Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||
Menimbang |
|||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan Lain Kontraktor Berupa Uplift atau Imbalan Lain yang Sejenis dan/atau Penghasilan Kontraktor dari Pengalihan Participating Interest;
|
|||||
Mengingat |
|||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
||||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5173);
|
||||
4.
|
Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
|
||||
|
|
||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN LAIN KONTRAKTOR BERUPA UPLIFT ATAU IMBALAN LAIN YANG SEJENIS DAN/ATAU PENGHASILAN KONTRAKTOR DARI PENGALIHAN PARTICIPATING INTEREST.
|
|||||
|
|||||
Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
|
||||
2.
|
Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi yang untuk selanjutnya disebut Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Badan Pelaksana.
|
||||
3.
|
Uplift adalah imbalan yang diterima oleh Kontraktor sehubungan dengan penyediaan dana talangan untuk pembiayaan operasi kontrak bagi hasil yang seharusnya merupakan kewajiban partisipasi kontraktor lain, yang ada dalam satu kontrak kerja sama, dalam pembiayaan.
|
||||
4.
|
Participating Interest adalah hak dan kewajiban sebagai Kontraktor kontrak kerja sama, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada suatu wilayah kerja.
|
||||
5.
|
Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan.
|
||||
6.
|
Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
|
||||
|
|
||||
Pasal 2 |
|||||
(1)
|
Atas penghasilan lain Kontraktor di luar kontrak kerja sama berupa Uplift atau imbalan lain yang sejenis dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
|
||||
(2)
|
Atas penghasilan lain Kontraktor di luar kontrak kerja sama berupa pengalihan Participating Interest dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar:
|
||||
|
a.
|
5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan Participating Interest selama masa Eksplorasi; atau
|
|||
|
b.
|
7% (tujuh persen) dari jumlah bruto, untuk pengalihan Participating Interest selama masa Eksploitasi.
|
|||
(3)
|
Masa Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terhitung sejak tanggal efektif kontrak kerja sama sampai dengan tanggal persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama pada suatu wilayah kerja Kontraktor.
|
||||
(4)
|
Masa Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terhitung dari berakhirnya masa Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak kerja sama.
|
||||
|
|
||||
Pasal 3 |
|||||
(1)
|
Dalam rangka membagi risiko dalam masa Eksplorasi, pengalihan Participating Interest dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, dalam hal memenuhi kriteria:
|
||||
|
a.
|
tidak mengalihkan seluruh Participating Interest yang dimilikinya;
|
|||
|
b.
|
Participating Interest telah dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun;
|
|||
|
c.
|
di wilayah kerja telah dilakukan Eksplorasi dan Kontraktor telah mengeluarkan investasi untuk melaksanakan Eksplorasi dimaksud; dan
|
|||
|
d.
|
pengalihan Participating Interest oleh Kontraktor tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
|
|||
(2)
|
Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, dikecualikan sepanjang untuk melakukan kewajiban pengalihan Participating Interest sesuai kontrak kerja sama kepada perusahaan nasional sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja sama.
|
||||
|
|
||||
Pasal 4 |
|||||
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan atas pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah:
|
|||||
a.
|
jumlah yang sesungguhnya diterima atau diperoleh Kontraktor; atau
|
||||
b.
|
jumlah yang seharusnya diterima atau diperoleh Kontraktor, dalam hal terdapat hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan antara pihak-pihak yang melakukan pengalihan Participating Interest.
|
||||
|
|
||||
Pasal 5 |
|||||
(1)
|
Dalam hal terjadi pengalihan Participating Interest, Kontraktor wajib melaporkan nilai pengalihan Participating Interest dimaksud kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor terdaftar disertai dengan dokumen tertulis berupa perjanjian pengalihan Participating Interest dan Financial Quarterly Report (FQR) triwulan terakhir sebelum terjadinya pengalihan Participating Interest.
|
||||
(2)
|
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh Kontraktor, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan secara jabatan besarnya nilai pengalihan Participating Interest.
|
||||
(3)
|
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
||||
|
a.
|
Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest dalam hal penerima pengalihan Participating Interest sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak; atau
|
|||
|
b.
