Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 8/PMK.06/2023

     
    TENTANG

    PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI PENYELENGGARA LELANG

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa untuk meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, mendukung pencantuman identitas orang atau korporasi dalam daftar pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, dan pemblokiran secara serta merta melalui pelaporan transaksi lelang serta sebagai bentuk penerapan penilaian risiko sektoral (sectoral risk assessment) perlelangan, perlu diatur mengenai penerapan prinsip mengenali pengguna Jasa bagi penyelenggara lelang;
    b.
    bahwa dalam penerapan prinsip mengenali pengguna jasa diperlukan simplifikasi dan pengaturan bagi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II, yang belum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.06/2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Balai Lelang;
    c.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Penyelenggara Lelang;
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2.
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
    3.
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164);
    4.
    Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
    5.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.06/2017 tentang Pejabat Lelang Kelas II (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1771);
    6.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.06/2019 tentang Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 867);
    7.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1601);
    8.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
     
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI PENYELENGGARA LELANG.
     
     
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman Lelang.
    2.
    Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
    3.
    Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan.
    4.
    Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan Lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan.
    5.
    Direktur Lelang yang selanjutnya disebut Direktur adalah Pejabat Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Lelang.
    6.
    Kantor Wilayah DJKN yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
    7.
    Kepala Kantor Wilayah DJKN yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Wilayah adalah pejabat instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
    8.
    Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
    9.
    Pejabat Lelang Kelas II adalah orang perorangan yang berasal dari swasta/umum yang diangkat sebagai Pejabat Lelang oleh Menteri.
    10.
    Kantor Pejabat Lelang Kelas II adalah kantor swasta tempat kedudukan Pejabat Lelang Kelas II.
    11.
    Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang Lelang.
    12.
    Penyelenggara Lelang adalah KPKNL, Kantor Pejabat Lelang Kelas II, atau Balai Lelang yang menyelenggarakan Lelang.
    13.
    Pembeli adalah setiap orang atau instansi yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang Lelang oleh Pejabat Lelang.
    14.
    Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
    15.
    Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
    16.
    Pengguna Jasa adalah Pembeli yang menggunakan jasa Penyelenggara Lelang.
    17.
    Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang selanjutnya disingkat PMPJ adalah prinsip yang diterapkan Penyelenggara Lelang dalam rangka mengetahui profil dan Transaksi Pengguna Jasa dengan melakukan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri ini.
    18.
    Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
    19.
    Proliferasi Senjata Pemusnah Massal adalah penyebaran senjata nuklir, biologi, dan kimia.
    20.
    Pemblokiran adalah tindakan mencegah pentransferan, pengubahan bentuk, penukaran, penempatan, pembagian, perpindahan, atau pergerakan dana untuk jangka waktu tertentu.
    21.
    Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih.
    22.
    Transaksi Keuangan adalah transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.
    23.
    Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:
     
    a.
    Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
     
    b.
    Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
     
    c.
    Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
     
    d.
    Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Penyelenggara Lelang karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
    24.
    Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) adalah setiap orang yang:
     
    a.
    memiliki hak atas dan/atau menerima manfaat tertentu yang berkaitan dengan Transaksi Pengguna Jasa, baik secara langsung maupun tidak langsung;
     
    b.
    merupakan pemilik sebenarnya dari harta kekayaan yang berkaitan dengan Transaksi Pengguna Jasa;
     
    c.
    mengendalikan Transaksi Pengguna Jasa;
     
    d.
    memberikan kuasa untuk melakukan Transaksi;
     
    e.
    mengendalikan Korporasi; dan/atau
     
    f.
    merupakan pengendali akhir dari Transaksi yang dilakukan melalui Korporasi atau berdasarkan suatu perjanjian.
    25.
    Orang yang Populer Secara Politis atau Politically Exposed Person yang selanjutnya disingkat PEP adalah orang perseorangan yang memiliki atau pernah memiliki kewenangan publik pada:
     
    a.
    lembaga yang memiliki kewenangan di bidang eksekutif, yudikatif, legislatif;
     
    b.
    negara asing/yurisdiksi asing; atau
     
    c.
    organisasi internasional.
    26.
    Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
     
    a.
    tulisan, suara, atau gambar;
     
    b.
    peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; dan
     
    c.
    huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
    27.
    Evaluasi Kepatuhan adalah serangkaian kegiatan lembaga pengawas dan pengatur serta PPATK untuk memastikan kepatuhan pihak pelapor atas kewajiban pelaporan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan mengeluarkan ketentuan atau pedoman pelaporan, melakukan audit kepatuhan, memantau kewajiban pelaporan, dan mengenakan sanksi.
    28.
    Hari Kerja adalah hari Senin sampai dengan hari Jumat, kecuali Hari Kerja yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari libur nasional dan/atau cuti bersama.
     
