Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||
Menimbang |
||||||||||||||||||||||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pemberian imbalan bunga telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga;
|
|||||||||||||||||||||||||
b.
|
bahwa untuk menyelaraskan ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pemberian imbalan bunga dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem perbendaharaan dan anggaran negara, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pemberian imbalan bunga;
|
|||||||||||||||||||||||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27A ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga;
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Mengingat |
||||||||||||||||||||||||||
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1630) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1470);
|
||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||||||||||||||||||||
Menetapkan |
||||||||||||||||||||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal I |
||||||||||||||||||||||||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1630) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1470) diubah sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
1.
|
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 1
|
||||||||||||||||||||||||||
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
1.
|
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang.
|
||||||||||||||||||||||||
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP 2000 adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
3.
|
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP 1994 adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
4.
|
Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, dan perubahannya.
|
||||||||||||||||||||||||
|
5.
|
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
6.
|
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||||||||||||||||||||||||
|
7.
|
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||||||||||||||||||||||||
|
8.
|
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
9.
|
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
10.
|
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah kantor pelayanan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dan/atau tempat objek pajak PBB diadministrasikan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
11.
|
Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
12.
|
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.
|
||||||||||||||||||||||||
|
13.
|
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPIB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
|
||||||||||||||||||||||||
|
14.
|
Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPPIB adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan imbalan bunga dalam SKPIB dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang.
|
||||||||||||||||||||||||
|
15.
|
Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SPMIB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan untuk membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak.
|
||||||||||||||||||||||||
|
16.
|
Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disingkat SKPKPP adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
|
||||||||||||||||||||||||
|
17.
|
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPPN selaku Kuasa BUN untuk melaksanakan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMIB.
|
||||||||||||||||||||||||
|
18.
|
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara.
|
||||||||||||||||||||||||
|
19.
|
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
2.
|
Ketentuan Pasal 5 diubah dengan menambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 5
|
||||||||||||||||||||||||||
|
(1)
|
Imbalan bunga yang terkait dengan PBB untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagai akibat adanya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(2)
|
Imbalan bunga yang terkait dengan PBB untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran PBB sebagai akibat adanya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB, Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, Surat Keputusan Pembetulan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi PBB atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, Surat Keputusan Pengurangan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(3)
|
Objek PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi objek pajak sektor perkebunan, sektor perhutanan, sektor pertambangan, dan sektor lainnya.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
3.
|
Ketentuan ayat (3) Pasal 12 diubah, dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (4), sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 12
|
||||||||||||||||||||||||||
|
(1)
|
Pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang diadministrasikan di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, termasuk di KPP tempat Wajib Pajak cabang terdaftar dan di KPP tempat objek pajak PBB diadministrasikan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(2)
|
Utang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
Untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya merupakan Utang Pajak PPh, PPN, dan PPnBM yang tercantum dalam:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
1.
|
Surat Tagihan Pajak;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
2.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
3.
|
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
4.
|
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan terjadinya pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
Untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya merupakan Utang Pajak PPh, PPN, dan PPnBM yang tercantum dalam:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
1.
|
Surat Tagihan Pajak;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
2.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas jumlah yang telah disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
3.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas jumlah yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, yang:
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
a)
|
tidak diajukan keberatan;
|
|||||||||||||||||||||
|
|
|
|
b)
|
diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak terutang dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding; atau
|
|||||||||||||||||||||
|
|
|
|
c)
|
diajukan keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah pajak terutang, atau menolak;
|
|||||||||||||||||||||
|
|
|
4.
|
Surat Keputusan Keberatan yang tidak diajukan banding;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
5.
|
Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
6.
|
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
7.
|
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan terjadinya pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.
|
||||||||||||||||||||||
|
|
c.
|
Utang Pajak PBB yang tercantum dalam:
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
1.
|
Surat Tagihan Pajak PBB;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
2.
|
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
3.
|
Surat Ketetapan Pajak PBB;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
4.
|
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
5.
|
Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau;
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
6.
|
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan terjadinya pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.
|
||||||||||||||||||||||
|
(3)
|
Dalam hal setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat sisa imbalan bunga yang harus dibayarkan kepada Wajib Pajak, atas permohonan Wajib Pajak, sisa imbalan bunga tersebut dapat diperhitungkan dengan:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak; dan/atau
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak lain.
