Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 216/PMK.04/2019
TENTANG
ANGKUT TERUS ATAU ANGKUT LANJUT BARANG IMPOR ATAU BARANG EKSPOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|||
|
|
||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai angkut terus atau angkut lanjut barang impor atau barang ekspor telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor atau Barang Ekspor dari Kawasan Pabean untuk Diangkut Terus atau Diangkut Lanjut dan Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean untuk Diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean Lainnya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.04/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor atau Barang Ekspor dari Kawasan Pabean untuk Diangkut Terus atau Diangkut Lanjut dan Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean untuk Diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean Lainnya;
|
||
b.
|
bahwa untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan serta untuk pengamanan hak negara terkait dengan pengangkutan barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10A ayat (9) dan Pasal 11A ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Angkut Terus atau Angkut Lanjut Barang Impor atau Barang Ekspor;
|
||
|
|
||
Mengingat |
|||
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||
|
|||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG ANGKUT TERUS ATAU ANGKUT LANJUT BARANG IMPOR ATAU BARANG EKSPOR.
|
|||
|
|||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
2.
|
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
3.
|
Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
|
||
4.
|
Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean.
|
||
5.
|
Tempat Penimbunan Sementara Pusat Distribusi yang selanjutnya disingkat TPS Pusat Distribusi adalah TPS yang memiliki fungsi utama untuk menimbun barang impor atau barang ekspor untuk diangkut lanjut.
|
||
6.
|
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
|
||
7.
|
Sarana Pengangkut adalah kendaraan/angkutan melalui laut, udara, atau darat yang dipakai untuk mengangkut barang dan/atau orang.
|
||
8.
|
Pengangkut adalah Orang atau kuasanya yang:
|
||
|
a.
|
bertanggung jawab atas pengoperasian Sarana Pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang; dan/atau
|
|
|
b.
|
berwenang melaksanakan kontrak pengangkutan dan menerbitkan dokumen pengangkutan barang sesuai peraturan perundangan di bidang perhubungan.
|
|
9.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.
|
||
10.
|
Barang Diangkut Terus adalah barang yang diangkut dengan Sarana Pengangkut melalui Kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
|
||
11.
|
Barang Diangkut Lanjut adalah barang yang diangkut dengan Sarana Pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
|
||
12.
|
Pemindahan Lokasi Penimbunan yang selanjutnya disingkat PLP adalah pemindahan lokasi penimbunan barang impor dari TPS asal ke TPS tujuan dalam satu wilayah pengawasan Kantor Pabean.
|
||
13.
|
Manifes adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara, dan darat.
|
||
14.
|
Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut yang selanjutnya disebut Inward Manifest adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara dan darat pada saat memasuki Kawasan Pabean atau tempat lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
|
||
15.
|
Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut yang selanjutnya disebut Outward Manifest adalah daftar barang maga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara, dan darat pada saat meninggalkan Kawasan Pabean atau tempat lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
|
||
16.
|
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
|
||
17.
|
Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat PDE adalah alir informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama, termasuk komunikasi atau penyampaian informasi melalui media berbasis laman internet (web-based).
|
||
18.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
19.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||
|
|
||
BAB II
PENGANGKUTAN BARANG IMPOR ATAU BARANG EKSPOR UNTUK DIANGKUT TERUS ATAU DIANGKUT LANJUT
Bagian Kesatu
Pemasukan Barang Impor atau Barang Ekspor ke Kawasan Pabean Untuk Diangkut Terus atau Diangkut Lanjut
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Barang impor atau barang ekspor dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut.
|
||
(2)
|
Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Kawasan Pabean, wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest.
|
||
(3)
|
Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah.
|
||
(4)
|
Pengelompokkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari:
|
||
|
a.
|
barang impor yang diangkut lanjut;
|
|
|
b.
|
barang impor yang diangkut terus;
|
|
|
c.
|
barang ekspor yang diangkut lanjut; dan/atau
|
|
|
d.
|
barang ekspor yang diangkut terus.
|
|
(5)
|
Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat berdasarkan Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen pengangkutan barang lainnya.
|
||
(6)
|
Tata cara penyerahan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai manifes.
|
||
|
|
||
Bagian Kedua
Penimbunan Barang Impor Untuk Diangkut Lanjut Ke Luar Daerah Pabean
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Sementara menunggu pengeluaran untuk diangkut lanjut ke luar Daerah Pabean, barang impor dapat ditimbun di TPS Pusat Distribusi.
