Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23/PMK.04/2015
TENTANG
KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai kawasan pabean dan tempat penimbunan sementara telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2007 tentang Kawasan Pabean Dan Tempat Penimbunan Sementara;
|
|||||
b.
|
bahwa untuk lebih meningkatkan efektifitas pengawasan dan pelayanan kepabeanan atas lalu lintas barang di Kawasan Pabean serta untuk lebih meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam kegiatan penimbunan barang di tempat penimbunan sementara, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai kawasan pabean dan tempat penimbunan sementara;
|
|||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4) dan 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kawasan Pabean Dan Tempat Penimbunan Sementara;
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||||
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||||
Menetapkan |
||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||||
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
|||||
2.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||||
3.
|
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barapg yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||||
4.
|
Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.
|
|||||
5.
|
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
|
|||||
6.
|
Tempat Lain Yang Ditetapkan Untuk Lalu Lintas Barang yang selanjutnya disebut Tempat Lain adalah:
|
|||||
|
a.
|
tempat selain Pelabuhan Laut dan Bandar Udara, yang dipergunakan untuk bongkar muat barang impor dan/atau barang ekspor;
|
||||
|
b.
|
kawasan perbatasan yang di dalamnya terdapat pos lintas batas atau pos pemeriksaan lintas batas;
|
||||
|
c.
|
tempat yang dipergunakan untuk lalu lintas barang impor dan/atau barang ekspor di kantor tempat penyelesaian kewajiban pabean atas layanan pos sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan mengenai pos; atau
|
||||
|
d.
|
kawasan penunjang Pelabuhan Laut atau Bandar Udara yang ditunjuk oleh penyelenggara pelabuhan atau Bandar Udara untuk lalu lintas barang impor dan/atau barang ekspor.
|
||||
7.
|
Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
|
|||||
8.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||||
9.
|
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||||
10.
|
Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
|
|||||
11.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
|||||
12.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
BAB II
KAWASAN PABEAN
Bagian Kesatu
Penetapan Kawasan Pabean
Pasal 2 |
||||||
(1)
|
Kawasan di Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain yang digunakan untuk lalu lintas barang impor dan/atau barang ekspor harus ditetapkan sebagai Kawasan Pabean.
|
|||||
(2)
|
Dalam hal Kawasan Pabean di Pelabuhan Laut atau Bandar Udara:
|
|||||
|
a.
|
tidak cukup untuk menampung volume barang impor dan/atau barang ekspor; dan/atau
|
||||
|
b.
|
tidak tersedia tempat khusus yang digunakan untuk menimbun barang-barang konsolidasi, barang berbahaya, barang yang memiliki sifat merusak atau mempengaruhi barang lain, dan/atau barang yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus,
|
||||
|
kawasan penunjang Pelabuhan Laut atau Bandar Udara yang akan dipergunakan untuk lalu lintas barang impor dan/atau barang ekspor, dapat ditetapkan sebagai Kawasan Pabean.
|
|||||
(3)
|
Penetapan kawasan penunjang Pelabuhan Laut atau Bandar Udara sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan keterangan tertulis dari penyelenggara pelabuhan atau Bandar Udara.
|
|||||
(4)
|
Penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
|
|||||
(5)
|
Kawasan penunjang Pelabuhan Laut atau Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Kawasan Pabean yang bersifat sementara.
|
|||||
(6)
|
Terhadap Kawasan penunjang Pelabuhan Laut atau Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan evaluasi oleh Kepala Kantor Pabean setiap tahun.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||||
(1)
|
Untuk memperoleh penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain mengajukan permohonan kepada:
|
|||||
|
a.
|
Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean; atau
|
||||
|
b.
|
Kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat data mengenai:
|
|||||
|
a.
|
identitas penanggung jawab;
|
||||
|
b.
|
pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain;
|
||||
|
c.
|
lokasi kawasan; dan
|
||||
|
d.
|
batas-batas dan pintu keluar/masuk kawasan yang dimintakan penetapan sebagai Kawasan Pabean.
|
||||
(3)
|
Dalam hal pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain merupakan badan usaha, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
|||||
|
a.
|
salinan akte pendirian perusahaan sebagai badan hukum;
|
||||
|
b.
|
surat izin usaha dari instansi terkait;
|
||||
|
c.
