer atau sistem elektronik yang dilindungi negara menjadi rusak;
|
||
c.
|
tanpa hak atau melampaui wewenangnya menggunakan atau mengakses Komputer atau sistem elektronik, baik dari dalam maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari Komputer atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara;
|
||
d.
|
tanpa hak menggunakan atau mengakses Komputer atau sistem elektronik milik pemerintah;
|
||
e.
|
tanpa hak atau melampaui wewenangnya menggunakan atau mengakses Komputer atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara, yang mengakibatkan Komputer atau sistem elektronik tersebut menjadi rusak;
|
||
f.
|
tanpa hak atau melampaui wewenangnya menggunakan atau mengakses Komputer atau sistem elektronik yang dilindungi oleh masyarakat, yang mengakibatkan Komputer atau sistem elektronik tersebut menjadi rusak;
|
||
g.
|
memengaruhi atau mengakibatkan terganggunya Komputer atau sistem elektronik yang digunakan oleh pemerintah;
|
||
h.
|
menyebarkan, memperdagangkan, atau memanfaatkan Kode Akses atau informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat digunakan menerobos Komputer atau sistem elektronik dengan tujuan menyalahgunakan Komputer atau sistem elektronik yang digunakan atau dilindungi oleh pemerintah; atau
|
||
i.
|
melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional dengan maksud merusak Komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi negara dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia dan ditujukan kepada siapa pun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 334 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
tanpa hak atau melampaui wewenangnya menggunakan atau mengakses Komputer atau sistem elektronik dengan maksud memperoleh keuntungan atau memperoleh informasi keuangan dari bank sentral, lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya;
|
||
b.
|
tanpa hak menggunakan data atau mengakses dengan cara apa pun kartu kredit atau kartu pembayaran milik orang lain dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan;
|
||
c.
|
tanpa hak atau melampaui wewenangnya menggunakan atau mengakses Komputer atau sistem elektronik bank sentral, lembaga perbankan atau lembaga keuangan yang dilindungi, dengan maksud menyalahgunakan, atau untuk mendapatkan keuntungan daripadanya; atau
|
||
d.
|
menyebarkan, memperdagangkan, atau memanfaatkan Kode Akses atau informasi yang serupa dengan hal tersebut yang dapat digunakan menerobos Komputer atau sistem elektronik dengan maksud menyalahgunakan yang akibatnya dapat memengaruhi sistem elektronik bank sentral, lembaga perbankan atau lembaga keuangan, serta perniagaan di dalam dan luar negeri.
|
||
|
|
|
|
Pasal 335 |
|||
Setiap Orang yang tanpa hak menggunakan atau mengakses Komputer atau sistem elektronik dengan cara apa pun, dengan maksud memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi milik pemerintah yang karena statusnya harus dirahasiakan atau dilindungi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VII.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keenam
Tindak Pidana Pengusikan, Kecerobohan Pemeliharaan, dan Penganiayaan Hewan Pasal 336 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
mengusik hewan sehingga membahayakan orang;
|
||
b.
|
mengusik hewan yang sedang ditunggangi atau hewan yang sedang menarik kereta, gerobak, atau yang dibebani Barang;
|
||
c.
|
tidak mencegah hewan yang ada dalam penjagaannya yang menyerang orang atau hewan;
|
||
d.
|
tidak menjaga secara patut hewan buas yang ada dalam penjagaannya; atau
|
||
e.
|
memelihara hewan buas yang berbahaya tidak melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 337 |
|||
(1)
|
Dipidana karena melakukan penganiayaan hewan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya dengan melampaui batas atau tanpa tujuan yang patut; atau
|
|
|
b.
|
melakukan hubungan seksual dengan hewan.
|
|
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hewan sakit lebih dari 1 (satu) minggu, cacat, Luka Berat, atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(3)
|
Dalam hal hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) milik pelaku Tindak Pidana, hewan tersebut dapat dirampas dan ditempatkan ke tempat yang layak bagi hewan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 338 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
menggunakan dan memanfaatkan hewan di luar kemampuan kodratnya yang dapat merusak kesehatan, mengancam keselamatan, atau menyebabkan kematian hewan;
|
|
|
b.
|
memberikan bahan atau obat-obatan yang dapat membahayakan kesehatan hewan; atau
|
|
|
c.
|
memanfaatkan bagian tubuh atau organ hewan untuk tujuan yang tidak patut.
|
|
(2)
|
Setiap Orang yang menerapkan bioteknologi modern untuk menghasilkan hewan atau produk hewan transgenik yang membahayakan kelestarian sumber daya hewan, kesehatan dan keselamatan masyarakat, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Tindak Pidana Kecerobohan yang Membahayakan Umum Pasal 339 |
|||
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
tidak menerangi secukupnya dan tidak menaruh tanda menurut kebiasaan pada lubang atau galian atau tumpukan tanah galian di jalan umum yang dibuatnya sendiri atau atas perintahnya, atau pada benda yang ditaruh di tempat tersebut olehnya sendiri atau atas perintahnya;
|
||
b.
|
tidak memberi tanda peringatan bahwa ada kemungkinan timbulnya bahaya pada waktu melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
||
c.
|
menaruh atau menggantungkan Barang pada sebuah bangunan, melempar atau membuang Barang ke luar bangunan sedemikian rupa yang dapat mengakibatkan kerugian pada orang yang sedang menggunakan jalan umum;
|
||
d.
|
membiarkan hewan untuk dinaiki, untuk menarik, untuk mengangkut, atau membiarkan hewan yang dibawanya tanpa mengadakan tindakan penjagaan seperlunya di jalan umum;
|
||
e.
|
membiarkan Ternak yang di bawah penjagaannya terlepas berkeliaran di jalan umum tanpa mengadakan tindakan penjagaan seperlunya; atau
|
||
f.
|
tanpa izin Pejabat yang berwenang menghalang-halangi jalan umum di darat atau di air atau merintangi lalu lintas di tempat tersebut atau menimbulkan halangan atau rintangan karena penggunaan kendaraan di tempat tersebut tanpa tujuan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 340 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, Setiap Orang yang tanpa izin Pejabat yang berwenang:
|
||
|
a.
|
memasang perangkap, jerat, atau perkakas lain untuk menangkap atau membunuh binatang buas di tempat yang dilewati orang, yang dapat mengakibatkan timbulnya bahaya bagi orang; atau
|
|
|
b.
|
berburu atau membawa senjata api ke dalam hutan negara.
|
|
(2)
|
Binatang yang ditembak atau ditangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan alat yang digunakan untuk melakukan Tindak Pidana tersebut dapat dirampas untuk negara atau dirampas untuk dimusnahkan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 341 |
|||
Setiap Orang yang diwajibkan menjaga anak, membiarkan tanpa pengawasan, atau meninggalkan anak tersebut tanpa dijaga sehingga dapat menimbulkan bahaya bagi anak tersebut atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Perbuatan yang Membahayakan Nyawa atau Kesehatan Pasal 342 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menjual, menyerahkan, menawarkan, atau mendistribusikan suatu bahan yang membahayakan nyawa atau kesehatan, padahal diketahui bahwa bahan tersebut dan sifat bahaya bahan tersebut tidak diberitahukan kepada pembeli atau yang memperolehnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
(3)
|
Bahan berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dirampas untuk negara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 343 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan suatu bahan yang membahayakan kesehatan atau nyawa, dijual, diserahkan, ditawarkan atau didistribusikan tanpa diketahui sifat bahaya bahan tersebut oleh pembeli atau yang memperolehnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(3)
|
Bahan berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dirampas untuk negara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 344 |
|||
Setiap Orang yang menjual, menawarkan, menyerahkan, mendistribusikan, atau mempunyai persediaan untuk dijual atau didistribusikan makanan atau minuman yang palsu atau yang busuk, atau air susu hewan yang sakit atau yang dapat merugikan kesehatan, atau daging hewan yang dipotong karena sakit atau mati bukan karena disembelih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kesembilan
Tindak Pidana Jual Beli Organ, Jaringan Tubuh, dan Darah Manusia Pasal 345 |
|||
Setiap Orang yang dengan alasan apa pun memperjualbelikan:
|
|||
a.
|
organ atau jaringan tubuh manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI; atau
|
||
b.
|
darah manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
|
|
|
|
Pasal 346 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan komersialisasi dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh manusia atau jaringan tubuh manusia atau transfusi darah manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(2)
|
Transplantasi organ tubuh manusia atau jaringan tubuh manusia atau transfusi darah manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan.
|
||
|
|
|
|
BAB IX
TINDAK PIDANA TERHADAP KEKUASAAN PEMERINTAHAN Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Pejabat Paragraf 1 Pemaksaan terhadap Pejabat Pasal 347 |
|||
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seorang Pejabat untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan dalam jabatannya yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 348 |
|||
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan melawan seorang Pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau berdasarkan perintah yang sah dari Pejabat, dipidana karena melakukan perlawanan terhadap Pejabat, dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 349 |
|||
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 347 dan Pasal 348, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, jika perbuatan tersebut mengakibatkan luka;
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
c.
|
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan mati.
|
||
|
|
|
|
Pasal 350 |
|||
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 347 dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Pengabaian terhadap Perintah Pejabat yang Berwenang Pasal 351 |
|||
Setiap Orang yang mengabaikan perintah atau petunjuk Pejabat yang berwenang yang diberikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan menghindarkan kemacetan lalu lintas umum sewaktu ada pesta, pawai, atau keramaian semacam itu, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 352 |
|||
Setiap Orang yang mengabaikan perintah atau permintaan seorang Pejabat yang berwenang yang ditugaskan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk mengawasi sesuatu atau yang ditugaskan atau diberi wewenang untuk menyidik atau memeriksa Tindak Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 353 |
|||
Setiap Orang yang mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan yang dilakukan oleh seorang Pejabat yang berwenang untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 354 |
|||
Setiap Orang yang berkerumun atau berkelompok yang dapat menimbulkan kekacauan dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai 3 (tiga) kali oleh Pejabat yang berwenang atau atas namanya, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 355 |
|||
Setiap Orang yang mempergunakan suatu hak, yang diketahuinya bahwa hak tersebut telah dicabut berdasarkan putusan pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 356 |
|||
Setiap Orang yang dipanggil di muka Balai Harta Peninggalan atau atas permintaan Balai Harta Peninggalan tersebut atau di muka Pejabat yang berwenang tanpa alasan yang sah tidak datang menghadap atau dalam hal yang diizinkan tidak meminta wakilnya menghadap dalam perkara orang yang akan ditaruh atau yang sudah ditaruh di bawah pengampuan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 357 |
|||
Setiap Orang yang dipanggil di muka Pejabat yang berwenang tanpa alasan yang sah tidak datang menghadap atau dalam hal yang diizinkan tidak meminta wakilnya menghadap dalam perkara orang yang belum dewasa, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 358 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang pada waktu ada bahaya bagi keamanan umum terhadap orang atau Barang atau pada waktu orang tertangkap tangan melakukan Tindak Pidana, menolak memberikan pertolongan yang diminta oleh Pejabat yang berwenang, padahal pertolongan tersebut dapat diberikan tanpa membahayakan dirinya secara langsung, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi orang yang menolak permintaan pertolongan pada saat orang tertangkap tangan melakukan Tindak Pidana karena hendak menghindarkan dirinya dari bahaya penuntutan merupakan salah seorang keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau derajat kedua atau ketiga garis lurus ke samping atau dari suami atau istri, atau mantan suami atau istrinya.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Pengabaian terhadap Wajib Bela Negara Pasal 359 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
membuat dirinya atau meminta orang lain membuat dirinya tidak mampu untuk memenuhi kewajiban bela negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang; atau
|
|
|
b.
|
atas permintaan orang lain membuat orang lain tersebut tidak mampu memenuhi kewajiban bela negara sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.
|
|
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan kematian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 4
Perusakan Maklumat Negara Pasal 360 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum merobek, membuat tidak dapat dibaca, atau merusak maklumat yang diumumkan atas nama Pejabat yang berwenang atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah atau menyulitkan orang mengetahui isi maklumat tersebut, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 5
Laporan atau Pengaduan Palsu Pasal 361 |
|||
Setiap Orang yang melaporkan atau mengadukan kepada Pejabat yang berwenang bahwa telah terjadi suatu Tindak Pidana, padahal diketahui bahwa Tindak Pidana tersebut tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 6
Penggunaan Kepangkatan, Gelar, dan Tanda Kebesaran Pasal 362 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum mengenakan tanda kepangkatan yang bukan haknya, melakukan perbuatan jabatan yang tidak dijabatnya, atau melakukan perbuatan jabatan yang sementara dihentikan baginya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 363 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum mengenakan tanda kebesaran yang berhubungan dengan pangkat, jabatan, atau gelar yang bukan haknya, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 7
Perusakan Bukti Surat untuk Kepentingan Jabatan Umum Pasal 364 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang secara melawan hukum memecahkan, meniadakan, atau merusak segel yang ditempatkan pada Barang yang disegel oleh atau atas nama Pejabat yang berwenang atau dengan cara lain menggagalkan penutupan segel dari Barang yang akan disegel, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Penyimpan Barang yang disegel yang melakukan, membiarkan dilakukan, atau membantu melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(3)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi karena kealpaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
|
|
|
|
Pasal 365 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang merusak, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan:
|
|||
a.
|
Barang yang digunakan untuk meyakinkan atau dijadikan bukti bagi Pejabat yang berwenang; atau
|
||
b.
|
akta, Surat atau register yang secara tetap atau untuk sementara waktu disimpan atas perintah Pejabat yang berwenang atau yang diserahkan kepada Pejabat atau kepada orang lain untuk kepentingan jabatan umum.
|
||
|
|
|
|
Pasal 366 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum berbuat sesuatu sehingga Surat atau Barang tidak sampai ke alamat, membuka atau merusak Surat atau Barang lain yang telah diserahkan kepada penyelenggara pos, telah dimasukkan ke dalam kotak pos, atau diserahkan kepada pengantar Surat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 367 |
|||
Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 dan Pasal 364 sampai dengan Pasal 366 Masuk ke tempat terjadinya Tindak Pidana atau dapat mencapai benda tersebut dengan cara membongkar, merusak, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, berdasarkan perintah palsu atau karena memakai pakaian dinas palsu, dipidana paling lama 2 (dua) kali lipat dari pidana yang diancamkan.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penganjuran Desersi, Pemberontakan, dan Pembangkangan Tentara Nasional Indonesia Pasal 368 |
|||
Setiap Orang yang dalam masa damai, dengan salah satu cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b menganjurkan anggota Tentara Nasional Indonesia yang sedang dalam dinas aktif untuk melarikan diri atau dengan salah satu cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) memudahkan pelarian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 369 |
|||
Setiap Orang yang dalam masa damai, dengan salah satu cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b menganjurkan supaya terjadi huru-hara atau pemberontakan di kalangan Tentara Nasional Indonesia, atau dengan salah satu cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) memudahkan huru-hara atau pemberontakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penyalahgunaan Surat Pengangkutan Ternak Pasal 370 |
|||
Setiap Orang yang dalam pengangkutan Ternak diwajibkan memakai Surat jalan dengan memakai Surat jalan yang diberikan untuk Ternak lain, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Tindak Pidana Irigasi Pasal 371 |
|||
Setiap Orang yang melanggar peraturan yang ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang dan yang telah diumumkan tentang pemakaian dan pembagian air dari bangunan pengairan atau bangunan irigasi bagi kepentingan umum, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Penggandaan Surat Resmi Negara Tanpa Izin Pasal 372 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang tanpa izin Pejabat yang berwenang:
|
||
|
a.
|
membuat salinan atau mengambil petikan dari Surat resmi negara atau badan pemerintah, yang seharusnya dirahasiakan;
|
|
|
b.
|
mengumumkan seluruh atau sebagian Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
|
|
|
c.
|
mengumumkan keterangan yang tercantum dalam Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a, padahal diketahui atau patut diduga keterangan tersebut harus dirahasiakan.
|
|
(2)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipidana, jika perintah untuk merahasiakan diberikan karena alasan lain yang bukan kepentingan dinas atau kepentingan umum.
|
||
|
|
|
|
BAB X
TINDAK PIDANA KETERANGAN PALSU DI ATAS SUMPAH Pasal 373 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Disamakan dengan sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah janji atau pernyataan yang menguatkan yang diharuskan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau yang menjadi pengganti sumpah.
|
||
(3)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.
|
||
|
|
|
|
BAB XI
TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS Pasal 374 |
|||
Setiap Orang yang memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara, dengan maksud untuk mengedarkan atau meminta mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VII.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 375 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang diketahuinya merupakan mata uang palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak kategori VII.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan mata uang yang diketahuinya palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak kategori VIII.
|
||
(3)
|
Setiap Orang yang membawa atau memasukkan mata uang ke dalam dan/atau ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak kategori VIII.
|
||
|
|
|
|
Pasal 376 |
|||
Setiap Orang yang mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk mengedarkan atau meminta mengedarkan mata uang yang dikurangi nilainya dipidana karena merusak mata uang, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 377 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
mengedarkan mata uang yang nilainya dikurangi atau mengedarkan mata uang yang pada waktu diterimanya diketahui bahwa mata uang tersebut rusak sebagai mata uang yang tidak rusak; atau
|
||
b.
|
menyimpan, memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mata uang sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan maksud mengedarkan atau meminta mengedarkan sebagai mata uang yang tidak rusak.
|
||
|
|
|
|
Pasal 378 |
|||
Setiap Orang yang menerima mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara yang kemudian diketahui tidak asli, dipalsu atau dirusak, namun tetap mengedarkannya, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 375 dan Pasal 377, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 379 |
|||
Setiap Orang yang menjual, membeli, mendistribusikan, membuat, atau mempunyai persediaan bahan atau benda yang diketahuinya digunakan atau akan digunakan untuk memalsu atau mengurangi nilai mata uang atau untuk memalsu uang kertas yang dikeluarkan oleh negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 380 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang tanpa izin Pejabat yang berwenang menyimpan atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia keping atau lembaran perak, baik yang ada cap maupun tidak, atau yang setelah dikerjakan sedikit dapat dianggap sebagai mata uang, padahal tidak digunakan sebagai perhiasan atau tanda peringatan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang membuat, mengedarkan, atau menyediakan untuk dijual atau diedarkan, atau membawa Masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Barang cetakan, potongan logam atau benda lain yang menyerupai uang kertas atau mata uang, atau yang menyerupai emas atau perak yang memakai cap negara, menyerupai meterai, atau pos segel, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
|
|
|
|
Pasal 381 |
|||
(1)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 sampai dengan Pasal 377 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.
|
||
(2)
|
Mata uang yang palsu, dipalsu atau dirusak, uang kertas negara yang palsu atau dipalsu, bahan atau benda yang menurut sifatnya digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi nilai mata uang atau uang kertas yang digunakan untuk melakukan Tindak Pidana atau menjadi pokok dalam Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dirampas untuk negara atau dirampas untuk dimusnahkan.
|
||
|
|
|
|
BAB XII
TINDAK PIDANA PEMALSUAN METERAI, CAP NEGARA, DAN TERA NEGARA Bagian Kesatu Pemalsuan Meterai Pasal 382 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai meterai tersebut sebagai meterai asli, tidak dipalsu, atau sah; atau
|
||
b.
|
dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, membuat meterai dengan menggunakan cap asli secara melawan hukum.
|
||
|
|
|
|
Pasal 383 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
menghilangkan tanda yang gunanya untuk menunjukkan suatu meterai tidak dapat dipakai lagi pada meterai Pemerintah Republik Indonesia yang telah dipakai dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakainya seolah-olah meterai tersebut belum dipakai;
|
||
b.
|
dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, menghilangkan tanda tangan, ciri, atau tanda saat dipakainya meterai Pemerintah Republik Indonesia yang telah dipakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan harus dibubuhkan di atas atau pada meterai tersebut; atau
|
||
c.
|
memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia meterai yang tandanya, tanda tangannya, ciri, atau tanggal dipakainya dihilangkan, seolah-olah meterai tersebut belum dipakai.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pemalsuan dan Penggunaan Cap Negara dan Tera Negara Pasal 384 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
membubuhi Barang emas atau perak dengan cap negara yang palsu menurut Undang-Undang atau memalsu cap negara dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai, seolah olah cap tersebut asli atau tidak dipalsu;
|
|
|
b.
|
membubuhkan cap negara pada Barang emas atau perak dengan menggunakan cap asli secara melawan hukum dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai; atau
|
|
|
c.
|
memberi, menambah atau memindahkan cap negara yang asli menurut Undang-Undang pada Barang emas atau perak yang lain daripada yang semula dibubuhi cap, dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai, seolah olah cap tersebut sejak semula sudah ada pada Barang emas atau perak.
|
|
(2)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.
|
||
|
|
|
|
Pasal 385 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
membubuhi Barang yang wajib ditera atau atas permintaan yang berkepentingan diizinkan untuk ditera atau ditera lagi dengan tanda tera Republik Indonesia yang palsu;
|
|
|
b.
|
memalsu tanda tera asli dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai Barang tersebut seolah-olah tanda teranya asli atau tidak dipalsu;
|
|
|
c.
|
secara melawan hukum membubuhi tanda tera pada Barang sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan cap yang asli dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b; atau
|
|
|
d.
|
memberi, menambah, atau memindahkan tanda tera Republik Indonesia yang asli pada Barang lain dari yang semula dibubuhi tanda tera tersebut, dengan maksud memakai atau meminta orang lain memakai seolah-olah tanda tera tersebut sejak semula sudah ada pada Barang tersebut.
|
|
(2)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.
|
||
|
|
|
|
Pasal 386 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
memalsu ukuran, takaran, anak timbangan, atau timbangan setelah dibubuhi tanda tera, dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai seolah-olah asli atau tidak dipalsu; atau
|
|
|
b.
|
memakai ukuran, takaran, anak timbangan, atau timbangan yang dipalsu, seolah-olah asli atau tidak dipalsu.
|
|
(2)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.
|
||
|
|
|
|
Pasal 387 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
menghilangkan tanda batal pada Barang yang ditera, dengan maksud hendak memakai Barang tersebut seolah-olah masih dapat dipakai; atau
|
|
|
b.
|
memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan atau mempunyai persediaan untuk dijual, suatu Barang yang dihilangkan tanda batal seolah-olah Barang tersebut masih dapat dipakai.
|
|
(2)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.
|
||
|
|
|
|
Pasal 388 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
membubuhi cap atau tanda lain selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 384 dan Pasal 385, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan harus atau boleh dibubuhkan pada Barang atau bungkusnya secara palsu atau memalsukan cap atau tanda lain yang asli dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai Barang tersebut seolah-olah cap atau tanda lain tersebut asli atau tidak dipalsu;
|
|
|
b.
|
membubuhi cap atau tanda lain pada Barang atau bungkusnya dengan memakai cap yang asli secara melawan hukum dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai Barang tersebut; atau
|
|
|
c.
|
memakai cap atau tanda lain asli untuk Barang atau bungkusnya, padahal cap atau tanda lain tersebut bukan untuk Barang atau bungkus tersebut, dengan maksud untuk memakainya seolah-olah cap atau tanda lain tersebut ditentukan untuk Barang itu.
|
|
(2)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d.
|
||
(3)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dituntut kecuali atas dasar pengaduan pihak yang mereknya dipalsukan.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pengedaran Meterai, Cap, atau Tanda yang Dipalsu Pasal 389 |
|||
Dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 382, Pasal 384, Pasal 385, dan Pasal 388 menurut perbedaan yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut, Setiap Orang yang memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:
|
|||
a.
|
meterai, cap, atau tanda yang tidak asli, dipalsu atau dibuat secara melawan hukum seolah-olah asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak melawan hukum; atau
|
||
b.
|
Barang yang dibubuhi meterai, cap, atau tanda sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah Barang tersebut asli, tidak dipalsu dan dibuat secara tidak melawan hukum.
|
||
|
|
|
|
Pasal 390 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyimpan bahan atau benda yang diketahui digunakan atau akan digunakan untuk melakukan salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 382, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Bahan atau benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirampas untuk negara atau dirampas untuk dimusnahkan.
|
||
|
|
|
|
BAB XIII
TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT Bagian Kesatu Pemalsuan Surat Pasal 391 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu Surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan Surat, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang menggunakan Surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1).
|
||
|
|
|
|
Pasal 392 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, Setiap Orang yang melakukan pemalsuan Surat terhadap:
|
||
|
a.
|
akta autentik;
|
|
|
b.
|
Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari suatu lembaga umum;
|
|
|
c.
|
saham, Surat utang, sertifikat saham, sertifikat utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau persekutuan;
|
|
|
d.
|
talon, tanda bukti dividen atau tanda bukti bunga salah satu Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti Surat tersebut;
|
|
|
e.
|
Surat kredit atau Surat dagang yang diperuntukkan guna diedarkan;
|
|
|
f.
|
Surat keterangan mengenai hak atas tanah; atau
|
|
|
g.
|
Surat berharga lainnya yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
|
|
(2)
|
Setiap Orang yang menggunakan Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang isinya tidak benar atau dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
|
|
|
|
Pasal 393 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyimpan bahan atau alat yang diketahui digunakan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 392 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Bahan dan alat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirampas untuk negara atau dirampas untuk dimusnahkan.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Keterangan Palsu dalam Akta Autentik Pasal 394 |
|||
Setiap Orang yang meminta untuk dimasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik mengenai suatu hal yang kebenarannya seharusnya dinyatakan oleh akta tersebut, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah keterangan tersebut sesuai dengan yang sebenarnya, jika penggunaan tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Pemalsuan terhadap Surat Keterangan Pasal 395 |
|||
(1)
|
Dokter yang memberi Surat keterangan tentang keadaan kesehatan atau kematian seseorang yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Jika keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan maksud untuk memasukkan atau menahan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
||
(3)
|
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi Setiap Orang yang menggunakan Surat keterangan palsu tersebut seolah olah isinya sesuai dengan yang sebenarnya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 396 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
membuat secara tidak benar atau memalsu Surat keterangan dokter tentang ada atau tidak ada penyakit, kelemahan, atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung asuransi; atau
|
||
b.
|
mempergunakan Surat keterangan dokter yang tidak benar atau dipalsu, seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu dengan maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung asuransi.
|
||
|
|
|
|
Pasal 397 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
membuat secara tidak benar atau memalsu Surat keterangan tidak pernah terlibat Tindak Pidana, kecakapan, tidak mampu secara finansial, kecacatan, atau keadaan lain, dengan maksud untuk mempergunakan atau meminta orang lain menggunakannya supaya diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan iba dan pertolongan; atau
|
||
b.
|
menggunakan Surat keterangan yang tidak benar atau palsu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu.
|
||
|
|
|
|
Pasal 398 |
|||
(1)
|
Setiap Orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak kategori V, jika:
|
||
|
a.
|
membuat secara tidak benar atau memalsu paspor, Surat perjalanan laksana paspor, atau Surat yang diberikan menurut ketentuan Undang-Undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk Masuk dan menetap di Indonesia; atau
|
|
|
b.
|
meminta untuk memberi Surat serupa atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk kepada keadaan palsu,
|
|
|
dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakannya seolah-olah benar atau tidak palsu.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang menggunakan Surat yang tidak benar atau yang dipalsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seolah-olah benar dan tidak dipalsu, atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran dipidana dengan pidana yang sama.
|
||
|
|
|
|
Pasal 399 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
membuat secara tidak benar atau memalsu Surat pengantar bagi hewan atau Ternak, atau memerintahkan untuk memberi Surat serupa atas nama palsu atau menunjuk kepada keadaan palsu, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan Surat tersebut seolah-olah benar dan tidak palsu; atau
|
||
b.
|
menggunakan Surat yang tidak benar atau dipalsu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu.
|
||
|
|
|
|
Pasal 400 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
membuat secara tidak benar atau memalsu Surat keterangan seorang Pejabat yang berwenang membuat keterangan tentang hak milik atau hak lainnya atas suatu benda, dengan maksud untuk memudahkan pengalihan atau penjaminan atau untuk menyesatkan Pejabat penegak hukum tentang asal benda tersebut; atau
|
||
b.
|
menggunakan Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu.
|
||
|
|
|
|
BAB XIV
TINDAK PIDANA TERHADAP ASAL USUL DAN PERKAWINAN Pasal 401 |
|||
Setiap Orang yang menggelapkan asal-usul orang, dipidana karena penggelapan asal-usul, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 402 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
melangsungkan perkawinan, padahal diketahui bahwa perkawinan yang ada menjadi penghalang yang sah untuk melangsungkan perkawinan tersebut; atau
|
|
|
b.
|
melangsungkan perkawinan, padahal diketahui bahwa perkawinan yang ada dari pihak lain menjadi penghalang yang sah untuk melangsungkan perkawinan tersebut.
|
|
(2)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menyembunyikan kepada pihak yang lain bahwa perkawinan yang ada menjadi penghalang yang sah untuk melangsungkan perkawinan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
|
|
|
|
Pasal 403 |
|||
Setiap Orang yang melangsungkan perkawinan dan tidak memberitahukan kepada pihak lain bahwa baginya ada penghalang yang sah, dan berdasarkan penghalang tersebut perkawinan kemudian dinyatakan tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 404 |
|||
Setiap Orang yang tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaporkan kepada Pejabat yang berwenang tentang kelahiran, perkawinan, perceraian, atau kematian, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 405 |
|||
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 403 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d dan/atau huruf e.
|
|||
|
|
|
|
BAB XV
TINDAK PIDANA KESUSILAAN Bagian Kesatu Kesusilaan Di Muka Umum Pasal 406 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
melanggar kesusilaan Di Muka Umum; atau
|
||
b.
|
melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pornografi Pasal 407 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan Pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) Bulan dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling sedikit kategori IV dan pidana denda paling banyak kategori VI.
|
||
(2)
|
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana jika merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu pengetahuan.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan Pasal 408 |
|||
Setiap Orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada Anak, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 409 |
|||
Setiap Orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk menggugurkan kandungan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk menggugurkan kandungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 410 |
|||
(1)
|
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 408 tidak dipidana jika dilakukan oleh petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan keluarga berencana, pencegahan penyakit infeksi menular seksual, atau untuk kepentingan pendidikan dan penyuluhan kesehatan.
|
||
(2)
|
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 409 tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan/pendidikan.
|
||
(3)
|
Petugas yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk relawan yang kompeten yang ditugaskan oleh Pejabat yang berwenang.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Perzinaan Pasal 411 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
|
||
|
a.
|
suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.
|
|
|
b.
|
Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
|
|
(3)
|
Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
|
||
(4)
|
Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
|
||
|
|
|
|
Pasal 412 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
|
||
|
a.
|
suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau
|
|
|
b.
|
Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
|
|
(3)
|
Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
|
||
(4)
|
Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
|
||
|
|
|
|
Pasal 413 |
|||
Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga batihnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Perbuatan Cabul Paragraf 1 Percabulan Pasal 414 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:
|
||
|
a.
|
di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III;
|
|
|
b.
|
secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun; atau
|
|
|
c.
|
yang dipublikasikan sebagai muatan Pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
|
(2)
|
Setiap Orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 415 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang tersebut pingsan atau tidak berdaya; atau
|
||
b.
|
melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau patut diduga Anak.
|
||
|
|
|
|
Pasal 416 |
|||
(1)
|
Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 dan Pasal 415 mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(2)
|
Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 dan Pasal 415 mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 417 |
|||
Setiap Orang yang memberi atau berjanji akan memberi hadiah menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan penyesatan menggerakkan orang yang diketahui atau patut diduga Anak, untuk melakukan perbuatan cabul atau membiarkan terhadap dirinya dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 418 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan percabulan dengan Anak kandung, Anak tirinya, Anak angkatnya, atau Anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh atau dididik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(2)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun:
|
||
|
a.
|
Pejabat yang melakukan percabulan dengan bawahannya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga; atau
|
|
|
b.
|
dokter, guru, pegawai, pengurus, atau petugas pada lembaga pemasyarakatan, lembaga negara, tempat latihan karya, rumah pendidikan, rumah yatim dan/atau piatu, rumah sakit jiwa, atau panti sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke lembaga, rumah, atau panti tersebut.