|
||
(2)
|
Penetapan TPS sebagai TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara.
|
||
|
|
||
Bagian Ketiga
Pengeluaran Barang Impor atau Barang Ekspor Dari Kawasan Pabean Untuk Diangkut Terus atau Diangkut Lanjut
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Barang impor atau barang ekspor dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut.
|
||
(2)
|
Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari Kawasan Pabean, wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest.
|
||
(3)
|
Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah.
|
||
(4)
|
Pengelompokkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari:
|
||
|
a.
|
barang impor yang diangkut lanjut;
|
|
|
b.
|
barang impor yang diangkut terus;
|
|
|
c.
|
barang ekspor yang diangkut lanjut; dan/atau
|
|
|
d.
|
barang ekspor yang diangkut terus.
|
|
(5)
|
Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat berdasarkan Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen pengangkutan barang lainnya.
|
||
(6)
|
Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus memuat elemen data yang dapat memberikan informasi pemasukan barang impor atau barang ekspor ke Kawasan Pabean yang paling sedikit meliputi nomor dan tanggal pendaftaran serta nomor pos dan subpos Inward Manifest.
|
||
(7)
|
Tata cara penyerahan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai manifes.
|
||
|
|
||
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) disampaikan ke Kantor Pabean sebelum keberangkatan Sarana Pengangkut.
|
||
(2)
|
SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(3)
|
Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional, Pejabat Bea dan Cukai dapat memberikan nomor dan tanggal pendaftaran Outward Manifest.
|
||
(4)
|
Outward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan persetujuan pengeluaran barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau angkut lanjut.
|
||
|
|
||
Bagian Keempat
Pembongkaran dan/atau Pemuatan Barang Impor atau Barang Ekspor Dari dan Ke Sarana Pengangkut Untuk Diangkut Lanjut
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor dari dan ke Sarana Pengangkut untuk diangkut lanjut wajib dilakukan di Kawasan Pabean.
|
||
(2)
|
Pembongkaran barang impor di luar Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembongkaran barang impor.
|
||
(3)
|
Pembongkaran barang ekspor di luar Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut dapat dilakukan jika barang ekspor diangkut lanjut dari dalam Daerah Pabean menggunakan Sarana Pengangkut dengan, trayek antar wilayah dalam Daerah Pabean.
|
||
(4)
|
Pemuatan barang impor atau barang ekspor ke Sarana Pengangkut untuk diangkut lanjut, dapat dilakukan di luar Kawasan Pabean jika:
|
||
|
a.
|
barang impor atau barang ekspor diangkut lanjut ke dalam Daerah Pabean atau diangkut lanjut dari dalam Daerah Pabean menggunakan Sarana Pengangkut dengan trayek antar wilayah dalam Daerah Pabean; atau
|
|
|
b.
|
barang impor atau barang ekspor yang diangkut lanjut dilakukan pembongkaran dan pemuatan dari dan ke Sarana Pengangkut tanpa dilakukan penimbunan (Ship to Ship).
|
|
(5)
|
Pembongkaran barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pemuatan barang impor atau barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat pembongkaran
|
||
(6)
|
Terhadap pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor dari atau ke Sarana Pengangkut untuk diangkut lanjut, dilakukan pengawasan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
|
||
|
|
||
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Untuk dapat melakukan pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor di luar Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 6 ayat (5), pengangkut mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk data elektronik atau tulisan di atas formulir.
|
||
(3)
|
Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(4)
|
Dalam hal Kantor Pabean merupakan Kantor Pelayanan Utama, persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kepala Bidang yang menyelenggarakan fungsi pengawasan pembongkaran atau pemuatan atas nama Kepala Kantor Pabean.
|
||
(5)
|
Dalam keadaan tertentu yang memerlukan penelitian lapangan, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diberikan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah penelitian lapangan dan permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(6)
|
Persetujuan pembongkaran dan/atau pemuatan barang impor atau barang ekspor di luar Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), berlaku sebagai dokumen pengeluaran atau pemasukan dari atau ke Kawasan Pabean.
|
||
|
|
||
Bagian Kelima
Pengangkutan Barang Impor atau Barang Ekspor Untuk Diangkut Lanjut Dengan Multimoda
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Pengangkutan barang impor atau barang ekspor dengan tujuan untuk diangkut lanjut, dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) jenis moda transportasi yang dibuktikan dengan kontrak pengangkutan multimoda.
|
||
(2)
|
Kontrak pengangkutan multimoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen pengangkutan barang lainnya.
|
||
(3)
|
Kontrak pengangkutan multimoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
|
||
|
a.
|
rute perjalanan;
|
|
|
b.
|
moda transportasi yang digunakan; dan
|
|
|
c.
|
lokasi angkut terus atau angkut lanjut.