     
     
     
     

    Pasal 2

    Peraturan Menteri ini berlaku untuk Transaksi Keuangan sebagai akibat dari peralihan hak melalui lelang yang diajukan kepada Penyelenggara Lelang.
     
     
     
     
     
    BAB II
    PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA

    Bagian Kesatu
    Umum
     

    Pasal 3

    Penyelenggara Lelang dalam melaksanakan penerapan PMPJ wajib:
    a.
    menerapkan PMPJ secara konsisten dan berkesinambungan;
    b.
    menyusun dan menetapkan kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal dalam rangka penerapan PMPJ sebagaimana dimaksud pada huruf a;
    c.
    mengelompokkan Pengguna Jasa berdasarkan tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana pendanaan terorisme;
    d.
    mengetahui bahwa Pengguna Jasa yang melakukan Transaksi dengan Penyelenggara Lelang bertindak untuk diri sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain;
    e.
    menghentikan penerapan PMPJ dalam hal Transaksi Pengguna Jasa diduga terkait tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pendanaan terorisme, dan/atau tercantum dalam daftar pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal dan Penyelenggara Lelang meyakini bahwa penerapan PMPJ yang tengah dilakukan akan melanggar ketentuan anti-tipping off;
    f.
    melakukan identifikasi Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa;
    g.
    memperoleh identitas Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dari Korporasi melalui pengumpulan informasi atas orang perseorangan yang mengendalikan dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik secara langsung maupun tidak langsung; dan
    h.
    melakukan identifikasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dari Pengguna Jasa atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
     
     
     
     
     

    Pasal 4

    (1)
    PMPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a memuat:
     
    a.
    identifikasi Pengguna Jasa;
     
    b.
    verifikasi Pengguna Jasa; dan
     
    c.
    pemantauan Transaksi Pengguna Jasa.
    (2)
    Penerapan PMPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan pada saat:
     
    a.
    melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa;
     
    b.
    terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
     
    c.
    terdapat Transaksi Keuangan Mencurigakan yang terkait tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau
     
    d.
    Penyelenggara Lelang meragukan kebenaran informasi yang diperoleh dari Pengguna Jasa.
     
     
     
     
     

    Pasal 5

    (1)
    Kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b mengatur:
     
    a.
    manajemen yang melakukan pengawasan kepatuhan atas penerapan PMPJ dan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penerapan PMPJ;
     
    b.
    fungsi pengawasan kepatuhan yang bersifat independen atas penerapan PMPJ; dan
     
    c.
    program pelatihan bagi pegawai Penyelenggara Lelang yang terkait dengan PMPJ.
    (2)
    Dalam hal Penyelenggara Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan KPKNL, kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal disusun dan ditetapkan oleh Direktur.
    (3)
    Dalam hal Penyelenggara Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang, kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengatur:
     
    a.
    prosedur penyaringan dalam rangka penerimaan pegawai baru (pre-employee screening); dan
     
    b.
    pengenalan dan pemantauan terhadap profil pegawai.
    (4)
    Program pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
     
    a.
    peraturan perundang-undangan mengenai PMPJ;
     
    b.
    teknik, metode, dan tipologi pencucian uang dan pendanaan terorisme; dan
     
    c.
    kebijakan dan prosedur penerapan PMPJ serta peran dan tanggung jawab pegawai dalam mencegah dan memberantas pencucian uang, dan/atau pendanaan terorisme.
    (5)
    Dalam menyusun kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang dapat meminta masukan kepada Direktur atau Kepala PPATK.
     
     
     
     
     

    Pasal 6

    (1)
    Tingkat risiko Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dibagi menjadi:
     
    a.
    rendah;
     
    b.
    sedang; dan
     
    c.
    tinggi.
    (2)
    Pengelompokan Pengguna Jasa berdasarkan tingkat risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c:
     
    a.
    harus memperhatikan hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; dan
     
    b.
    harus dilakukan berdasarkan analisis minimal:
     
     
    1.
    profil;
     
     
    2.
    bisnis;
     
     
    3.
    negara; dan
     
     
    4.
    produk.
    (3)
    Penyelenggara Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c wajib mengidentifikasi dan mengklasifikasikan Pengguna Jasa:
     
    a.
    orang perseorangan; atau
     
    b.
    Korporasi.
    (4)
    Format formulir pengelompokan Pengguna Jasa berdasarkan tingkat risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     

    Pasal 7

    (1)
    Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e wajib dilaporkan sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada Kepala PPATK.
    (2)
    Penyelenggara Lelang memutuskan menolak atau meneruskan Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e melalui analisis Transaksi Pengguna Jasa.
     