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Memudahkan Percabulan dan Persetubuhan Pasal 419 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau bersetubuh dengan orang yang diketahui atau patut diduga Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Anak kandung, Anak tiri, Anak angkat, atau Anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 420 |
|||
Setiap Orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 421 |
|||
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419 atau Pasal 420 dilakukan sebagai kebiasaan atau untuk menarik keuntungan sebagai mata pencaharian pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
|||
|
|
|
|
Pasal 422 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menggerakkan, membawa, menempatkan, atau menyerahkan Anak kepada orang lain untuk melakukan percabulan, pelacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menjanjikan Anak memperoleh pekerjaan atau janji lainnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 423 |
|||
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 sampai dengan Pasal 422 merupakan tindak pidana kekerasan seksual.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keenam
Minuman dan Bahan yang Memabukkan Pasal 424 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menjual atau memberi minuman atau bahan yang memabukkan kepada orang yang sedang dalam keadaan mabuk, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang menjual atau memberi minuman atau bahan yang memabukkan kepada Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(3)
|
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang meminum atau memakai bahan yang memabukkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(4)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3):
|
||
|
a.
|
mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV; atau
|
|
|
b.
|
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
|
(5)
|
Jika pelaku Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pemanfaatan Anak untuk Pengemisan Pasal 425 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang memberikan atau menyerahkan kepada orang lain anak yang ada di bawah kekuasaannya yang sah dan belum berumur 12 (dua belas) tahun, padahal diketahui bahwa anak tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan perbuatan meminta-minta atau untuk melakukan pekerjaan yang berbahaya atau yang dapat membahayakan kesehatannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang menerima anak untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana yang sama.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedelapan
Perjudian Pasal 426 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang tanpa izin:
|
||
|
a.
|
menawarkan atau memberi kesempatan untuk main judi dan menjadikan sebagai mata pencaharian atau turut serta dalam perusahaan perjudian;
|
|
|
b.
|
menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum untuk main judi atau turut serta dalam perusahaan perjudian, terlepas dari ada tidaknya suatu syarat atau tata cara yang harus dipenuhi untuk menggunakan kesempatan tersebut; atau
|
|
|
c.
|
menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai mata pencaharian.
|
|
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam menjalankan profesi, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
|
|
|
|
Pasal 427 |
|||
Setiap Orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
BAB XVI
TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG Pasal 428 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menempatkan atau membiarkan orang dalam keadaan terlantar, sedangkan menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan wajib memberi nafkah, merawat, atau memelihara orang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh seorang Pejabat yang mempunyai kewajiban untuk merawat atau memelihara orang terlantar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(3)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan:
|
||
|
a.
|
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
|
|
b.
|
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan mati.
|
|
|
|
|
|
Pasal 429 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang meninggalkan anak yang belum berumur 7 (tujuh) tahun dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawab atas anak tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan:
|
||
|
a.
|
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
|
|
b.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan mati.
|
|
(3)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Ayah atau ibu dari anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
|
|
|
|
Pasal 430 |
|||
Seorang ibu yang membuang atau meninggalkan anaknya tidak lama setelah dilahirkan karena takut kelahiran anak tersebut diketahui oleh orang lain, dengan maksud agar anak tersebut ditemukan orang lain atau dengan maksud melepas tanggung jawabnya atas anak yang dilahirkan, dipidana 1/2 (satu per dua) dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 429 ayat (1) dan ayat (2).
|
|||
|
|
|
|
Pasal 431 |
|||
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 428 dan Pasal 429 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 432 |
|||
Setiap Orang yang ketika menyaksikan ada orang yang sedang menghadapi bahaya maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan kepadanya tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, jika orang tersebut mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
BAB XVII
TINDAK PIDANA PENGHINAAN Bagian Kesatu Pencemaran Pasal 433 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(3)
|
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Fitnah Pasal 434 |
|||
(1)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433 diberi kesempatan membuktikan kebenaran hal yang dituduhkan tetapi tidak dapat membuktikannya, dan tuduhan tersebut bertentangan dengan yang diketahuinya, dipidana karena fitnah, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Pembuktian kebenaran tuduhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan dalam hal:
|
||
|
a.
|
hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran tuduhan tersebut guna mempertimbangkan keterangan terdakwa bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri; atau
|
|
|
b.
|
Pejabat dituduh melakukan suatu hal dalam menjalankan tugas jabatannya.
|
|
(3)
|
Pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilakukan jika hal yang dituduhkan tersebut hanya dapat dituntut atas pengaduan, sedangkan pengaduan tidak diajukan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 435 |
|||
(1)
|
Jika putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan orang yang dihina bersalah atas hal yang dituduhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 434, tidak dapat dipidana karena fitnah.
|
||
(2)
|
Jika dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap orang yang dihina dibebaskan dari hal yang dituduhkan, putusan tersebut dianggap sebagai bukti sempurna bahwa hal yang dituduhkan tersebut tidak benar.
|
||
(3)
|
Jika penuntutan pidana terhadap yang dihina telah dimulai karena hal yang dituduhkan padanya, penuntutan karena fitnah ditangguhkan sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai hal yang dituduhkan.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penghinaan Ringan Pasal 436 |
|||
Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Pengaduan Fitnah Pasal 437 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu secara tertulis atau meminta orang lain menuliskan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada Pejabat yang berwenang tentang orang lain sehingga kehormatan atau nama baik orang tersebut diserang, dipidana karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a dan/atau huruf b.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Persangkaan Palsu Pasal 438 |
|||
Setiap Orang yang dengan suatu perbuatan menimbulkan persangkaan palsu terhadap orang lain bahwa orang tersebut melakukan suatu Tindak Pidana, dipidana karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pencemaran Orang Mati Pasal 439 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan pencemaran atau pencemaran tertulis terhadap orang yang sudah mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Tindak Pidana tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
(3)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dituntut jika tidak ada pengaduan suami atau istrinya, atau dari salah seorang keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau menyamping sampai derajat kedua dari orang yang sudah mati tersebut.
|
||
(4)
|
Dalam masyarakat matriarkat pengaduan dapat juga dilakukan oleh orang lain yang menjalankan Kekuasaan Ayah.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Pengaduan, Pemberatan Pidana, dan Pidana Tambahan Pasal 440 |
|||
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433, Pasal 434, dan Pasal 436 sampai dengan Pasal 438 tidak dituntut, jika tidak ada pengaduan dari Korban Tindak Pidana.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 441 |
|||
(1)
|
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433 sampai dengan Pasal 439 dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) jika dilakukan dengan sarana teknologi informasi.
|
||
(2)
|
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433, Pasal 434, dan Pasal 436 dapat ditambah 1/3 (satu per tiga), jika yang dihina atau difitnah adalah seorang Pejabat yang sedang menjalankan tugasnya yang sah.
|
||
|
|
|
|
Pasal 442 |
|||
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 434 dan Pasal 436 sampai dengan Pasal 439 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.
|
|||
|
|
|
|
BAB XVIII
TINDAK PIDANA PEMBUKAAN RAHASIA Pasal 443 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan, profesi, atau tugas yang diberikan oleh instansi pemerintah baik rahasia yang sekarang maupun yang dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan mengenai rahasia orang lain, hanya dapat dituntut atas pengaduan orang tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 444 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang memberitahukan hal khusus tentang suatu perusahaan tempatnya bekerja atau pernah bekerja yang harus dirahasiakannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 445 |
|||
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 443 dan Pasal 444 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf f.
|
|||
|
|
|
|
BAB XIX
TINDAK PIDANA TERHADAP KEMERDEKAAN ORANG Bagian Kesatu Perampasan Kemerdekaan Orang dan Pemaksaan Pasal 446 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang secara melawan hukum merampas kemerdekaan orang atau meneruskan perampasan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(3)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(4)
|
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berlaku juga bagi orang yang memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan atau meneruskan perampasan kemerdekaan secara melawan hukum tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 447 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang karena kealpaannya menyebabkan orang lain terampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau diteruskan perampasan kemerdekaan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
|
||
(3)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 448 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau
|
|
|
b.
|
memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
|
|
(2)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dituntut atas pengaduan dari Korban Tindak Pidana.
|
||
|
|
|
|
Pasal 449 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang mengancam dengan:
|
||
|
a.
|
Kekerasan secara terang-terangan dengan tenaga bersama yang dilakukan terhadap orang atau Barang;
|
|
|
b.
|
suatu Tindak Pidana yang mengakibatkan bahaya bagi keamanan umum terhadap orang atau Barang;
|
|
|
c.
|
perkosaan atau dengan perbuatan cabul;
|
|
|
d.
|
suatu Tindak Pidana terhadap nyawa orang;
|
|
|
e.
|
penganiayaan berat; atau
|
|
|
f.
|
pembakaran.
|
|
(2)
|
Jika ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dan dengan syarat tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Perampasan Kemerdekaan Orang Paragraf 1 Penculikan Pasal 450 |
|||
Setiap Orang yang membawa seseorang dengan maksud untuk menempatkan orang tersebut secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau untuk menempatkan orang tersebut dalam keadaan tidak berdaya, dipidana karena penculikan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 2
Penyanderaan Pasal 451 |
|||
Setiap Orang yang menahan orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dengan maksud untuk menempatkan orang tersebut secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau untuk menempatkan orang tersebut dalam keadaan tidak berdaya, dipidana karena penyanderaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Perampasan Kemerdekaan terhadap Anak dan Perempuan Paragraf 1 Pengalihan Kekuasaan Pasal 452 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menarik Anak dari kekuasaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tipu muslihat, Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, atau terhadap anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Menyembunyikan Anak Pasal 453 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyembunyikan Anak yang ditarik atau menarik sendiri dari kekuasaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, atau menariknya dari penyidikan Pejabat yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 3
Melarikan Anak dan Perempuan Pasal 454 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang membawa pergi Anak di luar kemauan Orang Tua atau walinya, tetapi dengan persetujuan Anak itu sendiri, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap Anak tersebut, baik di dalam maupun di luar perkawinan, dipidana karena melarikan Anak, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang membawa pergi perempuan dengan tipu muslihat, Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap perempuan tersebut, baik di dalam maupun di luar perkawinan, dipidana karena melarikan perempuan dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(3)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan Anak, Orang Tua, atau walinya.
|
||
(4)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dituntut atas pengaduan perempuan atau suaminya.
|
||
(5)
|
Jika yang membawa lari mengawini perempuan yang dibawa pergi dan perkawinan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan, tidak dapat dijatuhi pidana sebelum perkawinan tersebut dinyatakan batal.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Perdagangan Orang Pasal 455 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan Ancaman Kekerasan, penggunaan Kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipidana karena melakukan Tindak Pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VII.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, pelaku dipidana dengan pidana yang sama.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pidana Tambahan Pasal 456 |
|||
Setiap Orang yang melakukan salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 446 dan Pasal 450 sampai dengan Pasal 455 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.
|
|||
|
|
|
|
BAB XX
TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN MANUSIA Pasal 457 |
|||
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk orang lain dengan membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki Wilayah Indonesia atau keluar dari Wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain, yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu, atau tanpa menggunakan dokumen perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak, dipidana karena penyelundupan manusia dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit kategori V dan paling banyak kategori VII.
|
|||
|
|
|
|
BAB XXI
TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA DAN JANIN Bagian Kesatu Pembunuhan Pasal 458 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap ibu, Ayah, istri, suami, atau anaknya, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
(3)
|
Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu Tindak Pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri atau peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, atau untuk memastikan penguasaan Barang yang diperolehnya secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 459 |
|||
Setiap Orang yang dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 460 |
|||
(1)
|
Seorang ibu yang merampas nyawa anaknya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, karena takut kelahiran anak tersebut diketahui orang lain, dipidana karena pembunuhan anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(3)
|
Orang lain yang turut serta melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada:
|
||
|
a.
|
ayat (1) dipidana dengan pidana yang sama dengan Pasal 458 ayat (1); atau
|
|
|
b.
|
ayat (2) dipidana dengan pidana yang sama dengan Pasal 459.
|
|
|
|
|
|
Pasal 461 |
|||
Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 462 |
|||
Setiap Orang yang mendorong, membantu, atau memberi sarana kepada orang lain untuk bunuh diri dan orang tersebut mati karena bunuh diri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Aborsi Pasal 463 |
|||
(1)
|
Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
|
||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 (empat belas) minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.
|
||
|
|
|
|
Pasal 464 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan:
|
||
|
a.
|
dengan persetujuan perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau
|
|
|
b.
|
tanpa persetujuan perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
|
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan matinya perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
|
||
(3)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan matinya perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 465 |
|||
(1)
|
Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 464, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
(2)
|
Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a dan huruf f.
|
||
(3)
|
Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 463 ayat (2), tidak dipidana.
|
||
|
|
|
|
BAB XXII
TINDAK PIDANA TERHADAP TUBUH Bagian Kesatu Penganiayaan Pasal 466 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
||
(3)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(4)
|
Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan yang merusak kesehatan.
|
||
(5)
|
Percobaan melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana.
|
||
|
|
|
|
Pasal 467 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(3)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 468 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melukai berat orang lain, dipidana karena penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
|
||
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 469 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan penganiayaan berat dengan rencana lebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 470 |
|||
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 466 sampai dengan Pasal 469, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga), jika Tindak Pidana tersebut dilakukan:
|
|||
a.
|
terhadap Pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah;
|
||
b.
|
dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan; atau
|
||
c.
|
terhadap ibu atau Ayah.
|
||
|
|
|
|
Pasal 471 |
|||
(1)
|
Selain penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467 dan Pasal 470, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan profesi jabatan atau mata pencaharian, dipidana karena penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
(3)
|
Percobaan melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penyerangan dan Perkelahian secara Berkelompok Pasal 472 |
|||
Setiap Orang yang turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang melibatkan beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap Tindak Pidana yang khusus dilakukan, dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, jika penyerangan atau perkelahian tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, jika penyerangan atau perkelahian tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Perkosaan Pasal 473 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(2)
|
Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
|
||
|
a.
|
persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah;
|
|
|
b.
|
persetubuhan dengan Anak;
|
|
|
c.
|
persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau
|
|
|
d.
|
persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau Barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakkannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.
|
|
(3)
|
Dianggap juga melakukan Tindak Pidana perkosaan, jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan cara:
|
||
|
a.
|
memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain;
|
|
|
b.
|
memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau
|
|
|
c.
|
memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.
|
|
(4)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dilakukan terhadap Anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VII.
|
||
(5)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga bagi Setiap Orang yang memaksa Anak untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dengan orang lain.
|
||
(6)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam ikatan perkawinan, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan Korban.
|
||
(7)
|
Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
(8)
|
Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(9)
|
Jika Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah Anak kandung, Anak tiri, atau Anak di bawah perwaliannya, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
||
(10)
|
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu, atau dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan bahaya, keadaan darurat, situasi konflik, bencana, atau perang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
(11)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (10) merupakan Tindak Pidana kekerasan seksual.
|
||
|
|
|
|
BAB XXIII
TINDAK PIDANA YANG MENGAKIBATKAN MATI ATAU LUKA KARENA KEALPAAN Pasal 474 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan jabatan, mata pencaharian, atau profesi selama waktu tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(3)
|
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan matinya orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
|
|
|
|
Pasal 475 |
|||
(1)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 474 dilakukan dalam menjalankan jabatan, mata pencaharian, atau profesi, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
(2)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c dan pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
|
|
|
|
BAB XXIV
TINDAK PIDANA PENCURIAN Pasal 476 |
|||
Setiap Orang yang mengambil suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 477 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang melakukan:
|
||
|
a.
|
pencurian benda suci keagamaan atau kepercayaan;
|
|
|
b.
|
pencurian benda purbakala;
|
|
|
c.
|
pencurian Ternak atau Barang yang merupakan sumber mata pencaharian atau sumber nafkah utama seseorang;
|
|
|
d.
|
pencurian pada waktu ada kebakaran, ledakan, bencana alam, Kapal karam, Kapal terdampar, kecelakaan Pesawat Udara, kecelakaan kereta api, kecelakaan lalu lintas jalan, huru-hara, pemberontakan, atau Perang;
|
|
|
e.
|
pencurian pada Malam dalam suatu rumah atau dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
|
|
|
f.
|
pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk Masuk ke tempat melakukan Tindak Pidana atau sampai pada Barang yang diambil; atau
|
|
|
g.
|
pencurian secara bersama-sama dan bersekutu.
|
|
(2)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disertai dengan salah satu cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 478 |
|||
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 476 dan Pasal 477 ayat (1) huruf f dan huruf g dilakukan tidak dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dan harga Barang yang dicurinya tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dipidana karena pencurian ringan, dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 479 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau orang lain untuk tetap menguasai Barang yang dicurinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(2)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||
|
a.
|
pada Malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan angkutan umum yang sedang berjalan;
|
|
|
b.
|
pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk Masuk ke tempat melakukan Tindak Pidana atau sampai pada Barang yang diambil;
|
|
|
c.
|
yang mengakibatkan Luka Berat bagi orang; atau
|
|
|
d.
|
secara bersama-sama dan bersekutu.
|
|
(3)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
(4)
|
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat atau matinya orang yang dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu disertai dengan salah satu hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 480 |
|||
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 476 sampai dengan Pasal 479 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 481 |
|||
(1)
|
Penuntutan pidana tidak dilakukan jika yang melakukan salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 476 sampai dengan Pasal 479 merupakan suami atau istri Korban Tindak Pidana yang tidak terpisah meja dan tempat tidur atau tidak terpisah Harta Kekayaan.
|
||
(2)
|
Penuntutan pidana hanya dapat dilakukan atas pengaduan Korban jika pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suami atau istri Korban Tindak Pidana yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah Harta Kekayaan, atau merupakan keluarga sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun dalam garis menyamping sampai derajat kedua.
|
||
(3)
|
Dalam masyarakat yang menggunakan sistem matriarkat, pengaduan dapat juga dilakukan oleh orang lain yang menjalankan Kekuasaan Ayah.
|
||
|
|
|
|
BAB XXV
TINDAK PIDANA PEMERASAN DAN PENGANCAMAN Pasal 482 |
|||
(1)
|
Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, Setiap Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan untuk:
|
||
|
a.
|
memberikan suatu Barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
|
|
|
b.
|
memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
|
|
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 479 ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi pemerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
|
|
|
|
Pasal 483 |
|||
(1)
|
Dipidana karena pengancaman dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
|
||
|
a.
|
memberikan suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
|
|
|
b.
|
memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
|
|
(2)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan Korban Tindak Pidana.
|
||
|
|
|
|
Pasal 484 |
|||
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481 berlaku juga bagi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 dan Pasal 483.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 485 |
|||
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 dan Pasal 483 dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.
|
|||
|
|
|
|
BAB XXVI
TINDAK PIDANA PENGGELAPAN Pasal 486 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum memiliki suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena Tindak Pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 487 |
|||
Jika yang digelapkan bukan Ternak atau Barang yang bukan sumber mata pencaharian atau nafkah yang nilainya tidak lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486, dipidana karena penggelapan ringan, dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 488 |
|||
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap Barang tersebut karena ada hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk penguasaan Barang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 489 |
|||
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 dilakukan oleh orang yang menerima Barang dari orang lain yang karena terpaksa menyerahkan Barang padanya untuk disimpan atau oleh wali, pengampu, pengurus atau pelaksana Surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan terhadap Barang yang dikuasainya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 490 |
|||
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481 berlaku juga bagi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 sampai dengan Pasal 489.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 491 |
|||
(1)
|
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486, Pasal 488, atau Pasal 489, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c dan pencabutan hak satu atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam menjalankan profesinya, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
||
|
|
|
|
BAB XXVII
TINDAK PIDANA PERBUATAN CURANG Pasal 492 |
|||
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu Barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 493 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, penjual yang menipu pembeli:
|
|||
a.
|
dengan menyerahkan Barang lain selain yang telah ditentukan oleh pembeli; atau
|
||
b.
|
tentang keadaan, sifat, atau banyaknya Barang yang diserahkan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 494 |
|||
Dipidana karena penipuan ringan dengan pidana denda paling banyak kategori II, jika:
|
|||
a.
|
Barang yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 bukan Ternak, bukan sumber mata pencaharian, utang, atau piutang yang nilainya tidak lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); atau
|
||
b.
|
nilai keuntungan yang diperoleh tidak lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) bagi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 493.
|
||
|
|
|
|
Pasal 495 |
|||
Setiap Orang yang melakukan perbuatan dengan cara curang yang mengakibatkan orang lain menderita kerugian ekonomi, melalui pengakuan palsu atau dengan tidak memberitahukan keadaan yang sebenarnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 496 |
|||
Setiap Orang yang memperoleh secara curang suatu jasa untuk diri sendiri atau orang lain dari pihak ketiga tanpa membayar penuh penggunaan jasa tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 497 |
|||
Setiap Orang yang menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan membeli Barang dengan maksud untuk menguasai Barang tersebut bagi diri sendiri atau orang lain tanpa melunasi pembayaran, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 498 |
|||
Setiap Orang yang dengan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai hal yang berhubungan dengan asuransi sehingga penanggung asuransi tersebut membuat perjanjian yang tidak akan dibuatnya dengan syarat yang demikian jika diketahui keadaan yang sebenarnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 499 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum merugikan penanggung asuransi atau orang yang dengan sah memegang Surat penanggungan Barang di kendaraan angkutan, dengan:
|
|||
a.
|
membakar atau menyebabkan ledakan suatu Barang yang Masuk asuransi kebakaran sehingga tidak dapat dipakai lagi;
|
||
b.
|
menenggelamkan, mendamparkan, merusak, menghancurkan, atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi Kapal yang diasuransikan atau yang muatannya diasuransikan atau yang upah pengangkutannya yang akan dibayar telah diasuransikan atau yang untuk melengkapi Kapal tersebut telah diberikan uang pinjaman atas tanggungan Kapal tersebut; atau
|
||
c.
|
merusak, menghancurkan, atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi kendaraan yang diasuransikan atau yang muatannya diasuransikan atau yang upah pengangkutannya yang akan dibayar telah diasuransikan atau yang untuk melengkapi kendaraan tersebut telah diberikan uang pinjaman atas tanggungan kendaraan tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 500 |
|||
Setiap Orang yang melakukan perbuatan secara curang untuk membuat keliru orang banyak atau orang tertentu dengan maksud untuk mendirikan atau memperbesar hasil perdagangannya atau perusahaan sendiri atau kepunyaan orang lain, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi saingannya atau saingan orang lain tersebut, dipidana karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 501 |
|||
Pemegang konosemen yang membebani salinan konosemen dengan perjanjian timbal balik dengan beberapa orang penerima Barang yang bersangkutan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 502 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum:
|
|||
a.
|
menjual, menukar, atau membebani dengan ikatan kredit suatu hak menggunakan tanah negara atau rumah, usaha tanaman atau pembibitan di atas tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah tersebut, padahal orang lain berhak atau turut berhak atas tanah atau Barang tersebut;
|
||
b.
|
menjual, menukar, atau membebani dengan ikatan kredit suatu hak menggunakan tanah negara atau rumah, usaha tanaman atau pembibitan di atas tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah tersebut, padahal tanah atau Barang tersebut sudah dibebani dengan ikatan kredit, tetapi tidak memberitahukan hal tersebut kepada pihak yang lain;
|
||
c.
|
membebani dengan ikatan kredit suatu hak menggunakan tanah negara dengan menyembunyikan kepada pihak lain, padahal tanah tempat orang menggunakan hak tersebut sudah dijaminkan;
|
||
d.
|
menjaminkan atau menyewakan sebidang tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah tersebut, padahal orang lain berhak atau turut berhak atas tanah tersebut;
|
||
e.
|
menyewakan, menjual atau menukarkan tanah yang telah digadaikan tanpa memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa tanah itu telah digadaikan; atau
|
||
f.
|
menyewakan sebidang tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah tersebut untuk jangka waktu tertentu, padahal tanah tersebut juga telah disewakan kepada orang lain.
|
||
|
|
|
|
Pasal 503 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menjual, menawarkan, atau menyerahkan Barang berupa makanan, minuman, atau obat, yang diketahuinya palsu dan menyembunyikan kepalsuan itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat atau penyakit, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 504 |
|||
Setiap Orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan menggunakan bahan tambahan pangan melampaui ambang batas maksimum yang ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang atau menggunakan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 505 |
|||
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, merusak, menghancurkan, memindahkan, membuang, atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi Barang yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan atau batas hak atas tanah yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 506 |
|||
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menyiarkan kabar bohong yang mengakibatkan naik atau turunnya harga Barang dagangan, dana, transaksi keuangan, atau Surat berharga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 507 |
|||
Setiap Orang yang dalam menjualkan atau menolong menjualkan Surat utang suatu negara atau bagian dari negara tersebut, saham atau Surat utang dari suatu perkumpulan, yayasan, atau perseroan, memengaruhi supaya membeli atau ikut mengambil bagian, menyembunyikan atau menutupi keadaan atau hal yang sebenarnya, atau memberikan harapan palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 508 |
|||
Pengusaha, pengurus, atau komisaris Korporasi yang mengumumkan keadaan atau neraca yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 509 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III:
|
|||
a.
|
advokat yang memasukkan atau meminta memasukkan dalam Surat gugatan atau permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman tergugat atau debitur, padahal diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya;
|
||
b.
|
suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
|
||
c.
|
kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
|
||
|
|
|
|
Pasal 510 |
|||
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481 berlaku juga bagi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 sampai dengan Pasal 509, kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 509 huruf b.
|
|||
|
|
|
|
BAB XXVIII
TINDAK PIDANA TERHADAP KEPERCAYAAN DALAM MENJALANKAN USAHA Bagian Kesatu Perbuatan Merugikan dan Penipuan terhadap Kreditur Pasal 511 |
|||
Pengusaha yang dinyatakan pailit atau yang diizinkan melepaskan harta bendanya menurut putusan pengadilan dipidana karena merugikan kreditur, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III jika:
|
|||
a.
|
hidup terlalu boros;
|
||
b.
|
dengan maksud menangguhkan kepailitannya meminjam uang dengan suatu perjanjian yang memberatkannya, sedang diketahuinya pinjaman tersebut tidak akan dapat mencegahnya jatuh pailit; atau
|
||
c.
|
tidak dapat memperlihatkan dalam keadaan utuh buku, Surat yang berisi catatan yang menggambarkan keadaan kekayaan perusahaan, dan Surat lain yang harus dibuat dan disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 512 |
|||
Pengusaha yang dinyatakan pailit atau yang diizinkan melepaskan harta bendanya berdasarkan putusan pengadilan, dipidana karena merugikan kreditur secara curang, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, jika:
|
|||
a.