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pengawasan Terhadap Angkut Terus dan Angkut Lanjut Barang Impor atau Barang Ekspor
Pasal 9 |
|||
Pengangkutan barang impor atau barang ekspor dari Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut dilakukan di bawah pengawasan pabean.
|
|||
|
|
||
Pasal 10 |
|||
(1)
|
SKP melakukan rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut.
|
||
(2)
|
Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional atau rekonsiliasi memerlukan penelitian lebih mendalam oleh Pejabat Bea dan Cukai, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut.
|
||
(3)
|
Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
||
|
a.
|
berdasarkan hasil penelitian tingkat kesesuaian antara uraian elemen data rincian pos-pos pemberitahuan Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dengan pos-pos Pemberitahuan Pabean Inward Manifest yang disampaikan oleh pengangkut berdasarkan uraian elemen data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3); dan
|
|
|
b.
|
dengan penutupan pos-pos Pemberitahuan Pabean Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
|
|
|
|
||
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Dalam hal barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut dengan pelabuhan tujuan berikutnya di dalam Daerah Pabean, SKP menyampaikan informasi keberangkatan barang impor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut kepada Kantor Pabean tujuan.
|
||
(2)
|
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa rincian pos-pos Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
|
||
(3)
|
Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional, Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan informasi keberangkatan barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut kepada Kantor Pabean tujuan.
|
||
|
|
||
Pasal 12 |
|||
(1)
|
SKP di Kantor Pabean tujuan melakukan rekonsiliasi tindak lanjut pengangkutan barang impor atau barang ekspor untuk diangkut lanjut atau diangkut terus.
|
||
(2)
|
Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
||
|
a.
|
berdasarkan penelitian tingkat kesesuaian, antara informasi keberangkatan barang impor atau barang ekspor berupa nomor pos-pos pemberitahuan Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dengan rincian pos-pos pemberitahuan Inward Manifest; dan
|
|
|
b.
|
dengan penutupan informasi keberangkatan barang impor atau barang ekspor berupa rincian pos-pos pemberitahuan Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
|
|
(3)
|
SKP di Kantor Pabean tujuan menyampaikan hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pabean asal.
|
||
(4)
|
Dalam hal hasil rekonsiliasi tindak lanjut pengangkutan barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum diterima dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberangkatan Sarana Pengangkut:
|
||
|
a.
|
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai Kantor Pabean asal, menyampaikan pemberitahuan kepada Pengangkut; dan
|
|
|
b.
|
dilakukan penelitian oleh Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pabean asal.
|
|
(5)
|
Dalam hal SKP di Kantor Pabean tujuan mengalami gangguan operasional, Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean tujuan:
|
||
|
a.
|
melakukan rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang im por a tau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut; dan
|
|
|
b.
|
menyampaikan hasil rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang impor atau barang ekspor untuk diangkut terus atau diangkut lanjut kepada Kantor Pabean asal.
|
|
|
|
||
Bagian Ketujuh
Pengangkutan Barang Impor Untuk Diangkut Lanjut atau Diangkut Terus Melalui Jalan Raya
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Pengangkutan barang impor untuk diangkut lanjut atau diangkut terus ke TPS di Kawasan Pabean lainnya dapat menggunakan moda transportasi darat.
|
||
(2)
|
Dalam hal pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Sarana Pengangkut jalan raya, pengawasan pabean dilakukan dengan pemasangan tanda pengaman berupa sistem pengamanan berbasis elektronik.
|
||
(3)
|
Dalam hal sistem pengamanan berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia atau terdapat gangguan, pengawasan dapat dilakukan dengan pengamanan secara manual dan disertai dengan:
|
||
|
a.
|
penyerahan jaminan; atau
|
|
|
b.
|
pengawalan,
|
|
|
berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
|
||
(4)
|
Jenis jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan.
|
||
(5)
|
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dikembalikan setelah barang impor sampai di TPS tujuan dalam keadaan lengkap.
|
||
(6)
|
Dalam hal barang impor yang diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||
|
a.
|
tidak sampai di TPS tujuan; atau
|
|
|
b.