|
bukti penetapan sebagai Pelabuhan Laut atau Bandar Udara, dalam hal kawasan berada di Pelabuhan Laut atau Bandar Udara;
|
||||
|
d.
|
bukti status kepemilikan dan/atau penguasaan kawasan;
|
||||
|
e.
|
rekomendasi dari penyelenggara pelabuhan atau Bandar Udara, dalam hal kawasan berada di pelabuhan atau di Bandar Udara, kecuali terminal khusus;
|
||||
|
f.
|
bukti pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak; dan
|
||||
|
g.
|
gambar denah lokasi dengan batas-batas yang jelas dan tata ruang yang meliputi pintu masuk/keluar dan tempat pembongkaran/pemuatan barang.
|
||||
(4)
|
Dalam hal pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain merupakan lembaga pemerintah, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
|||||
|
a.
|
salinan keputusan tentang penetapan lembaga pemerintah sebagai pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain, atau dokumen semacam itu;
|
||||
|
b.
|
salinan keputusan tentang penunjukan pejabat penanggung jawab;
|
||||
|
c.
|
bukti penetapan sebagai Pelabuhan Laut atau Bandar Udara, dalam hal kawasan berada di Pelabuhan Laut atau Bandar Udara;
|
||||
|
d.
|
bukti status kepemilikan dan/atau penguasaan kawasan; dan
|
||||
|
e.
|
gambar denah lokasi dengan batas-batas yang jelas dan tata ruang yang meliputi pintu masuk/keluar dan tempat pembongkaran/pemuatan barang.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama melakukan penelitian terhadap permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
|
|||||
(2)
|
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memutuskan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai Kawasan Pabean.
|
|||||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||||
(1)
|
Untuk kepentingan pengawasan di bidang kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menetapkan batas-batas kawasan dan pintu keluar/masuk atas suatu Kawasan Pabean yang dituangkan dalam keputusan mengenai penetapan sebagai Kawasan Pabean.
|
|||||
(2)
|
Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan kawasan yang terbatas untuk kegiatan pelayanan dan pengawasan kepabeanan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Sarana dan Prasarana di Kawasan Pabean
Pasal 6 |
||||||
(1)
|
Pengelola Kawasan Pabean harus menyediakan sarana dan prasarana untuk terselenggaranya kegiatan pelayanan dan pengawasan kepabeanan.
|
|||||
(2)
|
Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
|||||
|
a.
|
ruangan dan/atau area yang dipergunakan untuk:
|
||||
|
|
1.
|
pelayanan dan penyelenggaraan administrasi;
|
|||
|
|
2.
|
pemeriksaan fisik barang yang tidak ditimbun di TPS;
|
|||
|
|
3.
|
pemeriksaan badan;
|
|||
|
|
4.
|
penimbunan barang penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang tegahan; dan
|
|||
|
|
5.
|
pengawasan; dan
|
|||
|
b.
|
kamera Closed Circuit Television (CCTV) yang dapat diakses oleh Pejabat Bea dan Cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Larangan Penimbunan di Kawasan Pabean
Pasal 7 |
||||||
(1)
|
Barang selain barang impor dan/atau barang ekspor dilarang untuk dimasukkan dan/atau ditimbun di Kawasan Pabean, kecuali untuk:
|
|||||
|
a.
|
tujuan pengangkutan selanjutnya; atau
|
||||
|
b.
|
kegiatan operasional dalam Kawasan Pabean.
|
||||
(2)
|
Dalam hal barang yang digunakan untuk kegiatan operasional dalam Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan barang yang berasal dari impor, kewajiban pabean atas barang yang bersangkutan harus diselesaikan terlebih dahulu.
|
|||||
(3)
|
Kepala Kantor Pabean menyampaikan peringatan tertulis kepada pengelola Kawasan Pabean yang memasukkan dan/atau menimbun barang selain barang impor dan/atau barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Perubahan Data Kawasan Pabean
Pasal 8 |
||||||
(1)
|
Dalam hal terdapat perubahan terhadap data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), pengelola Kawasan Pabean harus memberitahukan perubahan data tersebut kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean.
|
|||||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean menyampaikan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah.
