Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 64/PMK.011/2014

     
    TENTANG
     
    JENIS KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN DARI PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa untuk memberikan keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen berpenghasilan tinggi, adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, serta untuk mengamankan penerimaan negara, atas penyerahan oleh produsen atau atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor di samping dikenai Pajak Pertambahan Nilai, juga dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
    b.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pemberian Pembebasan dari Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
     

    Mengingat

    1.
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
    2.
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
    3.
    Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 97 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5420) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 014 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5519);
    4.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang;
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DAN TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN DARI PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
    2.
    Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
    3.
    Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
    4.
    Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
    5.
    Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
    6.
    Kendaraan Sasis adalah rangka kendaraan yang telah dilengkapi dengan motor bakar dan dengan transmisinya serta sistem kemudi dan gardan yang terpasang untuk kendaraan bermotor.
    7.
    Kendaraan Bermotor dalam Keadaan Terurai Sama Sekali (Completely Knocked Down) yang selanjutnya disebut Kendaraan CKD adalah kendaraan bermotor dalam keadaan terurai menjadi bagian-bagian termasuk perlengkapannya serta memiliki sifat utama kendaraan bermotor yang bersangkutan.
    8.
    Kendaraan Bermotor dalam Keadaan Jadi (Completely Built Up) yang selanjutnya disebut Kendaraan CBU adalah kendaraan bermotor yang bagian-bagian termasuk perlengkapannya dalam keadaan telah terakit secara lengkap.
    9.
    Kendaraan Pengangkutan Orang adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan penumpang termasuk sedan atau station wagon.
    10.
    Kendaraan Pengangkutan Barang adalah kendaraan bermotor dengan kabin tunggal dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan jumlah penumpang tidak lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan barang baik yang disediakan untuk umum maupun pribadi.
    11.
    Kendaraan Pengangkutan Umum adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran selain dengan cara persewaan, baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, sepanjang menggunakan plat polisi dengan warna dasar kuning.
    12.
    Kendaraan Protokoler Kenegaraan adalah semua jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan rombongan kepresidenan atau yang digunakan berkenaan dengan penyambutan tamu-tamu kenegaraan, tidak termasuk kendaraan bermotor yang digunakan oleh pejabat atau karyawan.
    13.
    Kendaraan Patroli Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.
     

    Pasal 2

    (1)
    PPnBM dikenakan atas:
     
    a.
    Impor Kendaraan CBU berupa Kendaraan Pengangkutan Orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, kendaraan kabin ganda (double cabin), kendaraan khusus, trailer dan semi-trailer dari jenis tipe caravan untuk perumahan atau kemah dan kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas silinder lebih dari 250 cc.
     
    b.
    Penyerahan kendaraan hasil perakitan/produksi di dalam daerah pabean berupa Kendaraan Pengangkutan Orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, kendaraan kabin ganda (double cabin), kendaraan khusus, trailer dan semi-trailer dari jenis tipe caravan untuk perumahan atau kemah dan kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas silinder lebih dari 250 cc.
     
    c.
    Penyerahan kendaraan bermotor berupa Kendaraan Pengangkutan Orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi dan kendaraan kabin ganda (double cabin) hasil pengubahan dari Kendaraan Sasis atau Kendaraan Pengangkutan Barang.
    (2)
    Kendaraan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b adalah kendaraan bermotor yang dibuat untuk digunakan secara khusus seperti untuk golf, perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.
    (3)
    Pengenaan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah berdasarkan Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014.
     

    Pasal 3

    (1)
    Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 10% (sepuluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (2)
    Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 20% (dua puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (3)
    Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 30% (tiga puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (4)
    Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 40% (empat puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (5)
    Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 50% (lima puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (6)
    Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 60% (enam puluh persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (7)
    Jenis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikenakan PPnBM dengan tarif 125% (seratus dua puluh lima persen) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     

    Pasal 4

    (1)
    Dalam hal penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan di dalam daerah pabean, Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya PPnBM yang terutang adalah harga jual.
    (2)
    Dalam hal impor kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya PPnBM yang terutang adalah nilai impor.
     