|
sampai di TPS tujuan dalam keadaan tidak lengkap,
|
|
|
dilakukan penelitian lebih lanjut oleh unit di Kantor Pabean yang menyelenggarakan fungsi di bidang pengawasan.
|
||
|
|
||
BAB III
PENGANGKUTAN BARANG IMPOR KE TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA LAINNYA
Bagian Kesatu
Pengeluaran Barang Impor Dari Kawasan Pabean Untuk Diangkut Ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean Lain
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya, dapat diberikan jika:
|
||
|
a.
|
barang impor memiliki sifat khusus sehingga tidak dapat dilakukan penimbunan di Kawasan Pabean dan TPS tempat dilakukan pembongkaran;
|
|
|
b.
|
terdapat kongesti pada TPS; dan/atau
|
|
|
c.
|
keadaan darurat, seperti bencana alam, kebakaran, atau dalam kondisi keadaan memaksa.
|
|
(2)
|
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya dengan alasan kongesti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat diberikan jika seluruh TPS lain di wilayah kerja Kantor Pabean tempat dilakukan pembongkaran terdapat kongesti dan tidak dapat dilakukan PLP.
|
||
(3)
|
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya dilakukan oleh:
|
||
|
a.
|
Pengusaha TPS di Kantor Pabean asal, jika terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c; atau
|
|
|
b.
|
Pengusaha TPS di Kantor Pabean asal atas permintaan importir, jika terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
|
|
(4)
|
Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bertanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor atas barang impor yang dikeluarkan dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya.
|
||
|
|
||
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) yang akan mengeluarkan barang impor dari TPS, wajib menyerahkan Pemberitahuan Pabean pada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal.
|
||
(2)
|
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya.
|
||
(3)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikeluarkan dari TPS setelah Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal melakukan penelitian dan memberikan nomor serta tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||
(4)
|
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat disampaikan dalam bentuk data elektronik atau tulisan di atas formulir.
|
||
(5)
|
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pemberitahuan Pabean Outward Manifest pada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal.
|
||
(6)
|
Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP pada Kantor Pabean asal menyampaikan tembusan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kantor Pabean tujuan.
|
||
|
|
||
Bagian Kedua
Pemasukan Barang Impor Ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean Lain
Pasal 16 |
|||
(1)
|
Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), wajib menyampaikan Pemberitahuan Pabean yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) ke Kantor Pabean yang mengawasi TPS di Kawasan Pabean tujuan.
|
||
(2)
|
Penyampaian Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penyampaian pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut/RKSP dan Inward Manifest pada Kantor Pabean yang mengawasi TPS di Kawasan Pabean tujuan.
|
||
(3)
|
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan paling lambat:
|
||
|
a.
|
sebelum kedatangan di TPS di Kawasan Pabean tujuan, dalam hal pengangkutan melalui laut dan udara; atau
|
|
|
b.
|
saat kedatangan di TPS di Kawasan Pabean tujuan, dalam hal pengangkutan melalui darat.
|
|
|
|
||
Bagian Ketiga
Pengawasan Pengangkutan Barang Impor Dari Kawasan Pabean Untuk Diangkut Ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean Lain
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Pengangkutan barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lain dilakukan di bawah pengawasan pabean.
|
||
(2)
|
Pengawasan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan pemasangan tanda pengaman berupa sistem pengamanan berbasis elektronik.
|
||
(3)
|
Dalam hal sistem pengamanan berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia atau terdapat gangguan, pengawasan dapat dilakukan dengan pengamanan secara manual dan disertai dengan:
|
||
|
a.
|
penyerahan jaminan oleh pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); atau
|
|
|
b.
|
pengawalan,
|
|
|
berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
|
||
(4)
|
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dikembalikan setelah barang impor sampai di TPS tujuan dalam keadaan lengkap.
|
||
(5)
|
Jenis jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan.
|
||
|
|
||
Bagian Keempat
PLP
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Barang impor atau barang ekspor yang ditimbun di TPS tempat pembongkaran dan belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya, dapat dilakukan PLP ke TPS lain yang berada dalam satu wilayah pengawasan Kantor Pabean, jika:
|
||
|
a.
|
tingkat penggunaan lapangan penumpukan (yard occupancy ratio) atau tingkat penggunaan gudang (shed occupancy ratio) di TPS sama atau lebih tinggi dari batas standar penggunaan/pemanfaatan fasilitas yang ditetapkan oleh instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang pelabuhan atau bandar udara.
|
|
|
b.