     
     
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Penyelenggara Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f meminta informasi dan Dokumen kepada Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa termasuk hubungan usaha atau perikatan lainnya (legal arrangement), sebagai berikut:
     
    a.
    untuk orang perseorangan minimal mencakup:
     
     
    1.
    identitas Pengguna Jasa yang memuat:
     
     
     
    a)
    nama lengkap;
     
     
     
    b)
    nomor identitas kependudukan atau paspor;
     
     
     
    c)
    tempat dan tanggal lahir;
     
     
     
    d)
    kewarganegaraan;
     
     
     
    e)
    alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas;
     
     
     
    f)
    alamat tempat tinggal terkini termasuk nomor telepon bila ada; dan
     
     
     
    g)
    alamat di negara asal dalam hal warga negara asing;
     
     
    2.
    pekerjaan;
     
     
    3.
    sumber dana;
     
     
    4.
    tujuan transaksi; dan
     
     
    5.
    informasi lain untuk mengetahui profil Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa lebih dalam, termasuk informasi yang diperintahkan oleh ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
     
    b.
    untuk Korporasi minimal mencakup:
     
     
    1.
    identitas Pengguna Jasa yang memuat:
     
     
     
    a)
    nama Korporasi;
     
     
     
    b)
    nomor surat keputusan pengesahan Korporasi dalam hal telah berbadan hukum;
     
     
     
    c)
    bentuk Korporasi;
     
     
     
    d)
    bidang usaha;
     
     
     
    e)
    nomor izin usaha dari instansi berwenang;
     
     
     
    f)
    alamat Korporasi; dan
     
     
     
    g)
    nomor telepon;
     
     
    2.
    sumber dana;
     
     
    3.
    tujuan transaksi;
     
     
    4.
    informasi pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Korporasi;
     
     
    5.
    identitas pemilik Korporasi, dan direksi, pendiri, pengurus, pembina, atau pihak yang mempunyai wewenang untuk mengendalikan Korporasi;
     
     
    6.
    identitas Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) atas Korporasi; dan
     
     
    7.
    informasi lain untuk mengetahui profil Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi lebih dalam, termasuk informasi yang diperintahkan oleh ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
    (2)
    Permintaan informasi dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir data Pengguna Jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     

    Pasal 9

    (1)
    Dalam hal Penyelenggara Lelang meragukan kebenaran informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, Penyelenggara Lelang wajib melakukan upaya lain untuk memperoleh informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dari Korporasi.
    (2)
    Dalam hal Penyelenggara Lelang tidak memperoleh identitas Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dari Korporasi melalui pengumpulan informasi dan upaya lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g dan pada ayat (1), orang perseorangan yang memiliki jabatan sebagai Direksi atau setara dengan jabatan Direksi dipersamakan sebagai Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dari Korporasi.
     
     
     
     
     

    Pasal 10

    Identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h dilakukan melalui pengumpulan informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang bersumber dari:
    a.
    pernyataan Pengguna Jasa dan/atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa;
    b.
    informasi instansi yang berwenang; dan/atau
    c.
    informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
     
     
     
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Penyelenggara Lelang dilarang membuka atau memelihara rekening yang menggunakan nama anonim atau rekening fiktif.
    (2)
    Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk bukti hubungan usaha antara Penyelenggara Lelang dengan Pengguna Jasa.
     
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Identifikasi Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang Berwenang Mewakili Pengguna Jasa
     

    Pasal 12

    (1)
    Untuk Pengguna Jasa dan Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa Korporasi, informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b wajib didukung dengan Dokumen sebagai berikut:
     
    a.
    surat kuasa kepada pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Korporasi dalam melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara Lelang; dan
     
    b.
    Dokumen identitas pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Korporasi dalam melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara Lelang.
    (2)
    Bentuk Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain pada usaha mikro dan usaha kecil, yayasan, perkumpulan, dan penyedia jasa keuangan.
     
     
     
     
     

    Pasal 13

    (1)
    Untuk Pengguna Jasa berupa lembaga yang memiliki kewenangan di bidang eksekutif, yudikatif, legislatif, lembaga internasional, dan perwakilan negara asing, Penyelenggara Lelang wajib meminta informasi mengenai nama dan alamat kedudukan lembaga atau perwakilan.
    (2)
    Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung dengan surat penunjukan bagi pihak yang berwenang mewakili lembaga atau perwakilan dalam melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara Lelang.
     
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Identifikasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner)
     

    Pasal 14

    (1)
    Pengumpulan informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 minimal memuat:
     
    a.
    identitas Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), yang memuat:
     
     
    1.
    nama lengkap;
     
     
    2.
    nomor identitas kependudukan atau paspor;
     
     
    3.
    tempat dan tanggal lahir;
     
     
    4.
    kewarganegaraan;
     
     
    5.
    alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas;
     
     
    6.
    alamat tempat tinggal terkini; dan
     
     
    7.
    alamat di negara asal dalam hal warga negara asing;
     
    b.
    pekerjaan;
     
    c.
    sumber dana;
     
    d.
    hubungan usaha dan tujuan Transaksi yang akan dilakukan Pengguna Jasa atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa dengan Penyelenggara Lelang;
     
    e.
    hubungan hukum antara Pengguna Jasa atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa dengan Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang ditunjukkan dengan surat kuasa atau bentuk lainnya; dan
     
    f.
    informasi lain untuk mengetahui profil Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) lebih dalam, termasuk informasi yang diperintahkan oleh ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
    (2)
    Pengumpulan informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan Dokumen pendukung.
     