|
|||||
(3)
|
Penyampaian perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam hal Kantor Pabean merupakan Kantor Pelayanan Utama.
|
|||||
(4)
|
Perubahan data yang diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan sebagai dasar perubahan keputusan mengenai penetapan Kawasan Pabean yang bersangkutan.
|
|||||
(5)
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean memberikan peringatan tertulis kepada pengelola Kawasan Pabean dalam hal data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) tidak sesuai lagi.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Pencabutan Penetapan Sebagai Kawasan Pabean
Pasal 9 |
||||||
(1)
|
Keputusan mengenai penetapan sebagai Kawasan Pabean dicabut dalam hal:
|
|||||
|
a.
|
tidak ada kegiatan kepabeanan di Kawasan Pabean dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
|
||||
|
b.
|
pengelola Kawasan Pabean terbukti bersalah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
|
||||
|
c.
|
pengelola Kawasan Pabean dinyatakan pailit;
|
||||
|
d.
|
pengelola Kawasan Pabean mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan; atau
|
||||
|
e.
|
berdasarkan keterangan tertulis dari penyelenggara pelabuhan atau Bandar Udara tidak diperlukan lagi kawasan penunjang Pelabuhan Laut atau Bandar Udara sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
||||
(2)
|
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri dengan menerbitkan keputusan mengenai pencabutan atas penetapan sebagai Kawasan Pabean.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
BAB III
TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
Bagian Kesatu
Fungsi dan Bentuk TPS
Pasal 10 |
||||||
(1)
|
Barang impor, sementara menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean, dapat ditimbun di TPS.
|
|||||
(2)
|
Barang ekspor, sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di TPS.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||||
(1)
|
Sebelum bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu digunakan untuk menimbun barang impor dan/atau barang ekspor, bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain tersebut harus ditetapkan sebagai TPS.
|
|||||
(2)
|
Penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
|
|||||
(3)
|
Bentuk Tempat Penimbunan Sementara dapat berupa:
|
|||||
|
a.
|
lapangan penimbunan;
|
||||
|
b.
|
lapangan penimbunan peti kemas;
|
||||
|
c.
|
gudang penimbunan; dan/atau
|
||||
|
d.
|
tangki penimbunan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penetapan TPS
Pasal 12 |
||||||
(1)
|
Untuk memperoleh penetapan sebagai TPS, pengusaha tempat penimbunan mengajukan permohonan penetapan suatu bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu sebagai TPS kepada:
|
|||||
|
a.
|
Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean; atau
|
||||
|
b.
|
Kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat data mengenai:
|
|||||
|
a.
|
identitas penanggung jawab;
|
||||
|
b.
|
badan usaha;
|
||||
|
c.
|
lokasi tempat penimbunan; dan
|
||||
|
d.
|
ukuran luas dan/atau daya tampung (volume) serta batas-batas tempat penimbunan yang dimintakan penetapan sebagai TPS.
|
||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
|||||
|
a.
|
salinan akte pendirian perusahaan sebagai badan hukum;
|
||||
|
b.
|
surat izin usaha dari instansi terkait;
|
||||
|
c.
|
izin dari pemerintah daerah setempat;
|
||||
|
d.
|
bukti kepemilikan atas tempat penimbunan atau penguasaan atas tempat penimbunan paling singkat 2 (dua) tahun;
|
||||
|
e.
|
rekomendasi dari penyelenggara pelabuhan atau Bandar Udara, dalam hal tempat penimbunan berada di pelabuhan atau di Bandar Udara, kecuali terminal khusus;
|
||||
|
f.
|
bukti pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
|
||||
|
g.
|
gambar denah lokasi dan tata ruang yang meliputi tempat penimbunan barang impor, barang ekspor, barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean, tempat pemeriksaan fisik barang, ruang kerja Pejabat Bea dan Cukai, dan/atau tempat lain yang menunjang kegiatan pengelolaan TPS;
|
||||
|
h.
|
daftar peralatan dan fasilitas penunjang kegiatan usaha yang dimiliki dan surat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan peralatan dan fasilitas yang memadai;
|
||||
|
i.
|
data mengenai profil perusahaan;
|
||||
|
j.