|
Kontraktor yang mengalihkan Participating Interest dalam hal penerima pengalihan Participating Interest belum terdaftar sebagai Wajib Pajak,
|
|||
|
dengan menggunakan format formulir laporan pengalihan Participating Interest sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(4)
|
Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus melaporkan nilai pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak perjanjian pengalihan Participating Interest ditandatangani.
|
||||
|
|
||||
Pasal 6 |
|||||
(1)
|
Saat terutangnya Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa Uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah pada saat penghasilan berupa Uplift atau imbalan lain yang sejenis dibayar atau diakui sebagai biaya, tergantung peristiwa mana yang lebih dahulu terjadi.
|
||||
(2)
|
Atas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dipotong oleh Kontraktor yang melakukan pembayaran Uplift atau imbalan lain yang sejenis dengan menggunakan format formulir bukti potong sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
||||
Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Saat terutangnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah pada saat pembayaran, pada saat pengalihan Participating Interest, atau pada saat diberikannya persetujuan pengalihan Participating Interest oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, tergantung peristiwa mana yang lebih dahulu terjadi.
|
||||
(2)
|
Atas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib dipotong oleh Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest dengan menggunakan format formulir bukti potong sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
Dalam hal Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terdaftar sebagai Wajib Pajak pada saat terutangnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Penghasilan yang terutang wajib disetor sendiri oleh Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Kontraktor yang mengalihkan Participating Interest.
|
||||
(4)
|
Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang tidak disetorkan oleh Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pajak Penghasilan yang terutang dimaksud wajib dipotong, disetorkan, dan dilaporkan oleh Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest pada saat setelah terdaftar sebagai Wajib Pajak sesuai perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||
(5)
|
Dalam hal pengalihan Participating Interest dilakukan secara tidak langsung dan tidak mengubah Nomor Pokok Wajib Pajak, Kontraktor yang mengalihkan Participating Interest wajib menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
|
||||
|
|
||||
Pasal 8 |
|||||
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan/atau Pasal 7 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), wajib disetorkan ke kas negara, sesuai dengan jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran, pemotongan, pemungutan, dan/atau pelaporan pajak.
|
|||||
|
|||||
Pasal 9 |
|||||
(1)
|
Pajak Penghasilan yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib dilaporkan kepada:
|
||||
|
a.
|
Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor yang melakukan pembayaran Uplift atau imbalan lain yang sejenis terdaftar atas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
|
|||
|
b.
|
Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor yang menerima pengalihan Participating Interest terdaftar atas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4); dan/atau
|
|||
|
c.
|
Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor yang mengalihkan Participating Interest terdaftar atas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (5).
|
|||
(2)
|
Pelaporan Pajak Penghasilan yang disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan final Pasal 4 ayat (2) pada bagian penghasilan tertentu lainnya.
|
||||
|
|
||||
Pasal 10 |
|||||
(1)
|
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan yang bersifat final yang berasal dari Uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau penghasilan Kontraktor dari pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), terutang Pajak Penghasilan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
|
||||
(2)
|
Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap penghasilan lain Kontraktor yang tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri ini, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan yang berlaku secara umum.
|
||||
|
|
||||
Pasal 11 |
|||||
Penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 10 ayat (1) dilakukan sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||
|
|||||
Pasal 12 |
|||||
(1)
|
Ketentuan mengenai saat terutangnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) tidak berlaku terhadap penghasilan berupa Uplift atau imbalan lain yang sejenis dan penghasilan dari pengalihan Participating Interest, yang terjadi sejak tanggal 20 Desember 2010 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
||||
(2)
|
Saat terutangnya Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa Uplift atau imbalan lain yang sejenis dan penghasilan dari pengalihan Participating Interest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pada tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) diberlakukan terhadap Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan yang bersifat final, atas penghasilan berupa Uplift atau imbalan lain yang sejenis dan/atau penghasilan dari pengalihan Participating Interest yang diterima atau diperoleh setelah berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
||||
Pasal 13 |
|||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.
|
|||||
|
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|||||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2011 MENTERI KEUANGAN, ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd.
AMIR SYAMSUDIN |
|||||
|
|||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 946
|