     
     
     
     

    Pasal 15

    Penyampaian informasi dan/atau Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 tidak berlaku bagi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) berupa:
    a.
    lembaga yang memiliki kewenangan di bidang eksekutif, yudikatif, legislatif; atau
    b.
    perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek.
     
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Lebih Sederhana
     

    Pasal 16

    (1)
    Dalam hal Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) termasuk dalam tingkat risiko rendah, Penyelenggara Lelang menerapkan PMPJ lebih sederhana.
    (2)
    Penerapan PMPJ lebih sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengumpulan informasi Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), minimal memuat:
     
    a.
    nama;
     
    b.
    tempat dan tanggal lahir;
     
    c.
    nomor identitas kependudukan atau paspor; dan
     
    d.
    alamat.
    (3)
    Pengumpulan informasi Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) wajib disertai dengan Dokumen yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
     
     
     
     
     

    Pasal 17

    (1)
    Penerapan PMPJ lebih sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
     
    a.
    Transaksi Pengguna Jasa terindikasi tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; dan/atau
     
    b.
    tingkat risiko profil dan/atau Transaksi Pengguna Jasa meningkat menjadi tingkat risiko sedang atau tinggi.
    (2)
    Penyelenggara Lelang wajib membuat dan menyimpan daftar Pengguna Jasa yang termasuk dalam tingkat risiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1).
     
     
     
     
     
    Bagian Kelima
    Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Lebih Mendalam oleh Balai Lelang Sebagai Penyelenggara Lelang
     

    Pasal 18

    (1)
    Balai Lelang sebagai Penyelenggara Lelang wajib menerapkan PMPJ lebih mendalam dalam hal Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) termasuk dalam tingkat risiko tinggi.
    (2)
    Balai Lelang wajib membuat dan menyimpan daftar Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang termasuk dalam tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (3)
    Balai Lelang wajib memiliki sistem manajemen risiko untuk menggolongkan sebagai PEP terhadap Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner).
    (4)
    Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang termasuk dalam tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
     
    a.
    PEP;
     
    b.
    pihak terkait PEP; dan
     
    c.
    Pengguna Jasa yang melakukan Transaksi yang berasal dan/atau ditujukan ke negara berisiko tinggi.
    (5)
    Pihak terkait dengan PEP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi:
     
    a.
    perusahaan yang dimiliki atau dikelola oleh PEP;
     
    b.
    anggota keluarga PEP sampai dengan derajat kedua; dan/atau
     
    c.
    pihak yang secara umum dan diketahui publik mempunyai hubungan dekat dengan PEP.
    (6)
    Kategori PEP dan pihak terkait PEP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang.
    (7)
    Negara berisiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c merupakan negara yang dipublikasikan oleh Financial Action Task Force (FATF).
    (8)
    Publikasi Financial Action Task Force (FATF) sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dipublikasikan oleh PPATK untuk sesegera mungkin disampaikan oleh Direktur ke Balai Lelang.
     
     
     
     
     

    Pasal 19

    (1)
    Penerapan PMPJ lebih mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilakukan melalui:
     
    a.
    identifikasi Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) lebih mendalam dan dilakukan secara berkala; dan
     
    b.
    pemantauan lebih ketat terhadap Pengguna Jasa.
    (2)
    Identifikasi lebih mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
     
    a.
    meminta tambahan informasi mengenai Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dan melakukan verifikasi yang didasarkan pada kebenaran informasi, kebenaran sumber informasi, dan jenis informasi yang terkait;
     
    b.
    meminta tambahan informasi mengenai sumber dana, sumber kekayaan, tujuan transaksi, dan tujuan hubungan usaha dengan pihak yang terkait Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dan melakukan verifikasi yang didasarkan pada kebenaran informasi, kebenaran sumber informasi, dan jenis informasi yang terkait; dan
     
    c.
    pengawasan lebih lanjut atas hubungan usaha melalui peningkatan jumlah dan frekuensi pengawasan dan pemilihan pola transaksi yang memerlukan penelaahan lebih lanjut.
    (3)
    Pengumpulan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dapat disertai dengan Dokumen pendukung yang membuktikan kebenaran informasi.
     