|
surat pernyataan yang ditandasahkan oleh notaris mengenai kesanggupan melunasi bea masuk dan/atau cukai, sanksi administrasi berupa denda, serta pajak dalam rangka impor, dalam hal terdapat kewajiban pelunasan oleh pengusaha TPS; dan
|
||||
|
k.
|
surat keterangan dari pengelola Kawasan Pabean tentang penggunaan bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, dalam hal pengusaha tempat penimbunan bukan pengelola Kawasan Pabean.
|
||||
(4)
|
Dalam hal tempat penimbunan berupa tangki penimbunan, selain harus melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan juga dilampiri dengan:
|
|||||
|
a.
|
hasil peneraan atas tangki penimbunan dari instansi yang berwenang; dan
|
||||
|
b.
|
daftar alat ukur yang dimiliki disertai hasil peneraan atas alat ukur dari instansi yang berwenang atau surat pernyataan sanggup untuk menyediakan alat ukur yang memadai.
|
||||
(5)
|
Dalam hal tempat penimbunan akan digunakan untuk menimbun barang secara curah, selain harus melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan juga dilampiri dengan daftar alat ukur yang dimiliki disertai hasil peneraan atas alat ukur dari instansi yang berwenang atau surat pernyataan sanggup untuk menyediakan alat ukur yang memadai.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama melakukan penelitian terhadap permohonan penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
|
|||||
(2)
|
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memutuskan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai TPS.
|
|||||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
|||||
(5)
|
Keputusan mengenai penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku dalam jangka waktu:
|
|||||
|
a.
|
5 (lima) tahun; atau
|
||||
|
b.
|
sampai dengan berakhirnya masa penguasaan, dalam hal masa penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf d kurang dari 5 (lima) tahun.
|
||||
(6)
|
Untuk dapat diberikan perpanjangan penetapan sebagai TPS, Pengusaha TPS harus mengajukan permohonan perpanjangan penetapan TPS sebelum jangka waktu penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir.
|
|||||
(7)
|
Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama, dilengkapi dengan bukti perpanjangan masa penguasaan, dalam hal masa penguasaan telah berakhir.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penimbunan Barang di TPS
Pasal 14 |
||||||
(1)
|
Penimbunan barang di dalam TPS harus dipisahkan antara barang impor, barang ekspor, dan barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean.
|
|||||
(2)
|
Pemisahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di TPS berupa lapangan penimbunan atau gudang penimbunan dilakukan dengan cara dibuatkan pagar pembatas permanen dan/atau semi permanen dengan tinggi paling rendah 2 (dua) meter.
|
|||||
(3)
|
Barang berbahaya, barang yang memiliki sifat merusak atau mempengaruhi barang lain, dan/atau barang yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus, harus ditimbun di tempat khusus yang disediakan untuk itu.
|
|||||
(4)
|
Peti kemas kosong harus ditimbun di tempat khusus yang disediakan untuk itu.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||||
(1)
|
Peti kemas atau kemasan barang lainnya yang ditimbun di TPS hanya dapat dibuka untuk kepentingan pemeriksaan fisik barang dan/atau pengambilan contoh barang dalam rangka pemeriksaan pabean dan/atau pemeriksaan karantina.
|
|||||
(2)
|
Bersamaan dengan pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan karantina secara terpadu.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal terdapat permohonan tertulis dari pemilik barang atau kuasanya, Kepala Kantor Pabean dapat memberikan persetujuan untuk membuka peti kemas atau kemasan barang untuk tujuan selain yang dimaksud pada ayat (1).
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||||||
(1)
|
Penimbunan barang di TPS paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penimbunan.
|
|||||
(2)
|
Dalam hal terhadap barang dilakukan pemindahan lokasi penimbunan ke TPS lain di:
|
|||||
|
a.
|
Kawasan Pabean yang sama, jangka waktu penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak ditimbun di TPS asal; atau
|
||||
|
b.
|
Kawasan Pabean lain, jangka waktu penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak ditimbun di TPS di Kawasan Pabean lain.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||||
(1)
|
Barang impor yang ditimbun di TPS di pelabuhan atau Bandar Udara tempat pembongkaran dan belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilakukan pemindahan lokasi penimbunan ke TPS lain yang berada dalam satu wilayah pengawasan Kantor Pabean dalam hal:
|
|||||
|
a.