|
TPS di pelabuhan atau bandar udara tempat pembongkaran:
|
|
|
|
1.
|
tidak tersedia tempat khusus yang digunakan untuk menimbun barang konsolidasi, barang berbahaya, barang yang memiliki sifat merusak atau mempengaruhi barang lain, dan/atau barang yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus; atau
|
|
|
2.
|
tersedia tempat khusus yang digunakan untuk menimbun barang sebagaimana dimaksud pada angka 1, tetapi tingkat penggunaan kapasitas sama atau lebih tinggi dari batas standar utilisasi/penggunaan/pemanfaatan fasilitas;
|
|
c.
|
barang impor dimuat dalam 1 (satu) master airway bill yang ditujukan kepada perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarder) dan/atau penyelenggara pos yang berkedudukan TPS lain;
|
|
|
d.
|
barang impor yang karena karakteristiknya memerlukan pelayanan segera (rush handling) akan dikeluarkan melalui TPS lain yang khusus disediakan untuk pelayanan segera;
|
|
|
e.
|
barang impor dimuat dalam kantong pos yang akan diselesaikan kewajiban pabeannya melalui TPS lain yang khusus digunakan untuk layanan pos; atau
|
|
|
f.
|
berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean dimungkinkan terjadi stagnasi atau terjadi keadaan darurat setelah mendapatkan masukan dari pengusaha TPS.
|
|
(2)
|
PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan jika barang impor yang bersangkutan belum diajukan Pemberitahuan Pabean.
|
||
(3)
|
Pengusaha TPS mengajukan permohonan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifes dengan mencantumkan alasan permohonan PLP.
|
||
(4)
|
Permohonan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dalam bentuk data elektronik atau dalam bentuk tulisan di atas formulir.
|
||
|
|
||
Pasal 19 |
|||
(1)
|
Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap permohonan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3).
|
||
(2)
|
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
||
(3)
|
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
|
||
|
a.
|
dicatat pada lembar permohonan PLP, dalam hal permohonan yang diajukan dalam bentuk tulisan di atas formulir; atau
|
|
|
b.
|
diterbitkan respon persetujuan PLP, dalam hal permohonan yang diajukan dalam bentuk data secara elektronik.
|
|
(4)
|
Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan berdasarkan pertimbangan tertentu.
|
||
|
|
||
Pasal 20 |
|||
(1)
|
Pengusaha TPS dapat melakukan PLP terhadap barang impor yang akan dilakukan pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan pabean dan/atau pemeriksaan karantina ke TPS lain dalam 1 (satu) Kawasan Pabean tanpa persetujuan Kepala Kantor Pabean.
|
||
(2)
|
PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah Pengusaha TPS menyampaikan pemberitahuan kepada Kantor Pabean dalam bentuk data elektronik melalui SKP TPS online.
|
||
(3)
|
Untuk dapat melakukan PLP ke TPS lain dalam 1 (satu) Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
pintu masuk dan pintu keluar Kawasan Pabean digunakan secara bersama oleh seluruh TPS dalam Kawasan Pabean; dan
|
|
|
b.
|
pintu masuk dan pintu keluar Kawasan Pabean telah menerapkan sistem pintu otomatis yang terintegrasi dengan sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang di seluruh TPS.
|
|
(4)
|
Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan data pengeluaran dan pemasukan barang secara real time ke SKP pada Kantor Pabean.
|
||
(5)
|
Selain PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PLP dilakukan terhadap barang yang ditimbun di TPS yang keputusan mengenai penetapan TPS telah berakhir atau dicabut.
|
||
|
|
||
Pasal 21 |
|||
(1)
|
Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 20 ayat (1) bertanggung jawab atas bea masuk dan/atau cukai, sanksi administrasi berupa denda, serta pajak dalam rangka impor, dalam hal terdapat kewajiban pelunasan yang disebabkan barang yang diangkut tidak sampai di TPS tujuan.
|
||
(2)
|
Barang impor atau barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali PLP, kecuali terhadap:
|
||
|
a.
|
barang impor yang telah mendapat persetujuan ekspor kembali; dan/atau
|
|
|
b.
|
barang yang dilakukan PLP karena terjadi keadaan darurat.
|
|
|
|
||
BAB IV
ANGKUT TERUS DAN ANGKUT LANJUT DI KAWASAN BEBAS
Pasal 22 |
|||
Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain di Kawasan Bebas:
|
|||
a.
|
untuk diangkut terus atau diangkut lanjut; dan
|
||
b.