     
     
     
     

    Pasal 20

    (1)
    Balai Lelang wajib menunjuk pejabat yang bertanggung jawab menangani Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang termasuk dalam tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
    (2)
    Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
     
    a.
    memberikan persetujuan atau penolakan terhadap Pengguna Jasa yang tergolong PEP; dan
     
    b.
    membuat keputusan untuk meneruskan atau menghentikan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa dan/atau Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa.
     
     
     
     
     
    Bagian Keenam
    Verifikasi Pengguna Jasa
     

    Pasal 21

    (1)
    Penyelenggara Lelang wajib melakukan verifikasi terhadap informasi dan Dokumen Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) berupa penelitian kesesuaian informasi dan Dokumen yang dilakukan sebelum atau pada saat Penyelenggara Lelang melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner).
    (2)
    Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Penyelenggara Lelang dengan meminta keterangan kepada Pengguna Jasa, Setiap Orang yang berwenang mewakili Pengguna Jasa, dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) untuk mengetahui kebenaran formil Dokumen.
     
     
     
     
     
    Bagian Ketujuh
    Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa
     

    Pasal 22

    (1)
    Penyelenggara Lelang wajib melakukan pemantauan terhadap Transaksi Pengguna Jasa.
    (2)
    Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan meneliti kesesuaian antara Transaksi Pengguna Jasa dengan profil Pengguna Jasa, jenis usaha Pengguna Jasa, tingkat risiko Pengguna Jasa, dan sumber dana.
    (3)
    Penyelenggara Lelang wajib melakukan upaya pengkinian data, informasi, dan/atau Dokumen pendukung melalui reviu terhadap profil dan Transaksi Pengguna Jasa yang termasuk dalam tingkat risiko tinggi, dan dapat dilakukan terhadap tingkat risiko sedang dan rendah.
     

    Pasal 23

    Penyelenggara Lelang yang meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh Pengguna Jasa wajib melaporkan kepada PPATK sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan.
     
     
     
     
     

    Pasal 24

    Penyelenggara Lelang dalam menerapkan kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal PMPJ terkait pelaksanaan pemblokiran secara serta merta atas dana milik orang atau Korporasi yang identitasnya tercantum dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris dan daftar pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal, harus memperhatikan:
    a.
    ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
    b.
    pedoman yang dikeluarkan oleh Kepala PPATK mengenai pemblokiran secara serta merta atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris dan daftar pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.
     
     
     
     
     
    BAB III
    PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI KANTOR PEJABAT LELANG KELAS II DAN BALAI LELANG DENGAN BANTUAN PIHAK KETIGA
     

    Pasal 25

    (1)
    Dalam menerapkan PMPJ secara konsisten dan berkesinambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang sebagai Penyelenggara Lelang dapat meminta bantuan pihak ketiga.
    (2)
    Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang bertanggung jawab atas penggunaan hasil penerapan PMPJ yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (3)
    Hasil penerapan PMPJ yang telah dilakukan dengan bantuan pihak ketiga yang dapat digunakan oleh Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang wajib memenuhi kriteria pihak ketiga sebagai berikut:
     
    a.
    memiliki kebijakan dan prosedur PMPJ serta tunduk pada pengawasan dari otoritas berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
     
    b.
    bersedia sesegera mungkin memberikan informasi dan salinan Dokumen Pendukung terkait penerapan PMPJ yang diperlukan oleh Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang; dan
     
    c.
    bersedia memiliki kerja sama dengan Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang dalam bentuk kesepakatan tertulis.
    (4)
    Dalam hal pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di negara atau yurisdiksi asing, Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang hanya dapat menggunakan hasil penerapan PMPJ dengan bantuan pihak ketiga setelah melakukan pengumpulan informasi mengenai tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme pada negara atau yurisdiksi asing tersebut.
    (5)
    Penggunaan hasil penerapan PMPJ yang telah dilakukan dengan bantuan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pihak ketiga yang berkedudukan di negara berisiko tinggi.
     
     
     
     
     

    Pasal 26

    (1)
    Dalam hal Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang menggunakan hasil penerapan PMPJ yang telah dilakukan dengan bantuan pihak ketiga yang merupakan konglomerasi keuangan (financial group) yang sama, maka wajib mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
    (2)
    Hasil penerapan PMPJ yang telah dilakukan dengan bantuan pihak ketiga yang merupakan konglomerasi keuangan (financial group) yang dapat digunakan oleh Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang wajib memenuhi kriteria pihak ketiga sebagai berikut:
     
    a.
    konglomerasi keuangan (financial group) menerapkan PMPJ sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
     
    b.
    dilakukan pengawasan terhadap konglomerasi keuangan (financial group) atas penerapan PMPJ oleh otoritas berwenang; dan
     
    c.
    memiliki mitigasi risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme terhadap negara berisiko tinggi.
     
