Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 88 TAHUN 2024

     
    TENTANG
     
    TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN YANG BERSUMBER DARI DANA SALDO ANGGARAN LEBIH
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     
     
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa untuk mendukung kebijakan pemerintah dan menjaga keberlanjutan fiskal, Bendahara Umum Negara dapat mengoptimalkan dana saldo anggaran lebih melalui penempatan dana saldo anggaran lebih selain di Bank Indonesia berdasarkan amanat Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan;
    b.
    bahwa optimalisasi pengelolaan dana saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat dilakukan dalam bentuk pinjaman dana saldo anggaran lebih, yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah/pemerintah daerah atau badan hukum lainnya yang mendapatkan penugasan pemerintah untuk melaksanakan kebijakan nasional;
    c.
    bahwa untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan optimalisasi pengelolaan dana saldo anggaran lebih dalam bentuk pinjaman dana saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan sesuai kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu mengatur tata cara pemberian pinjaman yang bersumber dari dana saldo anggaran lebih;
    d.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman yang Bersumber dari Dana Saldo Anggaran Lebih;
     
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2.
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
    3.
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
    4.
    Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
    5.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 472);
     
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PINJAMAN YANG BERSUMBER DARI DANA SALDO ANGGARAN LEBIH.
     
     
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
    2.
    Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
    3.
    Treasury Dealing Room yang selanjutnya disingkat TDR adalah unit pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang melaksanakan transaksi pengelolaan kelebihan atau kekurangan kas, dengan dilengkapi alat komunikasi, perekam dan perangkat pendukung lainnya.
    4.
    Rekening Lainnya adalah rekening yang dibuka oleh BUN/kuasa BUN pada Bank Indonesia selain rekening kas umum negara dan sub rekening kas umum negara.
    5.
    Rekening Lain Bank Indonesia Kelolaan TDR adalah rekening milik kuasa BUN yang digunakan untuk operasional TDR.
    6.
    Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah atau dikurangi dengan koreksi pembukuan.
    7.
    Dana SAL BUN adalah SAL yang dimiliki oleh BUN yang tidak dibatasi penggunaannya untuk membiayai kegiatan tertentu.
    8.
    Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    9.
    Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN.
    10.
    Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah.
    11.
    Badan Hukum Lainnya yang selanjutnya disingkat BHL adalah badan hukum yang dibentuk berdasarkan perintah undang-undang dan/atau dibentuk oleh Pemerintah dengan tujuan tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    12.
    Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
    13.
    Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi, atau bupati bagi daerah kabupaten, atau wali kota bagi daerah kota.
    14.
    Pinjaman Dana SAL adalah fasilitas dukungan likuiditas berupa pinjaman jangka pendek yang dapat diberikan Pemerintah kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah/BHL yang mendapat penugasan Pemerintah dalam rangka melaksanakan kebijakan nasional, sebagai bentuk optimalisasi pemanfaatan Dana SAL BUN.
    15.
    Pinjaman Likuiditas Dana SAL adalah setiap pinjaman atas pemanfaatan Pinjaman Dana SAL.
    16.
    Debitur adalah BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah/BHL penerima Pinjaman Dana SAL.
    17.
    Pimpinan Debitur adalah pimpinan tertinggi pada BUMN/BUMD/BHL yang dapat berupa Direktur Utama/Ketua Dewan Direktur/Ketua Eksekutif atau Kepala Daerah pada Pemerintah Daerah.
    18.
    Jaminan adalah garansi berupa aset yang bertujuan untuk memberikan kepastian pengembalian atas Pinjaman Dana SAL, baik pokok maupun bunga/imbal hasilnya.
    19.
    Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
    20.
    Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
    21.
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
    22.
    Direktur Jenderal Perbendaharaan adalah direktur jenderal pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang merupakan unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
    23.
    Direktur Pengelolaan Kas Negara adalah direktur pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang merupakan unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan kas negara.
    24.
    Reverse Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Reverse Repo adalah transaksi beli SBN dengan janji jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
     
     
     
     
     

    Pasal 2

    (1)
    BUN dapat mengoptimalkan Dana SAL BUN melalui penempatan Dana SAL BUN selain di Bank Indonesia.
    (2)
    Optimalisasi Dana SAL BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk Pinjaman Dana SAL.
     
