Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 62/PMK.03/2012


    TENTANG
     
    TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN, SERTA PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENGELUARAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN DAN PEMASUKAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     

    Menimbang

    bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (4), Pasal 19 ayat (7), Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (12) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas;
     

    Mengingat

    1.
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
    2.
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
    3.
    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    4.
     Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);
    5.
    Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5277);
    6.
    Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN, SERTA PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENGELUARAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI KAWASAN BEBAS KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN DAN PEMASUKAN DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN KE KAWASAN BEBAS.
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
    2.
    Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
    3.
    Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
    4.
    Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
    5.
    Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
    6.
    Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
    7.
    Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
    8.
    Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
    9.
    Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
    10.
    Endorsement adalah pernyataan mengetahui dari pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak atas pemasukan Barang Kena Pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, berdasarkan penelitian formal atas dokumen yang terkait dengan pemasukan Barang Kena Pajak tersebut.
     
     

    Pasal 2

    (1)
    Barang Kena Pajak yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai.
    (2)
    Dalam hal Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, atas pengeluaran Barang Kena Pajak dimaksud terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
    (3)
    Tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, Tempat Penimbunan Berikat, dan Kawasan Ekonomi Khusus.
    (4)
    Saat terutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Kawasan Bebas.
    (5)
    Dasar Pengenaan Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
     
    a.
    Harga Jual; atau
     
    b.
    Harga Pasar Wajar dalam hal pengeluaran barang tersebut bukan dalam rangka transaksi jual beli.
    (6)
    Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terutang harus dipungut dan disetor ke kas negara oleh Orang yang mengeluarkan Barang Kena Pajak melalui kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
    (7)
    Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diisi dengan cara:
     
    a.
    Pada kolom nama dan kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi dengan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Orang yang menerima Barang Kena Pajak;
     
    b.
    Pada kolom Wajib Pajak/penyetor dicantumkan juga nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Orang yang mengeluarkan Barang Kena Pajak.
    (8)
    Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama pada saat Barang Kena Pajak tersebut dikeluarkan dari Kawasan Bebas.
    (9)
    Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang dilampiri dengan invoice dan Pemberitahuan Pabean merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak.
    (10)
    Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang dilampiri dengan invoice dan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (9), merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima Barang Kena Pajak sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
     
     

    Pasal 3

    (1)
    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) untuk transaksi tertentu, yaitu:
     
    a.
    Pengeluaran dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas Barang Kena Pajak yang berhubungan dengan kegiatan usahanya ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang dalam jangka waktu tertentu akan dimasukkan kembali ke Kawasan Bebas berupa mesin dan/atau peralatan untuk:
     
     
    1.
    Kepentingan produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur;
     
     
    2.
    Keperluan perbaikan, pengerjaan, pengujian, atau kalibrasi; dan/atau
     
     
    3.
    Keperluan peragaan atau demonstrasi;
     
    b.
    Pengeluaran kembali dari Kawasan Bebas oleh pengusaha atas Barang Kena Pajak asal tempat lain dalam Daerah Pabean yang berhubungan dengan kegiatan usahanya berupa mesin dan/atau peralatan untuk:
     
     
    1.
    Kepentingan produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur;
     
     
    2.
    Keperluan perbaikan, pengerjaan pengujian, atau kalibrasi; dan/atau
     
     
    3.
    Keperluan peragaan atau demonstrasi;
     
    c.
    Pengeluaran Barang Kena Pajak untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi yang atas impornya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak dipungut, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang pengeluaran Barang Kena Pajak tersebut tidak untuk tujuan pengalihan hak;
     
    d.
    Pengeluaran Barang Kena Pajak, yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan atas impor dan/atau penyerahannya tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
     
    e.
    Pengeluaran Barang Kena Pajak yang telah dilunasi Pajak Pertambahan Nilainya dengan menggunakan stiker lunas Pajak Pertambahan Nilai; dan
     