|
|||||||||||||||||||||||
|
(4)
|
Pelunasan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui perhitungan kelebihan imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diakui pada saat diterbitkannya SKPPIB.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
4.
|
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 13 diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 13
|
||||||||||||||||||||||||||
|
(1)
|
Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dituangkan dalam nota penghitungan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(2)
|
Formulir nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(3)
|
Bagi Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan dengan mata uang Dollar Amerika Serikat, pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf c, Pasal 3 ayat (1) huruf b, dan Pasal 4 ayat (1) huruf b dalam mata uang Dollar Amerika Serikat diberikan dalam mata uang Rupiah, yang dihitung menggunakan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, Pasal 17B Undang-Undang KUP 2000, atau Pasal 17B Undang-Undang KUP 1994;
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan atau diucapkannya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
c.
|
diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan;
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
d.
|
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
e.
|
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak; atau
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
f.
|
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak.
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||
5.
|
Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
Pasal 14
|
||||||||||||||||||||||||||
|
(1)
|
Perhitungan pemberian imbalan bunga dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ditindaklanjuti dengan kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(2)
|
Dalam hal tidak ada Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, seluruh imbalan bunga diberikan kepada Wajib Pajak bersangkutan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(3)
|
Kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui potongan SPMIB.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(4)
|
Potongan SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap sah dalam hal telah mendapatkan NTPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||
6.
|
Ketentuan ayat (9) Pasal 15 diubah, dan ayat (3) serta ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 15
|
||||||||||||||||||||||||||
|
(1)
|
SKPPIB diterbitkan berdasarkan nota penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
|
||||||||||||||||||||||||
|
(2)
|
SKPPIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(3)
|
Dihapus.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(4)
|
Dihapus.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(5)
|
Atas dasar SKPPIB, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMIB.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(6)
|
Dalam hal terdapat kesalahan dalam penerbitan SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan membetulkan SPMIB sepanjang belum diterbitkan SP2D.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(7)
|
Bentuk formulir SPMIB dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(8)
|
SPMIB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN;
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
lembar ke-3 untuk Wajib Pajak; dan
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
c.
|
lembar ke-4 untuk arsip KPP.
|
|||||||||||||||||||||||
|
(9)
|
SKPPIB dan SPMIB beserta ADK disampaikan ke KPPN.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
7.
|
Ketentuan ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 16 diubah, ayat (2) dan ayat (3) dihapus, serta di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (4a), sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
Pasal 16
|
||||||||||||||||||||||||||
|
(1)
|
Berdasarkan SPMIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5), Kepala KPPN atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SP2D dengan ketentuan:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
dalam hal seluruh imbalan bunga dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB, Kepala KPPN menerbitkan SP2D Nihil;
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
dalam hal masih terdapat sisa imbalan bunga yang harus diberikan kepada Wajib Pajak setelah dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB, Kepala KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak yang tercantum dalam SPMIB; atau
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
c.
|
dalam hal seluruh imbalan bunga diberikan kepada Wajib Pajak, Kepala KPPN menerbitkan SP2D sesuai dengan rekening Wajib Pajak yang tercantum dalam SPMIB.
|
|||||||||||||||||||||||
|
(2)
|
Dihapus.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(3)
|
Dihapus.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(4)
|
Kepala KPPN menerbitkan bukti penerimaan negara dalam hal imbalan bunga dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(4a)
|
Bukti penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
|
||||||||||||||||||||||||
|
(5)
|
KPPN menyampaikan:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
a.
|
daftar SP2D;
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
b.
|
SPMIB lembar ke-2; dan
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
c.
|
bukti penerimaan negara dalam hal terdapat imbalan bunga yang dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui potongan SPMIB,
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
ke KPP penerbit SPMIB.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
8.
|
Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 16A
|
||||||||||||||||||||||||||
|
Bukti penerimaan negara atas potongan SPMIB disampaikan oleh KPP penerbit SPMIB kepada Wajib Pajak.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
9.
|
Di antara Pasal 22 dan Pasal 23 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 22A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 22A
|
||||||||||||||||||||||||||
|
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
terhadap permohonan pemberian imbalan bunga yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diselesaikan;
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
terhadap penerbitan SKPPIB yang belum ditindaklanjuti dengan pemberian imbalan bunga sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini,
|
||||||||||||||||||||||||
|
tata cara penyelesaiannya mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
10.
|
Mengubah Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1630) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1470) diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal II |
||||||||||||||||||||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Juni 2018 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 2018 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 820
|