     
     
     
     

    Pasal 3

    Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan berdasarkan amanat sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN-Perubahan.
     
     
     
     
     

    Pasal 4

    Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip:
    a.
    kehati-hatian;
    b.
    aman;
    c.
    mendapatkan remunerasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau berbasis pasar (market based); dan
    d.
    akuntabel.
     
     
     
     
     

    Pasal 5

    (1)
    Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan kepada:
     
    a.
    BUMN;
     
    b.
    BUMD;
     
    c.
    Pemerintah Daerah; dan/atau
     
    d.
    BHL,
     
    yang mendapatkan penugasan Pemerintah untuk melaksanakan kebijakan nasional.
    (2)
    Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penugasan yang masih berlaku berupa surat ketetapan dan/atau surat keputusan penunjukan penugasan oleh pejabat berwenang dan/atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3)
    Surat ketetapan dan/atau surat keputusan penunjukan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan minimal oleh menteri sesuai dengan kewenangannya.
     
     
     
     
     

    Pasal 6

    Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan dalam mata uang rupiah.
     
     
     
     
     

    Pasal 7

    (1)
    Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 merupakan credit line yang bersifat uncommitted.
    (2)
    Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan sebagai Pinjaman Likuiditas Dana SAL secara sekaligus atau bertahap.
    (3)
    Credit line yang bersifat uncommitted sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan batas maksimal akumulasi Pinjaman Likuiditas Dana SAL, yang pencairannya mempertimbangkan perencanaan kas.
     
     
     
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Masa Pinjaman Dana SAL merupakan tanggal dimulainya Pinjaman Dana SAL sampai dengan tanggal akhir Pinjaman Dana SAL.
    (2)
    Tanggal akhir Pinjaman Dana SAL paling lama sampai dengan akhir tahun anggaran.
     
     
     
     
     

    Pasal 9

    (1)
    Jangka waktu Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2):
     
    a.
    paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender; dan
     
    b.
    tidak melewati tanggal akhir Pinjaman Dana SAL.
    (2)
    Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku efektif sejak tanggal pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL.
    (3)
    Jangka waktu efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengubah masa Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
    (4)
    Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui TDR.
    (5)
    Terhadap Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUN memperoleh bunga/imbal hasil dengan tingkat suku bunga/imbal hasil minimal sebesar tingkat remunerasi yang diperoleh BUN dari penempatan uang negara di Bank Indonesia.
     
     
     
     
     
    BAB II
    JAMINAN ATAS PINJAMAN LIKUIDITAS DANA SALDO ANGGARAN LEBIH
     

    Pasal 10

    Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan setelah Debitur memberikan Jaminan.
     
     
     
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berupa:
     
    a.
    Deposito; dan/atau
     
    b.
    SBN.
    (2)
    Deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit bernilai 102% (seratus dua persen) dari nilai Pinjaman Likuiditas Dana SAL ditambah bunga/imbal hasil.
    (3)
    SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit bernilai 120% (seratus dua puluh persen) dari nilai Pinjaman Likuiditas Dana SAL ditambah bunga/imbal hasil.
    (4)
    Dalam hal Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan gabungan antara:
     
    a.
    Deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
     
    b.
    SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, nilai Jaminan dihitung secara proporsional atas nilai Pinjaman Likuiditas Dana SAL ditambah bunga/imbal hasil.
     
    nilai Jaminan dihitung secara proporsional atas nilai Pinjaman Likuiditas Dana SAL ditambah bunga/imbal hasil.
     
     
     
     
     

    Pasal 12

    (1)
    Jaminan berupa Deposito sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a harus memenuhi kriteria minimal sebagai berikut:
     
    a.
    dalam mata uang rupiah;
     
    b.
    sisa waktu jatuh tempo paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat jatuh tempo Pinjaman Likuiditas Dana SAL atau dapat dilakukan perpanjangan tanggal jatuh tempo (rollover) sehingga sisa waktu jatuh tempo menjadi paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat jatuh tempo Pinjaman Likuiditas Dana SAL; dan
     
    c.
    tidak dijadikan Jaminan kepada pihak lain; dan
     
    d.
    dapat dicairkan sewaktu-waktu sebelum jatuh tempo Deposito dalam hal Debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya.
    (2)
    Jaminan berupa SBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b harus memenuhi kriteria minimal sebagai berikut:
     
    a.
    dalam mata uang rupiah;
     
    b.
    sisa waktu jatuh tempo paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat jatuh tempo Pinjaman Likuiditas Dana SAL;
     
    c.
    tidak dijadikan Jaminan kepada pihak lain; dan
     
    d.
    dapat diperjualbelikan.
     