|
tingkat penggunaan lapangan penumpukan (yard occupancy ratio) atau tingkat penggunaan gudang (shed occupancy ratio) TPS sama dengan atau lebih tinggi dari batas standar utilisasi fasilitas yang ditetapkan oleh instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang pelabuhan atau Bandar Udara.
|
||||
|
b.
|
TPS di pelabuhan atau Bandar Udara tempat pembongkaran:
|
||||
|
|
1.
|
tidak tersedia tempat khusus yang digunakan untuk menimbun barang-barang konsolidasi, barang berbahaya, barang yang memiliki sifat merusak atau mempengaruhi barang lain, dan/atau barang yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus; atau
|
|||
|
|
2.
|
tersedia tempat khusus yang digunakan untuk menimbun barang-barang sebagaimana dimaksud pada angka 1, tetapi tingkat penggunaan kapasitas sama dengan atau lebih tinggi dari batas standar utilisasi fasilitas;
|
|||
|
c.
|
barang impor dalam 1 (satu) master airway bill yang ditujukan kepada perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarder) dan/atau penyelenggara pos yang berkedudukan di TPS lain;
|
||||
|
d.
|
barang impor yang karena karakteristiknya memerlukan pelayanan segera (rush handling) yang akan dikeluarkan melalui TPS lain yang khusus disediakan untuk pelayanan segera;
|
||||
|
e.
|
barang impor dalam kantong pos yang akan diselesaikan kewajiban pabeannya melalui TPS lain yang khusus digunakan untuk layanan pos; atau
|
||||
|
f.
|
berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean dimungkinkan terjadi stagnasi atau terjadi keadaan darurat setelah mendapatkan masukan dari Pengusaha TPS.
|
||||
(2)
|
Pengusaha TPS mengajukan permohonan pemindahan lokasi penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.
|
|||||
(3)
|
Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya memutuskan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
|||||
(4)
|
Dalam rangka optimalisasi pelayanan dan/atau pengawasan, Kepala Kantor Pabean dapat menolak permohonan pemindahan lokasi penimbunan atas barang impor dengan pertimbangan tertentu seperti kategori risiko importir, prasarana di TPS lain, dan risiko saat pemindahan barang.
|
|||||
(5)
|
Pengusaha TPS di pelabuhan tempat pembongkaran dapat melakukan pemindahan lokasi penimbunan ke TPS lain dalam 1 (satu) Kawasan Pabean terhadap barang impor yang akan dilakukan pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan pabean dan/atau pemeriksaan karantina tanpa perlu mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean dengan cara memberitahukan dalam bentuk data elektronik melalui sistem komputer pelayanan TPS online.
|
|||||
(6)
|
Untuk dapat melakukan pemindahan lokasi penimbunan ke TPS lain dalam 1 (satu) Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pintu masuk dan pintu keluar Kawasan Pabean harus memenuhi persyaratan:
|
|||||
|
a.
|
digunakan secara bersama oleh seluruh TPS dalam Kawasan Pabean; dan
|
||||
|
b.
|
telah menerapkan sistem pintu otomatis yang terintegrasi dengan sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang di seluruh TPS.
|
||||
(7)
|
Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyampaikan data pengeluaran dan pemasukan barang secara real time ke sistem komputer pelayanan pada Kantor Pabean.
|
|||||
(8)
|
Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) bertanggung jawab atas bea masuk dan/atau cukai, sanksi administrasi berupa denda, serta pajak dalam rangka impor, dalam hal terdapat kewajiban pelunasan yang disebabkan barang impor yang diangkut tidak sampai di TPS tujuan.
|
|||||
(9)
|
Selain pemindahan lokasi penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5), pemindahan lokasi penimbunan dilakukan terhadap barang yang ditimbun di TPS yang keputusan mengenai penetapan sebagai TPS telah berakhir atau dicabut.
|
|||||
(10)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali pemindahan lokasi penimbunan, kecuali dalam hal terjadi keadaan darurat.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengusaha TPS
Pasal 18 |
||||||
(1)
|
Pengusaha TPS harus menyediakan:
|
|||||
|
a.
|
tempat pemeriksaan fisik barang;
|
||||
|
b.
