Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah dan sekarang tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
||||||
Menimbang |
||||||
a.
|
bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pengguna jasa kepabeanan, perlu pengaturan mengenai tata cara penetapan tarif, nilai pabean, sanksi administrasi berupa denda, serta tata cara penetapan selain tarif, nilai pabean dan sanksi administrasi berupa denda;
|
|||||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (6), perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai;
|
|||||
Mengingat |
||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||||
2.
|
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
|
|||||
|
|
|||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||
Menetapkan |
||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF, NILAI PABEAN, DAN SANKSI ADMINISTRASI, SERTA PENETAPAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI ATAU PEJABAT BEA DAN CUKAI.
|
||||||
|
||||||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
||||||
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006.
|
|||||
2.
|
Sanksi administrasi berupa denda adalah sanksi administrasi menurut Undang-Undang Kepabeanan yang pengenaannya ditetapkan secara tertulis oleh pejabat bea dan cukai terhadap orang yang tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban pabean berupa sejumlah uang yang wajib dibayar karena adanya pelanggaran di bidang kepabeanan.
|
|||||
3.
|
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
|
|||||
4.
|
Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk.
|
|||||
5.
|
Kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||||
6.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||||
7.
|
Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||||
|
|
|||||
BAB II
PENETAPAN PEJABAT Bagian Pertama
Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean Pasal 2 |
||||||
(1)
|
Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif atas barang impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor.
|
|||||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor.
|
|||||
(3)
|
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada penetapan, tarif yang diberitahukan diterima.
|
|||||
(4)
|
Apabila penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 3 |
||||||
(1)
|
Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan nilai pabean atas barang impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor.
|
|||||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor.
|
|||||
(3)
|
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada penetapan, nilai pabean yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dianggap diterima.
|
|||||
(4)
|
Apabila penetapan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 4 |
||||||
(1)
|
Untuk kepentingan penetapan tarif dan/atau nilai pabean pejabat bea dan cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik atas barang impor setelah pemberitahuan pabean impor disampaikan.
|
|||||
(2)
|
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik terdapat perbedaan jenis dan/atau jumlah barang dengan pemberitahuan pabean impor, pejabat bea dan cukai melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal penetapan tarif dan/atau nilai pabean sebagai akibat perbedaan jenis dan/atau jumlah barang yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk, dan pajak dalam rangka impor, serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 5 |
||||||
(1)
|
Penetapan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, penetapan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dan penetapan tarif dan/atau nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dituangkan dalam Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP).
|
|||||
(2)
|
SPTNP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai:
|
|||||
|
a.
|
penetapan pejabat bea dan cukai;
|
||||
|
b.
|
pemberitahuan; dan
|
||||
|
c.
|
penagihan kepada importir.
|
||||
|
|
|
||||
Pasal 6 |
||||||
(1)
|
Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif dan/atau nilai pabean selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4.
|
|||||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam melaksanakan ketentuan Pasal 8A ayat (2), Pasal 10A ayat (3), Pasal 43 ayat (3), dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||||
(3)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat Penetapan Pabean (SPP).
|
|||||
(4)
|
SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berfungsi sebagai:
|
|||||
|
a.
|
penetapan pejabat bea dan cukai;
|
||||
|
b.
|
pemberitahuan; dan
|
||||
|
c.
|
penagihan kepada orang.
|
||||
|
|
|
||||
Pasal 7 |
||||||
(1)
|
Pejabat bea dan cukai menetapkan kewajiban membayar bea masuk, dan pajak dalam rangka impor, serta pengenaan sanksi administrasi berupa denda, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 8 |
||||||
(1)
|
Pejabat bea dan cukai menetapkan pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran yang hanya mengakibatkan kewajiban membayar sanksi administrasi sesuai ketentuan Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (3), Pasal 8C ayat (3), Pasal 8C ayat (4), Pasal 9A ayat (3), Pasal 10A ayat (4), Pasal 10A ayat (8), Pasal 10B ayat (6), Pasal 10D ayat (5), Pasal 10D ayat (6), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3) huruf b, Pasal 82 ayat (6), Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), dan Pasal 91 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA).
|
|||||
(3)
|
SPSA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berfungsi sebagai:
|
|||||
|
a.
|
penetapan pejabat bea dan cukai;
|
||||
|
b.
|
pemberitahuan; dan
|
||||
|
c.
|
penagihan kepada orang.
|
||||
|
|
|
||||
Bagian Kedua
Keberatan atas Penetapan Pejabat Bea dan Cukai Pasal 9 |
||||||
Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), dan Pasal 8 ayat (1), dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal.
|
||||||
|
||||||
BAB III
PENETAPAN DIREKTUR JENDERAL Pasal 10 |
||||||
(1)
|
Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan/atau nilai pabean dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor.
|
|||||
(2)
|
Penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila hasil dari penelitian ulang berbeda dengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagai akibat dari kesalahan nilai transaksi yang diberitahukan, selain wajib membayar kekurangan bea masuk dan pajak dalam rangka impor, orang yang dikenai penetapan kembali dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
|
|||||
(4)
|
Penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP).
|
|||||
(5)
|
SPKTNP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berfungsi sebagai:
|
|||||
|
a.