     
     
     
     
    BAB III
    TATA CARA PINJAMAN DANA SALDO ANGGARAN LEBIH
     

    Pasal 13

    (1)
    Pimpinan calon Debitur mengajukan permohonan Pinjaman Dana SAL secara tertulis kepada Menteri dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
    (2)
    Permohonan Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan:
     
    a.
    surat ketetapan dan/atau surat keputusan penunjukan penugasan oleh pejabat berwenang dan/atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
     
    b.
    dokumen yang memuat informasi perhitungan kebutuhan Pinjaman Dana SAL;
     
    c.
    dokumen perencanaan pencairan dan pengembalian Pinjaman Likuiditas Dana SAL yang disertai dengan analisis kemampuan membayar kembali berdasarkan proyeksi arus kas selama periode masa Pinjaman Dana SAL;
     
    d.
    anggaran dasar dan anggaran rumah tangga atau dokumen yang dipersamakan yang paling sedikit menyatakan kewenangan:
     
     
    1.
    untuk mewakili calon Debitur; dan
     
     
    2.
    mengadakan perjanjian dan kontrak;
     
    e.
    dokumen yang memuat informasi Jaminan yang akan diberikan, yang paling sedikit berisi bentuk, nilai, jenis, dan tanggal jatuh tempo Jaminan;
     
    f.
    laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik/Badan Pemeriksa Keuangan dengan opini wajar tanpa pengecualian; dan
     
    g.
    surat pernyataan tanggung jawab mutlak, yang disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     
     
     
     
     

    Pasal 14

    (1)
    Menteri menilai permohonan Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
    (2)
    Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
    (3)
    Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap:
     
    a.
    proyeksi ketersediaan Dana SAL BUN sesuai rencana pencairan calon Debitur; dan
     
    b.
    kesesuaian Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12.
    (4)
    Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat meminta tambahan dokumen lain yang diperlukan.
     
     
     
     
     

    Pasal 15

    (1)
    Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap.
    (2)
    Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat:
     
    a.
    menyetujui permohonan Pinjaman Dana SAL, yang dituangkan dalam surat persetujuan; atau
     
    b.
    menolak permohonan Pinjaman Dana SAL, yang dituangkan dalam surat penolakan.
    (3)
    Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat lebih rendah dari nilai permohonan Pinjaman Dana SAL yang disampaikan oleh calon Debitur.
    (4)
    Surat persetujuan atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan Menteri kepada pimpinan calon Debitur.
    (5)
    Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b minimal memuat:
     
    a.
    nilai Pinjaman Dana SAL yang disetujui;
     
    b.
    masa Pinjaman Dana SAL; dan
     
    c.
    tingkat suku bunga/imbal hasil Pinjaman Dana SAL.
    (6)
    Nilai Pinjaman Dana SAL yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan batas maksimal akumulasi Pinjaman Likuiditas Dana SAL yang dapat diberikan kepada Debitur.
     
     
     
     
     

    Pasal 16

    (1)
    Surat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) menjadi dasar perjanjian Pinjaman Dana SAL.
    (2)
    Perjanjian Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Pimpinan Debitur.
    (3)
    Perjanjian Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (2), minimal memuat informasi mengenai:
     
    a.
    identitas para pihak;
     
    b.
    jumlah Pinjaman Dana SAL;
     
    c.
    masa Pinjaman Dana SAL;
     
    d.
    suku bunga/imbal hasil;
     
    e.
    hak dan kewajiban para pihak;
     
    f.
    mekanisme pencairan pinjaman;
     
    g.
    mekanisme pembayaran kewajiban;
     
    h.
    Jaminan dan eksekusi Jaminan;
     
    i.
    penyelesaian sengketa;
     
    j.
    cidera janji dan sanksi; dan
     
    k.
    keadaan kahar.
    (4)
    Biaya yang timbul atas pelaksanaan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada Debitur.
     