|
sarana pendukung pemeriksaan fisik barang; dan
|
||||
|
c.
|
tenaga kerja bongkar muat untuk membantu mengangkat dan memindahkan barang dari dan ke dalam peti kemas serta membuka kemasan barang.
|
||||
(2)
|
Tempat pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut:
|
|||||
|
a.
|
dalam hal TPS berupa lapangan penimbunan, tempat pemeriksaan fisik barang adalah lapangan yang disediakan khusus untuk pemeriksaan fisik barang yang dilengkapi dengan atap pelindung dan tersedia tempat yang cukup untuk menempatkan seluruh barang yang dikeluarkan dari dalam kemasan;
|
||||
|
b.
|
dalam hal TPS berupa lapangan penimbunan peti kemas, tempat pemeriksaan fisik barang adalah:
|
||||
|
|
1.
|
lapangan yang disediakan khusus untuk pemeriksaan fisik barang yang dilengkapi dengan atap pelindung dan tersedia tempat yang cukup untuk menempatkan batang yang dikeluarkan dari dalam peti kemas; dan/atau
|
|||
|
|
2.
|
bangunan (long room inspection) yang bersifat permanen dan beratap, yang memungkinkan dapat dilakukannya pengeluaran, pemeriksaan, dan pemasukan kembali barang impor dari dan ke dalam peti kemas,
|
|||
|
c.
|
dalam hal TPS berupa gudang penimbunan, tempat pemeriksaan fisik barang adalah tempat tertentu dalam gudang yang disediakan khusus untuk pemeriksaan fisik barang; dan
|
||||
|
d.
|
dalam hal TPS berupa tangki penimbunan, tempat pemeriksaan fisik barang adalah tempat dipasangnya alat ukur dan saluran pengeluaran barang yang memungkinkan dilakukannya pengambilan contoh barang.
|
||||
(3)
|
Sarana pendukung pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah:
|
|||||
|
a.
|
alat transportasi pengangkutan dan peralatan untuk memindahkan barang dan/atau peti kemas ke dan dari tempat pemeriksaan fisik barang, seperti RTG (rubber tyred gantry), reach stacker, dan truk;
|
||||
|
b.
|
peralatan untuk mengangkat, memindahkan, dan/atau mengambil barang dari dan ke dalam peti kemas atau kemasan lainnya, seperti forklift, hand fallet, dan trolley; dan/atau
|
||||
|
c.
|
penerangan yang memungkinkan untuk pemeriksaan pada malam hari atau kondisi lain yang membutuhkan penerangan.
|
||||
(4)
|
Untuk kepentingan kelancaran arus barang, Pengusaha TPS di pelabuhan bongkar dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan persyaratan harus bekerja sama dengan Pengusaha TPS lain yang berada dalam 1 (satu) Kawasan Pabean yang memiliki tempat, sarana, dan tenaga kerja bongkar muat untuk pemeriksaan fisik barang.
|
|||||
(5)
|
Dalam TPS dapat ditempatkan sarana dan peralatan untuk pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan karantina.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||||
(1)
|
Dalam hal TPS berada di bawah pengawasan Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem komputer pelayanan TPS online secara mandatory, Pengusaha TPS harus memiliki sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang di TPS dan menyediakan media komunikasi data elektronik yang terhubung (on-line computer) dengan sistem komputer pelayanan pada Kantor Pabean.
|
|||||
(2)
|
Media komunikasi data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
|
|||||
|
a.
|
secara real time menerima dan mengirim respon dan/atau data dari dan ke sistem komputer pelayanan pada Kantor Pabean; dan
|
||||
|
b.
|
terhubung dengan sistem komputer pelayanan pada Kantor Pabean selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari dan 7 (tujuh) hari dalam 1 (satu) minggu;
|
||||
(3)
|
Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerapkan sistem pintu otomatis pada pintu masuk/pintu keluar yang terintegrasi dengan sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||||
(1)
|
Pengusaha TPS harus menyediakan ruangan, sarana, dan fasilitas kerja yang layak serta memadai bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan kepabeanan.
|
|||||
(2)
|
Pengusaha TPS harus memasang:
|
|||||
|
a.
|
papan petunjuk identitas yang jelas dengan ukuran paling kurang 60 (enam puluh) cm x 90 (sembilan puluh) cm; dan
|
||||
|
b.