|
mengarang-ngarang utang, tidak mempertanggungjawabkan keuntungan, atau menarik Barang dari harta benda milik perusahaan;
|
||
b.
|
melepaskan Barang milik perusahaan, baik dengan cuma-cuma maupun dengan harga jauh di bawah harganya;
|
||
c.
|
dengan cara menguntungkan salah seorang kreditur pada waktu pailit atau pada saat diketahui bahwa keadaan pailit tersebut tidak dapat dicegah; atau
|
||
d.
|
tidak memenuhi kewajiban untuk mencatat segala sesuatu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menyimpan dan memperlihatkan buku, Surat, dan Surat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 511 huruf c.
|
||
|
|
|
|
Pasal 513 |
|||
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 511 dan Pasal 512 dapat juga dilakukan oleh Korporasi.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 514 |
|||
Dipidana karena penipuan hak kreditur dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
menarik bayaran baik dari piutang yang belum maupun yang sudah jatuh tempo padahal debitur telah mengetahui bahwa kepailitan atau pemberesan perusahaan debitur sudah dimohonkan atau sebagai hasil perundingan dengan debitur, pada waktu pelepasan harta benda berdasarkan putusan pengadilan, kepailitan, atau diperintahkan oleh pengadilan melakukan pemberesan perusahaan, atau pada waktu diketahui atau patut diduga akan terjadi salah satu hal tersebut dan kemudian pelepasan harta benda, kepailitan, atau pemberesan perusahaan tersebut benar-benar terjadi; atau
|
||
b.
|
mengarang-ngarang adanya piutang yang tidak ada atau memperbesar jumlah piutang yang ada, pada waktu verifikasi piutang dalam pelepasan harta benda berdasarkan putusan pengadilan, kepailitan, atau pemberesan perusahaan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 515 |
|||
Setiap Orang yang dinyatakan dalam keadaan tidak mampu atau jika yang bersangkutan bukan Pengusaha, dinyatakan pailit atau berdasarkan putusan pengadilan diizinkan melepaskan harta bendanya, secara curang mengurangi hak dari krediturnya dengan mengarang-ngarang utang, menyembunyikan pendapatan, menarik Barang dari harta bendanya, atau melepaskan Barang dengan cuma-cuma maupun dengan nyata-nyata di bawah harganya, atau pada waktu ketidakmampuannya, pelepasan harta bendanya atau kepailitannya, atau pada waktu mengetahui bahwa salah satu dari keadaan tersebut tidak dapat dicegah lagi, menguntungkan salah seorang krediturnya dengan cara apa pun juga, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Perbuatan Curang Pengurus atau Komisaris Pasal 516 |
|||
Pengurus atau komisaris suatu Korporasi yang dinyatakan pailit atau yang diperintahkan melakukan pemberesan perusahaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori VI, jika:
|
|||
a.
|
memudahkan atau mengizinkan dilakukannya perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasarnya yang mengakibatkan kerugian Korporasi;
|
||
b.
|
dengan maksud menangguhkan kepailitan atau pemberesan perusahaan, memudahkan atau mengizinkan meminjam uang dengan syarat yang memberatkan, padahal diketahui bahwa keadaan pailit atau pemberesan perusahaan tersebut tidak dapat dicegah; atau
|
||
c.
|
tidak memenuhi kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak dapat memperlihatkan catatan dalam keadaan yang sebenarnya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 517 |
|||
Pengurus atau komisaris Korporasi yang dinyatakan pailit atau yang diperintahkan melakukan pemberesan perusahaan berdasarkan putusan pengadilan secara curang mengurangi hak kreditur dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 512, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 518 |
|||
Pengurus atau komisaris Korporasi di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 516, yang membantu atau mengizinkan perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar yang mengakibatkan Korporasi tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya atau harus dibubarkan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori VI.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Perdamaian untuk Memperoleh Keuntungan Pasal 519 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III:
|
|||
a.
|
kreditur yang menyetujui tawaran perdamaian di sidang pengadilan karena telah mengadakan persetujuan dengan debitur atau dengan pihak ketiga dan meminta keuntungan khusus; atau
|
||
b.
|
debitur yang menyetujui tawaran perdamaian di sidang pengadilan karena telah mengadakan persetujuan dengan kreditur atau dengan pihak ketiga dan meminta keuntungan khusus.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Penarikan Barang Tanpa Hak Pasal 520 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
menarik sebagian atau seluruh Barang miliknya atau Barang milik orang lain untuk keperluan pemiliknya, dari orang lain yang mempunyai hak gadai, hak menahan, hak pungut hasil, atau hak pakai atas Barang tersebut;
|
|
|
b.
|
menarik sebagian atau seluruh Barang miliknya atau Barang milik orang lain untuk keperluan pemiliknya, dari perjanjian utang hak atas tanggungan atas Barang tersebut, dengan merugikan orang yang berpiutang hak atas tanggungan tersebut;
|
|
|
c.
|
menarik sebagian atau seluruh Barang yang olehnya dibebani ikatan panen, atau untuk yang memberi ikatan menarik suatu Barang yang oleh orang lain dibebani ikatan panen dengan merugikan pemegang ikatan tersebut; atau
|
|
|
d.
|
menarik sebagian atau seluruh Barang miliknya atau untuk keperluan pemilik dari ikatan kredit atas Barang tersebut dengan merugikan pemegang kredit.
|
|
(2)
|
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481 berlaku juga bagi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
|
|
|
|
BAB XXIX
TINDAK PIDANA PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BARANG DAN BANGUNAN GEDUNG Bagian Kesatu Perusakan dan Penghancuran Barang Pasal 521 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan Barang yang gedung atau seluruhnya milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian yang nilainya tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), pelaku Tindak Pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Perusakan dan Penghancuran Bangunan Gedung Pasal 522 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak bangunan gedung untuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 523 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakai bangunan gedung untuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 524 |
|||
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan bangunan gedung rusak, hancur, atau tidak dapat dipakai lagi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 525 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakai bangunan gedung, Kapal, kereta api, atau alat transportasi massal lain yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 526 |
|||
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481 berlaku juga bagi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 521 sampai dengan Pasal 525.
|
|||
|
|
|
|
BAB XXX
TINDAK PIDANA JABATAN Bagian Kesatu Penolakan atau Pengabaian Tugas yang Diminta Pasal 527 |
|||
Seorang komandan Tentara Nasional Indonesia yang menolak atau mengabaikan permintaan pemberian bantuan kekuatan di bawah perintahnya ketika diminta oleh pejabat yang berwenang menurut Undang-Undang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 528 |
|||
(1)
|
Pejabat sipil yang meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melawan pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau perintah yang sah dari Pejabat yang berwenang, putusan pengadilan, atau Surat perintah pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
||
(2)
|
Jika pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau perintah yang sah dari Pejabat yang berwenang, putusan pengadilan, atau Surat perintah pengadilan terhalang karena permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat sipil tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tindak Pidana Paksaan dan Tindak Pidana Penyiksaan Pasal 529 |
|||
Pejabat yang dalam perkara pidana memaksa seseorang untuk mengaku atau memberi keterangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 530 |
|||
Setiap Pejabat atau orang lain yang bertindak dalam suatu kapasitas Pejabat resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan Pejabat publik melakukan perbuatan yang menimbulkan penderitaan fisik atau mental terhadap seseorang dengan tujuan untuk memperoleh informasi atau pengakuan dari orang tersebut atau orang ketiga, menghukumnya atas perbuatan yang dilakukan atau disangkakan telah dilakukan olehnya atau orang ketiga, atau melakukan intimidasi atau memaksa orang tersebut atau orang ketiga atas dasar suatu alasan diskriminasi dalam segala bentuknya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penyalahgunaan Jabatan atau Kewenangan Pasal 531 |
|||
(1)
|
Pejabat yang ditugaskan menjaga orang yang ditahan menurut perintah Pejabat yang berwenang atau putusan atau penetapan pengadilan, membiarkan orang tersebut melarikan diri, melepaskan orang tersebut, atau menolong orang tersebut pada waktu dilepaskan atau melepaskan diri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
|
||
(2)
|
Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang karena kealpaannya mengakibatkan orang yang ditahan melarikan diri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 532 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, Pejabat yang:
|
||
|
a.
|
mempunyai tugas sebagai penyidik Tindak Pidana tidak memenuhi permintaan untuk menyatakan bahwa ada orang yang dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau tidak memberitahukan hal tersebut dengan segera kepada atasannya; atau
|
|
|
b.
|
dalam menjalankan tugasnya, mengetahui bahwa ada orang yang dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum, tidak memberitahukan hal tersebut dengan segera kepada Pejabat yang bertugas sebagai penyidik Tindak Pidana.
|
|
(2)
|
Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
|
|
|
|
Pasal 533 |
|||
Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara, Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Kepala Lembaga Penempatan Anak Sementara, atau Kepala Rumah Sakit Jiwa yang menolak permintaan yang sah dari Pejabat yang berwenang agar menunjukkan orang, memperlihatkan daftar tentang data orang yang dimasukkan ke dalam tempat tersebut memperlihatkan putusan atau penetapan pengadilan, atau memperlihatkan Surat lain yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus dipenuhi untuk memasukkan orang ke tempat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan. |
|||
|
|
|
|
Pasal 534 |
|||
Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara, Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Kepala Lembaga Penempatan Anak Sementara, atau Kepala Rumah Sakit Jiwa yang memasukkan orang ke tempat tersebut tanpa meminta ditunjukkan padanya putusan atau penetapan pengadilan, atau Surat lain yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak mencatat dalam daftar tentang data orang yang dimasukkan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 535 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan, Pejabat yang:
|
|||
a.
|
melampaui kewenangannya atau tanpa memperhatikan tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memaksa Masuk ke dalam rumah atau ruangan atau pekarangan yang tertutup yang dipakai oleh orang lain, atau secara melawan hukum berada di tempat tersebut, tidak segera pergi setelah ditegur oleh atau atas nama orang yang berhak; atau
|
||
b.
|
pada waktu menggeledah rumah melampaui kewenangannya atali tanpa memperhatikan tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memeriksa, menyita Surat, buku, atau Barang bukti lainnya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 536 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Pejabat yang:
|
|||
a.
|
melampaui kewenangannya meminta orang memperlihatkan kepadanya atau merampas Surat, kartu pos, Barang, atau paket yang dipercayakan kepada suatu lembaga pengangkutan atau jasa pengiriman umum; atau
|
||
b.
|
melampaui kewenangannya meminta penyelenggara sistem elektronik memberikan dokumen dan Informasi Elektronik mengenai komunikasi yang terjadi melalui jejaring sistem elektronik tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 537 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Pejabat suatu lembaga yang bertugas di bidang pengangkutan Surat atau Barang yang:
|
|||
a.
|
memberikan Surat, kartu pos, Barang, atau paket kepada orang lain selain yang berhak;
|
||
b.
|
merusak, memusnahkan, atau menghilangkan Surat, kartu pas, Barang, atau paket tersebut;
|
||
c.
|
mengubah isi Surat, kartu pas, Barang, atau paket tersebut; atau
|
||
d.
|
mengambil untuk diri sendiri suatu Barang di dalam Surat atau paket.
|
||
|
|
|
|
Pasal 538 |
|||
Pejabat suatu lembaga yang bertugas di bidang pengangkutan Surat atau Barang yang membiarkan orang lain melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 537 dan/atau membantu orang lain tersebut dalam melakukan perbuatannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 539 |
|||
(1)
|
Pejabat yang berwenang yang melangsungkan perkawinan seseorang, padahal mengetahui bahwa perkawinan yang ada pada waktu itu menjadi halangan yang sah baginya untuk kawin lagi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan.
|
||
(2)
|
Pejabat yang berwenang yang melangsungkan perkawinan seseorang, padahal mengetahui bahwa perkawinan tersebut ada halangan yang sah selain halangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 540 |
|||
Pejabat yang berwenang yang mengeluarkan salinan atau petikan putusan pengadilan sebelum putusan ditandatangani sebagaimana mestinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 541 |
|||
Mantan Pejabat yang tanpa izin Pejabat yang berwenang menahan Surat dinas yang ada padanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
BAB XXXI
TINDAK PIDANA PELAYARAN Bagian Kesatu Pembajakan dan Kekerasan terhadap dan di atas Kapal Pasal 542 |
|||
Setiap Orang yang menggunakan Kapal untuk menahan atau melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap Kapal lain atau terhadap orang atau Barang yang berada di atas Kapal di laut lepas atau di suatu tempat di luar yurisdiksi negara manapun dengan maksud untuk menguasai orang atau menguasai atau memiliki Kapal atau Barang secara melawan hukum, dipidana karena pembajakan di laut dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 543 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang di darat atau di air sekitar pantai atau di muara sungai melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap orang atau Barang di tempat tersebut setelah terlebih dahulu menyeberangi lautan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang menggunakan Kapal melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap Kapal lain atau terhadap orang atau Barang di perairan Indonesia untuk menguasai orang atau menguasai atau memiliki Kapal atau Barang secara melawan hukum, dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
|
|
|
|
Pasal 544 |
|||
Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 542 dan Pasal 543 yang mengakibatkan:
|
|||
a.
|
Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun; atau
|
||
b.
|
matinya orang dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 545 |
|||
Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
bekerja sebagai Nakhoda atau melakukan profesi sebagai Nakhoda pada Kapal, padahal diketahui bahwa Kapal tersebut digunakan untuk melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 542 dan Pasal 543, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau
|
||
b.
|
bekerja sebagai Anak Buah Kapal, padahal diketahui bahwa Kapal tersebut digunakan untuk melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 542 dan Pasal 543, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 546 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menyerahkan Kapal Indonesia ke dalam kekuasaan orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 542 dan Pasal 543, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
||
(2)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Nakhoda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 547 |
|||
Setiap Penumpang Kapal Indonesia yang merampas kekuasaan atas Kapal tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 548 |
|||
Nakhoda Kapal Indonesia yang mengambil alih atau menarik Kapal dari pemiliknya atau dari Pengusaha yang memiliki dan memakai Kapal tersebut untuk keuntungan diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pemalsuan Surat Keterangan Kapal dan Laporan Palsu Pasal 549 |
|||
Nakhoda Kapal Indonesia yang membuat atau meminta orang lain untuk membuat Surat keterangan Kapal yang diketahui bahwa isi Surat keterangan tersebut bertentangan dengan yang sebenarnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 550 |
|||
Setiap Orang yang untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pendaftaran Kapal, memperlihatkan Surat keterangan yang diketahui bahwa isi Surat keterangan tersebut bertentangan dengan yang sebenarnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 551 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
membuat atau meminta orang lain untuk mencantumkan keterangan palsu dalam berita acara suatu keterangan Kapal tentang suatu keadaan yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akta, dengan maksud untuk menggunakan sendiri atau menyuruh orang lain menggunakan akta tersebut seolah-olah keterangan dalam berita acara sesuai dengan yang sebenarnya jika karena penggunaan akta tersebut dapat menimbulkan kerugian; atau
|
||
b.
|
menggunakan akta sebagaimana dimaksud dalam huruf a seolah-olah isinya sesuai dengan yang sebenarnya jika karena penggunaan akta tersebut dapat menimbulkan kerugian.
|
||
|
|
|
|
Pasal 552 |
|||
Nakhoda yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, membuat atau memberikan laporan palsu tentang kecelakaan Kapal yang dipimpinnya atau Kapal lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penyerangan, Pemberontakan, dan Pembangkangan di Kapal Pasal 553 |
|||
(1)
|
Dipidana karena penyerangan di Kapal dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III:
|
||
|
a.
|
Penumpang Kapal Indonesia yang di atas Kapal menyerang atau melawan Nakhoda dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dengan maksud merampas kebebasannya untuk bergerak; atau
|
|
|
b.
|
Anak Buah Kapal Indonesia yang di atas Kapal atau dalam menjalankan profesinya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a terhadap orang yang lebih tinggi pangkatnya.
|
|
(2)
|
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan:
|
||
|
a.
|
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, jika perbuatan tersebut atau perbuatan lain yang menyertainya mengakibatkan luka;
|
|
|
b.
|
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika mengakibatkan Luka Berat; atau
|
|
|
c.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika mengakibatkan matinya orang.
|
|
|
|
|
|
Pasal 554 |
|||
(1)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 553 ayat (1) dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu atau bersama-sama, dipidana karena pemberontakan di Kapal, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan:
|
||
|
a.
|
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut atau perbuatan lain yang menyertainya mengakibatkan luka;
|
|
|
b.
|
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika mengakibatkan Luka Berat; atau
|
|
|
c.
|
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika mengakibatkan matinya orang.
|
|
|
|
|
|
Pasal 555 |
|||
Setiap Orang yang di atas Kapal Indonesia menghasut orang lain supaya melakukan pemberontakan di Kapal dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 556 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, setiap Penumpang Kapal Indonesia yang:
|
||
|
a.
|
tidak menurut perintah Nakhoda yang diberikan untuk kepentingan keamanan atau untuk menegakkan ketertiban dan disiplin di atas Kapal;
|
|
|
b.
|
tidak memberi pertolongan menurut kemampuannya kepada Nakhoda ketika mengetahui bahwa kemerdekaan Nakhoda untuk bergerak dirampas; atau
|
|
|
c.
|
tidak memberitahukan kepada Nakhoda pada saat yang tepat ketika mengetahui ada niat dari orang lain yang berada di atas Kapal untuk melakukan penyerangan di Kapal.
|
|
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku jika penyerangan di Kapal tidak terjadi.
|
||
|
|
|
|
Pasal 557 |
|||
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 547 dan Pasal 553 sampai dengan Pasal 556 berpangkat perwira Kapal, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Penyalahgunaan Wewenang dan Pelanggaran Kewajiban oleh Nakhoda Kapal Pasal 558 |
|||
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, Nakhoda Kapal Indonesia yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau untuk menyembunyikan keuntungan dengan cara:
|
|||
a.
|
menjual Kapal;
|
||
b.
|
membebani dengan jaminan fidusia, hipotek atau menggadaikan Kapal atau perlengkapannya;
|
||
c.
|
menjual atau menggadaikan Barang muatan atau perbekalan Kapalnya; atau
|
||
d.
|
memperhitungkan kerugian atau pengeluaran yang tidak sebenarnya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 559 |
|||
Setiap Orang yang melengkapi Kapal atas biaya sendiri atau atas biaya orang lain, dengan maksud digunakan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 542 dan Pasal 543, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 560 |
|||
Setiap Orang yang atas biaya sendiri atau atas biaya orang lain secara langsung atau tidak langsung turut melaksanakan penyewaan, pemuatan, atau pengasuransian Kapal, padahal diketahui bahwa Kapal tersebut akan digunakan atau diperuntukkan untuk digunakan untuk maksud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 542 dan Pasal 543, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 561 |
|||
Nakhoda Kapal Indonesia yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau untuk menyembunyikan keuntungan yang demikian dengan cara mengubah haluan Kapalnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 562 |
|||
(1)
|
Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak dalam keadaan terpaksa dan tanpa sepengetahuan pemilik atau Pengusaha Kapal, melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan yang diketahuinya akan menimbulkan kemungkinan bagi Kapal atau Barang muatannya untuk ditarik, dihentikan, atau ditahan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
||
(2)
|
Setiap Penumpang Kapal yang tidak dalam keadaan terpaksa dan tanpa sepengetahuan Nakhoda melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
|
|
|
|
Pasal 563 |
|||
Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak dalam keadaan terpaksa tidak memberi sesuatu yang wajib diberikan kepada Penumpang Kapalnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 564 |
|||
Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak dalam keadaan terpaksa atau bertentangan dengan hukum yang berlaku baginya membuang Barang muatan Kapalnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 565 |
|||
Nakhoda yang Kapalnya memakai bendera Indonesia, padahal diketahui tidak berhak untuk memakai bendera tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 566 |
|||
Nakhoda yang Kapalnya memakai tanda yang menimbulkan kesan seolah-olah Kapal tersebut adalah Kapal perang Indonesia atau Kapal pemerintah selain Kapal perang yang bertugas di bidang keamanan dan ketertiban di laut atau Kapal pandu yang bekerja di perairan Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 567 |
|||
Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak memenuhi kewajiban untuk mencatat dan memberitahukan kelahiran atau kematian orang yang berada di Kapal selama waktu berlayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 568 |
|||
Nakhoda Kapal Indonesia yang tanpa alasan yang sah menolak permintaan untuk mengangkut tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana, dan/atau Barang yang berhubungan dengan perkara pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 569 |
|||
(1)
|
Seorang Nakhoda Kapal Indonesia yang membiarkan lari atau melepaskan tersangka, terdakwa, terpidana, atau narapidana, atau memberi bantuan ketika dilepaskan atau melepaskan diri, padahal orang itu diangkut di Kapalnya berdasarkan permintaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Dalam hal Nakhoda karena kealpaannya mengakibatkan tersangka, terdakwa, terpidana, atau narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lepas atau melarikan diri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Perusakan Barang Muatan dan Keperluan Kapal Pasal 570 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum menghancurkan atau merusak Barang muatan, perbekalan, atau Barang keperluan yang ada di Kapal, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keenam
Menjalankan Profesi sebagai Awak Kapal Pasal 571 |
|||
Setiap Orang yang tidak dalam keadaan terpaksa tanpa hak melakukan profesi sebagai Nakhoda, juru mudi, atau juru mesin pada Kapal Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 572 |
|||
Setiap Orang yang tanpa hak memakai tanda pengenal walaupun sedikit berlainan, yang pemakaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya untuk Kapal rumah sakit atau sekoci dari Kapal tersebut atau untuk Kapal kecil yang digunakan untuk menolong orang sakit, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketujuh
Penandatanganan Konosemen dan Tiket Perjalanan Pasal 573 |
|||
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
menandatangani konosemen yang dikeluarkan dengan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
|
||
b.
|
berdasarkan kewenangannya menandatangani konosemen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, jika konosemen tersebut jadi dikeluarkan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 574 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
menandatangani tiket perjalanan Penumpang Kapal yang dikeluarkan dengan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
|
|
|
b.
|
berdasarkan kewenangannya menandatangani tiket perjalanan Penumpang Kapal sebagaimana dimaksud dalam huruf a, jika tiket tersebut kemudian dikeluarkan.
|
|
(2)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Setiap Orang yang memberikan tiket perjalanan Penumpang Kapal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
|
BAB XXXII
TINDAK PIDANA PENERBANGAN DAN TINDAK PIDANA TERHADAP SARANA SERTA PRASARANA PENERBANGAN Bagian Kesatu Perusakan Sarana Penerbangan dan Pesawat Udara Pasal 575 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan bahaya bagi keamanan lalu lintas udara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 576 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan rusak, hancur, atau tidak dapat dipakai bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara atau gagalnya usaha untuk pengamanan bangunan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan bahaya bagi keamanan lalu lintas udara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 577 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, mengambil, atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan, menggagalkan bekerjanya tanda atau alat tersebut, atau memasang tanda atau alat yang keliru, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan bahaya bagi keamanan penerbangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan Pesawat Udara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
(4)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 578 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan rusak, hancur, terambil atau pindah, atau mengakibatkan tidak dapat bekerja atau mengakibatkan terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang keliru, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan bahaya bagi penerbangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan Pesawat Udara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
|
||
(4)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pembajakan Pesawat Udara Pasal 579 |
|||
(1)
|
Dipidana karena melakukan pembajakan di udara dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
merampas atau mempertahankan perampasan; atau
|
|
|
b.
|
secara melawan hukum menguasai atau mengendalikan,
|
|
|
Pesawat Udara Dalam Penerbangan.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Kekerasan, Ancaman Kekerasan, atau ancaman dalam bentuk lainnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 580 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 579:
|
||
|
a.
|
dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih secara bersekutu dan bersama-sama;
|
|
|
b.
|
sebagai kelanjutan permufakatan jahat;
|
|
|
c.
|
dilakukan dengan perencanaan;
|
|
|
d.
|
mengakibatkan Luka Berat;
|
|
|
e.
|
mengakibatkan kerusakan pada Pesawat Udara yang dapat membahayakan penerbangan; atau
|
|
|
f.
|
dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskan merampas kemerdekaan seseorang.
|
|
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang atau hancurnya Pesawat Udara tersebut, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Perbuatan yang Membahayakan Keselamatan Penerbangan Pasal 581 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai Pesawat Udara yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 582 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak Pesawat Udara Dalam Dinas Penerbangan atau mengakibatkan kerusakan Pesawat Udara sehingga tidak dapat terbang atau membahayakan keselamatan penerbangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 583 |
|||
Setiap Orang yang mencelakakan, merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai Pesawat Udara Dalam Penerbangan dipidana dengan:
|
|||
a.
|
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain; atau
|
||
b.
|
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 584 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan Pesawat Udara celaka, rusak, hancur, atau tidak dapat dipakai, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 585 |
|||
Setiap Orang yang di dalam Pesawat Udara melakukan perbuatan yang membahayakan keselamatan Pesawat Udara Dalam Penerbangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 586 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan Kekerasan terhadap orang di dalam Pesawat Udara Dalam Penerbangan yang membahayakan keselamatan penerbangan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 587 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya dengan cara apa pun alat atau bahan di dalam Pesawat Udara Dalam Dinas Penerbangan yang dapat menghancurkan atau mengakibatkan kerusakan Pesawat Udara tersebut sehingga tidak dapat terbang atau membahayakan keselamatan penerbangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 588 |
|||
(1)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 586 dan Pasal 587:
|
||
|
a.
|
dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih secara bersama-sama dan bersekutu;
|
|
|
b.
|
sebagai kelanjutan permufakatan jahat; atau
|
|
|
c.
|
mengakibatkan Luka Berat,
|
|
|
pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang atau Pesawat Udara tersebut hancur, dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Pasal 589 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang memberikan keterangan yang diketahuinya palsu dan perbuatan tersebut membahayakan keselamatan Pesawat Udara Dalam Penerbangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
||
(2)
|
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
|
||
(3)
|
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Tindak Pidana Asuransi Pesawat Udara Pasal 590 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atas kerugian penanggung asuransi menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan, kehancuran, kerusakan, atau membuat tidak dapat dipakai Pesawat Udara yang dipertanggungkan terhadap bahaya tersebut atau yang muatannya atau upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatan tersebut dipertanggungkan, atau untuk kepentingan muatan tersebut telah diterima uang tanggungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
|
||
(2)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada Pesawat Udara Dalam Penerbangan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
|
||
(3)
|
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Penumpang Pesawat Udara yang dipertanggungkan terhadap bahaya mendapat kecelakaan dipidana dengan:
|
||
|
a.
|
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika mengakibatkan Luka Berat; atau
|
|
|
b.
|
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika mengakibatkan matinya orang.
|
|
|
|
|
|
BAB XXXIII
TINDAK PIDANA PENADAHAN, PENERBITAN, DAN PENCETAKAN Bagian Kesatu Tindak Pidana Penadahan Pasal 591 |
|||
Dipidana karena penadahan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
|||
a.
|
membeli, menawarkan, menyewa, menukarkan, menerima jaminan atau gadai, menerima hadiah atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari Tindak Pidana; atau
|
||
b.
|
menarik keuntungan dari hasil suatu benda, yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari Tindak Pidana.
|
||
|
|
|
|
Pasal 592 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang menjadikan kebiasaan untuk membeli, menukar, menerima jaminan atau gadai, menyimpan, atau menyembunyikan benda yang diperoleh dari Tindak Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
|
||
(2)
|
Jika pelaku Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut sebagai mata pencaharian, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf g.
|
||
|
|
|
|
Pasal 593 |
|||
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 591 yang nilai Barangnya tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), dipidana karena penadahan ringan, dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tindak Pidana Penerbitan dan Pencetakan Pasal 594 |
|||
Setiap Orang yang menerbitkan tulisan atau gambar yang menurut sifatnya dapat dipidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, jika:
|
|||
a.
|
orang yang meminta menerbitkan tulisan atau gambar tidak diketahui atau pada teguran pertama setelah dimulai penuntutan tidak diberitahukan; atau
|
||
b.
|
penerbit mengetahui atau patut menduga bahwa orang yang meminta menerbitkan pada saat penerbitan, tidak dapat dituntut atau menetap di luar negeri.
|
||
|
|
|
|
Pasal 595 |
|||
Setiap Orang yang mencetak tulisan atau gambar yang menurut sifatnya dapat dipidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, jika:
|
|||
a.
|
orang yang meminta mencetak tulisan atau gambar tidak diketahui atau pada teguran pertama setelah dimulai penuntutan tidak diberitahukan; atau
|
||
b.
|
pencetak mengetahui atau patut menduga bahwa orang yang meminta mencetak pada saat penerbitan, tidak dapat dituntut atau menetap di luar negeri.
|
||
|
|
|
|
Pasal 596 |
|||
Jika sifat tulisan atau gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 594 dan Pasal 595 merupakan Tindak Pidana yang hanya dapat dituntut atas pengaduan, penerbit atau pencetak hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena Tindak Pidana tersebut.
|
|||
|
|
|
|
BAB XXXIV
TINDAK PIDANA BERDASARKAN HUKUM YANG HIDUP DALAM MASYARAKAT Pasal 597 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.
|
||
(2)
|
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemenuhan kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf f.
|
||
|
|
|
|
BAB XXXV
TINDAK PIDANA KHUSUS Bagian Kesatu Tindak Pidana Berat Terhadap Hak Asasi Manusia Pasal 598 |
|||
Dipidana karena genosida, Setiap Orang yang dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, agama, atau kepercayaan dengan cara:
|
|||
a.