    f.
    Pengeluaran Barang Kena Pajak berupa pengemas yang dipakai berulang-ulang (returnable package).
    (2)
    Batas waktu pemasukan kembali Barang Kena Pajak ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Pemberitahuan Pabean.
    (3)
    Batas waktu pengeluaran kembali Barang Kena Pajak dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Pemberitahuan Pabean.
    (4)
    Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Bebas, Pajak Pertambahan Nilai terutang wajib dilunasi oleh pengusaha di tempat lain dalam Daerah Pabean yang mengeluarkan Barang Kena Pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.
    (5)
    Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dikeluarkan kembali dari Kawasan Bebas, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang wajib dilunasi pada saat pengeluaran Barang Kena Pajak tersebut dari Kawasan Bebas oleh Orang yang mengeluarkan Barang Kena Pajak tersebut dari Kawasan Bebas.
    (6)
    Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Kawasan Bebas sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya surat ketetapan pajak.
    (7)
    Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
     
     

    Pasal 4

    Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) atas pengeluaran Barang Kena Pajak dari Kawasan Bebas dikecualikan untuk pengeluaran Barang Kena Pajak dengan tujuan angkut terus atau angkut lanjut dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas untuk tujuan tempat lain dalam Daerah Pabean.
     

    Pasal 5

    (1)
    Barang Kena Pajak dapat dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sepanjang telah dipenuhi kewajiban pabean sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan kepabeanan.
    (2)
    Termasuk dalam pemenuhan kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyampaian Pemberitahuan Pabean yang dilampiri dengan:
     
    a.
    Invoice atau faktur penjualan atau dokumen penyerahan barang dalam hal barang tersebut bukan dalam rangka transaksi jual beli; dan
     
    b.
    Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6).
    (3)
    Untuk pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, kewajiban melampirkan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diganti dengan melampirkan:
     
    a.
    Pemberitahuan Pemasukan/Pengeluaran Barang Transaksi Tertentu (PPBTT) yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pengusaha di tempat lain dalam Daerah Pabean terdaftar dan surat persetujuan keterangan asal barang dari Badan Pengusahaan Kawasan untuk pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b selain Barang Kena Pajak asal luar Daerah Pabean;
     
    b.
    Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai untuk pengeluaran Barang Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk mendapatkan fasilitas dimaksud harus dilengkapi/disertai dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai;
     
    c.
    Masterlist atau dokumen dengan nama lain yang mempunyai fungsi sama dengan masterlist untuk perusahaan kontraktor minyak dan gas bumi serta panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c.
    (4)
    Kewajiban untuk melampirkan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku untuk:
     
    a.
    Pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan bahwa untuk mendapatkan fasilitas dimaksud tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai;
     
    b.
    Pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e dan huruf f.
    (5)
    PPBTT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibuat oleh pengusaha di tempat lain dalam Daerah Pabean dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan sebagai berikut:
     
    a.
    Lembar ke-1 untuk pengusaha di tempat lain dalam Daerah Pabean;
     
    b.
    Lembar ke-2 untuk pengusaha di Kawasan Bebas;
     
    c.
    Lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak di Kawasan Bebas melalui Unit Pelaksana Kawasan Bebas;
     
    d.
    Lembar ke-4 untuk Kantor Pabean di Kawasan Bebas;
     
    e.
    Lembar ke-5 untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat pengusaha di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean terdaftar.
    (6)
    PPBTT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini dan tata cara pemberian persetujuan atas PPBTT di Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (7)
    Surat persetujuan keterangan asal barang dari Badan Pengusahaan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    Berisi pernyataan yang menerangkan bahwa Barang Kena Pajak yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas tersebut tidak berasal dari luar Daerah Pabean atau selama berada di Kawasan Bebas tidak ada komponen atau bagian dari Barang Kena Pajak tersebut berasal dari luar Daerah Pabean;
     
    b.
    Dibuat sebelum Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Kawasan Bebas;
     
    c.
    Dibuat dalam rangkap 6 (enam) dengan peruntukan sebagai berikut:
     