     
     
     
     
    BAB IV
    PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG SEBAGAI KONGLOMERASI KEUANGAN (FINANCIAL GROUP)
     

    Pasal 27

    (1)
    Balai Lelang sebagai Penyelenggara Lelang yang merupakan konglomerasi keuangan (financial group), wajib menerapkan PMPJ kepada seluruh jaringan kantor dan anak perusahaannya yang berada di dalam maupun luar negeri yang telah ditetapkan oleh Balai Lelang.
    (2)
    Penerapan PMPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
     
    a.
    kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal yang telah ditetapkan oleh konglomerasi keuangan (financial group) dengan mengacu pada ketentuan kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
     
    b.
    kebijakan dan prosedur pertukaran informasi antar jaringan kantor dan anak perusahaan dari konglomerasi keuangan (financial group) untuk:
     
     
    1.
    penerapan PMPJ;
     
     
    2.
    penilaian risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; dan
     
     
    3.
    pengaturan pengawasan kepatuhan atas jaringan kantor dan anak perusahaan dari konglomerasi keuangan (financial group) pada tingkat grup; dan
     
    c.
    kebijakan dan prosedur penanganan kerahasiaan dan penggunaan informasi yang dipertukarkan.
    (3)
    Pengawasan kepatuhan atas penerapan PMPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan lebih ketat terhadap jaringan kantor dan anak perusahaan yang berada pada negara berisiko tinggi.
     
     
     
     
     

    Pasal 28

    (1)
    Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) wajib memastikan jaringan kantor dan anak perusahaan yang berada di negara atau yurisdiksi asing menerapkan PMPJ sesuai dengan ketentuan PMPJ sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
    (2)
    Dalam hal di negara tempat kedudukan kantor dan anak perusahaan yang berada di negara atau yurisdiksi asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki pengaturan PMPJ yang lebih ketat dari yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, jaringan kantor dan anak perusahaan dimaksud wajib tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas negara dimaksud.
    (3)
    Dalam hal di negara tempat kedudukan kantor dan anak perusahaan yang berada di negara atau yurisdiksi asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mematuhi standar atau konvensi internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, atau sudah mematuhi namun pengaturan PMPJ yang dimiliki tidak lebih ketat dari pengaturan dalam Peraturan Menteri ini, jaringan kantor dan anak perusahaan dimaksud wajib menerapkan PMPJ sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
    (4)
    Dalam hal penerapan PMPJ sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini mengakibatkan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tempat kedudukan jaringan kantor dan anak perusahaan yang berada di negara atau yurisdiksi asing, maka kantor Balai Lelang di luar negeri tersebut wajib:
     
    a.
    memitigasi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; dan
     
    b.
    menginformasikan kepada kantor pusat Balai Lelang dan PPATK bahwa kantor Balai Lelang dimaksud tidak dapat menerapkan PMPJ sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
    (5)
    Dalam hal Balai Lelang di dalam negeri merupakan jaringan kantor dan/atau anak perusahaan dari konglomerasi yang berada di luar negeri, Balai Lelang dimaksud wajib menerapkan PMPJ sesuai Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     
    BAB V
    PENATAUSAHAAN DAN PELAPORAN DOKUMEN
     

    Pasal 29

    (1)
    Penyelenggara Lelang wajib menatausahakan Dokumen seluruh Pengguna Jasa dan pihak lain yang terkait, meliputi:
     
    a.
    identitas Pengguna Jasa dan pihak lain yang terkait; dan
     
    b.
    Dokumen hubungan usaha dengan pengguna jasa, termasuk Dokumen transaksi Pengguna Jasa.
    (2)
    Penyelenggara Lelang menatausahakan formulir dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pelunasan harga lelang.
     
     
     
     
     

    Pasal 30

    (1)
    Penyelenggara Lelang wajib menyampaikan laporan Transaksi Lelang yang dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK, untuk Transaksi pembelian tunai baik secara langsung, dengan menggunakan uang tunai, cek, atau giro maupun pentransferan atau pemindahbukuan.
    (2)
    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pelunasan harga lelang.
    (3)
    Penyampaian laporan dilakukan dengan cara:
     
    a.
    mengisi laporan pada aplikasi pelaporan Transaksi Lelang; dan/atau
     
    b.
    mengunggah (upload) laporan ke aplikasi pelaporan Transaksi Lelang.
    (4)
    Selain laporan Transaksi Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Lelang melaporkan Transaksi Keuangan mencurigakan berdasarkan permintaan PPATK.
    (5)
    Tata cara pelaporan Transaksi Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan Peraturan Kepala PPATK mengenai tata cara pelaporan transaksi bagi penyedia barang dan/atau jasa lainnya.
     
     
     
     
     

    Pasal 31

    (1)
    Penatausahaan formulir dan Dokumen dapat dilakukan oleh Penyelenggara Lelang dengan menunjuk petugas khusus PMPJ.
    (2)
    Pelaporan Transaksi Lelang dilaksanakan oleh Penyelenggara Lelang melalui aplikasi yang disediakan oleh PPATK.
     