     
     
     
     

    Pasal 17

    (1)
    Berdasarkan perjanjian Pinjaman Dana SAL, Pimpinan Debitur mengajukan surat permohonan pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara.
    (2)
    Surat permohonan pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi mengenai:
     
    a.
    nilai permohonan pencairan;
     
    b.
    rencana pencairan dan pengembalian Pinjaman Likuiditas Dana SAL yang disertai dengan analisis kemampuan membayar kembali berdasarkan proyeksi arus kas selama jangka waktu Pinjaman Likuiditas Dana SAL; dan
     
    c.
    Jaminan yang akan diberikan, yang paling sedikit berisi bentuk, nilai, jenis, dan tanggal jatuh tempo Jaminan.
    (3)
    Berdasarkan surat permohonan pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara melakukan analisis ketersediaan Dana SAL BUN.
    (4)
    Berdasarkan hasil analisis ketersediaan Dana SAL BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal:
     
    a.
    Dana SAL BUN tersedia, Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan persetujuan permohonan pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL serta dilakukan pengikatan Jaminan antara Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara dan Pimpinan Debitur; atau
     
    b.
    Dana SAL BUN tidak tersedia, Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan penolakan permohonan pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL kepada Pimpinan Debitur.
    (5)
    Persetujuan permohonan pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL minimal memuat informasi mengenai:
     
    a.
    nilai pokok pencairan pinjaman yang dapat dicairkan;
     
    b.
    bunga/imbal hasil;
     
    c.
    tanggal pencairan;
     
    d.
    tanggal jatuh tempo;
     
    e.
    nilai dan bentuk Jaminan; dan
     
    f.
    denda.
     
     
     
     
     

    Pasal 18

    (1)
    Pengikatan Jaminan berupa Deposito sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
     
    a.
    perjanjian penyerahan gadai antara Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara dan Pimpinan Debitur;
     
    b.
    perjanjian trilateral antara Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara, Pimpinan Debitur, dan pejabat yang berwenang pada bank penerbit Deposito; dan
     
    c.
    perjanjian trilateral sebagaimana dimaksud pada huruf b mencakup pemberian kuasa kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk mencairkan deposito.
    (2)
    Pengikatan Jaminan berupa SBN sebagaimana dimaksud dalam 11 ayat (1) huruf b dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
     
    a.
    perjanjian transaksi Reverse Repo antara Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara dan Pimpinan Debitur, sebagaimana skema transaksi Reverse Repo Pemerintah yang berprinsip delivery versus payment; dan
     
    b.
    dokumen pemberitahuan rincian pelaksanaan transaksi (trade confirmation) yang ditandatangani oleh pihak Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan pihak Debitur.
    (3)
    Delivery versus payment sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan setelmen transaksi surat berharga dengan cara setelmen surat berharga dilakukan bersamaan dengan setelmen dana.
    (4)
    Setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening surat berharga melalui Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System dalam rangka penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan surat berharga.
    (5)
    Setelmen dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia melalui sistem Bank Indonesia–Real Time Gross Settlement dalam rangka penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan penatausahaan surat berharga melalui Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System.
     
     
     
     
     

    Pasal 19

    Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat dicairkan oleh Debitur selama Debitur belum menyelesaikan kewajiban yang timbul atas Pinjaman Likuiditas Dana SAL.
     
     
     
     
     

    Pasal 20

    (1)
    Berdasarkan pengikatan Jaminan yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara melaksanakan pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL.
    (2)
    Pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memindahbukukan Dana SAL BUN dari Rekening Lainnya milik BUN yang digunakan untuk menampung SAL ke Rekening Lain Bank Indonesia Kelolaan TDR.
    (3)
    Dalam hal Jaminan berupa Deposito sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara mentransfer Dana SAL BUN dari Rekening Lain Bank Indonesia Kelolaan TDR ke rekening Debitur setelah melakukan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (4)
    Dalam hal Jaminan berupa SBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara mentransfer Dana SAL BUN dari Rekening Lain Bank Indonesia Kelolaan TDR ke rekening bank kustodian Reverse Repo dan memerintahkan bank kustodian untuk melakukan setelmen, setelah melakukan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (5)
    Bank kustodian Reverse Repo melakukan setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan menggunakan prinsip delivery versus payment sehingga Dana SAL BUN berpindah ke rekening Debitur dan kepemilikan SBN berpindah ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
    (6)
    Setelah melaksanakan transfer Dana SAL BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan surat pelaksanaan pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL kepada Debitur.
    (7)
    Debitur menyampaikan surat konfirmasi pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pencairan Pinjaman Likuiditas Dana SAL diterima di rekening Debitur.
     