     
    1.
    Lembar ke-1 untuk pengusaha di tempat lain dalam Daerah Pabean;
     
     
    2.
    Lembar ke-2 untuk pengusaha di Kawasan Bebas;
     
     
    3.
    Lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak di Kawasan Bebas melalui Unit Pelaksana Kawasan Bebas;
     
     
    4.
    Lembar ke-4 untuk Kantor Pabean di Kawasan Bebas;
     
     
    5.
    Lembar ke-5 untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat pengusaha tempat lain dalam Daerah Pabean terdaftar;
     
     
    6.
    Lembar ke-6 untuk Badan Pengusahaan Kawasan.
     
     
     
     

    Pasal 6

    (1)
    Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
    (2)
    Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus, dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
    (3)
    Saat terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pada saat pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di tempat lain dalam Daerah Pabean, Tempat Penimbunan Berikat, atau Kawasan Ekonomi Khusus.
    (4)
    Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terjadi pada saat:
     
    a.
    Harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
     
    b.
    Harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
     
    c.
    Harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar, baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya,
     
    yang terjadi lebih dahulu.
    (5)
    Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Tempat Penimbunan Berikat, atau Kawasan Ekonomi Khusus terjadi pada tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian, dalam hal saat terjadinya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diketahui.
    (6)
    Dasar Pengenaan Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebesar harga jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak.
    (7)
    Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipungut oleh Orang yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di tempat lain dalam Daerah Pabean, Tempat Penimbunan Berikat, atau Kawasan Ekonomi Khusus pada saat pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5).
    (8)
    Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (7), disetor ke kas negara oleh Orang yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak di tempat lain dalam Daerah Pabean, Tempat Penimbunan Berikat, atau Kawasan Ekonomi Khusus melalui kantor pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan.
    (9)
    Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang dilampiri dengan invoice atau kontrak merupakan dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
    (10)
    Dalam hal Orang yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak merupakan Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang dilampiri dengan invoice atau kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (9) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran.
    (11)
    Dalam hal Orang yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak lembar ke-3 wajib dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Orang tersebut.
    (12)
    Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah penyerahan Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
     
     

    Pasal 7

    (1)
    Atas penyerahan jasa angkutan udara di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
    (2)
    Atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
    (3)
    Atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Atas penyerahan jasa telekomunikasi di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
    (2)
    Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari tempat lain dalam Daerah Pabean atau Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
    (3)
    Atas penyerahan jasa telekomunikasi dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean atau Tempat Penimbunan Berikat dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
    (4)
    Dikecualikan dari ketentuan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada ayat (2) atas penyerahan jasa telekomunikasi yang menggunakan jaringan berkabel (fixed line) di Kawasan Bebas.
     
     

    Pasal 9

    Tata cara penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dan pemenuhan kewajiban perpajakan atas pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
     

    Pasal 10

    (1)
    Pemasukan Barang Kena Pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
    (2)
    Pemasukan Barang Kena Pajak dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
    (3)
    Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
    (4)
    Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
    (5)
    Penyerahan Jasa Kena Pajak dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yang penyerahannya tidak dilakukan di Kawasan Bebas, dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
    (6)
    Penyerahan Jasa Kena Pajak dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas yang penyerahannya tidak dilakukan di Kawasan Bebas, dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
    (7)
    Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
    (8)
    Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
    (9)
    Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) adalah Jasa Kena Pajak yang batasan kegiatan dan jenisnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
    (10)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (7), dan ayat (8), juga berlaku untuk pemasukan Barang Kena Pajak dan penyerahan Jasa Kena Pajak yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
    (11)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku untuk pemasukan Barang Kena Pajak yang telah dilunasi Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan stiker lunas Pajak Pertambahan Nilai, dan Bahan Bakar Minyak bersubsidi.
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Atas pemasukan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) wajib dibuatkan Faktur Pajak yang diisi lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
    (2)
    Termasuk dalam pengertian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
    (3)
    Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat paling lambat pada saat pengiriman Barang Kena Pajak ke Kawasan Bebas.
    (4)
    Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), ayat (4), ayat (7), dan ayat (8), wajib dibuatkan Faktur Pajak sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    (5)
    Atas penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) dan ayat (6) wajib dibuatkan Faktur Pajak sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    (6)
    Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) harus diberi cap "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT BERDASARKAN PP NOMOR 10 TAHUN 2012" oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan.
    (7)
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku atas pemasukan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan pemasukan kembali Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a.
     