|
membunuh anggota kelompok;
|
||
b.
|
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok;
|
||
c.
|
menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun sebagian;
|
||
d.
|
memaksakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran dalam kelompok; atau
|
||
e.
|
memindahkan secara paksa Anak dari kelompok ke kelompok lain,
|
||
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 599 |
|||
Dipidana karena Tindak Pidana terhadap kemanusiaan, Setiap Orang yang melakukan salah satu perbuatan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan terhadap penduduk sipil, berupa:
|
|||
a.
|
pembunuhan, pemusnahan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain yang melanggar aturan dasar hukum internasional, atau kejahatan apartheid, dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun;
|
||
b.
|
perbudakan, penyiksaan, atau perbuatan tidak manusiawi lainnya yang sama sifatnya yang ditujukan untuk menimbulkan penderitaan yang berat atau luka yang serius pada tubuh atau kesehatan fisik dan mental, dengan pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun;
|
||
c.
|
persekusi terhadap kelompok atau perkumpulan atas dasar politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, kepercayaan, jenis kelamin, atau persekusi dengan alasan diskriminatif lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun; atau
|
||
d.
|
perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk Kekerasan seksual lain yang setara, atau penghilangan orang secara paksa, dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tindak Pidana Terorisme Pasal 600 |
|||
Setiap Orang yang menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan Korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 601 |
|||
Setiap Orang yang menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan Korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana penjara seumur hidup.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 602 |
|||
Setiap Orang yang menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan Tindak Pidana terorisme, organisasi teroris, atau teroris, dipidana karena Tindak Pidana pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak kategori V.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Tindak Pidana Korupsi Pasal 603 |
|||
Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 604 |
|||
Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau Korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 605 |
|||
(1)
|
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
|
|
|
b.
|
memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
|
|
(2)
|
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V.
|
||
|
|
|
|
Pasal 606 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
(2)
|
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling banyak kategori IV.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 607 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang:
|
||
|
a.
|
menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau Surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil Tindak Pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak kategori VII;
|
|
|
b.
|
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil Tindak Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak kategori VI;
|
|
|
c.
|
menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil Tindak Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak kategori VI.
|
|
(2)
|
Hasil Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana:
|
||
|
a.
|
korupsi;
|
|
|
b.
|
penyuapan;
|
|
|
c.
|
narkotika;
|
|
|
d.
|
psikotropika;
|
|
|
e.
|
penyelundupan tenaga kerja;
|
|
|
f.
|
penyelundupan migran;
|
|
|
g.
|
di bidang perbankan;
|
|
|
h.
|
di bidang pasar modal;
|
|
|
i.
|
di bidang perasuransian;
|
|
|
j.
|
kepabeanan;
|
|
|
k.
|
cukai;
|
|
|
l.
|
perdagangan orang;
|
|
|
m.
|
perdagangan senjata gelap;
|
|
|
n.
|
terorisme;
|
|
|
o.
|
penculikan;
|
|
|
p.
|
pencurian;
|
|
|
q.
|
penggelapan;
|
|
|
r.
|
penipuan;
|
|
|
s.
|
pemalsuan uang;
|
|
|
t.
|
perjudian;
|
|
|
u.
|
prostitusi;
|
|
|
v.
|
di bidang perpajakan;
|
|
|
w.
|
di bidang kehutanan;
|
|
|
X.
|
di bidang lingkungan hidup;
|
|
|
y.
|
di bidang kelautan dan perikanan; atau
|
|
|
z.
|
Tindak Pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
|
|
(3)
|
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tindak Pidana pencucian uang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 608 |
|||
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 607 ayat (1) huruf c tidak berlaku bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kelima
Tindak Pidana Narkotika Pasal 609 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang tanpa hak memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan:
|
||
|
a.
|
Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI;
|
|
|
b.
|
Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI; dan
|
|
|
c.
|
Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.
|
|
(2)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana diriaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||
|
a.
|
Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI;
|
|
|
b.
|
Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI; dan
|
|
|
c.
|
Narkotika Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI.
|
|
|
|
|
|
Pasal 610 |
|||
(1)
|
Setiap Orang yang tanpa hak memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan:
|
||
|
a.
|
Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori V;
|
|
|
b.
|
Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori V; dan
|
|
|
c.
|
Narkotika Golongan III dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori V.
|
|
(2)
|
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||
|
a.
|
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, atau Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI;
|
|
|
b.
|
Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI; dan
|
|
|
c.
|
Narkotika Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI.
|
|
|
|
|
|
Pasal 611 |
|||
Ketentuan mengenai penggolongan dan jumlah narkotika mengacu pada Undang-Undang yang mengatur mengenai Narkotika.
|
|||
|
|
|
|
Bagian Keenam
Permufakatan Jahat, Persiapan, Percobaan, dan Pembantuan Tindak Pidana Khusus Pasal 612 |
|||
Ketentuan mengenai permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan pembantuan yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Tindak Pidana berat terhadap hak asasi manusia, Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana korupsi, Tindak Pidana pencucian uang, dan Tindak Pidana narkotika berlaku sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tersebut.
|
|||
|
|
|
|
BAB XXXVI
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 613 |
|||
(1)
|
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, setiap Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang memuat ketentuan pidana harus menyesuaikan dengan ketentuan Buku Kesatu Undang-Undang ini.
|
||
(2)
|
Ketentuan mengenai penyesuaian ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Undang-Undang.
|
||
|
|
|
|
Pasal 614 |
|||
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
|
|||
a.
|
istilah kejahatan dan pelanggaran yang digunakan dalam Undang-Undang di luar Undang-Undang ini dan Peraturan Daerah diganti menjadi Tindak Pidana;
|
||
b.
|
istilah badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, atau yang disamakan dengan itu, maupun perkumpulan yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di luar Undang-Undang ini disamakan dengan Korporasi sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini;
|
||
c.
|
istilah benda berwujud atau tidak berwujud, benda bergerak atau tidak bergerak termasuk air dan uang giral, aliran listrik, gas, data dan program Komputer yang diatur dalam Undang-Undang di luar Undang-Undang ini disamakan dengan Barang sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini; dan
|
||
d.
|
istilah pegawai negeri, aparatur sipil negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, pejabat negara, pejabat publik, pejabat daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari Korporasi yang seluruh atau sebagian besar modalnya milik negara atau daerah, atau pejabat lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di luar Undang-Undang ini dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 merupakan Pejabat sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 615 |
|||
(1)
|
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pidana kurungan dalam Undang-Undang lain di luar Undang-Undang ini dan Peraturan Daerah diganti menjadi pidana denda dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
pidana kurungan kurang dari 6 (enam) Bulan diganti dengan pidana denda paling banyak kategori I; dan
|
|
|
b.
|
pidana kurungan 6 (enam) Bulan atau lebih diganti dengan pidana denda paling banyak kategori II.
|
|
(2)
|
Dalam hal pidana denda yang diancamkan secara alternatif dengan pidana kurungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi kategori II, tetap berlaku ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
|
||
|
|
|
|
Pasal 616 |
|||
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang lain di luar Undang-Undang ini yang menetapkan pidana denda yang melebihi jumlah kategori VIII diganti dengan pidana denda kategori VIII.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 617 |
|||
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, jika ketentuan pidana dalam Undang-Undang di luar Undang-Undang ini menunjuk pada pasal-pasal tertentu yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang diberlakukan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disesuaikan dengan perubahan yang ada dalam Undang-Undang ini.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 618 |
|||
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Tindak Pidana yang sedang dalam proses peradilan menggunakan ketentuan Undang-Undang ini, kecuali Undang-Undang yang mengatur Tindak Pidana tersebut lebih menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 619 |
|||
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pidana tutupan tetap dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan sampai dibentuknya Undang-Undang mengenai pidana tutupan yang baru.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 620 |
|||
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam Bab tentang Tindak Pidana Khusus dalam Undang-Undang ini dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum berdasarkan tugas dan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang masing-masing.
|
|||
|
|
|
|
BAB XXXVII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 621 |
|||
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 622 |
|||
(1)
|
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam:
|
||
|
a.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9);
|
|
|
b.
|
Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf c Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1951, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 81);
|
|
|
c.
|
Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah "Ordonnantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 No. 17) dan Undang-Undang R.I. Dahulu NR 8 Tahun 1948 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1951);
|
|
|
d.
|
Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1660);
|
|
|
e.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
|
|
|
f.
|
Undang-Undang Nomor 16 Prp. Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1976);
|
|
|
g.
|
Undang-Undang Nomor 18 Prp. Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dalam Ketentuan Pidana Lainnya yang Dikeluarkan Sebelum Tanggal 17 Agustus 1945 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1978);
|
|
|
h.
|
Pasal 4 Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2726);
|
|
|
i.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3040);
|
|
|
J.
|
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3080);
|
|
|
k.
|
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3850);
|
|
|
l.
|
Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);
|
|
|
m.
|
Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026);
|
|
|
n.
|
Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946);
|
|
|
o.
|
Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6216);
|
|
|
p.
|
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
|
|
|
q.
|
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720);
|
|
|
r.
|
Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (3), Pasal 45A ayat (2), Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952);
|
|
|
s.
|
Pasal 15 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919);
|
|
|
t.
|
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928);
|
|
|
u.
|
Pasal 66 sampai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035);
|
|
|
v.
|
Pasal 192, Pasal 194, dan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
|
|
|
w.
|
Pasal 111 sampai dengan Pasal 126 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
|
|
|
x.
|
Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164);
|
|
|
y.
|
Pasal 120 ayat (1) dan Pasal 126 huruf e Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
|
|
|
z.
|
Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5223);
|
|
|
aa.
|
Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
|
|
|
bb.
|
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406); dan
|
|
|
cc.
|
Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602),
|
|
|
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||
(2)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana tentang senjata api, amunisi, bahan peledak, dan senjata lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 1 pengacuannya diganti dengan Pasal 306; dan
|
|
|
b.
|
Pasal 2 pengacuannya diganti dengan Pasal 307.
|
|
(3)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana terhadap agama dan kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h mengacu Pasal 4 Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal 300 dan Pasal 302 ayat (1) Undang-Undang ini.
|
||
(4)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 2 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 603;
|
|
|
b.
|
Pasal 3 pengacuannya diganti dengan Pasal 604;
|
|
|
c.
|
Pasal 5 pengacuannya diganti dengan Pasal 605;
|
|
|
d.
|
Pasal 11 pengacuannya diganti dengan Pasal 606 ayat (2); dan
|
|
|
e.
|
Pasal 13 pengacuannya diganti dengan Pasal 606 ayat (1).
|
|
(5)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana berat terhadap hak asasi manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 8 dan Pasal 36 pengacuannya diganti dengan Pasal 598;dan
|
|
|
b.
|
Pasal 9 dan Pasal 37 sampai dengan Pasal 40 pengacuannya diganti dengan Pasal 599.
|
|
(6)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana persetubuhan atau pencabulan dengan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n mengacu Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal 473 ayat (4) Undang-Undang ini.
|
||
(7)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf o diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 6 pengacuannya diganti dengan Pasal 600; dan
|
|
|
b.
|
Pasal 7 pengacuannya diganti dengan Pasal 601.
|
|
(8)
|
Dalam hal ketentuan pasal mengenai Tindak Pidana penggunaan ijazah atau gelar akademik palsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p mengacu Pasal 69 Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal 272 ayat (2) Undang-Undang ini.
|
||
(9)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q mengacu Pasal 2 Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal 455 Undang-Undang ini.
|
||
(10)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana terhadap informatika dan elektronika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf r diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 407;
|
|
|
b.
|
Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) pengacuannya diganti dengan Pasal 441;
|
|
|
c.
|
Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 243;
|
|
|
d.
|
Pasal 30 dan Pasal 46 pengacuannya diganti dengan Pasal 332;dan
|
|
|
e.
|
Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 47 pengacuannya diganti dengan Pasal 258 ayat (2).
|
|
(11)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana atas dasar diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf s diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 15 pengacuannya diganti dengan Pasal 244; dan
|
|
|
b.
|
Pasal 17 pengacuannya diganti dengan Pasal 245.
|
|
(12)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana Pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf t mengacu Pasal 29 Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal 407 ayat (1) Undang-Undang ini.
|
||
(13)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana penodaan terhadap bendera negara, lambang negara, dan lagu kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf u diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 66 pengacuannya diganti dengan Pasal 234;
|
|
|
b.
|
Pasal 67 pengacuannya diganti dengan Pasal 235;
|
|
|
c.
|
Pasal 68 pengacuannya diganti dengan Pasal 236;
|
|
|
d.
|
Pasal 69 pengacuannya diganti dengan Pasal 237;
|
|
|
e.
|
Pasal 70 pengacuannya diganti dengan Pasal 238; dan
|
|
|
f.
|
Pasal 71 pengacuannya diganti dengan Pasal 239.
|
|
(14)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana terhadap organ manusia, jaringan tubuh manusia, darah manusia, dan aborsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf v diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 192 pengacuannya diganti dengan Pasal 345 huruf a;
|
|
|
b.
|
Pasal 194 pengacuannya diganti dengan Pasal 463, Pasal 464, dan Pasal 465; dan
|
|
|
c.
|
Pasal 195 pengacuannya diganti dengan Pasal 345 huruf b.
|
|
(15)
|
Dalam hal ketentuan pasal mengenai Tindak Pidana narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf w diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 112 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 609 ayat (1) huruf a;
|
|
|
b.
|
Pasal 112 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 609 ayat (2) huruf a;
|
|
|
c.
|
Pasal 113 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 610 ayat (1) huruf a;
|
|
|
d.
|
Pasal 113 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 610 ayat (2) huruf a;
|
|
|
e.
|
Pasal 117 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 609 ayat (1) huruf b;
|
|
|
f.
|
Pasal 117 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 609 ayat (2) huruf b;
|
|
|
g.
|
Pasal 118 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 610 ayat (1) huruf b;
|
|
|
h.
|
Pasal 118 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 610 ayat (2) huruf b;
|
|
|
i.
|
Pasal 122 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 609 ayat (1) huruf c;
|
|
|
j.
|
Pasal 122 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 609 ayat (2) huruf c;
|
|
|
k.
|
Pasal 123 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 610 ayat (1) huruf c;
|
|
|
l.
|
Pasal 123 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 610 ayat (2) huruf c.
|
|
(16)
|
Dalam hal ketentuan pasal mengenai Tindak Pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf x diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 2 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (2);
|
|
|
b.
|
Pasal 3 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (1) huruf a;
|
|
|
c.
|
Pasal 4 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (1) huruf b;
|
|
|
d.
|
Pasal 5 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (1) huruf c; dan
|
|
|
e.
|
Pasal 5 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 608.
|
|
(17)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana penyelundupan manusia atau pemalsuan paspor, Surat perjalanan laksana paspor, atau Surat yang diberikan menurut ketentuan Undang-Undang tentang keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf y diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 120 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 457; dan
|
|
|
b.
|
Pasal 126 huruf e pengacuannya diganti dengan Pasal 398 ayat (1).
|
|
(18)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana pemalsuan mata uang atau uang kertas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf z diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 36 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 374;
|
|
|
b.
|
Pasal 36 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 375 huruf b;
|
|
|
c.
|
Pasal 36 ayat (3) pengacuannya diganti dengan Pasal 375 huruf a; dan
|
|
|
d.
|
Pasal 36 ayat (4) pengacuannya diganti dengan Pasal 375 huruf b.
|
|
(19)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana di bidang pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf aa mengacu Pasal 136 Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal 504 dalam Undang-Undang ini.
|
||
(20)
|
Dalam hal ketentuan Pasal mengenai Tindak Pidana pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu Pasal 4 Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan Pasal 602 dalam Undang-Undang ini.
|
||
(21)
|
Dalam hal ketentuan pasal mengenai Tindak Pidana terhadap saksi dan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf cc diacu oleh ketentuan Pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam Undang-Undang ini dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
Pasal 37 pengacuannya diganti dengan Pasal 295;
|
|
|
b.
|
Pasal 38 pengacuannya diganti dengan Pasal 296;
|
|
|
c.
|
Pasal 39 pengacuannya diganti dengan Pasal 297; dan
|
|
|
d.
|
Pasal 41 pengacuannya diganti dengan Pasal 299.
|
|
|
|
|
|
Pasal 623 |
|||
Undang-Undang ini dapat disebut dengan KUHP.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 624 |
|||
Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|
|
|
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2023 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2023 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 1 |
|||
PENJELASANATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.
|
UMUM
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Penyusunan Undang-Undang ini dimaksudkan untuk menggantikan Wetboek van Strafrecht atau yang disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang telah beberapa kali diubah. Penggantian tersebut merupakan salah satu usaha dalam rangka pembangunan hukum nasional. Usaha tersebut dilakukan secara terarah, terpadu, dan terencana sehingga dapat mendukung pembangunan nasional di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam perkembangannya, pembaruan Undang-Undang ini yang diarahkan kepada misi tunggal yang mengandung makna "dekolonialisasi" Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam bentuk "rekodifikasi", dalam perjalanan sejarah bangsa pada akhirnya juga mengandung berbagai misi yang lebih luas sehubungan dengan perkembangan, baik nasional maupun internasional. Adapun misi kedua adalah misi "demokratisasi hukum pidana". Misi ketiga adalah misi "konsolidasi hukum pidana" karena sejak kemerdekaan, perundang-undangan hukum pidana mengalami perkembangan yang pesat, baik di dalam maupun di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan berbagai kekhasannya, sehingga perlu ditata kembali dalam kerangka asas-asas hukum pidana yang diatur dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Di samping itu, penyusunan Undang-Undang ini dilakukan atas dasar misi keempat, yaitu misi adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi, baik sebagai akibat perkembangan di bidang ilmu hukum pidana maupun perkembangan nilai-nilai, standar, dan norma yang diakui oleh bangsa-bangsa di dunia internasional. Misi tersebut diletakkan dalam kerangka politik hukum dengan melakukan penyusunan Undang-Undang ini dalam bentuk kodifikasi dan unifikasi yang dimaksudkan untuk menciptakan dan menegakkan konsistensi, keadilan, kebenaran, ketertiban, kemanfaatan, dan kepastian hukum dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan nasional, kepentingan masyarakat, dan kepentingan individu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah menelusuri sejarah hukum pidana di Indonesia, diketahui bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (Staatsblad 1915: 732). Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Wetboek van Strafrecht tersebut masih berlaku berdasarkan Pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9), Wetboek van Straftrecht voor Nederlandsch-Indie disebut sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dinyatakan berlaku untuk Pulau Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah lain akan ditetapkan kemudian oleh Presiden. Usaha untuk mewujudkan adanya kesatuan hukum pidana untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu, secara de facto belum dapat terwujud karena terdapat daerah pendudukan Belanda sebagai akibat aksi militer Belanda I dan II yang untuk daerah tersebut masih berlaku Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (Staatsblad, 1915: 732) dengan segala perubahannya. Sejak saat itu, dapat dikatakan bahwa setelah kemerdekaan tahun 1945 terdapat dualisme hukum pidana yang berlaku di Indonesia dan keadaan itu berlangsung hingga tahun 1958 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958. Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan semua perubahan dan tambahannya berlaku untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, berlakulah hukum pidana materiel yang seragam untuk seluruh Indonesia yang bersumber pada hukum yang berlaku pada tanggal 8 Maret 1942, yaitu Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie yang untuk selanjutnya disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sejak Indonesia merdeka telah banyak dilakukan usaha untuk menyesuaikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan kolonial tersebut sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial lainnya, baik nasional maupun internasional. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah beberapa kali mengalami pembaruan atau perubahan, antara lain: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9);
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660);
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3.
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menaikkan ancaman hukuman dalam Pasal 359, Pasal 360, dan Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4.
|
Undang-Undang Nomor 16 Prp. Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1976) yang mengubah frasa "vijf en twintig gulden" dalam Pasal 364, Pasal 373, Pasal 379, Pasal 384, dan Pasal 407 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi frasa "dua ratus lima puluh rupiah";
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5.
|
Undang-Undang Nomor 18 Prp. Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dalam Ketentuan Pidana Lainnya yang Dikeluarkan Sebelum Tanggal 17 Agustus 1945 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1978);
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6.
|
Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan atau Penodaan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2726), yang antara lain telah menambahkan ketentuan Pasal 156a ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
7.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3040), yang mengubah ancaman pidana dalam Pasal 303 ayat (1), Pasal 542 ayat (1), dan Pasal 542 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan mengubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis;
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
8.
|
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3080);
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
9.
|
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3850), khususnya berkaitan dengan kriminalisasi terhadap penyebaran ajaran Marxisme dan Leninisme; dan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
10.
|
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150).
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Berbagai pembaruan atau perubahan tersebut belum dapat memenuhi 4 (empat) misi perubahan mendasar yang telah diuraikan di atas yakni, dekolonialisasi, demokratisasi, konsolidasi, dan harmonisasi sehingga penyusunan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana harus dilakukan secara menyeluruh dan terkodifikasi.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
BUKU KESATU
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.
|
Buku Kesatu berisi aturan umum sebagai pedoman bagi penerapan Buku Kedua serta Undang-Undang di luar Undang-Undang ini, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang sehingga Buku Kesatu juga menjadi dasar bagi Undang-Undang di luar Undang-Undang ini. Pengertian Istilah dalam Buku Kesatu ditempatkan dalam Bab V karena pengertian istilah tersebut tidak hanya berlaku bagi Undang-Undang ini melainkan berlaku pula bagi Undang-Undang yang bersifat lex specialis, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang. Buku Kesatu ini memuat substansi, antara lain, ruang lingkup berlakunya hukum pidana, Tindak Pidana dan pertanggungjawaban pidana, pemidanaan, pidana, diversi, dan tindakan, juga tujuan dan pedoman pemidanaan, faktor yang memperingan pidana, faktor memperberat pidana, perbarengan, serta gugurnya kewenangan penuntutan dan pelaksanaan pidana, pengertian istilah, dan aturan penutup.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.
|
Secara keseluruhan perbedaan yang mendasar antara Wetboek van Strafrecht dan Undang-Undang ini adalah filosofi yang mendasarinya. Wetboek van Strafrecht dilandasi oleh pemikiran Aliran Klasik yang berkembang pada Abad ke-18 yang memusatkan perhatian hukum pidana pada perbuatan atau Tindak Pidana. Undang-Undang ini mendasarkan diri pada pemikiran aliran neo-klasik yang menjaga keseimbangan antara faktor objektif (perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif (orang/batiniah/sikap batin). Aliran ini berkembang pada Abad ke-19 yang memusatkan perhatiannya tidak hanya pada perbuatan atau Tindak Pidana yang terjadi, tetapi juga terhadap aspek individual pelaku Tindak Pidana. Pemikiran mendasar lain yang memengaruhi penyusunan Undang-Undang ini adalah perkembangan ilmu pengetahuan tentang Korban kejahatan (victimology) yang berkembang setelah Perang Dunia II, yang menaruh perhatian besar pada perlakuan yang adil terhadap Korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan. Falsafah daad-dader strafrecht dan viktimologi akan memengaruhi perumusan 3 (tiga) permasalahan pokok dalam hukum pidana, yaitu perumusan perbuatan yang bersifat melawan hukum, pertanggungjawaban pidana atau kesalahan, dan sanksi (pidana dan tindakan) yang dapat dijatuhkan beserta asas hukum pidana yang mendasarinya.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3.
|
Karakter daad-dader strafrecht yang lebih manusiawi tersebut secara sistemik mewarnai Undang-Undang ini, antara lain, juga tersurat dan tersirat dengan adanya berbagai pengaturan yang berusaha menjaga keseimbangan antara unsur atau faktor objektif dan unsur atau faktor subjektif. Hal itu, antara lain, tercermin dari berbagai pengaturan tentang tujuan pemidanaan, syarat pemidanaan, pasangan sanksi berupa pidana dan tindakan, pengembangan alternatif pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek, pedoman atau aturan pemidanaan, pidana mati yang merupakan pidana yang bersifat khusus dan selalu dialternatifkan dengan penjara seumur hidup atau paling lama 20 (dua puluh) tahun, serta pengaturan batas minimum umur pertanggungjawaban pidana, pidana, dan tindakan bagi Anak.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4.
|
Pembaruan hukum pidana materiel dalam Undang-Undang ini tidak membedakan lagi antara Tindak Pidana berupa kejahatan dan pelanggaran. Untuk keduanya digunakan istilah Tindak Pidana. Dengan demikian, Undang-Undang ini hanya terdiri atas 2 (dua) Buku, yaitu Buku Kesatu tentang Aturan Umum dan Buku Kedua tentang Tindak Pidana. Adapun Buku Ketiga tentang Pelanggaran dalam Wetboek van Strafrecht ditiadakan, tetapi substansinya secara selektif telah ditampung di dalam Buku Kedua Undang-Undang ini.
Alasan penghapusan tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa secara konseptual perbedaan antara kejahatan sebagai rechtsdelict dan pelanggaran sebagai wetsdelict ternyata tidak dapat dipertahankan karena dalam perkembangannya tidak sedikit rechtsdelict dikualifikasikan sebagai pelanggaran dan sebaliknya beberapa perbuatan yang seharusnya merupakan wetsdelict dirumuskan sebagai kejahatan, hanya karena diperberat ancaman pidananya. Dalam kenyataannya terbukti bahwa persoalan berat-ringannya kualitas dan dampak kejahatan dan pelanggaran juga relatif sehingga kriteria kualitatif semacam ini tidak lagi dapat dipertahankan secara konsisten. Dalam Undang-Undang ini diakui pula adanya Tindak Pidana atas dasar hukum yang hidup dalam masyarakat atau yang sebelumnya dikenal sebagai Tindak Pidana adat untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat. Dalam kenyataannya di beberapa daerah di tanah air, masih terdapat ketentuan hukum yang tidak tertulis, yang hidup dan diakui sebagai hukum di daerah yang bersangkutan, yang menentukan bahwa pelanggaran atas hukum itu patut dipidana. Dalam hal ini hakim dapat menetapkan sanksi berupa pemenuhan kewajiban adat setempat yang harus dilaksanakan oleh pelaku Tindak Pidana. Hal tersebut mengandung arti bahwa standar nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat setempat masih tetap dilindungi agar memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat tertentu. Keadaan seperti itu tidak akan menggoyahkan dan tetap menjamin pelaksanaan asas legalitas serta larangan analogi yang dianut dalam Undang-Undang ini. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5.
|
Karena kemajuan yang terjadi dalam bidang keuangan, ekonomi, dan perdagangan, terutama di era globalisasi serta berkembangnya Tindak Pidana yang terorganisasi, baik yang bersifat domestik maupun transnasional, subjek hukum pidana tidak dapat dibatasi hanya pada manusia secara alamiah, melainkan mencakup pula Korporasi, yaitu kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Dalam hal ini Korporasi dapat dijadikan sarana untuk melakukan Tindak Pidana dan dapat pula memperoleh keuntungan dari suatu Tindak Pidana. Dengan dianutnya paham Korporasi adalah subjek Tindak Pidana, hal itu berarti bahwa Korporasi, baik sebagai badan hukum maupun bukan badan hukum dianggap mampu melakukan Tindak Pidana dan dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Di samping itu, masih dimungkinkan pula pertanggungjawaban pidana dipikul bersama oleh Korporasi dan pengurusnya yang memiliki kedudukan fungsional dalam Korporasi atau hanya pengurusnya saja yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Dengan diaturnya pertanggungjawaban pidana Korporasi dalam Buku I Undang-Undang ini, pertanggungjawaban pidana Korporasi yang semula hanya berlaku untuk Tindak Pidana tertentu di luar Undang-Undang ini, berlaku juga secara umum untuk Tindak Pidana lain, baik di dalam maupun di luar Undang-Undang ini. Sanksi terhadap Korporasi dapat berupa pidana, tetapi dapat pula berupa tindakan. Dalam hal ini kesalahan Korporasi diidentifikasikan dari kesalahan pengurus yang memiliki kedudukan fungsional (mempunyai kewenangan untuk mewakili Korporasi, mengambil keputusan atas nama Korporasi, dan mempunyai kewenangan menerapkan pengawasan terhadap Korporasi) yang melakukan Tindak Pidana dengan menguntungkan Korporasi, baik sebagai pelaku maupun sebagai pembantu Tindak Pidana dalam lingkup usaha atau pekerjaan Korporasi tersebut, termasuk pengendali Korporasi, pemberi perintah, dan penerima manfaat.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6.
|
Asas tiada pidana tanpa kesalahan tetap merupakan salah satu asas utama dalam hukum pidana. Namun, dalam hal tertentu sebagai pengecualian dimungkinkan penerapan asas pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dan asas pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability). Dalam hal pertanggungjawaban mutlak, pelaku Tindak Pidana telah dapat dipidana hanya karena telah dipenuhinya unsur Tindak Pidana perbuatan pelaku.
Sedangkan dalam pertanggungjawaban pengganti, tanggung jawab pidana seseorang diperluas sampai pada tindakan bawahannya yang melakukan pekerjaan atau perbuatan untuknya atau dalam batas perintahnya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
7.
|
Dalam Undang-Undang ini diatur jenis pidana yang berupa pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus (pidana mati) untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang.