     
     
     
     
    BAB IV
    PELUNASAN PINJAMAN LIKUIDITAS DANA SALDO ANGGARAN LEBIH
     

    Pasal 21

    (1)
    Debitur wajib melakukan pelunasan Pinjaman Likuiditas Dana SAL pada tanggal jatuh tempo.
    (2)
    Dalam hal tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari libur, pelunasan Pinjaman Likuiditas Dana SAL dilaksanakan pada hari kerja terakhir sebelum tanggal jatuh tempo.
    (3)
    Dalam hal Jaminan berupa Deposito sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, pelunasan Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan mekanisme:
     
    a.
    debitur mentransfer dana kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara sebesar nilai Pinjaman Likuiditas Dana SAL dan bunga/imbal hasil sesuai dengan perjanjian Pinjaman Dana SAL; dan
     
    b.
    Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara melaksanakan pelepasan Jaminan sesuai dengan pengikatan Jaminan.
    (4)
    Dalam hal Jaminan berupa SBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, pelunasan Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan mekanisme:
     
    a.
    debitur mentransfer dana kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara sebesar Pinjaman Likuiditas Dana SAL dan bunga/imbal hasil sesuai dengan perjanjian Pinjaman Dana SAL; dan
     
    b.
    melaksanakan pelepasan Jaminan melalui skema bank kustodian.
    (5)
    Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan surat keterangan lunas kepada Debitur paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
     
     
     
     
     

    Pasal 22

    (1)
    Dalam hal Debitur tidak melunasi kewajiban Pinjaman Likuiditas Dana SAL, Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara dapat melakukan eksekusi Jaminan sesuai pengikatan Jaminan.
    (2)
    Tidak melunasi kewajiban Pinjaman Likuiditas Dana SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
     
    a.
    debitur melakukan pembayaran kurang dari kewajiban yang harus dilunasi; atau
     
    b.
    debitur tidak melakukan pembayaran sama sekali.
    (3)
    Eksekusi Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Jaminan yang berbentuk Deposito dilaksanakan dengan melakukan pencairan Deposito menjadi kas dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah tanggal jatuh tempo Pinjaman Likuiditas Dana SAL.
    (4)
    Eksekusi Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Jaminan yang berbentuk SBN dilaksanakan dengan tahapan:
     
    a.
    mengubah status kepemilikan SBN yang semula transaksi Reverse Repo menjadi transaksi outright pembelian SBN dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah tanggal jatuh tempo Pinjaman Likuiditas Dana SAL; dan
     
    b.
    melakukan transaksi outright penjualan SBN yang dimiliki sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tanggal outright pembelian SBN.
    (5)
    Dalam hal nilai hasil eksekusi Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi jumlah pokok pinjaman, bunga/imbal hasil, denda, dan biaya lain, nilai kelebihan tersebut dikembalikan kepada Debitur.
    (6)
    Pelaksanaan eksekusi Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Debitur.
     
     
     
     
     
    BAB V
    MANAJEMEN RISIKO DAN PENGENDALIAN INTERNAL
     

    Pasal 23

    Direktur Jenderal Perbendaharaan menerapkan manajemen risiko dan pengendalian internal atas pengelolaan Pinjaman Dana SAL.
     
     
     
     
     
    BAB VI
    PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN
     

    Pasal 24

    (1)
    Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap Pinjaman Dana SAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
    (2)
    Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat berkoordinasi dengan unit terkait di internal Kementerian Keuangan.
    (3)
    Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi kepada Menteri.
     
     
     
     
     

    Pasal 25

    Setiap pelaksanaan Pinjaman Dana SAL dilaporkan dan diungkapkan secara memadai dalam Laporan Keuangan BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
     
     
     
     
    BAB VII
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 26

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
     
     
     
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 25 Oktober 2024
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    SRI MULYANI INDRAWATI
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 29 November 2024
    DIREKTUR JENDERAL
    PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
    KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    DHAHANA PUTRA
     
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 900

    Peraturan Menteri Keuangan 88 TAHUN 2024 - Perpajakan DDTC