     
     
     
     

    Pasal 32

    Seluruh Dokumen terkait dengan PMPJ yang perlu disampaikan atau dilaporkan oleh Penyelenggara Lelang, Pengguna Jasa, atau pihak ketiga, dapat disampaikan secara elektronik.
     
     
     
     
     
    BAB VI
    SISTEM INFORMASI DAN/ATAU PENCATATAN TRANSAKSI
     

    Pasal 33

    (1)
    Penyelenggara Lelang wajib memiliki sistem informasi dan/atau pencatatan Transaksi Pengguna Jasa mengenai identifikasi, pemantauan, dan penyediaan laporan mengenai transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa, serta menelusuri setiap Transaksi Pengguna Jasa, baik untuk keperluan internal, instansi penegak hukum, dan otoritas berwenang.
    (2)
    Sistem informasi dan/atau pencatatan Transaksi Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan baik secara elektronik maupun nonelektronik.
    (3)
    Pelaksanaan sistem informasi dan/atau pencatatan Transaksi Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan kompleksitas dan karakteristik Penyelenggara Lelang.
     
     
     
     
     

    Pasal 34

    (1)
    Penyelenggara Lelang wajib memelihara basis data (database):
     
    a.
    negara berisiko tinggi;
     
    b.
    daftar terduga teroris dan organisasi teroris; dan
     
    c.
    daftar pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal,
     
    yang dipublikasikan oleh Pemerintah atau organisasi internasional.
    (2)
    Penyelenggara Lelang wajib memastikan kesamaan atau kemiripan identitas Pengguna Jasa dengan identitas teroris dan organisasi teroris yang tercantum dalam basis data (database) daftar terduga teroris dan organisasi teroris sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, dan daftar pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara berkala.
    (3)
    Penyelenggara Lelang wajib melaporkan sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan, dalam hal terdapat kesamaan atau kemiripan antara identitas Pengguna Jasa dengan identitas terduga teroris dan organisasi teroris yang tercantum dalam basis data (database) daftar terduga teroris dan organisasi teroris sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, dan daftar pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
     
     
     
     
     
    BAB VII
    EVALUASI KEPATUHAN
     

    Pasal 35

    (1)
    Direktur Jenderal melakukan Evaluasi Kepatuhan atas penerapan PMPJ.
    (2)
    Direktur Jenderal dapat meminta bantuan Deputi pada PPATK yang membidangi pengawasan dan kepatuhan atas penerapan PMPJ untuk melaksanakan Evaluasi Kepatuhan bersama (join audit) pada Penyelenggara Lelang.
    (3)
    Pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan oleh Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Direktur dan Kepala Kantor Wilayah.
     
     
     
     
     

    Pasal 36

    (1)
    Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dilakukan terhadap:
     
    a.
    kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1); dan/atau
     
    b.
    pelaksanaan PMPJ.
    (2)
    Evaluasi Kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk menilai kepatuhan Penyelenggara Lelang dalam memenuhi kewajiban pelaporan ke PPATK.
    (3)
    Dalam hal setelah dilakukan Evaluasi Kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditemukan adanya Transaksi yang telah memenuhi kriteria wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 namun belum dilaporkan, Penyelenggara Lelang wajib melaporkan kepada PPATK paling lambat 14 (empat belas) hari.
    (4)
    Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan penilaian tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
    (5)
    Tata cara Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     

    Pasal 37

    (1)
    Evaluasi Kepatuhan dilaksanakan secara:
     
    a.
    tidak langsung (off-site); dan/atau
     
    b.
    langsung (on-site).
    (2)
    Pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan tidak langsung (off-site) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan melalui penilaian tingkat risiko oleh Direktur berdasarkan penilaian risiko sektoral (Sectoral Risk Assessment), dengan tahapan sebagai berikut:
     
    a.
    penelitian Dokumen;
     
    b.
    penilaian pelaksanaan PMPJ dan kewajiban pelaporan; dan
     
    c.
    penyusunan hasil penilaian tingkat risiko dalam bentuk matriks.
    (3)
    Penilaian risiko sektoral (sectoral risk assessment) terhadap Penyelenggara Lelang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
    (4)
    Kategori penilaian tingkat risiko Penyelenggara Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:
     
    a.
    rendah;
     
    b.
    sedang; dan
     
    c.
    tinggi.
    (5)
    Evaluasi Kepatuhan secara tidak langsung (off-site) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan terhadap Penyelenggara Lelang dengan kategori risiko rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a.
    (6)
    Evaluasi Kepatuhan secara langsung (on-site) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan terhadap Penyelenggara Lelang dengan kategori risiko sedang dan/atau tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c.
    (7)
    Evaluasi Kepatuhan secara langsung (on site) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh minimal 2 (dua) orang petugas evaluasi yang merupakan pegawai negeri sipil dari Kantor Wilayah tempat kedudukan Penyelenggara Lelang.
     