    Pasal 5

    (1)
    PPnBM atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang termasuk dalam kelompok kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) , dan ayat (7) dihitung dengan dasar pengenaan pajak sebesar:
     
    a.
    75% (tujuh puluh lima persen) dari harga jual untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, dual petrol gas engine, (converter kit CNG/LGV), biofuel engine, hybrid engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak mulai dari 20 (dua puluh) kilometer per liter sampai dengan 28 (dua puluh delapan) kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu;
     
    b.
    50% (lima puluh persen) dari harga jual untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, dual petrol gas engine, (converter kit CNG/LGV), biofuel engine, hybrid engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 28 (dua puluh delapan) kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu; dan
     
    c.
    0% (nol persen) dari harga jual untuk kendaraan bermotor yang termasuk program mobil hemat energi dan harga terjangkau, selain sedan atau station wagon, dengan persyaratan sebagai berikut:
     
     
    1.
    motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 (dua puluh) kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu; atau
     
     
    2.
    motor nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 (dua puluh) kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu.
    (2)
    Pengukuran atau penentuan konsumsi Bahan Bakar Minyak atau bahan bakar lain yang setara dengan itu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Balai Termodinamika Motor dan Propulsi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
    (3)
    Dalam hal ketentuan mengenai teknologi dan/atau konsumsi bahan bakar minyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, PPnBM untuk kendaraan bermotor dihitung dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 100% (seratus persen) dari harga jual dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
     

    Pasal 6

    (1)
    Perhitungan PPnBM dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b berlaku bagi Pengusaha yang memiliki:
     
    a.
    Surat penetapan peserta pengembangan kendaraan bermotor roda empat yang hemat energi; dan
     
    b.
    Surat penetapan kendaraan bermotor roda empat hemat energi penerima fasilitas perpajakan,
     
    yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri.
    (2)
    Perhitungan PPnBM dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c berlaku bagi Pengusaha yang memiliki:
     
    a.
    Surat penetapan peserta pengembangan kendaraan bermotor roda empat yang hemat energi dan harga terjangkau; dan
     
    b.
    Surat penetapan kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau penerima fasilitas perpajakan,
     
    yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri.
    (3)
    Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tidak dipenuhi, PPnBM untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dihitung dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 100% (seratus persen) dari harga jual, dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
     

    Pasal 7

    PPnBM tidak dikenakan atas impor atau penyerahan:
    1.
    Kendaraan CKD;
    2.
    Kendaraan Sasis;
    3.
    Kendaraan Pengangkutan Barang;
    4.
    Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 250 cc; dan
    5.
    Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih termasuk pengemudi.
     

    Pasal 8

    PPnBM dibebaskan atas impor atau penyerahan:
    1.
    Kendaraan bermotor berupa kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan pengangkutan umum;
    2.
    Kendaraan Protokoler Kenegaraan;
    3.
    Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang, termasuk pengemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
    4.
    Kendaraan Patroli TNI atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.
     

    Pasal 9

    Untuk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, orang pribadi atau badan yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan kendaraan bermotor tersebut wajib memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
     

    Pasal 10

    Orang pribadi atau badan yang melakukan impor dan telah memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM harus:
    a.
    Mencantumkan nomor dan tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM pada Pemberitahuan Pabean Impor yang akan disampaikan ke Kantor Pabean; dan
    b.
    Menyerahkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM beserta Pemberitahuan Pabean Impor kepada pejabat bea dan cukai di kantor pabean pada saat mengimpor kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM.
     

    Pasal 11

    (1)
    Orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor dan telah memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM harus menyerahkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM pada saat menerima penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM kepada Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan kendaraan bermotor.
    (2)
    Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM, wajib menerbitkan faktur pajak dan membubuhkan Cap "PPnBM DIBEBASKAN SESUAI DENGAN PP NOMOR 22 TAHUN 2014" serta mencantumkan nomor dan tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM pada setiap lembar faktur pajak dimaksud.
     

    Pasal 12

    (1)
    Dalam hal kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga tidak sesuai dengan tujuan semula sebelum lewat jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor atau perolehannya, PPnBM yang dibebaskan tersebut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dipindahtangankan atau diubah peruntukannya.
    (2)
    Saat impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pada saat tanggal Pemberitahuan Pabean Impor.
    (3)
    Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PPnBM yang dibebaskan tidak dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
     

    Pasal 13

    Ketentuan lebih lanjut mengenai:
    a.
    tata cara pemberian dan penatausahaan pembebasan serta pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor atau Penyerahan Kendaraan Bermotor;
    b.
    pengawasan perlakuan pengenaan PPnBM atas kendaraan bermotor,
    diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
     

    Pasal 14

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     

    Pasal 15

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 17 April 2014.
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 16 April 2014
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    MUHAMAD CHATIB BASRI
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 17 April 2014
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 
    AMIR SYAMSUDIN
     
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 502
     

    Peraturan Menteri Keuangan 64/PMK.011/2014 - Perpajakan DDTC