Jenis pidana pokok terdiri atas: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
pidana penjara;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
pidana tutupan;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c.
|
pidana pengawasan;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d.
|
pidana denda; dan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
e.
|
pidana kerja sosial.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dalam pidana pokok diatur jenis pidana baru berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Pidana pengawasan, pidana denda, dan pidana kerja sosial perlu dikembangkan sebagai alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek yang akan dijatuhkan oleh hakim sebab dengan pelaksanaan ketiga jenis pidana itu terpidana dapat dibantu untuk membebaskan diri dari rasa bersalah.
Demikian pula masyarakat dapat berinteraksi dan berperan serta secara aktif membantu terpidana dalam menjalankan kehidupan sosialnya secara wajar dengan melakukan hal yang bermanfaat. Urutan jenis pidana pokok tersebut menentukan berat-ringannya pidana. Hakim dapat memilih jenis pidana yang akan dijatuhkan di antara kelima jenis pidana tersebut walaupun dalam Buku Kedua Undang-Undang ini hanya dirumuskan tiga jenis pidana, yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pidana mati. Jenis pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial pada hakikatnya merupakan cara pelaksanaan pidana sebagai alternatif pidana penjara. Pidana mati tidak terdapat dalam urutan jenis pidana pokok. Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat. Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan. Dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan dan dapat diganti dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
8.
|
Dalam pemidanaan dianut sistem dua jalur (double-track system), yaitu di samping jenis pidana tersebut, Undang-Undang ini mengatur pula jenis tindakan. Dalam hal ini, hakim dapat mengenakan tindakan kepada mereka yang melakukan Tindak Pidana, tetapi tidak atau kurang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya yang disebabkan pelaku menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual.
Di samping dijatuhi pidana dalam hal tertentu, terpidana juga dapat dikenai tindakan dengan maksud untuk memberi pelindungan kepada masyarakat dan mewujudkan tata tertib sosial. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
9.
|
Pidana minimum khusus dapat diancamkan berdasarkan pertimbangan:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok bagi Tindak Pidana yang sama atau kurang lebih sama kualitasnya;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
lebih mengefektifkan pengaruh prevensi umum, khususnya bagi Tindak Pidana yang dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat; dan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c.
|
jika dalam keadaan tertentu maksimum pidana dapat diperberat, dapat dipertimbangkan pula bahwa minimum pidana untuk Tindak Pidana tertentu dapat diperberat.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Pada prinsipnya pidana minimum khusus merupakan suatu pengecualian, yaitu hanya untuk Tindak Pidana tertentu yang dipandang sangat merugikan, sangat membahayakan, atau sangat meresahkan masyarakat dan untuk Tindak Pidana yang dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
10.
|
Dalam Undang-Undang ini jenis pidana denda dirumuskan dengan menggunakan sistem kategori. Sistem itu dimaksudkan agar dalam perumusan Tindak Pidana tidak perlu disebutkan suatu jumlah denda tertentu, melainkan cukup dengan menunjuk kategori denda yang sudah ditentukan dalam Buku Kesatu. Dasar pemikiran penggunaan sistem kategori tersebut adalah bahwa pidana denda merupakan jenis pidana yang relatif sering berubah nilainya karena perkembangan nilai mata uang akibat situasi perekonomian. Dengan demikian, jika terjadi perubahan nilai mata uang, sistem kategori akan lebih mudah dilakukan perubahan atau penyesuaian.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
11.
|
Dalam Undang-Undang ini diatur pula diversi dan jenis tindakan serta pidana bagi Anak. Pengaturan ini dimaksudkan untuk kepentingan terbaik bagi Anak karena berkaitan dengan adanya Undang-Undang mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak dan selain itu Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Anak.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
BUKU KEDUA
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.
|
Untuk menghasilkan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang bersifat kodifikasi dan unifikasi, di samping dilakukan evaluasi dan seleksi terhadap berbagai Tindak Pidana yang ada di dalam Wetboek van Strafrecht sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, apresiasi juga dilakukan terhadap berbagai perkembangan Tindak Pidana yang ada di luar Wetboek van Strafrecht, antara lain, Undang-Undang yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana pencucian uang, pemberantasan Tindak Pidana terorisme, pemberantasan Tindak Pidana korupsi, pemberantasan Tindak Pidana perdagangan orang, dan pengadilan hak asasi manusia.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2.
|
Secara antisipatif dan proaktif, juga dimasukkan antara lain, pengaturan tentang Tindak Pidana Pomografi, Tindak Pidana terhadap informatika dan elektronika, Tindak Pidana penerbangan, Tindak Pidana terhadap organ, jaringan tubuh, dan darah manusia, dan Tindak Pidana terhadap proses peradilan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3.
|
Di samping itu, Undang-Undang ini juga mengadopsi konvensi internasional baik yang sudah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi, antara lain, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia).
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4.
|
Dengan sistem perumusan Tindak Pidana di atas, untuk Tindak Pidana berat terhadap hak asasi manusia, Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana korupsi, Tindak Pidana pencucian uang, Tindak Pidana narkotika dikelompokkan dalam 1 (satu) bab tersendiri yang dinamai "Bab Tindak Pidana Khusus". Penempatan dalam bab tersendiri tersebut didasarkan pada karakteristik khusus, yaitu:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
dampak viktimisasinya (Korbannya) besar;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
sering bersifat transnasional terorganisasi (Transnational Organized Crime);
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
c.
|
pengaturan acara pidananya bersifat khusus;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
d.
|
sering menyimpang dari asas umum hukum pidana materiel;
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
e.
|
adanya lembaga pendukung penegakan hukum yang bersifat dan memiliki kewenangan khusus (misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia);
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
f.
|
didukung oleh berbagai konvensi internasional, baik yang sudah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi; dan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
g.
|
merupakan perbuatan yang dianggap sangat jahat (super mala per se) dan tercela dan sangat dikutuk oleh masyarakat (strong people condemnation).
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dengan pengaturan "Bab Tindak Pidana Khusus" tersebut, kewenangan yang telah ada pada lembaga penegak hukum tidak berkurang dan tetap berwenang menangani Tindak Pidana berat terhadap hak asasi manusia, Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana korupsi, Tindak Pidana pencucian uang, dan Tindak Pidana narkotika.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
5.
|
Pembentukan Undang-Undang ini juga memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan pengujian KUHP, antara lain, mengenai Tindak Pidana penghinaan Presiden, Tindak Pidana mengenai penodaan agama, dan Tindak Pidana kesusilaan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
6.
|
Sejalan dengan proses globalisasi, laju pembangunan dan perkembangan sosial yang disertai dengan mobilitas sosial yang cepat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperkirakan jenis Tindak Pidana baru masih akan muncul di kemudian hari. Oleh karena itu, pengaturan jenis Tindak Pidana baru yang belum diatur dalam Undang-Undang ini atau yang akan muncul di kemudian hari dapat dilakukan melalui perubahan terhadap Undang-Undang ini atau mengaturnya dalam Undang-Undang tersendiri karena kekhususannya atas dasar Pasal 187 Buku Kesatu.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Penjelasan umum dan Penjelasan pasal demi pasal dalam Undang-Undang ini merupakan tafsir resmi atas norma tertentu dalam batang tubuh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh sehingga tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Untuk itu, penjelasan dalam Undang-Undang ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pasal dalam batang tubuh yang mendeskripsikan maksud dan makna yang terkandung dalam pasal tersebut.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 1
Ayat (1)
Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang menentukan bahwa suatu perbuatan merupakan Tindak Pidana jika ditentukan oleh atau didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini adalah Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Asas legalitas merupakan asas pokok dalam hukum pidana. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang mengandung ancaman pidana harus sudah ada sebelum Tindak Pidana dilakukan. Hal ini berarti bahwa ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "analogi" adalah penafsiran dengan cara memberlakukan suatu ketentuan pidana terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak diatur atau tidak disebutkan secara eksplisit dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah dengan cara menyamakan atau mengumpamakan kejadian atau peristiwa tersebut dengan kejadian atau peristiwa lain yang telah diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "hukum yang hidup dalam masyarakat" adalah hukum adat yang menentukan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan tertentu patut dipidana. Hukum yang hidup di dalam masyarakat dalam pasal ini berkaitan dengan hukum tidak tertulis yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Untuk memperkuat keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut, Peraturan Daerah mengatur mengenai Tindak Pidana adat tersebut.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "berlaku dalam tempat hukum itu hidup" adalah berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana adat di daerah tersebut.
Ayat ini mengandung pedoman dalam menetapkan hukum pidana adat yang keberlakuannya diakui oleh Undang-Undang ini.
Ayat (3)
Peraturan Pemerintah dalam ketentuan ini merupakan pedoman bagi daerah dalam menetapkan hukum yang hidup dalam masyarakat dalam Peraturan Daerah.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "disesuaikan dengan batas pidana" adalah hanya untuk putusan pemidanaan yang lebih berat dari ancaman pidana maksimal dalam peraturan perundang-undangan yang baru, termasuk juga penyesuaian jenis ancaman pidana yang berbeda.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan "wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia" adalah satu kesatuan wilayah kedaulatan di daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, dan ruang udara di atasnya serta seluruh wilayah yang batas dan hak negara di laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen yang diatur dalam Undang-Undang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "Tindak Pidana lainnya" misalnya, Tindak Pidana terhadap keamanan negara atau Tindak Pidana yang dirumuskan dalam perjanjian internasional yang telah disahkan oleh Indonesia.
Pasal 5
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum negara atau kepentingan nasional tertentu di luar negeri.
Penentuan kepentingan nasional tertentu yang ingin dilindungi dalam ketentuan ini, menggunakan perumusan yang limitatif dan terbuka. Artinya, ruang lingkup kepentingan nasional yang akan dilindungi ditentukan secara limitatif, tetapi jenis Tindak Pidananya tidak ditentukan secara pasti. Penentuan jenis Tindak Pidana yang dipandang menyerang atau membahayakan kepentingan nasional diserahkan dalam praktik secara terbuka dalam batas yang telah ditentukan sebagai Tindak Pidana menurut hukum pidana Indonesia.
Perumusan limitatif yang terbuka ini dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas praktik dan dalam perkembangan formulasi Tindak Pidana oleh pembentuk Undang-Undang pada masa yang akan datang. Fleksibilitas itu tetap dalam batas kepastian menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Penentuan Tindak Pidana yang menyerang kepentingan nasional hanya terbatas pada perbuatan tertentu yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum nasional yang dilindungi. Pelaku hanya dituntut atas Tindak Pidana menurut hukum pidana Indonesia.
Pelaku Tindak Pidana yang dikenai ketentuan ini adalah Setiap Orang, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Alasan penerapan asas nasional pasif, karena pada umumnya Tindak Pidana yang merugikan kepentingan hukum suatu negara, oleh negara tempat Tindak Pidana dilakukan tidak selalu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus dilarang dan diancam dengan pidana.
Pasal 6
Ketentuan ini mengandung asas universal yang melindungi kepentingan hukum Indonesia dan/atau kepentingan hukum negara lain. Landasan pengaturan asas ini terdapat dalam konvensi internasional yang telah disahkan oleh Indonesia, misalnya:
Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan adanya perjanjian antara Indonesia dan negara lain yang memungkinkan warga negara dari negara lain tersebut penuntutannya diambil alih dan diadili oleh Indonesia karena melakukan Tindak Pidana tertentu yang diatur dalam perjanjian tersebut.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Waktu Tindak Pidana dalam ketentuan ini, misalnya:
Ketentuan ini tidak membedakan antara Tindak Pidana formil dan Tindak Pidana materiel.
Pasal 11
Tempat Tindak Pidana dalam ketentuan ini, misalnya:
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Permufakatan jahat untuk melakukan Tindak Pidana hanya dijatuhi pidana terhadap Tindak Pidana yang sangat serius.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "sarana" adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai tujuan.
Persiapan melakukan Tindak Pidana hanya dijatuhi pidana bagi Tindak Pidana yang sangat serius. Dengan demikian, kriteria persiapan melakukan Tindak Pidana ditekankan pada sifat bahayanya Tindak Pidana, misalnya mengimpor bahan kimia atau bahan peledak untuk persiapan melakukan Tindak Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan "menghentikan", misalnya, telah membeli bahan kimia tetapi tidak jadi diolah menjadi bahan peledak untuk mencapai tujuan Tindak Pidana.
Yang dimaksud dengan "mencegah", misalnya, melaporkan kepada pihak yang berwenang mengenai keberadaan sarana yang akan digunakan untuk Tindak Pidana.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud "dengan perantaraan alat", misalnya remote control yang digunakan secara tidak langsung untuk melakukan Tindak Pidana.
Dalam hal menyuruh melakukan, orang yang disuruh untuk melakukan Tindak Pidana tidak dipidana karena tidak ada unsur kesalahan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "turut serta melakukan Tindak Pidana" adalah mereka yang bekerja sama secara sadar dan bersama-sama secara fisik melakukan Tindak Pidana, tetapi tidak semua orang yang turut serta melakukan Tindak Pidana harus memenuhi semua unsur Tindak Pidana walaupun semua diancam dengan pidana yang sama.
Dalam turut serta melakukan Tindak Pidana, perbuatan masing-masing orang yang turut serta melakukan Tindak Pidana dilihat sebagai satu kesatuan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "menggerakkan orang lain supaya melakukan Tindak Pidana", termasuk membujuk, menganjurkan, memancing, atau memikat orang lain dengan cara tertentu.
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Dalam ketentuan ini, pembantuan dilakukan sebelum dan sejak pelaksanaan Tindak Pidana dengan memberikan kesempatan, sarana, maupun keterangan.
Huruf b
Dalam ketentuan ini, memberi bantuan pada waktu Tindak Pidana dilakukan hampir terdapat kesamaan dengan turut serta melakukan Tindak Pidana.
Dalam turut serta melakukan Tindak Pidana terdapat kerja sama yang erat antarmereka yang turut serta melakukan Tindak Pidana, tetapi dalam pembantuan melakukan Tindak Pidana, kerja sama antara pelaku Tindak Pidana dan orang yang membantu tidak seerat kerja sama dalam turut serta melakukan Tindak Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan "keadaan pribadi" adalah keadaan di mana pelaku atau pembantu berumur lebih tua atau muda, memiliki jabatan tertentu, menjalani profesi tertentu, atau mengalami gangguan mental.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "pendamping'' adalah orang yang dipercaya oleh Korban Tindak Pidana aduan yang belum berumur 16 (enam belas) tahun untuk mendampinginya selama proses peradilan pidana berlangsung.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Dalam ketentuan ini, harus ada hubungan yang bersifat hukum publik antara yang memberikan perintah dan yang melaksanakan perintah. Ketentuan ini tidak berlaku untuk hubungan yang bersifat keperdataan.
Pasal 33
Yang dimaksud dengan "keadaan darurat", misalnya:
Pasal 34
Ketentuan ini mengatur tentang pembelaan terpaksa yang mensyaratkan 4 (empat) keadaan, yaitu:
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan prinsip tiada pidana tanpa kesalahan. Secara doktriner, bentuk kesalahan dapat berupa kesengajaan dan kealpaan.
Ayat (2)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan bahwa setiap Tindak Pidana dalam peraturan perundang-undangan harus selalu dianggap dilakukan dengan sengaja dan unsur kesengajaan ini harus dibuktikan pada setiap tahap pemeriksaan perkara.
Bentuk lain dari sengaja biasanya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan menggunakan istilah "dengan maksud", "mengetahui", "yang diketahuinya", "padahal diketahuinya", atau "sedangkan ia mengetahui".
Pasal 37
Ketentuan ini ditujukan bagi Tindak Pidana yang mengandung asas pertanggungjawaban mutlak (strict liability) atau pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) yang dinyatakan secara tegas oleh Undang-Undang yang bersangkutan.
Huruf a
Ketentuan ini mengandung asas pertanggungjawaban mutlak (strict liability) yang menentukan bahwa pelaku Tindak Pidana telah dapat dipidana hanya karena telah dipenuhinya unsur-unsur Tindak Pidana dari perbuatannya.
Huruf b
Ketentuan ini mengandung asas pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) yang menentukan bahwa Setiap Orang bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain yang melakukan pekerjaan atau perbuatan untuknya atau dalam batas perintahnya, misalnya pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab atas perbuatan bawahannya.
Pasal 38
Yang dimaksud dengan "disabilitas mental" adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain:
Yang dimaksud dengan "disabilitas intelektual" adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain, lambat belajar, disabilitas grahita, dan down syndrome.
Pelaku Tindak Pidana yang menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dinilai kurang mampu untuk menginsafi tentang sifat melawan hukum dari perbuatan yang dilakukan atau untuk berbuat berdasarkan keinsafan yang dapat dipidana.
Pasal 39
Dalam ketentuan ini, penyandang disabilitas mental yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai ·gambaran psikotik dan/atau penyandang disabilitas intelektual derajat sedang atau berat, tidak mampu bertanggung jawab.
Untuk dapat menjelaskan tidak mampu bertanggung jawab dari segi medis, perlu dihadirkan ahli sehingga pelaku Tindak Pidana dipandang atau dinilai sebagai tidak mampu bertanggungjawab.
Pasal 40
Ketentuan ini mengatur tentang batas umur minimum untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana bagi anak yang melakukan Tindak Pidana. Penentuan batas umur 12 (dua belas) tahun didasarkan pada pertimbangan psikologis yaitu kematangan emosional, intelektual, dan mental anak. Anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dan karena itu penanganan perkaranya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sistem peradilan pidana anak.
Pasal 41
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Keikutsertaan dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dalam ketentuan ini termasuk rehabilitasi sosial dan rehabilitasi psikososial.
Dalam ketentuan ini, anak yang masih sekolah tetap dapat mengikuti pendidikan formal, baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun swasta.
Dalam pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat melibatkan dinas pendidikan, dinas sosial, pembimbing kemasyarakatan, lembaga pendidikan, dan lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pasal 42
Ketentuan ini berkenaan dengan daya paksa yang dibagi menjadi paksaan mutlak dan paksaan relatif.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan" atau paksaan mutlak adalah keadaan yang menyebabkan pelaku tidak mempunyai pilihan lain, kecuali melakukan perbuatan tersebut. Karena keadaan yang ada pada diri pelaku maka tidak mungkin baginya untuk menolak atau memilih ketika melakukan perbuatan tersebut.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan, atau kekuatan yang tidak dapat dihindari" atau paksaan relatif adalah:
Tekanan kejiwaan dari luar merupakan syarat utama. Mungkin pula seseorang mengalami tekanan kejiwaan, tetapi bukan karena sesuatu yang datang dari luar, melainkan karena keberatan yang didasarkan kepada pertimbangan pikirannya sendiri. Hal yang demikian tidak merupakan alasan pemaaf yang dapat menghapuskan pidananya.
Pasal 43
Ketentuan ini mengatur pembelaan terpaksa yang melampaui batas, dengan syarat:
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Yang dimaksud dengan "kedudukan fungsional" adalah orang tersebut mempunyai kewenangan mewakili, mengambil keputusan, dan untuk menerapkan pengawasan terhadap Korporasi tersebut, termasuk yang berkedudukan sebagai orang yang menyuruh melakukan, turut serta melakukan, menggerakkan orang lain supaya melakukan Tindak Pidana, atau membantu Tindak Pidana tersebut.
Yang dimaksud dengan "hubungan lain" misalnya, kontrak kerja yang bersifat sementara.
Pasal 47
Yang dimaksud dengan "pemegang kendali" adalah Setiap Orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu kebijakan Korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari atasannya.
Pasal 48
Mengenai kedudukan sebagai pelaku Tindak Pidana dan sifat pertanggungjawaban pidana dari Korporasi terdapat kemungkinan sebagai berikut:
Oleh karena itu, jika suatu Tindak Pidana dilakukan oleh dan untuk suatu Korporasi maka penuntutannya dapat dilakukan dan pidananya dapat dijatuhkan terhadap Korporasi sendiri, atau Korporasi dan pengurusnya, atau pengurusnya saja.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Dalam hal orang perseorangan tersebut mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi Korporasi, yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi atau demi kepentingan Korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain, dalam lingkup usaha Korporasi tersebut, alasan pembenar dapat diajukan atas nama Korporasi. Contoh, seorang pegawai (karyawan) perusahaan yang merusak pipa pembuangan limbah milik pemerintah untuk menyelamatkan para karyawan perusahaan.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kepastian hukum dan keadilan merupakan 2 (dua) tujuan hukum yang kerap kali tidak sejalan satu sama lain dan sulit dihindarkan dalam praktik hukum. Suatu peraturan perundang-undangan yang lebih banyak memenuhi tuntutan kepastian hukum maka semakin besar pula kemungkinan aspek keadilan terdesak. Ketidaksempurnaan peraturan perundang-undangan ini dalam praktik dapat diatasi dengan jalan memberi penafsiran atas peraturan perundang-undangan tersebut dalam penerapannya pada kejadian konkret.
Jika dalam penerapan yang konkret, terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim sedapat mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum.
Pasal 54
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat pedoman pemidanaan yang sangat membantu hakim dalam mempertimbangkan takaran atau berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan.
Dengan mempertimbangkan hal-hal yang dirinci dalam pedoman tersebut diharapkan pidana yang dijatuhkan bersifat proporsional dan dapat dipahami baik oleh masyarakat maupun terpidana. Rincian dalam ketentuan ini tidak bersifat limitatif, artinya hakim dapat menambahkan pertimbangan lain selain yang tercantum pada ayat (1) ini.
Ayat (2)
Ketentuan pada ayat ini dikenal dengan asas rechterlijke pardon atau judicial pardon yang memberi kewenangan kepada hakim untuk memberi maaf pada seseorang yang bersalah melakukan Tindak Pidana yang sifatnya ringan. Pemberian maaf ini dicantumkan dalam putusan hakim dan tetap harus dinyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana yang didakwakan kepadanya.
Pasal 55
Yang dimaksud dengan "sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana" adalah bahwa pelaku dengan sengaja mengondisikan dirinya atau suatu keadaan tertentu dengan maksud agar dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana karena alasan pembenar atau alasan pemaaf.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Meskipun hakim mempunyai pilihan dalam menghadapi rumusan pidana yang bersifat alternatif, namun dalam melakukan pilihan tersebut hakim senantiasa berorientasi pada tujuan pemidanaan, dengan mendahulukan atau mengutamakan jenis pidana yang lebih ringan jika hal tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ketentuan ini bertujuan memberi kepastian (petunjuk) bagi hakim dalam menjatuhkan pidana apabila terdapat hal-hal yang memperberat pidana dengan ditetapkannya maksimum ancaman pidananya ditambah 1/3 (satu per tiga).
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat jenis-jenis pidana pokok yang dapat dijatuhkan oleh hakim. Ancaman pidana pokok terhadap Tindak Pidana yang dirumuskan dalam Buku Kedua pada dasarnya meliputi jenis pidana penjara dan pidana denda.
Pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial pada dasarnya merupakan suatu model pelaksanaan pidana sebagai alternatif dari pidana penjara. Pencantuman jenis pidana ini merupakan konsekuensi diterimanya hukum pidana yang memperhatikan keseimbangan kepentingan antara perbuatan dan keadaan pelaku Tindak Pidana (daad-dader strafrecht) untuk mengembangkan alternatif selain pidana penjara.
Melalui penjatuhan jenis pidana ini terpidana dapat dibebaskan dari rasa bersalah, dan masyarakat dapat berperan serta secara aktif untuk memasyarakatkan terpidana dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, misalnya penjatuhan pidana berupa pidana kerja sosial.
Ayat (2)
Pada dasarnya hakim mempunyai pilihan untuk menjatuhkan salah satu pidana yang bersifat alternatif, namun dalam melakukan pilihan tersebut hakim senantiasa berorientasi pada tujuan pemidanaan, dengan mendahulukan atau mengutamakan jenis pidana yang lebih ringan jika hal tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan.
Pasal 66
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ganti rugi dalam ketentuan ini sama dengan restitusi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan saksi dan korban.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 67
Dalam ketentuan ini, Tindak Pidana yang dapat diancam dengan pidana yang bersifat khusus adalah Tindak Pidana yang sangat serius atau yang luar biasa, antara lain, Tindak Pidana narkotika, Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana korupsi, dan Tindak Pidana berat terhadap hak asasi manusia. Untuk itu, pidana mati dicantumkan dalam bagian tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus. Jika dibandingkan dengan jenis pidana yang lain, pidana mati merupakan jenis pidana yang paling berat. Oleh karena itu, harus selalu diancamkan secara alternatif dengan jenis pidana lainnya yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur mengenai masa menjalani pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun sebelum diubah dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun yang dihitung sebagai masa menjalani pidana setelah perubahan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi sifat kaku dari perumusan pidana yang bersifat tunggal yang seolah-olah mengharuskan hakim untuk hanya menjatuhkan pidana penjara. Di samping itu, hal tersebut dimaksudkan pula untuk menghindari penjatuhan pidana penjara yang pendek.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berdasarkan ketentuan ini kewenangan hakim untuk menjatuhkan pidana denda sebagai pengganti pidana penjara, dibatasi dengan ketentuan pelaku Tindak Pidana tetap dijatuhi pidana penjara meskipun diancam dengan pidana tunggal apabila yang bersangkutan pernah dijatuhi pidana penjara karena Tindak Pidana yang dilakukannya setelah berumur 18 (delapan belas) tahun.
Pasal 72
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat pembebasan bersyarat bagi narapidana yang menjalani pidana penjara. Dalam ketentuan ini, narapidana yang diberikan pembebasan bersyarat hanya narapidana yang masa pidananya paling singkat 1 (satu) tahun dan setelah narapidana menjalani pidana penjara paling singkat 9 (sembilan) Bulan di lembaga pemasyarakatan dan berkelakuan baik. Pembebasan bersyarat diberikan dengan harapan narapidana dapat dibina sedemikian rupa untuk berintegrasi kembali dengan masyarakat. Oleh karena itu, selama menjalani pidana dalam lembaga pemasyarakatan, setiap narapidana harus dipantau perkembangan hasil pembinaan terhadap dirinya. Pembebasan bersyarat harus dipandang sebagai usaha pembinaan dan bukan sebagai hadiah karena berkelakuan baik.
Ayat (2)
Narapidana yang telah melakukan beberapa Tindak Pidana sehingga harus menjalani beberapa pidana penjara berturut-turut, maka untuk mempertimbangkan kemungkinan pemberian pembebasan bersyarat, pidana tersebut dijumlahkan dan dianggap 1 (satu) pidana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pemberian pembebasan bersyarat disertai dengan masa percobaan yakni sama dengan sisa waktu pidana penjara yang masih belum dijalani ditambah 1 (satu) tahun. Dalam masa percobaan ditentukan pula syarat syarat yang harus dipenuhi narapidana.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini ditetapkan syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan. Syarat untuk tidak melakukan Tindak Pidana selama masa percobaan merupakan syarat umum. Sedangkan syarat khusus dalam masa percobaan adalah perbuatan tertentu yang harus dihindari atau harus dilakukan oleh narapidana, misalnya, tidak boleh minum minuman keras. Syarat khusus tersebut tidak boleh mengurangi hak narapidana, misalnya, hak menganut dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini perubahan atas syarat khusus dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pembimbingan terhadap narapidana yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Pertimbangan penjatuhan pidana tutupan didasarkan pada motif dari pelaku Tindak Pidana yaitu karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Tindak Pidana yang dilakukan karena alasan ini pada dasarnya Tindak Pidana politik.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini, maksud yang patut dihormati harus ditentukan oleh hakim dan harus termuat dalam pertimbangan putusannya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 75
Pidana pengawasan merupakan salah satu jenis pidana pokok, namun sebenarnya merupakan cara pelaksanaan dari pidana penjara sehingga tidak diancamkan secara khusus dalam perumusan suatu Tindak Pidana. Pidana pengawasan merupakan pembinaan di luar lembaga atau di luar penjara, yang serupa dengan pidana penjara bersyarat yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana). Pidana ini merupakan alternatif dari pidana penjara dan tidak ditujukan untuk Tindak Pidana yang berat sifatnya.
Pasal 76
Ayat (1)
Penjatuhan pidana pengawasan terhadap orang yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara, sepenuhnya terletak pada pertimbangan hakim, dengan memperhatikan keadaan dan perbuatan terpidana. Jenis pidana ini dijatuhkan kepada orang yang pertama kali melakukan Tindak Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "terpidana" adalah klien pemasyarakatan.
Yang dimaksud dengan "menjalani pidana penjara yang lamanya tidak lebih dari ancaman pidana penjara bagi Tindak Pidana itu" adalah menjalani pidana yang pelaksanaannya dijalankan setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara dari Tindak Pidana baru.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Uang dalam ketentuan ini adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Rupiah (Rp).
Ayat (2)
Dalam menentukan satuan terkecil pidana denda sebagaimana ditentukan pada ayat ini dipergunakan jumlah besarnya upah minimum harian.
Pasal 79
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, pidana denda dirumuskan secara kategoris. Perumusan secara kategoris ini dimaksudkan agar:
Penetapan tingkatan kategori I sampai dengan kategori VIII dihitung sebagai berikut:
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Putusan pengadilan dalam ketentuan ini memuat antara lain:
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tidak dibayar'' adalah tidak dibayar sama sekali atau dibayar sebagian.
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tidak memungkinkan", misalnya, aset yang dimiliki masih dalam penguasaan pihak ketiga yang beriktikad baik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan tidak efektifnya penjatuhan pidana denda untuk seseorang yang telah berulang kali melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda.