|
untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya di Kawasan Bebas, Kawasan Bebas lainnya, atau tempat lain dalam Daerah :pabean,
|
||
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan pembebasan cukai.
|
|||
|
|
||
BAB V
PENGANGKUTAN BARANG ASAL DAERAH PABEAN KE TEMPAT LAIN DALAM DAERAH PABEAN MELALUI LUAR DAERAH PABEAN
Pasal 23 |
|||
(1)
|
Barang asal dalam Daerah Pabean dapat diangkut ke tempat lain di dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean.
|
||
(2)
|
Untuk dapat melakukan pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengangkut atau pemilik barang mengajukan Pemberitahuan Pabean pengangkutan barang ke tempat lain di dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal.
|
||
(3)
|
Terhadap barang asal dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
||
|
a.
|
pemeriksaan fisik;
|
|
|
b.
|
penyegelan terhadap kemasan atau petikemas; dan
|
|
|
c.
|
pengawasan pemuatan.
|
|
|
|
||
Pasal 24 |
|||
(1)
|
Barang asal dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean di Kantor Pabean tujuan setelah pengangkut atau pemilik barang mengajukan permohonan pengeluaran barang kepada Kepala Kantor Pabean.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
|
||
|
a.
|
Berita Acara Pemeriksaan Fisik;
|
|
|
b.
|
Berita Acara Penyegelan; dan
|
|
|
c.
|
Berita Acara Pengawasan Pemuatan.
|
|
(3)
|
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai:
|
||
|
a.
|
melakukan penelitian administrasi; dan
|
|
|
b.
|
pemeriksaan fisik barang, dalam hal diperlukan.
|
|
(4)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
||
|
a.
|
terdapat kesesuaian, Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan pengeluaran barang dari Kawasan Pabean paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap; atau
|
|
|
b.
|
terdapat ketidaksesuaian, dilakukan penelitian lebih lanjut oleh unit di Kantor Pabean yang menyelenggarakan fungsi di bidang pengawasan.
|
|
|
|
|
|
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 25 |
|||
(1)
|
Dalam hal sistem PDE dinyatakan tidak dapat beroperasi oleh Direktur yang menyelenggarakan fungsi di bidang informasi kepabeanan dan cukai, pelayanan angkut lanjut atau angkut terus dapat dilakukan dengan media penyimpan data elektronik.
|
||
(2)
|
Dalam hal SKP pada Kantor Pabean belum tersedia atau mengalami gangguan paling singkat 1 (satu) jam, penyampaian:
|
||
|
a.
|
pemberitahuan Inward Manifest
|
|
|
b.
|
pemberitahuan Outward Manifest,
|
|
|
c.
|
Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya; dan
|
|
|
d.
|
penyampaian PLP,
|
|
|
dapat dilakukan dalam bentuk tulisan di atas formulir.
|
||
|
|
||
Pasal 26 |
|||
Angkut terus atau angkut lanjut barang impor atau barang ekspor dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.
|
|||
|
|
||
BAB VII
PENUTUP
Pasal 27 |
|||
Direktur Jenderal menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai:
|
|||
a.
|
pemasukan, pengeluaran, pembongkaran, pemuatan dan rekonsiliasi barang impor atau barang ekspor tujuan angkut terus atau angkut lanjut dari dan ke Kawasan Pabean;
|
||
b.
|
pengangkutan barang impor dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lain;
|
||
c.
|
PLP; dan
|
||
d.
|
pengiriman dan pengeluaran barang yang berasal dari Kawasan Pabean tujuan Kawasan Pabean lainnya yang pengangkutannya melalui luar Daerah Pabean.
|
||
|
|
||
Pasal 28 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||
1.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Atau Barang Ekspor Dari Kawasan Pabean Untuk Diangkut Terus Atau Diangkut Lanjut Dan Pengeluaran Barang Impor Dari Kawasan Pabean Untuk Diangkut Ke Tempat Penimbunan Sementara Di Kawasan Pabean Lainnya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.04/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Atau Barang Ekspor Dari Kawasan Pabean Untuk Diangkut Terus Atau Diangkut Lanjut Dan Pengeluaran Barang Impor Dari Kawasan Pabean Untuk Diangkut Ke Tempat Penimbunan Sementara Di Kawasan Pabean Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 249); dan
|
||
2.
|
Pasal 17 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.04/2015 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 213) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.04/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.04/2015 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1321),
|
||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|||
Pasal 29 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diundangkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2019
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1716
|