     
     
     
     

    Pasal 38

    (1)
    Pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dilaksanakan dengan pengisian kertas kerja Evaluasi Kepatuhan oleh petugas evaluasi.
    (2)
    Petugas evaluasi membuat laporan hasil pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (3)
    Pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan dapat dilakukan secara bersamaan, yaitu:
     
    a.
    pada KPKNL dapat dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pemeriksaan terhadap Pejabat Lelang Kelas I atau Pelelang; dan
     
    b.
    pada Kantor Pejabat Lelang Kelas II dapat dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pemeriksaan terhadap Pejabat Lelang Kelas II.
     
     
     
     
     

    Pasal 39

    (1)
    Dalam hal berdasarkan Evaluasi Kepatuhan secara langsung (on-site) ditemukan adanya ketidakpatuhan penerapan PMPJ dan/atau kewajiban pelaporan kepada PPATK, Penyelenggara Lelang memberikan tanggapan disertai komitmen tindak lanjut penyelesaian sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Kantor Wilayah dan Penyelenggara Lelang.
    (2)
    Penyelenggara Lelang menyampaikan laporan tentang penyelesaian komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Wilayah.
    (3)
    Hasil pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan secara langsung (on-site) dilaporkan kepada Direktur paling lambat 14 (empat belas) Hari Kerja setelah pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan.
    (4)
    Hasil pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan peningkatan tata kelola penerapan PMPJ dan/atau kewajiban pelaporan selanjutnya.
     
     
     
     
     
    BAB VIII
    PENYESUAIAN DAN PERUBAHAN KEBIJAKAN, PROSEDUR DAN PENGENDALIAN INTERNAL
     

    Pasal 40

    (1)
    Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang harus melakukan penyesuaian kebijakan, prosedur dan pengendalian internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan menyampaikan kepada PPATK paling lambat 6 (enam) bulan sejak mulai berlakunya Peraturan Menteri ini.
    (2)
    Dalam hal Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang melakukan perubahan kebijakan, prosedur dan pengendalian internal tentang penerapan PMPJ, Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang harus menyampaikan setiap perubahan yang dilakukan kepada Kepala PPATK.
    (3)
    Penyampaian setiap perubahan kebijakan, prosedur dan pengendalian internal paling lambat 14 (empat belas) Hari Kerja sejak ditetapkan.
     
     
     
     
     
    BAB IX
    SANKSI
     

    Pasal 41

    (1)
    Kantor Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang yang melakukan pelanggaran atas:
     
    a.
    kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 5 ayat (3), Pasal 6 ayat (3), Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13, Pasal 16 ayat (3), Pasal 17 ayat (2), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 23, Pasal 25 ayat (3), Pasal 26, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 dan/atau Pasal 36 ayat (3); dan/atau
     
    b.
    larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),
     
    dikenakan sanksi administratif.
    (2)
    Balai Lelang yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 20 ayat (1) dikenakan sanksi administratif.
    (3)
    Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:
     
    a.
    Sanksi yang dijatuhkan kepada Pejabat Lelang Kelas II meliputi:
     
     
    1)
    peringatan tertulis;
     
     
    2)
    pembebastugasan; dan/atau
     
     
    3)
    pemberhentian tidak dengan hormat;
     
    b.
    Balai Lelang yang tidak memenuhi kewajiban dan/atau melakukan pelanggaran atas larangan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi:
     
     
    1)
    surat peringatan;
     
     
    2)
    surat peringatan terakhir;
     
     
    3)
    pembekuan izin operasional; dan/atau
     
     
    4)
    pencabutan izin operasional.
    (4)
    Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang.
     
     
     
     
     
    BAB X
    KETENTUAN LAIN-LAIN
     

    Pasal 42

    Penyelenggara Lelang dapat melakukan kerjasama dengan instansi penegak hukum dan instansi yang berwenang dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
     
     
     
     
     

    Pasal 43

    Dalam hal telah dilaksanakan integrasi pembinaan dan pengawasan Pejabat Lelang Kelas II, maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 37 ayat (2) dan ayat (7), Pasal 39 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) beralih kepada instansi yang berwenang dalam pembinaan dan pengawasan Pejabat Lelang Kelas II.
     
     
     
     
     
    BAB XI
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 44

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.06/2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1562), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     
     
     

    Pasal 45

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan sejak tanggal diundangkan.
     
     
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 31 Januari 2023
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    SRI MULYANI INDRAWATI

    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 3 Februari 2023
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    YASONNA H. LAOLY

    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 132

    Peraturan Menteri Keuangan 8/PMK.06/2023 - Perpajakan DDTC