Pasal 85
Ayat (1)
Pidana kerja sosial dapat diterapkan sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek dan denda yang ringan. Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat dilakukan di rumah sakit, rumah panti asuhan, panti lansia, sekolah, atau lembaga-lembaga sosial lainnya, dengan sebanyak mungkin disesuaikan dengan profesi terpidana.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi hakim untuk menjatuhkan bentuk pidana kerja sosial.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Salah satu pertimbangan yang harus diperhatikan dalam penjatuhan pidana kerja sosial adalah harus ada persetujuan terdakwa sesuai dengan ketentuan dalam the Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950) dan the International Covenant on Civil and Political Rights (the New York Convention, 1966).
Huruf d
Riwayat sosial terdakwa diperlukan untuk menilai latar belakang terdakwa serta kesiapan yang bersangkutan, baik secara fisik maupun mental dalam menjalani pidana kerja sosial.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pidana kerja sosial ini tidak dibayar karena sifatnya sebagai pidana. Oleh karena itu, pelaksanaan pidana ini tidak boleh mengandung hal-hal yang bersifat komersial.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Dalam melakukan pembimbingan, pembimbing kemasyarakatan dapat bekerja sama dengan lembaga pemerintah yang membidangi pekerjaan sosial.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 86
Hak terpidana yang dapat dicabut dengan putusan hakim ditentukan secara limitatif, yaitu terbatas pada yang tercantum dalam pasal ini. Dalam penjatuhan pidana tambahan yang perlu mendapat perhatian adalah pencabutan hak tersebut jangan sampai mengakibatkan kematian perdata bagi seseorang, artinya, yang bersangkutan kehilangan sama sekali haknya sebagai warga negara yang harus dapat hidup secara wajar dan manusiawi.
Hak yang dapat dicabut selalu dikaitkan dengan Tindak Pidana yang dilakukan oleh terpidana. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai salah satu dari tujuan pemidanaan, khususnya demi pengayoman atau pelindungan masyarakat.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "profesi" adalah pekerjaan yang memerlukan keahlian tertentu serta yang memiliki kode etik tertentu pula.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Termasuk di dalamnya Harta Kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 92
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan tentang pidana pengganti untuk pidana tambahan dirumuskan sebagai upaya untuk menuntaskan/menyelesaikan pelaksanaan putusan hakim.
Pasal 93
Ayat (1)
Pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim dimaksudkan agar masyarakat mengetahui perbuatan apa dan pidana yang bagaimana yang dijatuhkan kepada terpidana. Pidana tambahan ini dimaksudkan untuk memberi pelindungan kepada masyarakat.
Ayat (2)
Seperti pada pidana perampasan Barang tertentu, jika terpidana tidak membayar biaya pengumuman, maka berlaku ketentuan yang sama tentang pidana pengganti untuk pidana denda.
Pasal 94
Ayat (1)
Pencantuman pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi menunjukkan adanya pengertian akan penderitaan Korban suatu Tindak Pidana. Ganti rugi harus dibayarkan kepada Korban atau ahli waris Korban. Untuk itu, hakim menentukan siapa yang merupakan Korban yang perlu mendapat ganti rugi tersebut. Jika terpidana tidak membayar ganti rugi yang ditetapkan oleh hakim, dikenakan ketentuan tentang pidana pengganti untuk pidana denda.
Ayat (2)
Ketentuan mengenai pelaksanaan pidana denda diberlakukan terhadap pidana pembayaran ganti rugi dengan catatan bahwa terpidana membayarkan uang tersebut kepada Korban dan bukan kepada negara.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Pidana mati tidak terdapat dalam stelsel pidana pokak. Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat. Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan, dan dapat diganti dengan pidana penjara seumur hidup.
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pelaksanaan pidana mati dengan cara menembak terpidana didasarkan pada pertimbangan bahwa sampai saat ini cara tersebut dinilai paling manusiawi. Dalam hal di kemudian hari terdapat cara lain yang lebih manusiawi daripada dengan cara menembak terpidana, pelaksanaan pidana mati disesuaikan dengan perkembangan tersebut.
Ayat (4)
Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil harus ditunda sampai ia melahirkan dan sampai bayi tidak lagi mengkonsumsi air susu ibu. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pidana mati tidak mengakibatkan terjadinya pembunuhan terhadap 2 (dua) makhluk dan menjamin hak asasi bayi yang baru dilahirkan.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "konseling" adalah proses pemberian bimbingan atau bantuan dalam rangka mengatasi masalah dan mengubah perilaku menjadi positif dan konstruktif.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "rehabilitasi" antara lain, rehabilitasi medis atau rehabilitasi sosial sebagai proses pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar yang bersangkutan dapat kembali melaksanakan fungsi sosial yang positif dan konstruktif dalam rangka mengembalikannya untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "pelatihan kerja" adalah kegiatan pemberian keterampilan kepada orang yang diberikan tindakan untuk mempersiapkannya kembali ke masyarakat dan memasuki lapangan kerja.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "lembaga" adalah lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang kesejahteraan sosial, baik pemerintah maupun swasta.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "rehabilitasi" dalam ketentuan ini adalah proses pelayanan yang diberikan kepada seseorang yang mengalami disabilitas, baik sejak lahir maupun tidak sejak lahir untuk mengembalikan dan mempertahankan fungsi serta mengembangkan kemandirian, sehingga dapat beraktivitas dan berpartisipasi penuh dalam semua aspek kehidupan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "seseorang'' adalah pihak keluarga yang mampu merawat atau pihak lain yang memiliki kepedulian dan mampu untuk merawat yang bersangkutan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pengalaman kerja" termasuk, minat, bakat, atau latihan kerja yang pernah diikuti.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Rumah sakit jiwa dalam ketentuan ini adalah rumah sakit milik pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "lembaga" adalah Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini diatur mengenai perbarengan peraturan atau konkursus idealis, dimana terdapat kesatuan perbuatan, karena itu sistem pemidanaan yang digunakan adalah sistem absorbsi. Dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan dan ternyata perbuatan tersebut melanggar lebih dari satu ketentuan pidana, maka hanya berlaku satu ketentuan pidana yaitu yang terberat.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur mengenai asas lex specialis derogat legi generali. Asas ini dicantumkan agar tidak ada keragu-raguan pada hakim jika terjadi kasus yang diatur dalam 2 (dua) Undang-Undang.
Pasal 126
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, mengatur pemidanaan jika ada perbuatan berlanjut (voortgezette handeling). Seperti halnya konkursus idealis, dalam perbuatan berlanjut terdapat kesatuan perbuatan yang dipandang dari sudut hukum. Dalam perbuatan berlanjut digunakan sistem pemidanaan absorbsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 127
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur mengenai perbarengan perbuatan atau konkursus realis. Sistem pemidanaan yang digunakan adalah sistem kumulasi terbatas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 128
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini mengatur perbarengan perbuatan, namun ancaman pidana terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan diancam dengan pidana yang tidak sejenis. Dengan ketentuan, jumlah pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi maksimum ancaman pidana yang terberat ditambah 1/3 (satu per tiga). Jadi ketentuan ini menggunakan sistem kumulasi yang diperlunak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "penuntutan" adalah proses peradilan yang dimulai dari penyidikan.
Ayat (1)
Huruf a
Ketentuan ini berhubungan dengan asas ne bis in idem.
Huruf b
Apabila seorang tersangka atau terdakwa meninggal dunia, tidak dapat dilakukan penuntutan terhadap perkara tersebut. Tidak dilakukannya penuntutan karena kesalahan seseorang tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Bagi Tindak Pidana ringan yang hanya diancam dengan pidana denda kategori I atau kategori II, dinilai cukup jika terhadap orang yang melakukan Tindak Pidana tersebut tidak dilakukan penuntutan, asal membayar denda maksimum yang diancamkan. Penuntut umum harus menerima keinginan terdakwa untuk memenuhi maksimum denda tersebut.
Huruf e
Bagi Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, jika penuntut umum menyetujui maka terdakwa dapat memenuhi maksimum denda untuk menggugurkan penuntutan.
Huruf f
Terhadap Tindak Pidana yang hanya dapat dituntut berdasarkan aduan maka apabila pengaduan ditarik kembali dianggap tidak ada pengaduan, asalkan dilakukan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 133
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini hanya berlaku untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana tambahan berupa perampasan Barang dan/atau tagihan.
Ayat (3)
Meskipun Tindak Pidana yang dilakukan terlebih dahulu sudah gugur hak penuntutannya berdasarkan Pasal 132 ayat (1) huruf e dan huruf f namun apabila terdakwa mengulangi perbuatannya, maka terhadap Tindak Pidana yang kedua dan selanjutnya tetap berlaku ketentuan pemberatan ancaman pidana bagi pengulangan Tindak Pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk itu.
Pasal 134
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum dengan mengedepankan asas ne bis in idem.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Ayat (1)
Ketentuan kedaluwarsa dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum terhadap status Tindak Pidana yang dilakukan. Hal ini dikarenakan dengan lewatnya jangka waktu tersebut pada umumnya sulit untuk menentukan alat-alat bukti.
Penentuan tenggang waktu kedaluwarsa disesuaikan dengan berat ringannya Tindak Pidana yang dilakukan. Bagi Tindak Pidana yang lebih berat, tenggang waktu kedaluwarsa lebih lama daripada tenggang waktu bagi Tindak Pidana yang lebih ringan.
Ayat (2)
Ketentuan pada ayat ini disesuaikan dengan prinsip dalam hukum pidana yang memperlakukan secara khusus bagi Anak. Oleh karena itu, tenggang waktu kedaluwarsa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Anak lebih singkat daripada Tindak Pidana yang dilakukan orang dewasa.
Pasal 137
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Sesuai dengan sifat Tindak Pidana yang ada keberlangsungan, maka selesainya Tindak Pidana yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pada waktu Korban yang dilarikan, diculik, atau dirampas kemerdekaannya, dilepaskan. Apabila Korban sampai dibunuh maka waktu gugurnya penuntutan, dihitung mulai hari berikutnya dari waktu matinya Korban.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Yang dimaksud dengan "sengketa hukum" adalah perbedaan pendapat mengenai persoalan hukum yang harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan lain sebelum perkara pokok diputuskan.
Pasal 140
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kedaluwarsa" adalah kedaluwarsa dalam melaksanakan putusan pengadilan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.
Pasal 176
Cukup jelas.
Pasal 177
Cukup jelas.
Pasal 178
Cukup jelas.
Pasal 179
Cukup jelas.
Pasal 180
Cukup jelas.
Pasal 181
Cukup jelas.
Pasal 182
Cukup jelas.
Pasal 183
Cukup jelas.
Pasal 184
Cukup jelas.
Pasal 185
Cukup jelas.
Pasal 186
Cukup jelas.
Pasal 187
Frasa "menurut Undang-Undang'' dalam ketentuan ini hanya terkait dengan Undang-Undang yang mengatur secara khusus Tindak Pidana yang menurut sifatnya adalah:
Untuk tujuan konsolidasi dalam suatu kodifikasi hukum, beberapa Tindak Pidana yang dianggap memiliki sifat seperti di atas dikelompokan dalam 1 (satu) Bab tersendiri yang dinamai Bab Tindak Pidana Khusus yang dirumuskan secara umum/Tindak Pidana pokok (core crime) yang berfungsi sebagai ketentuan penghubung (bridging articles) antara Undang-Undang ini dan Undang-Undang di luar Undang-Undang ini yang mengatur Tindak Pidana dalam Bab Tindak Pidana Khusus. Tindak Pidana tersebut adalah Tindak Pidana Hak Asasi Manusia yang Berat, Tindak Pidana Terorisme, Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Tindak Pidana Narkotika. Dengan adanya Bab Tindak Pidana Khusus tersebut tidak mengurangi adanya kewenangan lembaga pendukung penegakan hukum yang sudah ditentukan dalam Undang-Undang.
Pengecualian di atas juga berlaku bagi besaran pidana denda dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Tindak Pidana yang berpotensi menimbulkan kerugian yang besar bagi negara/masyarakat.
Pengaturan jenis Tindak Pidana baru yang belum diatur dalam Undang-Undang ini atau yang akan muncul di kemudian hari dapat dilakukan melalui perubahan terhadap Undang-Undang ini atau mengaturnya dalam Undang-Undang tersendiri karena kekhususannya atas dasar pasal ini.
Pasal 188
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "menyebarkan dan mengembangkan" adalah mengajak orang lain menganut paham komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila dan menjadikannya sebagai gerakan kelompok yang bertujuan menentang nilai Pancasila.
Yang dimaksud dengan "paham lain yang bertentangan dengan Pancasila" adalah paham ideologi politik yang termanifestasi dalam bentuk gerakan politik menentang Pancasila.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme leninisme untuk kepentingan ilmu pengetahuan" misalnya, mengajar, mempelajari, memikirkan, menguji, dan menelaah di lembaga pendidikan atau lembaga penelitian dan pengkajian tanpa bermaksud untuk menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme.
Pasal 189
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "bantuan", misalnya, uang, sarana, pelatihan, teknologi informasi, dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan "organisasi" adalah organisasi baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
Pasal 190
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kerusuhan" adalah suatu kondisi yang menimbulkan Kekerasan terhadap orang atau Barang yang dilakukan oleh sekelompok orang paling sedikit 3 (tiga) orang.
Pasal 191
Cukup jelas.
Pasal 192
Tindak Pidana yang dilakukan dengan maksud agar sebagian atau seluruh wilayah negara jatuh kepada kekuasaan asing, merupakan pengkhianatan ekstern (landverraad) karena melibatkan negara asing.
Tindak Pidana yang dilakukan dengan maksud untuk memisahkan sebagian wilayah negara merupakan pengkhianatan intern (hoogverrad), karena tidak melibatkan negara asing, walaupun secara berangsur-angsur dapat juga melibatkan kekuasaan asing.
Pasal 193
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "menggulingkan pemerintah" adalah meniadakan atau mengubah susunan pemerintah dengan cara yang tidak sah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tindak Pidana dalam ketentuan ini ada 2 (dua) hal yaitu meniadakan susunan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mengubah susunan pemerintah dengan cara yang tidak sah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Meniadakan susunan pemerintah berarti menghilangkan susunan pemerintah yang ada dan diganti dengan yang baru. Mengubah susunan pemerintah berarti tidak meniadakan susunan pemerintah yang lama, akan tetapi hanya mengubah saja.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 194
Ayat (1)
Ketentuan ini ditujukan kepada sekelompok masyarakat yang karena sesuatu hal mengangkat senjata melawan pemerintah.
Yang dimaksud dengan "senjata" adalah setiap jenis senjata, baik senjata modern maupun senjata tradisional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 195
Ayat (1)
Huruf a
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah perbuatan yang dilakukan di luar negeri yang bermaksud menggulingkan pemerintah.
Makna "menggulingkan pemerintah" lihat penjelasan Pasal 193.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "suatu Barang'' misalnya bahan peledak, amunisi, atau bahan lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan peledak.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 196
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "mempersiapkan" misalnya, mempersiapkan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 197
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pertahanan negara yang harus dirahasiakan agar jangan sampai jatuh ke tangan Musuh.
Yang dimaksud dengan "kepentingan pertahanan negara" adalah kepentingan dalam rangka menjaga kedaulatan negara dan keutuhan teritorial.
Pasal 198
Dalam ketentuan ini, yang menjadi subjek Tindak Pidana adalah Setiap Orang yang bertugas melakukan perundingan dengan negara asing atas nama Pemerintah Indonesia. Ini berarti yang bersangkutan mewakili Pemerintah Indonesia dan segala akibat dari perundingan tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini, orang tersebut dilarang bertindak merugikan pertahanan negara.
Pasal 199
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai bentuk pelindungan atas kedaulatan nasional, politik luar negeri yang bebas aktif, dan keutuhan teritorial.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 200
Huruf a
Yang dimaksud dengan "perbuatan yang membahayakan sikap kenetralan negara" misalnya, ikut dalam Perang, membantu dengan mengirimkan personel, pendanaan, Barang, atau senjata.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 201
Yang dimaksud dengan "tentara asing" adalah tentara resmi dari negara asing atau tentara yang akan memberontak terhadap negara asing tersebut.
Pasal 202
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga dan melindungi kerahasiaan negara, yakni informasi, benda, dan/atau aktivitas yang secara resmi ditetapkan untuk dirahasiakan.
Pasal 203
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "memperkuat", misalnya melakukan provokasi atau hasutan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 204
Cukup jelas.
Pasal 205
Cukup jelas.
Pasal 206
Cukup jelas.
Pasal 207
Cukup jelas.
Pasal 208
Cukup jelas.
Pasal 209
Yang dimaksud dengan "cara curang'', misalnya memperdayakan, menyamar, memakai nama palsu, atau memakai kedudukan palsu.
Pasal 210
Huruf a
Yang dimaksud dengan "instalasi negara" adalah instalasi yang penting, misalnya Istana Negara, kediaman resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden, gedung lembaga negara dan pemerintahan, dan gedung yang digunakan untuk tamu negara yang setingkat dengan Presiden.
Yang dimaksud dengan "instalasi militer'' adalah instalasi vital militer.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 211
Cukup jelas.
Pasal 212
Cukup jelas.
Pasal 213
Cukup jelas.
Pasal 214
Huruf a
Yang dimaksud dengan "perbuatan curang menyerahkan Barang keperluan tentara", misalnya, pemasok yang menyerahkan Barang yang jumlah, berat, atau keadaannya kurang atau tidak sesuai dengan yang telah diperjanjikan.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 216
Cukup jelas.
Pasal 217
Tindak Pidana penyerangan diri seseorang pada umumnya dapat merupakan berbagai Tindak Pidana, seperti penganiayaan atau melakukan Kekerasan. Karena Tindak Pidana dalam ketentuan pasal ini ditujukan kepada diri Presiden dan/atau Wakil Presiden maka jika ancaman pidana tidak termasuk dalam pidana yang lebih berat, maka berlaku ketentuan dalam pasal ini.
Pasal 218
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri" adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista atau memfitnah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dilakukan untuk kepentingan umum" adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pada dasarnya, kritik dalam pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Pasal 219
Cukup jelas.
Pasal 220
Cukup jelas.
Pasal 221
Yang dimaksud dengan "negara sahabat" adalah negara asing yang tidak bertikai dengan negara Indonesia atau negara asing yang mempunyai hubungan diplomatik dengan negara Indonesia atau negara asing yang mengadakan perjanjian dengan Indonesia.
Pasal 222
Cukup jelas.
Pasal 223
Cukup jelas.
Pasal 224
Dalam ketentuan ini, untuk dapat dipidana, pelaku Tindak Pidana harus mengetahui bahwa Korban adalah kepala negara sahabat.
Pasal 225
Yang dimaksud dengan "menyerang diri'' misalnya, menampar atau melempar sepatu.
Pasal 226
Lihat penjelasan Pasal 218 ayat (1).
Pasal 227
Yang dimaksud dengan "wakil dari negara sahabat", antara lain, menteri atau yang setingkat dengan menteri atau pejabat yang ditunjuk yang mewakili negaranya.
Pasal 228
Cukup jelas.
Pasal 229
Cukup jelas.
Pasal 230
Cukup jelas.
Pasal 231
Yang dimaksud dengan "menodai" adalah perbuatan dalam bentuk apa pun yang dilakukan dengan maksud untuk menghina.
Pasal 232
Yang dimaksud dengan "Kekerasan atau Ancaman Kekerasan" tidak hanya mengancam terhadap orang, tetapi juga terhadap Barang, misalnya, dengan cara membakar gedung tempat rapat.
Pasal 233
Yang dimaksud dengan "merintangi" adalah mencegah untuk menghadiri rapat.
Pasal 234
Cukup jelas.
Pasal 235
Cukup jelas.
Pasal 236
Yang dimaksud dengan "menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara" adalah perbuatan dalam bentuk mencoret, menulisi, menggambar atau menggambari, membuat rusak terhadap Lambang Negara, termasuk menggunakannya tidak sesuai dengan bentuk, ukuran, warna, dan perbandingan ukuran, yang dilakukan dengan sengaja atau dengan maksud menghina atau merendahkan kehormatan.
Pasal 237
Cukup jelas.
Pasal 238
Cukup jelas.
Pasal 239
Cukup jelas.
Pasal 240
Yang dimaksud dengan "menghina" adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah.
Menghina berbeda dengan kritik yang merupakan hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara.
Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan pemerintah atau lembaga negara.
Pada dasarnya, kritik dalam ketentuan ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Ayat (1)
Indonesia yang memegang kekuasaan "pemerintahan" negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Yang dimaksud dengan "lembaga negara" adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi.
Ayat (2)
Lihat Penjelasan Pasal 190 ayat (2).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 241
Cukup jelas.
Pasal 242
Cukup jelas.
Pasal 243
Cukup jelas.
Pasal 244
Yang dimaksud dengan "pembedaan" misalnya, pimpinan suatu perusahaan yang melakukan pembedaan terhadap gaji atau upah pegawainya berdasarkan pada suku tertentu.
Yang dimaksud dengan "pengecualian", misalnya, pengecualian seseorang dari ras atau etnis tertentu untuk menjadi pegawai atau karyawan tertentu.
Yang dimaksud dengan "pembatasan", misalnya, pembatasan seseorang dari ras atau etnis tertentu untuk memasuki lembaga pendidikan atau untuk menduduki suatu jabatan publik hanya seseorang dari ras atau etnis tertentu.
Yang dimaksud dengan "pemilihan", misalnya, pemilihan untuk jabatan tertentu berdasarkan pada ras atau etnis tertentu.
Pasal 245
Cukup jelas.
Pasal 246
Yang dimaksud dengan "menghasut" adalah mendorong, mengajak, membangkitkan, atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Menghasut dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan, dan harus dilakukan Di Muka Umum, artinya di tempat yang didatangi publik atau di tempat yang khalayak ramai dapat mengetahui.
Pasal 247
Yang dimaksud dengan "menyiarkan" termasuk perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan dokumen elektronik dalam sistem elektronik.
Pasal 248
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur mengenai penggerakan yang gagal. Menurut pasal ini, orang yang menggerakkan sudah dapat dipidana, walaupun orang yang digerakkan itu belum melakukan Tindak Pidana atau percobaan yang dapat dipidana. Penggerakan ini harus menggunakan sarana yang ditentukan dalam Pasal 20 huruf d. Penggerak tidak dapat dipidana apabila tidak jadinya orang yang digerakkan melakukan Tindak Pidana atau percobaan yang dapat dipidana itu karena suatu hal yang terletak pada kemauan penggerak sendiri, misalnya penggerak menarik kembali anjurannya, menghalang-halangi, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 249
Yang dimaksud dengan "menawarkan" misalnya, orang yang memberikan jasa berupa informasi dengan meminta imbalan.
Pasal 250
Cukup jelas.
Pasal 251
Cukup jelas.
Pasal 252
ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 253
Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan ini, Tindak Pidana itu harus jadi dilakukan atau benar-benar terjadi. Jika tidak terjadi maka tidak dapat dipidana.
Pasal 254
Cukup jelas.
Pasal 255
Cukup jelas.
Pasal 256
Yang dimaksud dengan "terganggunya kepentingan umum" adalah tidak berfungsinya atau tidak dapat diaksesnya pelayanan publik akibat kerusakan yang timbul dari adanya pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi.
Pasal 257
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "memaksa Masuk'' adalah Masuk dengan melawan kehendak yang dinyatakan oleh orang yang berhak. Orang yang berhak adalah orang yang mempunyai kekuasaan untuk menghalang halangi atau melarang untuk Masuk atau berada di tempat tersebut.
Yang dimaksud dengan "rumah" termasuk juga perahu atau kendaraan yang dijadikan tempat tinggal.
Yang dimaksud dengan "ruangan tertutup" adalah ruangan yang hanya boleh dimasuki oleh orang tertentu dan bukan untuk umum.
Yang dimaksud dengan "pekarangan tertutup" adalah pekarangan yang nyata-nyata ada batasnya seperti pagar di sekeliling pekarangan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 258
Ayat (1)
Ketentuan ini bertujuan melindungi kepentingan pembicara terhadap orang yang secara melawan hukum mendengar atau merekam pembicaraan yang dilakukan. Dicantumkannya unsur melawan hukum dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari perbuatan yang sepatutnya tidak dihukum, terkena ketentuan dalam pasal ini, misalnya, jika:
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini termasuk yang dikecualikan adalah mendengarkan atau merekam pembicaraan yang dilakukan untuk keperluan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 259
Cukup jelas.
Pasal 260
ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kantor pemerintah yang melayani kepentingan umum" antara lain, kantor polisi, kantor kejaksaan, kantor pengadilan, kantor pajak, kantor pas, rumah sakit pemerintah, kantor Gubernur/Bupati/Walikota, dan kantor kelurahan.
Yang dimaksud dengan "Pejabat yang berwenang'' adalah Pejabat yang diberi kekuasaan atas seluruh kantor atau pegawai yang semata-mata diberi tugas untuk menjaga ketertiban dalam kantor tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 261
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "menggabungkan diri" tidak berarti harus secara aktif telah melakukan suatu perbuatan yang dilarang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hanya menjadi anggota organisasi yang dimaksud dalam ketentuan ini sudah diancam dengan pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 262
Cukup jelas.
Pasal 263
Cukup jelas.
Pasal 264
Cukup jelas.
Pasal 265
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tanda-tanda bahaya palsu" misalnya, orang berteriak ada kebakaran padahal tidak terjadi kebakaran atau memukul kentongan tanda ada pembunuhan atau pencurian padahal tidak terjadi pembunuhan atau pencurian.
Pasal 266
Cukup jelas.
Pasal 267
Cukup jelas.
Pasal 268
Upacara pemakaman jenazah meliputi upacara yang dilakukan pada waktu jenazah masih di rumah duka, dalam perjalanan ke pemakaman, maupun di tempat pemakaman.
Yang dimaksud dengan "pemakaman" termasuk serangkaian upacara adat atau keagamaan.
Pasal 269
Yang dimaksud dengan "menodai" misalnya, menggunakan makam sebagai tempat melakukan perbuatan asusila atau membuang kotoran.
Yang dimaksud dengan "makam" adalah liang atau ruang tempat jenazah dengan atau tanpa peti jenazah dikubur, termasuk pula tanah penutupnya dan segala tanda-tanda di atasnya berupa apa saja.
Yang dimaksud dengan "tanda-tanda yang ada di atas makam" misalnya, kijing (nisan), salib, atau tumpukan batu yang disusun di atas liang.
Pasal 270
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi jenazah dan Barang yang ada bersama jenazah yang berada dalam makam.
Yang dimaksud dengan "jenazah" adalah orang yang sudah mati dan sudah dikubur, baik masih utuh maupun tidak tetapi sebagian besar bagian dari organ tubuhnya masih lengkap.
Pasal 271
Cukup jelas.
Pasal 272
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "gelar akademik" adalah gelar yang diberikan oleh perguruan tinggi melalui jenjang pendidikan formal.
Yang dimaksud dengan "profesi" misalnya, dokter, apoteker, atau notaris.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 273
Cukup jelas.
Pasal 274
Cukup jelas.
Pasal 275
Cukup jelas.
Pasal 276
Yang dimaksud dengan "tanpa izin" adalah tanpa izin dari Pejabat yang berwenang, misalnya Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan, atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 277
Yang dimaksud dengan "berkendaraan", misalnya, menggunakan sepeda, sepeda motor, atau sarana angkutan lainnya.
Pasal 278
Ayat (1)
Tindak Pidana yang diatur pada ketentuan ini dilakukan sebelum proses pemeriksaan di persidangan berlangsung.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 279
Cukup jelas.
Pasal 280
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk proses peradilan" adalah melakukan hal-hal untuk menentang perintah tersebut dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hukum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "bersikap tidak hormat" adalah bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan martabat aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan, atau tidak menaati tata tertib pengadilan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "menyerang integritas" termasuk menuduh hakim bersikap memihak atau tidak jujur.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "memublikasikan proses persidangan secara langsung'' yaitu live streaming.
Tidak mengurangi kebebasan jurnalis atau wartawan untuk menulis berita dan mempublikasikannya setelah sidang pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 281
Cukup jelas.
Pasal 282
Cukup jelas.
Pasal 283
Yang dimaksud dengan "pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan" adalah pemeriksaan yang dilakukan seorang ahli guna mengetahui sebab kematian untuk kepentingan pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini tidak berlaku jika kepercayaan dan keyakinannya melarang untuk dilakukan pemeriksaan jenazah.
Pasal 284
Yang dimaksud dengan "Pejabat yang berwenang'' adalah penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara yang bersangkutan.
Pasal 285
Yang dimaksud dengan "saksi, ahli, atau juru bahasa" adalah sesuai dengan ketentuan dalam hukum acara yang berlaku.
Pasal 286
Cukup jelas.
Pasal 287
Dalam ketentuan ini, tidak memenuhi perintah Pejabat yang berwenang untuk menyerahkan Surat yang dianggap palsu atau dipalsukan, sedangkan Surat tersebut diperlukan dalam proses peradilan untuk alat pembuktian, baik perkara pidana maupun perkara perdata, dianggap sebagai perbuatan yang mengganggu penyelenggaraan peradilan.
Pasal 288
Cukup jelas.
Pasal 289
Ayat (1)
Huruf a
Semua perbuatan melawan hukum terhadap Barang yang disita sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan harus dianggap sebagai usaha menggagalkan pencarian keadilan.
Yang dimaksud dengan "menarik Barang'' termasuk juga perbuatan menjual, menggunakan, memindahtangankan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 290
Cukup jelas.
Pasal 291
Cukup jelas.