|
penetapan Direktur Jenderal;
|
||||
|
b.
|
pemberitahuan; dan
|
||||
|
c.
|
penagihan kepada importir.
|
||||
|
|
|
||||
Pasal 11 |
||||||
(1)
|
Direktur Jenderal dapat menetapkan selain penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
|
|||||
(2)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam melaksanakan ketentuan:
|
|||||
|
a.
|
Pasal 8A ayat (2), Pasal 10A ayat (3), Pasal 43 ayat (3), Pasal 45 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan;
|
||||
|
b.
|
Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (3), Pasal 8C ayat (3), Pasal 8C ayat (4), Pasal 9A ayat (3), Pasal 10A ayat (4), Pasal 10A ayat (8), Pasal 10B ayat (6), Pasal 10D ayat (5), Pasal 10D ayat (6), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3) huruf b, Pasal 82 ayat (6), Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), dan Pasal 91 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan.
|
||||
(3)
|
Atas penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang wajib melunasi bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda.
|
|||||
(4)
|
Atas penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal.
|
|||||
(5)
|
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berfungsi sebagai:
|
|||||
|
a.
|
penetapan Direktur Jenderal;
|
||||
|
b.
|
pemberitahuan; dan
|
||||
|
c.
|
penagihan kepada orang.
|
||||
|
|
|
||||
Pasal 12 |
||||||
Atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Direktur Jenderal memutuskan keberatan tersebut dengan menerbitkan surat keputusan.
|
||||||
|
||||||
Pasal 13 |
||||||
Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), dan Pasal 12, dapat mengajukan banding hanya kepada pengadilan pajak.
|
||||||
|
||||||
BAB IV
PENYAMPAIAN SURAT PENETAPAN Pasal 14 |
||||||
(1)
|
Surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (2) disampaikan kepada orang yang bersangkutan melalui:
|
|||||
|
a.
|
media elektronik bagi kantor pabean yang menggunakan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) pada tanggal penetapan; atau
|
||||
|
b.
|
PT Pos Indonesia, jasa pengiriman lainnya, atau media lainnya, bagi kantor pabean yang tidak memiliki sarana media elektronik dan/atau dalam hal pengiriman surat penetapan melalui media elektronik tidak memungkinkan, paling lama pada hari kerja berikutnya sejak tanggal penerbitan surat penetapan.
|
||||
(2)
|
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dan Pasal 11 ayat (4) dikirimkan kepada orang dan kepala kantor pabean paling lama pada hari kerja berikutnya sejak tanggal keputusan.
|
|||||
(3)
|
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dikirimkan kepada orang yang mengajukan keberatan dan kepala kantor pabean paling lama pada hari kerja berikutnya sejak tanggal keputusan.
|
|||||
(4)
|
Surat penetapan yang disampaikan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan alat bukti yang sah.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 15 |
||||||
(1)
|
Kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang tercantum dalam surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (2) wajib dibayar paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan.
|
|||||
(2)
|
Kewajiban pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (4), dan Pasal 12, wajib dibayar paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal keputusan.
|
|||||
|
|
|||||
BAB V
PENAGIHAN Pasal 16 |
||||||
(1)
|
Apabila orang yang berutang sebagaimana tercantum dalam surat penetapan atau surat keputusan tidak melunasi kewajibannya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan tidak mengajukan keberatan atau tidak mengajukan banding, kepala kantor pabean menerbitkan surat teguran.
|
|||||
(2)
|
Apabila dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang yang berutang belum melunasi kewajibannya, kepala kantor pabean pada hari kerja berikutnya harus:
|
|||||
|
a.
|
menerbitkan surat paksa untuk penagihan piutang bea masuk, cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga kepada orang yang berutang; dan
|
||||
|
b.
|
menyampaikan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor berupa Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Pasal 22, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah orang yang berutang.
|
||||
|
|
|
||||
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 17 |
||||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan isi Surat Penetapan, Surat Keputusan, Surat Teguran, dan Surat Paksa yang diperlukan dalam pelaksanaan peraturan Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
||||||
|
||||||
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP Pasal 18 |
||||||
(1)
|
Formulir Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk (SPKPBM), surat teguran, dan surat paksa yang menggunakan format sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tata Cara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, denda Administrasi, Bunga, Dan Pajak Dalam Rangka Impor, tetap berlaku sepanjang Surat Penetapan, Surat Keputusan, Surat Teguran, dan Surat Paksa yang diperlukan dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini belum diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
|||||
(2)
|
Kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang tercantum dalam surat penetapan berupa SPKPBM dan SPSA yang diterbitkan setelah tanggal 15 Desember 2007 sampai dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
|
|||||
|
|
|||||
Pasal 19 |
||||||
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:
|
||||||
1.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 689/KMK.05/1996 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi Kepabeanan; dan
|
|||||
2.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tata Cara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, denda Administrasi, Bunga, Dan Pajak Dalam Rangka Impor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 22/KMK.01/1999,
|
|||||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||||
|
||||||
Pasal 20 |
||||||
Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.
|
||||||
|
||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 April 2008 MENTERI KEUANGAN SRI MULYANI INDRAWATI |