     

    Pasal 12

    (1)
    Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) diberikan sepanjang Barang Kena Pajak Berwujud tersebut benar-benar telah masuk di Kawasan Bebas yang dibuktikan dengan dokumen yang telah diberikan Endorsement oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
    (2)
    Dokumen yang harus disampaikan dalam rangka Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pemberitahuan Pabean yang telah didaftarkan pada kantor pabean, yang dilampiri dengan:
     
    a.
    Fotokopi Faktur Pajak (lembar pembeli);
     
    b.
    Fotokopi Bill of Lading, Airway Bill, atau Delivery Order; dan
     
    c.
    Fotokopi invoice.
    (3)
    Dokumen yang harus disampaikan dalam rangka Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pemasukan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b adalah Pemberitahuan Pabean yang telah didaftarkan pada Kantor Pabean, yang dilampiri dengan:
     
    a.
    PPBTT yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pengusaha di tempat lain dalam Daerah Pabean terdaftar beserta lampirannya; dan
     
    b.
    Fotokopi Bill of Lading, Airway Bill, atau Delivery Order.
    (4)
    Penyampaian lampiran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan menunjukkan dokumen aslinya.
    (5)
    Dalam hal pengurusan Pemberitahuan Pabean dilakukan oleh pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, dokumen yang harus disampaikan dalam rangka Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan surat kuasa dari pengusaha yang melakukan pemasukan Barang Kena Pajak ke Kawasan Bebas.
    (6)
    Dalam hal Pemberitahuan Pabean tidak sesuai dengan dokumen-dokumen yang harus dilampirkan dalam rangka Endorsement, Barang Kena Pajak tetap dapat dikeluarkan dari pelabuhan/bandar udara yang ditunjuk dan atas pemasukan Barang Kena Pajak tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
    (7)
    Dalam hal Pemberitahuan untuk pemasukan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b tidak sesuai dengan dokumen-dokumen yang harus dilampirkan dalam rangka Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Barang Kena Pajak tetap dapat dikeluarkan dari pelabuhan/bandar udara yang ditunjuk dan atas pemasukan Barang Kena Pajak tersebut tidak termasuk transaksi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b.
    (8)
    Tata cara Endorsement oleh pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    (9)
    Penugasan pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka melakukan Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kantor Pabean ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
     
     

    Pasal 13

    Ketentuan mengenai tata cara:
    1.
    Pengeluaran dan pelunasan pajak terutang atas Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a asal luar Daerah Pabean;
    2.
    Pemasukan dan pengeluaran pengemas yang dipakai berulang-ulang (returnable package) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f; dan
    3.
    Pengeluaran Barang Kena Pajak dengan tujuan angkut terus atau angkut lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
    Mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam:
    a.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai dan perubahannya; dan
    b.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.04/2012 tentang Pemberitahuan Pabean Dalam Rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan perubahannya.
     
     
     

    Pasal 14

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.03/2009, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     

    Pasal 15

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 26 April 2012
    MENTERI KEUANGAN,
    ttd.
    AGUS D.W. MARTOWARDOJO
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 26 April 2012
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
    ttd.
    AMIR SYAMSUDIN
     
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 462
     

    Peraturan Menteri Keuangan 62/PMK.03/2012 - Perpajakan DDTC