Pasal 292
Yang dimaksud dengan "pelapor'' adalah orang yang memberikan laporan, informasi, atau keterangan kepada penegak hukum mengenai Tindak Pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi.
Pasal 293
Cukup jelas.
Pasal 294
Yang dimaksud dengan "saksi" adalah saksi dalam semua lingkungan peradilan dan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 295
Cukup jelas.
Pasal 296
Cukup jelas.
Pasal 297
Yang dimaksud dengan "kehilangan pekerjaan" termasuk diberhentikan atau demosi.
Pasal 298
Cukup jelas.
Pasal 299
Cukup jelas.
Pasal 300
Setiap perbuatan atau pernyataan tertulis maupun lisan yang dilakukan secara objektif, terbatas untuk kalangan sendiri, atau bersifat ilmiah mengenai sesuatu agama atau kepercayaan yang disertai dengan usaha untuk menghindari adanya kata atau susunan kalimat yang bersifat permusuhan, pernyataan kebencian atau permusuhan, atau hasutan untuk melakukan permusuhan, Kekerasan, diskriminasi atau penodaan bukan merupakan Tindak Pidana menurut pasal ini.
Pasal 301
Cukup jelas.
Pasal 302
Ayat (1)
Ketentuan ini bukan merupakan pembatasan bagi seseorang untuk berpindah agama atau kepercayaan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 303
ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pertemuan keagamaan" adalah kegiatan yang berhubungan dengan agama atau kepercayaan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "upacara keagamaan" adalah upacara yang berhubungan dengan agama atau kepercayaan.
Pasal 304
Seseorang atau umat yang sedang menjalankan atau memimpin ibadah atau seorang petugas agama atau kepercayaan yang sedang melakukan tugasnya harus dihormati. Karena itu, perbuatan mengejek atau mengolok-olok hal tersebut patut dipidana karena melanggar asas hidup bermasyarakat yang menghormati kebebasan memeluk agama atau kepercayaan dan kebebasan dalam menjalankan ibadah, di samping dapat menimbulkan benturan dalam dan di antara kelompok masyarakat.
Pasal 305
Dalam ketentuan ini, merusak atau membakar bangunan tempat beribadah atau benda yang dipakai untuk beribadah merupakan perbuatan yang tercela, karena sangat menyakiti hati umat yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelaku patut dipidana. Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini, perbuatan tersebut harus dilakukan dengan melawan hukum. Perusakan dan pembakaran harus dilakukan dengan melawan hukum.
Pasal 306
Cukup jelas.
Pasal 307
Cukup jelas.
Pasal 308
Cukup jelas.
Pasal 309
Cukup jelas.
Pasal 310
Yang dimaksud dengan "bangunan untuk menahan air'' misalnya, bendungan atau pintu air.
Yang dimaksud dengan "bangunan untuk menyalurkan air'' misalnya, selokan, saluran, atau kanal yang berfungsi menyalurkan air.
Pasal 311
Cukup jelas.
Pasal 312
Cukup jelas.
Pasal 313
Cukup jelas.
Pasal 314
Membakar benda tidak bergerak, meskipun milik sendiri, seperti rumah atau Kapal dalam ukuran tertentu yang menurut Undang-Undang termasuk benda tidak bergerak, harus selalu dengan izin Pejabat yang berwenang. Tujuannya untuk mencegah timbulnya kebakaran yang dapat merugikan, baik lingkungannya maupun fungsi sosial yang dipunyai oleh benda tersebut.
Pasal 315
Cukup jelas.
Pasal 316
Dalam keadaan mabuk seseorang tidak dapat sepenuhnya dapat menguasai atau mengontrol dirinya. Oleh karena itu, dalam keadaan yang sedemikian seseorang dilarang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini.
Pasal 317
Cukup jelas.
Pasal 318
Yang dimaksud dengan "penggalak'' adalah mesiu pada persumbuan senjata api untuk meledakkan peluru.
Pasal 320
Cukup jelas.
Pasal 321
Cukup jelas.
Pasal 322
Cukup jelas.
Pasal 323
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bahaya" adalah bahaya bagi lalu lintas umum kereta api. Oleh karena itu, kereta api yang khusus untuk mengangkut tebu ke pabrik kepunyaan suatu perusahaan perkebunan tidak termasuk dalam ketentuan pasal ini. Perbuatan yang dinilai membahayakan bagi lalu lintas umum kereta api dapat berupa memasang rintangan atau melepaskan paku-paku pada bantalan rel sehingga membahayakan bagi kereta yang melewatinya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 324
Cukup jelas.
Pasal 325
Yang dimaksud dengan "rambu yang dipasang untuk keselamatan pelayaran" misalnya, mercusuar, lentera laut, atau pelampung.
Pasal 326
Cukup jelas.
Pasal 327
Cukup jelas.
Pasal 328
Cukup jelas.
Pasal 329
Cukup jelas.
Pasal 330
Cukup jelas.
Pasal 331
Yang dimaksud dengan "kenakalan" misalnya, mencoret-coret tembok di jalan umum.
Pasal 332
Yang dimaksud dengan "sistem elektronik" adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
Pasal 333
Cukup jelas.
Pasal 334
Cukup jelas.
Pasal 335
Cukup jelas.
Pasal 336
Huruf a
Yang dimaksud dengan "mengusik hewan" adalah membuat hewan bereaksi panik sehingga menyebabkan hewan tersebut agresif, menimbulkan kegelisahan, ketakutan pada hewan yang dapat membahayakan manusia, hewan, dan Barang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 337
Cukup jelas.
Pasal 338
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk memidana perbuatan yang dilakukan untuk kegiatan budaya/adat istiadat, keagamaan, atau kepercayaan.
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kemampuan kodrat" adalah kemampuan hewan yang alamiah.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tujuan yang tidak patut" antara lain, selain untuk konsumsi, ilmu pengetahuan, penelitian, dan medis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 339
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya bahaya maupun gangguan lainnya bagi lalu lintas umum.
Pasal 340
Cukup jelas.
Pasal 341
Yang dimaksud dengan "anak" adalah anak yang belum berumur 7 (tujuh) tahun.
Pasal 342
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bahan" tidak saja bahan makanan, tetapi juga meliputi kosmetika, pembersih rumah tangga, dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 343
Cukup jelas.
Pasal 344
Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah beredarnya makanan atau minuman yang dapat merusak kesehatan.
Pasal 345
Cukup jelas.
Pasal 346
Cukup jelas.
Pasal 347
Yang dimaksud dengan "memaksa" adalah melakukan tekanan terhadap seseorang agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang sebetulnya perbuatan itu tidak akan dilakukan kalau tidak ada tekanan.
Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan dalam jabatan" adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sedang bertugas sesuai dengan tugas jabatan yang dilimpahkan kepadanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 348
Perlawanan yang dimaksud dalam ketentuan ini dilakukan tidak saja terhadap pegawai negeri yang sedang menjalankan tugas yang sah, melainkan juga terhadap orang yang membantu, meskipun bukan pegawai negen.
Pasal 349
Cukup jelas.
Pasal 350
Cukup jelas.
Pasal 351
Yang dimaksud dengan "keramaian" misalnya unjuk rasa atau demonstrasi.
Pasal 352
Cukup jelas.
Pasal 353
Yang dimaksud dengan "mencegah" adalah berusaha agar Pejabat yang berwenang yang bersangkutan tidak sempat bertindak.
Yang dimaksud dengan "menghalang-halangi" adalah apabila Pejabat yang berwenang tersebut sudah bertindak dan dicegah untuk melakukan tindakannya.
Yang dimaksud dengan "menggagalkan" adalah meniadakan hasil tindakan yang telah dilakukan Pejabat yang berwenang yang bersangkutan.
Pasal 354
Cukup jelas.
Pasal 355
Cukup jelas.
Pasal 356
Tindak Pidana dalam ketentuan ini adalah melalaikan kewajiban Setiap Orang membantu tercapainya keadilan, khususnya yang berkaitan dengan pengampuan dan perwalian.
Pasal 357
Cukup jelas.
Pasal 358
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kewajiban Setiap Orang untuk membantu Pejabat yang berwenang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti adanya bahaya bagi keamanan umum atau pada waktu seseorang tertangkap tangan melakukan Tindak Pidana, dan sebagainya. Karena itu, perbuatan tidak membantu padahal perbuatan itu tidak akan membahayakan dirinya patut dicela.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 359
Cukup jelas.
Pasal 360
Yang dimaksud dengan "maklumat" adalah pengumuman yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.
Pasal 361
Ketentuan ini merupakan Tindak Pidana yang dikenal sebagai pelaporan atau pengaduan palsu. Yang dilaporkan atau diadukan adalah terjadinya Tindak Pidana, bukan perbuatan yang tidak merupakan Tindak Pidana.
Pasal 362
Dalam ketentuan ini perbuatan jabatan atau mengenakan tanda kepangkatan adalah perbuatan jabatan atau tanda kepangkatan baik sipil maupun militer.
Pasal 363
Yang dimaksud "tanda kebesaran" adalah yang berhubungan dengan pangkat atau jabatan dalam kekuasaan umum, baik sipil maupun militer.
Pasal 364
Cukup jelas.
Pasal 365
Cukup jelas.
Pasal 366
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi penyelenggaraan kegiatan pos yang mendapatkan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan "Surat" misalnya kartu pos, warkat pos, Surat cetakan, atau telegram.
Pasal 367
Cukup jelas.
Pasal 368
Cukup jelas.
Pasal 369
Cukup jelas.
Pasal 370
Dalam ketentuan ini, mengangkut Ternak dari satu tempat ke tempat yang lain, yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diwajibkan menggunakan Surat jalan yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah diangkutnya Ternak curian, Ternak yang sakit, atau mencegah timbulnya penyakit pada Ternak lain atau pada manusia yang mengonsumsi daging Ternak tersebut.
Pasal 371
Cukup jelas.
Pasal 372
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "petikan dari Surat resmi negara" termasuk menyalin, mengutip isi Surat sebagian atau keseluruhan.
Yang dimaksud dengan "membuat salinan" termasuk memfotokopi dan sebagainya sesuai dengan kemajuan teknologi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 373
Ayat (1)
Ketidakbenaran dari keterangan palsu yang dimaksud dalam ketentuan ini harus diketahui oleh orang yang memberi keterangan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 374
Dalam ketentuan ini, uang yang dipalsu atau ditiru tidak hanya mata uang atau uang kertas Indonesia, tetapi juga uang negara asing. Hal ini didasarkan Konvensi Internasional mengenai uang palsu tahun 1929 yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Pemberantasan Uang Palsu beserta Protokolnya (International Convention for The Suppression of Counterfeiting Currency and Protocol, Geneve 1929).
Pasal 375
Cukup jelas.
Pasal 376
Yang dimaksud dengan "mengurangi nilai mata uang'' misalnya, dengan mengikir mata uang emas atau mata uang perak.
Pasal 377
Huruf a
Dalam ketentuan ini, orang yang mengedarkan uang palsu dengan tidak mengetahui tentang kepalsuannya tidak dapat dipidana.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 378
Orang yang dikenakan ketentuan ini adalah orang yang mengetahui bahwa uang tersebut palsu atau dipalsukan baik pada saat menerima uang tersebut atau pun beberapa saat setelah itu, dan kemudian tetap mengedarkannya.
Pasal 379
Yang dipidana bukan hanya orang yang meniru, memalsu, atau mengurangi nilai mata uang, akan tetapi juga orang yang melakukan perbuatan membuat atau menyediakan bahan atau benda, yang diketahuinya bahwa bahan atau benda tersebut akan digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi nilai uang yang resmi.
Pasal 380
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah diedarkannya di Indonesia Barang yang menyerupai mata uang. Menyimpan atau memasukkan benda semacam itu ke Indonesia hanya diperbolehkan apabila ada izin dan jika dipergunakan untuk perhiasan, misalnya dalam bentuk kalung atau gelang atau sebagai tanda kenang-kenangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 381
Cukup jelas.
Pasal 382
Yang dimaksud dengan "meterai" adalah perangko, meterai tempel, meterai pajak televisi, dan jenis meterai lainnya.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia agar tidak ditiru atau dipalsu. Terjadinya peniruan atau pemalsuan akan menyebabkan berkurangnya kepercayaan terhadap meterai Indonesia dan mengurangi pendapatan negara dari pengeluaran meterai.
Pasal 383
Cukup jelas.
Pasal 384
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin keabsahan atau keaslian dari cap negara atau tanda keahlian dari pelaku Tindak Pidananya yang diperintahkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibubuhkan kepada Barang emas atau perak tertentu. Dengan demikian, ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi Barang tersebut dari usaha pemalsuan yang akan merugikan konsumen.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 385
Cukup jelas.
Pasal 386
Ayat (1)
Untuk menjamin keabsahan dan ketepatan ukuran, takaran, atau timbangan yang dipergunakan dalam perdagangan, terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan Barang yang digunakan untuk mengukur, menakar dan menimbang (termasuk kelengkapannya) ditera oleh Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewajiban tera ini untuk mencegah terjadinya praktik perdagangan yang tidak sehat yang akan merugikan konsumen. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pemalsuan atas tera tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 387
Ayat (1)
Penghilangan tanda pada Barang yang ditera dilakukan oleh kantor metrologi dan dengan penghilangan tanda pada Barang yang ditera tersebut, tidak dapat dipakai lagi oleh pemiliknya.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "tanda batal" adalah tanda yang diberikan kepada Barang yang tidak atau tidak lagi memenuhi syarat untuk dipakai.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 388
Cukup jelas.
Pasal 389
Cukup jelas.
Pasal 390
Cukup jelas.
Pasal 391
Yang dimaksud dengan "Surat'' adalah semua gambaran dalam pikiran yang diwujudkan dalam perkataan yaitu yang dituangkan dalam tulisan baik tulisan tangan maupun melalui mesin, termasuk juga antara lain salinan, hasil fotokopi, faksimile atas Surat tersebut. Surat yang dipalsu harus dapat:
Pasal 392
Surat dalam ketentuan ini sifatnya lebih penting daripada Surat pada umumnya, oleh karena itu ancaman pidananya lebih berat daripada ancaman pidana pada perbuatan yang diatur dalam Pasal 389.
Pasal 393
Cukup jelas.
Pasal 394
Cukup jelas.
Pasal 395
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Surat keterangan tentang keadaan kesehatan" termasuk kesehatan fisik dan kesehatan jiwa.
Yang dimaksud dengan "Surat keterangan tentang kematian" termasuk keterangan kematian seseorang atau sebab kematian (visum et repertum).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 396
Cukup jelas.
Pasal 397
Cukup jelas.
Pasal 398
Perbuatan yang dilarang dalam ketentuan ini melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian.
Pasal 399
Cukup jelas.
Pasal 400
Cukup jelas.
Pasal 401
Yang dimaksud dengan "menggelapkan asal-usul orang'' adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga asal-usul seseorang menjadi tidak jelas, misalnya, menukar Anak, memungut Anak dikatakan Anaknya sendiri, atau menyembunyikan identitas kelahiran Anak.
Pasal 402
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan.
Yang dimaksud dengan "perkawinan yang ada menjadi penghalang yang sah" adalah perkawinan yang dapat digunakan sebagai alasan untuk mencegah atau membatalkan perkawinan berikutnya yang dilakukan oleh salah satu pihak yang terikat oleh perkawinan tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perkawinan.
Pasal 403
Yang dimaksud dengan "penghalang yang sah" adalah persyaratan perkawinan yang harus dipenuhi untuk dilangsungkannya suatu perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perkawinan.
Pasal 404
Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah Undang-Undang mengenai perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pencatatan kelahiran dan kematian.
Pasal 405
Cukup jelas.
Pasal 406
Huruf a
Yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 407
Penafsiran pengertian Pomografi disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu (contemporary community standard).
Membuat Pomografi dalam ketentuan ini tidak termasuk untuk diri sendiri atau kepentingan sendiri.
Pasal 408
Yang dimaksud dengan "secara terang-terangan" adalah secara langsung melakukan perbuatan tersebut kepada Anak.
Pasal 409
Yang dimaksud dengan "alat untuk menggugurkan kandungan" adalah setiap benda yang menurut sifat penggunaannya dapat menggugurkan kandungan.
Pasal 410
Cukup jelas.
Pasal 411
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bukan suami atau istrinya" adalah:
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "anaknya" dalam ketentuan ini adalah anak kandung yang sudah berumur 16 (enam belas) tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 412
Ketentuan mengenai hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dikenal dengan istilah kohabitasi.
Ketentuan ini sekaligus mengesampingkan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang mengatur mengenai hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan, sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus atau istimewa.
ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 411 ayat (2).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 413
Yang dimaksud dengan "keluarga batih" terdiri atas ayah, ibu, dan anak kandung.
Pasal 414
Cukup jelas.
Pasal 415
Yang dimaksud dengan "perbuatan cabul" adalah kontak seksual yang berkaitan dengan nafsu birahi, kecuali perkosaan.
Pasal 416
Cukup jelas.
Pasal 417
Tindak Pidana dalam ketentuan ini adalah perbuatan menggerakkan seseorang yang belum dewasa, belum kawin, dan berkelakuan baik untuk melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan dengannya atau membiarkan terhadap dirinya dilakukan perbuatan cabul. Cara untuk menggerakkan seseorang tersebut adalah dengan memberi hadiah atau berjanji akan memberikan hadiah, dan dengan cara tersebut pelaku Tindak Pidana menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau menyesatkan orang tersebut.
Pasal 418
Ayat (1)
Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini dikenal dengan inses.
Ayat (2)
Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini pada dasarnya sama dengan perbuatan cabul atau persetubuhan yang diatur dalam pasal terdahulu. Namun perbuatan cabul atau persetubuhan yang diatur dalam ketentuan ini dilakukan terhadap orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dengan pelaku Tindak Pidana.
Pasal 419
Cukup jelas.
Pasal 420
Cukup jelas.
Pasal 421
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberantas tempat pelacuran.
Pasal 422
Termasuk Tindak Pidana ini adalah mengirimkan laki-laki atau perempuan yang belum dewasa itu ke daerah lain atau ke luar negeri guna melakukan pelacuran atau perbuatan lain yang melanggar kesusilaan.
Pasal 423
Cukup jelas.
Pasal 424
Cukup jelas.
Pasal 425
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "anak yang ada di bawah kekuasaannya yang sah" adalah anak kandung, anak tiri, anak angkat, atau anak yang berada di bawah pengawasannya, atau anak yang dipercayakan untuk diasuh, dididik, atau dijaga dan belum berumur 12 (dua belas) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 426
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "izin" adalah izin yang ditetapkan oleh pemerintah dengan memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 427
Cukup jelas.
Pasal 428
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, hakim perlu meneliti tiap kejadian, apakah hubungan antara terdakwa dan orang yang berada dalam keadaan terlantar memang dikuasai oleh hukum atau perjanjian yang mewajibkan terdakwa memberi nafkah, merawat, atau memelihara orang yang terlantar tersebut.
Ayat (2)
Termasuk dalam Pejabat adalah orang yang diserahi kewajiban untuk merawat atau memelihara orang terlantar dalam suatu organisasi kemasyarakatan yang pendanaannya bersumber dari masyarakat atau bantuan pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 429
Cukup jelas.
Pasal 430
Ketentuan ini memuat peringanan ancaman pidana yang didasarkan pada pertimbangan bahwa rasa takut seorang ibu yang melahirkan diketahui orang lain sudah dianggap suatu penderitaan.
Pasal 431
Cukup jelas.
Pasal 432
Ketentuan ini menunjukkan adanya kewajiban Setiap Orang menyelamatkan jiwa orang lain dari bahaya maut, sepanjang pertolongan itu tidak membahayakan dirinya atau orang lain.
Pasal 433
Ayat (1)
Sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara menuduh, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan gambar, yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga merugikan orang tersebut. Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu Tindak Pidana. Tindak Pidana menurut ketentuan dalam pasal ini objeknya adalah orang perseorangan. Penistaan terhadap lembaga pemerintah atau sekelompok orang tidak termasuk ketentuan pasal ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut ditiadakan karena adanya alasan pemaaf yaitu jika perbuatan tersebut dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
Pasal 434
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam hal pelaku Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini diberi kesempatan oleh hakim untuk membuktikan kebenaran dari apa yang dituduhkan, tetapi ia tidak dapat membuktikan bahwa yang dituduhkan itu benar, pelaku Tindak Pidana dipidana sebagai pemfitnahan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembuktian kebenaran tuduhan hanya dibolehkan apabila hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran bahwa terdakwa melakukan perbuatan itu untuk kepentingan umum, atau karena terpaksa membela diri. Pembuktian kebenaran tuduhan juga diperbolehkan apabila yang dituduh adalah seorang pegawai negeri dan yang dituduhkan berkenaan dengan menjalankan tugasnya.
Pasal 435
Ayat (1)
Jika orang yang dihina, yaitu yang dituduh telah melakukan sesuatu perbuatan dan karenanya terserang kehormatan atau nama baiknya, dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap ternyata memang bersalah atas hal yang dituduhkan, terhadap penuduh tidak boleh dilakukan pemidanaan karena fitnah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 436
Ketentuan ini mengatur mengenai penghinaan yang dilakukan dengan mengeluarkan perkataan yang tidak senonoh terhadap orang lain. Penghinaan tersebut dilakukan Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan, atau di muka orang yang dihina itu sendiri baik secara lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan kepadanya.
Pasal 437
Harus dibuktikan bahwa pelaku mengetahui bahwa pengaduan tersebut tidak benar dan sifatnya menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Pengaduan atau pemberitahuan dilakukan secara tertulis atau menyuruh orang lain untuk menuliskan dan tidak diharuskan ada tanda tangan pengadu. Dengan demikian, pengaduan atau pemberitahuan palsu dengan Surat anonim (blackmail) dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini.
Pasal 438
Tindak Pidana dalam ketentuan ini terjadi jika seseorang dengan suatu perbuatan menimbulkan persangkaan bahwa orang lain melakukan Tindak Pidana, sedangkan persangkaan tersebut tidak benar, misalnya, A meletakkan jam tangan milik C di dalam laci B dengan maksud agar B dituduh mencuri jam tangan milik C.
Pasal 439
Tindak Pidana ini merupakan Tindak Pidana aduan dan pengaduannya hanya dapat diajukan oleh suami atau istrinya, atau oleh salah seorang keluarga sedarah maupun semenda dalam garis lurus atau menyamping sampai derajat kedua dari orang yang telah mati tersebut.
Pasal 440
Cukup jelas.
Pasal 441
Cukup jelas.
Pasal 442
Cukup jelas.
Pasal 443
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "rahasia" adalah segala sesuatu yang hanya boleh diketahui oleh orang yang berkepentingan sedangkan orang lain tidak boleh mengetahuinya. Untuk mengetahui bahwa siapa yang diwajibkan menyimpan rahasia harus diteliti peristiwa demi peristiwa sesuai dengan ketentuan hukum atau kebiasaan yang berlaku di lingkungan di mana terdapat kewajiban semacam itu, misalnya, kewajiban arsiparis untuk menyimpan rahasia berkas yang sifatnya rahasia dan kewajiban dokter untuk merahasiakan pasien yang ditangani. Tindak Pidana ini menjadi Tindak Pidana aduan jika dilakukan terhadap orang tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 444
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan tidak sehat dalam dunia usaha.
Pasal 445
Cukup jelas.
Pasal 446
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, merampas kemerdekaan dilakukan baik dalam bentuk fisik maupun psikis.
Yang dimaksud dengan "secara melawan hukum" adalah perbuatan merampas kebebasan seseorang bukan dalam rangka menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Misalnya, seorang polisi yang menangkap dan menahan seseorang dalam hal kedapatan tertangkap tangan melakukan Tindak Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 447
Cukup jelas.
Pasal 448
Cukup jelas.
Pasal 449
Ayat (1)
Tindak Pidana dalam ketentuan ini diklasifikasikan sebagai Tindak Pidana pemerasan yang menyangkut perampasan kemerdekaan. Pemerasan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melalui berbagai bentuk ancaman.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 450
Penculikan merupakan salah satu bentuk Tindak Pidana menghilangkan kemerdekaan seseorang. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, perampasan kemerdekaan dalam penculikan tidak dimaksudkan untuk memperdagangkan orang, tetapi secara melawan hukum untuk menempatkan orang tersebut di bawah kekuasaannya atau menyebabkan orang tersebut tidak berdaya.
Pasal 451
Penyanderaan merupakan salah satu bentuk Tindak Pidana menghilangkan kemerdekaan seseorang. Berbeda dengan penculikan, penyanderaan dilakukan agar orang yang disandera tetap berada di tempat kediamannya atau di tempat lain dan dilakukan dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan.
Pasal 452
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan pelindungan terhadap Anak yang telah mendapatkan pelindungan hukum. Misalnya, Anak yang ditempatkan di panti asuhan, apabila mereka dilarikan, maka pelaku Tindak Pidana dapat dipidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 453
Ayat (1)
Ketentuan ini berkaitan dengan Anak yang ditarik dari kekuasaan atau pengawasan yang sah, kemudian disembunyikan atau disembunyikan dari kepentingan penyidikan Pejabat yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 454
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengertian "membawa pergi perempuan" atau "melarikan perempuan" dalam ketentuan ini berbeda dengan "penculikan" dalam Pasal 450 dan "penyanderaan" dalam Pasal 451.
Tindakan membawa pergi perempuan umumnya terjadi antara laki-laki (yang melarikan) dan perempuan (yang dilarikan) berkaitan dengan hubungan cinta, dan karena itu perbuatan tersebut dilakukan atas persetujuan pihak perempuan.
Unsur Tindak Pidana pada ayat ini dikaitkan dengan umur yang belum dewasa dari perempuan yang dibawa pergi. Di samping unsur di bawah umur, yang perlu diperhatikan yaitu yang bersangkutan masih berada dalam pengawasan Orang Tua atau walinya.
Unsur Tindak Pidana dalam ketentuan ini tidak dikaitkan dengan umur perempuan yang dibawa lari, masih belum dewasa, atau masih di bawah umur, baik dalam status perkawinan ataupun tidak, tetapi jika perempuan tersebut dilarikan dengan tipu muslihat, Kekerasan atau dengan Ancaman Kekerasan, maka ancaman pidananya lebih berat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 455
Cukup jelas.
Pasal 456
Cukup jelas.
Pasal 457
Cukup jelas.
Pasal 458
ayat (1)
Pembunuhan selalu diartikan bahwa Korban harus mati dan kematian ini dikehendaki oleh pelaku. Dengan demikian pengertian pembunuhan secara implisit mengandung unsur kesengajaan. Apabila tidak ada unsur kesengajaan atau tidak ada niat atau maksud untuk mematikan orang, tetapi kemudian ternyata orang tersebut mati, perbuatan tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai Tindak Pidana pembunuhan menurut ayat ini.
Dalam ketentuan ini tidak dicantumkan unsur "dengan sengaja", karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 36 dan Pasal 54 huruf j. Dengan demikian hakim akan lebih mengutamakan untuk mempertimbangkan motif, cara, sarana, atau upaya membunuh, serta akibat dan dampaknya suatu pembunuhan bagi masyarakat.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "ibu, Ayah, atau anaknya" termasuk ibu, Ayah, atau anak tiri/angkat.
Pemberatan pidana dalam ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan adanya hubungan antara pelaku Tindak Pidana dan Korban, yang seharusnya pelaku Tindak Pidana berkewajiban memberi pelindungan kepada Korban.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 459
Cukup jelas.
Pasal 460
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat peringanan ancaman pidana yang didasarkan pada pertimbangan bahwa rasa takut seorang ibu yang melahirkan diketahui orang lain sudah dianggap suatu penderitaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Karena orang lain yang turut serta dalam pembunuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berada dalam kondisi psikologis yang sama dengan kondisi seorang ibu yang melakukan Tindak Pidana tersebut maka dalam prinsip penyertaan tidak berlaku dalam ketentuan ayat ini.
Pasal 461
Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana yang dikenal dengan eutanasia aktif.
Meskipun eutanasia aktif dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan yang dinyatakan dengan kesungguhan hati, namun perbuatan tersebut tetap diancam dengan pidana. Hal ini berdasarkan suatu pertimbangan karena perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan moral agama. Di samping itu juga untuk mencegah kemungkinan yang tidak dikehendaki, misalnya, oleh pelaku Tindak Pidana justru diciptakan suatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga timbul permintaan untuk merampas nyawa dari yang bersangkutan.
Ancaman pidana di sini tidak ditujukan terhadap kehidupan seseorang, melainkan ditujukan terhadap penghormatan kehidupan manusia pada umumnya, meskipun dalam kondisi orang tersebut sangat menderita, baik jasmani maupun rohani. Jadi motif pelaku tidak relevan untuk dipertimbangkan dalam Tindak Pidana.
Pasal 462
Apabila orang yang didorong, dibantu, atau diberi sarana untuk bunuh diri tidak mati, orang yang mendorong, membantu, atau memberi sarana tersebut, tidak dijatuhi pidana.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa bunuh diri bukanlah suatu Tindak Pidana. Oleh karena itu, percobaan untuk melakukan bunuh diri juga tidak diancam dengan pidana.
Pasal 463
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kandungan seorang perempuan. Jika yang diaborsi adalah kandungan yang sudah mati, ketentuan pidana dalam Pasal ini tidak berlaku. Tidaklah relevan di sini untuk menentukan cara dan sarana apa yang digunakan untuk melakukan aborsi. Yang penting dan yang menentukan adalah akibat yang ditimbulkan, yaitu matinya kandungan itu.
ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan", antara lain, pemaksaan pelacuran, eksploitasi seksual, dan/atau perbudakan seksual.
Pasal 464
Cukup jelas.
Pasal 465
Cukup jelas.
Pasal 466
Ayat (1)
Ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai pengertian penganiayaan. Hal ini diserahkan kepada penilaian hakim untuk memberikan interpretasi terhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dan budaya serta perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap penderitaan fisik selalu diartikan sebagai penganiayaan.
Dalam ketentuan ini juga tidak dicantumkan unsur "dengan sengaja" karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 36 dan Pasal 54 huruf j dalam rangka pemberatan pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 467
Cukup jelas.
Pasal 468
Ayat (1)
Tindak Pidana penganiayaan dalam ketentuan ini merupakan jenis penganiayaan berat, di samping penganiayaan dalam arti umum dan penganiayaan ringan. Batas dan ruang lingkup ketiga Jems penganiayaan ini diserahkan kepada pertimbangan hakim.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 469
Cukup jelas.
Pasal 470
Cukup jelas.
Pasal 471
Cukup jelas.
Pasal 472
Cukup jelas.
Pasal 473
Perbuatan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk atau sebagai bagian dari kegiatan/kekerasan seksual.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "Korban" adalah suami atau istri.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Pasal 474
Ayat (1)
Ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai pengertian kealpaan. Pada umumnya pengertian kealpaan menunjukkan bahwa pelaku tidak menghendaki terjadinya akibat dari perbuatannya, yaitu kematian atau luka-luka. Namun, dalam kejadian konkret terdapat kesulitan untuk menentukan bahwa suatu perbuatan dapat disebut dengan kealpaan. Misalnya, seseorang yang sedang mengendarai kendaraan sedemikian rupa sehingga membahayakan lalu lintas umum yang kemungkinan besar menimbulkan Korban.
Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut pengertian kealpaan diserahkan kepada pertimbangan hakim untuk melakukan penilaian terhadap kasus yang dihadapi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 475
Ayat (1)
Dari jabatan atau profesi tertentu diharapkan adanya rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugas atau pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka. Dengan perkataan lain, kealpaan harus dihindarkan oleh orang yang menjalankan tugas atau pekerjaan secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, jika terjadi suatu kealpaan, ancaman pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 476
Yang dimaksud dengan "mengambil" tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga meliputi bentuk perbuatan "mengambil" lainnya secara fungsional (nonfisik) mengarah pada maksud "memiliki Barang orang lain secara melawan hukum." Misalnya, pencurian uang dengan cara mentransfer atau menggunakan tenaga listrik tanpa hak.
Yang dimaksud "dimiliki" adalah mempunyai hak atas Barang tersebut. Pasal 477
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur pencurian yang bersifat khusus atau yang biasa dikenal dengan istilah pencurian dikualifikasi.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "Barang yang merupakan sumber mata pencaharian atau sumber nafkah utama seseorang'' misalnya, sepeda motor bagi tukang ojek motor, mesin jahit bagi seorang penjahit.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "rumah" adalah setiap bangunan atau tempat yang sengaja dibuat atau digunakan untuk tempat kediaman atau tempat tinggal.
Yang dimaksud dengan "pekarangan tertutup" adalah sebidang tanah yang mempunyai tanda batas tertentu, baik berupa tembok, pagar, tumpukan batu, tumbuh-tumbuhan, saluran air, atau sungai.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 478
Cukup jelas.
Pasal 479
Ayat (1)
Tindak Pidana pencurian dalam ketentuan ini dikualifikasi sebagai pencurian dengan pemberatan. Unsur pemberatnya adalah adanya Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap orang di dalam melakukan pencurian. Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dapat dilakukan sebelum, pada saat, atau setelah pencurian dilakukan.
Kekerasan menunjuk pada penggunaan kekuatan fisik, baik dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat, sedangkan Ancaman Kekerasan menunjukkan keadaan sedemikian rupa yang menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir pada orang yang diancam.
Penggunaan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan ini tidak perlu semata-mata ditujukan kepada pemilik Barang, tetapi juga dapat pada orang lain, misalnya pembantu rumah tangga atau penjaga rumah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 480
Cukup jelas.
Pasal 481
Cukup jelas.
Pasal 482
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana pemerasan. Paksaan dalam ketentuan ini lebih bersifat paksaan fisik atau lahiriah, antara lain, dengan todongan senjata tajam atau senjata api.
Kekerasan atau Ancaman Kekerasan tidak harus ditujukan pada orang yang diminta untuk memberikan Barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga ditujukan pada orang lain, misalnya terhadap anak, atau istri atau suami.
Pengertian "memaksa" meliputi pemaksaan yang berhasil (misalnya Barang diserahkan) maupun yang gagal. Dengan demikian, jika pemerasan tidak berhasil atau gagal, pelaku Tindak Pidana tetap dituntut berdasarkan ketentuan ini, bukan dengan ketentuan mengenai percobaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 483
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur tentang Tindak Pidana pengancaman.
Unsur utama Tindak Pidana dalam ketentuan ini sama dengan Tindak Pidana pemerasan yaitu memaksa orang supaya memberikan Barang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Perbedaannya terletak pada sarana pemaksaan yang digunakan. Pada pemerasan, paksaan lebih bersifat fisik dan lahiriah, sedangkan pada Tindak Pidana pengancaman sarana paksaannya lebih bersifat nonfisik atau batiniah yaitu dengan menggunakan ancaman penistaan, baik lisan maupun tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia.
Ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis atau membuka rahasia tidak harus berhubungan langsung dengan orang yang diminta untuk memberikan Barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga orang lain, misalnya, terhadap Anak, istri, atau suami, yang secara tidak langsung juga menyerang kehormatan atau nama baik yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 484
Cukup jelas.
Pasal 485
Cukup jelas.
Pasal 486
Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana penggelapan. Pada Tindak Pidana penggelapan, Barang yang bersangkutan sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku Tindak Pidana. Hal ini berbeda dengan pencurian di mana Barang tersebut belum berada di tangan pelaku Tindak Pidana. Saat timbulnya niat untuk memiliki Barang tersebut secara melawan hukum, juga menentukan perbedaan antara penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah ada pada waktu Barang tersebut diambil, maka perbuatan tersebut merupakan Tindak Pidana pencurian, sedang pada penggelapan, niat memiliki tersebut baru ada setelah Barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah berada di tangan pelaku. Unsur Tindak Pidana penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai Barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena Tindak Pidana, misalnya suatu Barang yang berada dalam penguasaan pelaku Tindak Pidana sebagai jaminan utang piutang yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya.
Pasal 487
Cukup jelas.
Pasal 488
Cukup jelas.
Pasal 489
Dalam ketentuan ini, penyerahan Barang karena terpaksa, misalnya pada waktu terjadi bencana alam seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain lain, Barang tersebut diserahkan untuk diselamatkan atau karena tidak mampu mengurus sendiri Barang tersebut, sehingga perlu diserahkan kepada pihak lain.
Pasal 490
Cukup jelas.
Pasal 491
Cukup jelas.
Pasal 492
Ketentuan ini mengatur tentang Tindak Pidana penipuan. Perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara yang disebut dalam ketentuan ini, untuk memberikan sesuatu Barang, membuat utang atau menghapus piutang. Dengan demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak dilakukan oleh pelaku Tindak Pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan sebagaimana dikehendaki pelaku.
Barang yang diberikan, tidak harus secara langsung kepada pelaku Tindak Pidana tetapi dapat juga dilakukan kepada orang lain yang disuruh pelaku untuk menerima penyerahan itu.
Penipuan adalah Tindak Pidana terhadap harta benda. Tempat Tindak Pidana adalah tempat pelaku melakukan penipuan, walaupun penyerahan dilakukan di tempat lain. Saat dilakukannya Tindak Pidana adalah saat pelaku melakukan penipuan.
Barang yang diserahkan dapat merupakan milik pelaku sendiri, misalnya Barang yang diberikan sebagai jaminan utang bukan untuk kepentingan pelaku. Penghapusan piutang tidak perlu dilakukan melalui cara hapusnya perikatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Juga termasuk, misalnya, perbuatan pelaku yang menghentikan untuk sementara pencatat kilometer mobil sewaannya, sehingga pemilik mobil memperhitungkan jumlah uang sewaan yang lebih kecil daripada yang sesungguhnya.
Pasal 493
Cukup jelas.
Pasal 494
Cukup jelas.
Pasal 495
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari perbuatan dengan cara curang dalam dunia perdagangan yang dilakukan oleh penjual. Dalam dunia perdagangan dapat terjadi penjual memberikan pengakuan palsu tentang sifat atau keadaan Barang yang dijualnya atau tidak menyatakan dengan sebenarnya sifat atau keadaan Barang tersebut, sehingga konsumen membeli suatu Barang yang tidak sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkannya.
Pasal 496
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi seseorang dari kerugian ekonomi melalui pemberian jasa kepada orang lain yang dilakukan akibat perbuatan curang dari orang lain tersebut. Misalnya, seseorang secara curang memanfaatkan kebaikan orang lain mempergunakan nomor dan saluran telepon dan membebankan biaya pembicaraan atau sambungan teleponnya kepada pelanggan telepon.
Pasal 497
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi perbuatan curang dalam dunia perdagangan yang dilakukan oleh konsumen, dengan tidak membayar lunas harga Barang dibeli. Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan ini, perbuatan konsumen tersebut dilakukan secara berulang-ulang yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut sebagai mata pencaharian atau kebiasaannya. Dalam masyarakat, perbuatan konsumen ini dikenal sebagai tindakan "mengemplang''.
Pasal 498
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah perbuatan curang dalam dunia asuransi yang dilakukan oleh pihak tertanggung dalam pembuatan perjanjian asuransi sehingga merugikan pihak penanggung asuransi.
Pasal 499
Tindak Pidana dalam ketentuan ini merupakan perbuatan curang untuk memperoleh pembayaran uang asuransi.
Pasal 500
Cukup jelas.
Pasal 501
Yang dimaksud dengan "konosemen" adalah Surat yang diberi tanggal yang didalamnya diterangkan oleh pengangkut, bahwa pengangkut telah menerima Barang tertentu, dengan maksud untuk mengangkut Barang tersebut ke tempat yang ditunjuk, dan menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk, sesuai dengan persyaratan perjanjian penyerahan Barang.
Konosemen asli (lembar pertama) dalam ketentuan ini merupakan Surat berharga dan dapat diperjualbelikan, sedangkan salinan atau lembaran lainnya tidak. Hanya konosemen lembar pertama atau asli dapat ditukarkan dengan jenis Barang yang tercantum di dalamnya.
Berhubung konosemen asli merupakan suatu Surat berharga, maka konosemen asli itu dapat dibebani dengan segala bentuk hak atas benda, seperti digadaikan, dijual, dipinjamkan, atau ditukarkan. Salinan atau lembaran lainnya yang bukan Surat berharga tidak mempunyai nilai sehingga jika dijual, pcmbelinya tidak akan menerima Barangnya dan perbuatan membebani salinan atau lembaran lainnya dengan hak atas benda merupakan perbuatan penipuan.
Pasal 502
Cukup jelas.
Pasal 503
ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan makanan, minuman, atau obat dipalsu, jika nilai atau manfaatnya menjadi berkurang akibat dicampur dengan bahan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 504
Cukup jelas.
Pasal 505
Yang dimaksud dengan "batas pekarangan" adalah setiap tanda yang dipergunakan untuk menunjukkan batas suatu pekarangan, seperti tembok, pagar, patok, tumpukan batu, tumbuh-tumbuhan, saluran air, sungai, atau pematang sawah dengan tujuan memisahkan suatu bidang tanah milik seseorang dari bidang tanah milik orang lain yang berdampingan.
Pasal 506
Yang dimaksud dengan "kabar bohong" adalah tidak hanya pemberitahuan palsu tentang suatu fakta tetapi juga pemberitahuan palsu tentang suatu keuntungan yang dapat diharapkan.
Pasal 507
Cukup jelas.
Pasal 508
Cukup jelas.
Pasal 509
Cukup jelas.
Pasal 510
Cukup jelas.
Pasal 511
Cukup jelas.
Pasal 512
Huruf a
Yang dimaksud dengan "menarik Barang dari harta benda milik perusahaan" adalah setiap perbuatan untuk menempatkan Barang di luar jangkauan kurator sebelum atau pada waktu dijatuhkannya kepailitan, termasuk mendiamkan piutang perusahaan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 513
Cukup jelas.
Pasal 514
Cukup jelas.
Pasal 515
Cukup jelas.
Pasal 516
Cukup jelas.
Pasal 517
Cukup jelas.
Pasal 518
Cukup jelas.
Pasal 519
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah suatu persetujuan perdamaian dibuat karena pelaku Tindak Pidana memperoleh keuntungan istimewa, padahal menurut Undang-Undang, persetujuan tersebut kalau sudah disahkan berlaku juga untuk kreditur yang semula tidak menyetujuinya. Hal ini juga berlaku untuk pengurus atau komisaris dari suatu Korporasi.
Pasal 520
Ayat (1)
Huruf a
Hak menahan (hak retensi) timbul berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 1616 atau Pasal 1812 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 521
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "merusak" adalah membuat tidak dapat dipakai untuk sementara waktu, artinya apabila Barang itu diperbaiki maka dapat dipakai lagi.
Yang dimaksud dengan "menghancurkan" adalah membinasakan atau merusakkan sama sekali sehingga tidak dapat dipakai lagi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 522
Yang dimaksud dengan "bangunan gedung untuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik" misalnya, bangunan kereta api, Bangunan Listrik, bangunan telekomunikasi, bangunan untuk komunikasi lewat satelit atau komunikasi jarak jauh lainnya, stasiun radio atau televisi, bendungan, saluran gas, atau saluran air minum.
Pasal 523
Cukup jelas.
Pasal 524
Cukup jelas.
Pasal 525
Cukup jelas.
Pasal 526
Cukup jelas.
Pasal 527
Yang dimaksud dengan "pemberian bantuan kekuatan" adalah pemberian bantuan yang diberikan oleh Komandan Tentara Nasional Indonesia hanya pada kondisi darurat sipil.
Pasal 528
Tindak Pidana dalam ketentuan ini merupakan Tindak Pidana terhadap penyelenggaraan peradilan.
Pasal 529
Yang dimaksud dengan "memaksa" adalah menggunakan kekuasaan secara tidak sah. Sebagai contoh adalah penyidik yang dalam melakukan penyidikan memaksa tersangka untuk mengaku atau memaksa saksi memberikan keterangan menurut kemauan dari penyidik. Memaksa dapat juga dilakukan secara fisik maupun secara psikis dengan cara menakut nakuti supaya tertekan jiwanya. Tetapi apabila yang diperiksa itu seorang saksi yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan kenyataan dan penyidik tersebut memberikan peringatan keras atau menunjukkan akibat yang tidak baik atas keterangan saksi yang bohong tersebut, ketentuan ini tidak diterapkan.
Pasal 530
Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana yang dikenal dengan nama Torture. Tindak Pidana ini sudah menjadi salah satu Tindak Pidana internasional melalui konvensi internasional Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984. Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah meratifikasi konvensi ini dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia). Oleh karena itu, perbuatan tersebut dalam Undang-Undang ini dikategorikan sebagai suatu Tindak Pidana.
Pasal 531
Cukup jelas.
Pasal 532
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ''tidak memenuhi permintaan" misalnya, tidak menindaklanjuti laporan atau informasi adanya seseorang yang dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 533
Cukup jelas.
Pasal 534
Demi keamanan dan ketertiban, hal yang berkaitan dengan terpidana atau orang yang ditahan harus berdasarkan putusan atau Surat perintah penahanan yang sah. Demikian juga Anak yang dimasukkan dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak atau orang yang sakit jiwa yang dimasukkan dalam rumah sakitjiwa harus berdasarkan Surat perintah yang sah.
Pasal 535
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan pelindungan terhadap hak asasi seseorang atas rumah tinggalnya, yang merupakan hak pribadi seseorang sehingga harus dilindungi, tidak boleh dimasuki orang lain tanpa izin dari penghuni rumah atau tanpa memperhatikan cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian pula memasuki tempat tertutup atau pekarangan tertutup yang dipakai orang. Ketentuan ini dikenakan hanya terhadap Pejabat dalam menjalankan tugasnya.
Ketentuan ini berlaku khusus bagi Pejabat dalam melakukan penggeledahan rumah atau membaca atau menyita Surat dalam rangka penyidikan Tindak Pidana tanpa memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 536
Huruf a
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia surat-menyurat. Tidak termasuk Tindak Pidana ini, apabila perbuatan itu dilakukan oleh penyidik yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan memerlukan Surat tersebut sebagai alat bukti dalam rangka penyidikan Tindak Pidana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "penyelenggara sistem elektronik" adalah Setiap Orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.
Pasal 537
Cukup jelas.
Pasal 538
Cukup jelas.
Pasal 539
ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Pejabat yang berwenang yang melangsungkan perkawinan seseorang'' adalah Pejabat sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang mengenai perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya.
Ayat (2)
Yang dimaksud "halangan yang sah" adalah sesuai dengan syarat-syarat perkawinan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perkawinan.
Pasal 540
Cukup jelas.
Pasal 541
Cukup jelas.
Pasal 542
Cukup jelas.
Pasal 543
Ayat (1)
Tindak Pidana yang diatur dalam Pasal 542 sampai dengan Pasal 560 merupakan Tindak Pidana internasional, berarti pelaku Tindak Pidana tersebut dapat dituntut di negara manapun pelaku ditemukan asal negara tersebut menganut asas universalitas. Dengan demikian tidak dipersoalkan kewarganegaraan pelaku, demikian juga locus delicti dan nasionalitas Kapal tersebut, karena Tindak Pidana tersebut dianggap mengganggu ketertiban dunia.
Dalam hal ini Nakhoda atau pemimpin Kapal itu sendiri tidak melakukan pembajakan, tetapi hanya menyerahkan Kapal kepada bajak laut, untuk dipergunakan membajak. Meskipun merupakan Tindak Pidana yang berupa membantu, namun dijadikan Tindak Pidana tersendiri dengan pidana yang sama dengan Tindak Pidana pembajakan itu sendiri.
Apabila yang menyerahkan bukan Nakhoda atau pemimpin Kapal akan dipidana dengan pidana lebih rendah.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini orang atau Barang tidak harus berada di atas Kapal tapi bisa juga berada di pantai.
Pasal 544
Cukup jelas.
Pasal 545
Cukup jelas.
Pasal 546
Cukup jelas.
Pasal 547
Cukup jelas.
Pasal 548
Yang dimaksud dengan "mengambil alih atau menarik Kapal dari pemiliknya" adalah mengambil Kapal dari kekuasaan pemiliknya secara tidak sah, misalnya dengan melarikan Kapal tersebut dan mempergunakannya untuk kepentingan diri sendiri.
Pasal 549
Yang dimaksud dengan "Surat keterangan Kapal", antara lain, Surat, dokumen, dan warta Kapal.
Pasal 550
Cukup jelas.
Pasal 551
Cukup jelas.
Pasal 552
Ketentuan ini dimaksudkan mencegah pembuatan laporan palsu untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, misalnya seorang Nakhoda Kapal dengan sengaja menenggelamkan Kapalnya, tetapi dalam laporannya dikatakan bahwa Kapalnya telah mendapat kecelakaan dan tenggelam, karena itu mereka mendapat kesempatan untuk menerima pembayaran uang asuransi bagi Kapal dan/atau muatannya.
Pasal 553
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran.
Pasal 554
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur mengenai pemberontakan di Kapal, tetapi di sini dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu. Dalam ketentuan ini juga ditentukan pemberatan pidana, mengingat akibat yang ditimbulkan dan perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama.
Pasal 555
Cukup jelas.
Pasal 556
Cukup jelas.
Pasal 557
Yang dimaksud dengan "perwira Kapal" antara lain, mualim dan dokter Kapal.
Pasal 558
Cukup jelas.
Pasal 559
Cukup jelas.
Pasal 560
Cukup jelas.
Pasal 561
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "mengubah haluan Kapal" adalah mengubah tujuan perjalanan atau menyinggahi pelabuhan yang tidak termasuk rencana pelayaran semula, atau tidak langsung menuju pelabuhan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai pelabuhan tujuan.
Pasal 562
Dalam ketentuan ini, Kapal atau Barang dapat ditarik, dihentikan, atau ditahan oleh Pejabat yang berwenang setempat, apabila melanggar ketentuan blokade, peraturan karantina, atau membawa Barang terlarang (penyelundupan).
Pasal 563
Yang dimaksud dengan "tidak memberi sesuatu yang wajib diberikan" misalnya, memberikan makanan atau ransum.
Pasal 564
Yang dimaksud dengan "keadaan terpaksa" adalah sesuatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga Nakhoda atau pemimpin Kapal terpaksa melakukan suatu tindakan untuk menjaga keselamatan pelayaran, misalnya karena kelebihan muatan yaitu untuk menjaga jangan sampai Kapal tenggelam atau karena penyakit menular.
Pasal 565
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai usaha untuk mencegah penyalahgunaan bendera Indonesia.
Pasal 566
Yang dimaksud dengan "Kapal pemerintah selain Kapal perang yang bertugas di bidang keamanan dan ketertiban di laut" antara lain, Kapal polisi perairan dan Kapal bea dan cukai.
Pasal 567
Ketentuan ini berkaitan dengan adanya suatu kewajiban untuk melakukan pencatatan setiap kelahiran atau kematian. Hal ini untuk kepentingan administrasi kependudukan. Apabila kelahiran atau kematian terjadi di laut kewajiban melakukan pencatatan dibebankan kepada Nakhoda Kapal.
Pasal 568
Perbuatan yang dimaksud dalam ketentuan ini merupakan perbuatan yang menghambat penegakan hukum.
Pasal 569
Cukup jelas.
Pasal 570
Cukup jelas.
Pasal 571
Cukup jelas.
Pasal 572
Yang dimaksud dengan "tanda pengenal" misalnya, tanda palang merah. Maksud pemakaian tanda tersebut untuk melindungi Kapal atau sekoci rumah sakit dari serangan.
Pasal 573
Cukup jelas.
Pasal 574
Cukup jelas.
Pasal 575
Yang dimaksud dengan "bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara" adalah fasilitas atau instalasi penerbangan yang digunakan untuk keamanan dan pengaturan lalu lintas udara, seperti terminal, bangunan, menara, dan landasan.
Tindak Pidana penerbangan dalam Bab ini hanya dapat menjadi Tindak Pidana terorisme jika terdapat tujuan untuk melakukan Tindak Pidana terorisme sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai terorisme.
Pasal 576
Cukup jelas.
Pasal 577
Yang dimaksud dengan "tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan" adalah fasilitas penerbangan yang digunakan oleh atau bagi pesawat agar dapat mendarat atau tinggal landas secara aman, seperti tanda atau alat landasan termasuk garis di tengah landasan, tanda penunjuk atau koordinat landasan, tanda ujung landasan dan tanda adanya rintangan landasan termasuk lampu tanda pemancar radio, lampu tanda gedung lalu lintas udara, dan lampu tanda gedung stasiun udara, dan lain sebagainya.
Pengertian "memasang tanda atau alat yang keliru" dapat juga berarti secara sengaja dan melawan hukum memasang secara keliru alat atau tanda yang benar.
Yang dimaksud dengan "Pesawat Udara" adalah pesawat udara yang berada di darat, yaitu tidak Dalam Penerbangan atau masih dalam persiapan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu.
Pasal 578
Cukup jelas.
Pasal 579
Tindak Pidana dalam ketentuan ini juga merupakan pembajakan udara sebagaimana diatur dalam Konvensi The Hague 1970 tentang "The Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft" (Pemberantasan Penguasaan Pesawat Udara Secara Melawan Hukum), yang diadakan di Den Haag Belanda tahun 1970.
Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The Hague 1970, dan Konvensi Montreal 1971, sehingga sebagai negara peserta harus memenuhi kewajiban yang diatur dalam Pasal 2 Konvensi, yaitu bahwa setiap negara peserta konvensi wajib memidana perbuatan pembajakan udara dengan pidana yang berat. Tindak Pidana tersebut merupakan Tindak Pidana internasional yang berarti bahwa setiap negara (peserta konvensi) mempunyai yurisdiksi terhadap setiap pembajak udara, dengan tidak memandang nasionalitas pelaku maupun Pesawat Udara serta tempat (negara) terjadinya pembajakan. Ini berarti bahwa apabila pelaku pembajakan udara tersebut ditemukan di Indonesia maka Indonesia berwenang menuntutnya. Oleh karena itu, Indonesia juga wajib membuat ketentuan pidana untuk Tindak Pidana ini.
Ayat (1)
Tindak Pidana dalam ketentuan ini lazim dikenal dengan pembajakan udara. Dalam ketentuan ini perbuatan merampas atau mempertahankan perampasan tersebut dilakukan dengan jalan melawan hukum, misalnya menipu atau menyuap, sehingga pilot dengan sukarela menyerahkan kemudi Pesawat Udara yang sedang Dalam Penerbangan.
Ayat (2)
Berbeda dengan pembajakan udara yang diatur pada ayat (1), perbuatan merampas atau mempertahankan perampasan pada ayat ini dilakukan dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dalam bentuk apa pun, sehingga pilot berada dalam keadaan daya paksa dan tak bisa berbuat lain kecuali menyerahkan kemudi Pesawat Udara.
Pasal 580
Ketentuan ini merupakan Tindak Pidana yang wajib dilarang oleh negara peserta Konvensi Montreal 1971 tentang "The Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation" (Pemberantasan Tindakan-tindakan Melawan Hukum yang Mengancam Keamanan Penerbangan Sipil) yang diadakan di Montreal-Kanada pada tahun 1971, sebagai pelengkap Konvensi Den Haag tahun 1970.
Pasal 581
Cukup jelas.
Pasal 582
Cukup jelas.
Pasal 583
Cukup jelas.
Pasal 584
Cukup jelas.
Pasal 585
Cukup jelas.
Pasal 586
Cukup jelas.
Pasal 587
Cukup jelas.
Pasal 588
Cukup jelas.
Pasal 589
Ketentuan yang diatur dalam Pasal ini adalah tindakan berupa pemberitahuan palsu, misalnya melalui telepon atau alat komunikasi lainnya tentang adanya bom dalam Pesawat Udara. Dengan pemberitahuan palsu tersebut, yang dikenal dengan istilah bomb hoax, sudah dapat menimbulkan kepanikan bagi awak serta Penumpang yang dapat menyebabkan bahaya bagi Pesawat Udara.
Pasal 590
Cukup jelas.
Pasal 591
Benda dalam ketentuan ini adalah benda yang berasal dari Tindak Pidana, misalnya berasal dari pencurian, penggelapan, atau penipuan. Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini disebut dengan Tindak Pidana propane dolus proparte culpa.
Pasal 592
Orang yang secara berulang-ulang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 591 tidak perlu dibuktikan bahwa pelaku Tindak Pidana melakukan Tindak Pidana ini untuk mengejar keuntungan. Dikategorikan "menjadikan kebiasaan" karena perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang meskipun jangka waktunya agak lama.
Pasal 593
Cukup jelas.
Pasal 594
Cukup jelas.
Pasal 595
Ketentuan ini ditujukan kepada pencetak.
Pasal 596
Cukup jelas.
Pasal 597
Yang dimaksud dengan "perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang'' mengacu pada ketentuan Pasal 2 ayat (1).
Pasal 598
Cukup jelas.
Pasal 599
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "kekerasan seksual lain yang setara" adalah perbuatan untuk melakukan pemaksaan seksual yang serius sebagai bentuk Tindak Pidana terhadap kemanusiaan.
Pasal 600
Cukup jelas.
Pasal 601
Cukup jelas.
Pasal 602
Cukup jelas.
Pasal 603
Yang dimaksud dengan "merugikan keuangan negara" adalah berdasarkan hasil pemeriksaan lembaga negara audit keuangan.
Pasal 604
Cukup jelas.
Pasal 605
Cukup jelas.
Pasal 606
Cukup jelas.
Pasal 607
Cukup jelas.
Pasal 608
Cukup jelas.
Pasal 609
Cukup jelas.
Pasal 610
Cukup jelas.
Pasal 611
Cukup jelas.
Pasal 612
Cukup jelas.
Pasal 613
Dalam ketentuan ini, penyesuaian ketentuan pidana tidak termasuk bagi ancaman pidana denda yang diatur dalam Undang-Undang pidana administratif.
Lihat penjelasan Pasal 187.
Pasal 614
Cukup jelas.
Pasal 615
Cukup jelas.
Pasal 616
Cukup jelas.
Pasal 617
Cukup jelas.
Pasal 618
Cukup jelas.
Pasal 619
Cukup jelas.
Pasal 620
Yang dimaksud dengan "lembaga penegak hukum" misalnya, lembaga yang menyelenggarakan pemberantasan Tindak Pidana narkotika, selain menangani Tindak Pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang mengenai narkotika, juga menangani Tindak Pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Demikian juga lembaga yang menyelenggarakan pemberantasan Tindak Pidana korupsi, selain menangani Tindak Pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang mengenai pemberantasan Tindak Pidana korupsi, juga menangani Tindak Pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 621
Cukup jelas.
Pasal 622
Cukup jelas.
Pasal 623
Cukup jelas.
Pasal 624
Cukup jelas.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6842
|