|
kamera Closed Circuit Television (CCTV) pada pintu masuk/keluar, tempat penimbunan barang, dan tempat pemeriksaan fisik barang, yang dapat diakses oleh Pejabat Bea dan Cukai.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||||
(1)
|
Pengusaha TPS yang akan memulai operasional kegiatan sebagai TPS harus memiliki izin operasional dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
|
|||||
(2)
|
Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala Kantor Pabean berdasarkan surat pemberitahuan memulai operasional kegiatan sebagai TPS dari Pengusaha TPS setelah dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||||||
(1)
|
Dalam hal terdapat perubahan terhadap data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan/atau tata ruang TPS, pengusaha TPS harus memberitahukan perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi TPS.
|
|||||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi TPS menyampaikan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah.
|
|||||
(3)
|
Penyampaian perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam hal Kantor Pabean merupakan Kantor Pelayanan Utama.
|
|||||
(4)
|
Perubahan data yang diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan sebagai dasar perubahan keputusan mengenai penetapan sebagai TPS yang bersangkutan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||||
(1)
|
Pengusaha TPS wajib menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan catatan dan dokumen, termasuk data elektronik, yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang yang ditimbun di TPS untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.
|
|||||
(2)
|
Pengusaha TPS wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan untuk kepentingan audit kepabeanan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 24 |
||||||
(1)
|
Pengusaha TPS harus menyampaikan kepada Kepala Kantor Pabean:
|
|||||
|
a.
|
daftar kemasan dan/atau peti kemas atau jumlah barang curah yang telah ditimbun di TPS paling lama:
|
||||
|
|
1.
|
12 (dua belas) jam setelah selesainya penimbunan barang, untuk Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem komputer pelayanan TPS online; dan
|
|||
|
|
2.
|
24 (dua puluh empat) jam setelah selesainya penimbunan barang, untuk Kantor Pabean lainnya;
|
|||
|
b.
|
daftar kemasan dan/atau peti kemas atau jumlah barang curah yang telah dikeluarkan dari TPS paling lama:
|
||||
|
|
1.
|
12 (dua belas) jam setelah pengeluaran barang, untuk Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem komputer pelayanan TPS online;
|
|||
|
|
2.
|
24 (dua puluh empat) jam setelah pengeluaran barang, untuk Kantor Pabean lainnya;
|
|||
|
c.
|
daftar kemasan dan/atau peti kemas atau jumlah barang curah yang ditimbun di TPS yang telah melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
|
||||
(2)
|
Penyampaian daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau melalui media elektronik.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal TPS berada di bawah pengawasan Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem komputer pelayanan TPS online secara mandatory, penyampaian daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk data elektronik melalui media komunikasi data elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||||
(1)
|
Pengusaha TPS bertanggung jawab atas bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang atas barang yang ditimbun dalam TPS terhitung sejak saat penimbunan sampai dengan tanggal pemberitahuan pabean atas impor.
|
|||||
(2)
|
Pengusaha TPS dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di TPS-nya:
|
|||||
|
a.
|
musnah tanpa sengaja;
|
||||
|
b.
|
telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara;
|
||||
|
c.
|
telah dipindahkan ke TPS lain, tempat penimbunan berikat atau tempat penimbunan pabean; atau
|
||||
|
d.
|
dimusnahkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(3)
|
Perhitungan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang tidak dapat didasarkan pada tarif dan nilai pabean barang yang bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan barang yang tertera dalam pemberitahuan pabean pada saat barang tersebut ditimbun di TPS dan nilai pabean ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||||
(4)
|
Pengusaha TPS yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di TPS, selain wajib membayar bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Sanksi Pengusaha TPS
Pasal 26 |
||||||
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi TPS memberikan peringatan tertulis kepada pengusaha TPS, dalam hal pengusaha TPS:
|
||||||
a.
|
tidak mematuhi ketentuan pemisahan penimbunan barang impor, barang ekspor, dan barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
|
|||||
b.
|
menimbun barang berbahaya, barang yang memiliki sifat merusak atau mempengaruhi barang lain, dan/atau barang yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus, tidak di tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
|
|||||
c.
|
menimbun peti kemas kosong tidak di tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4);
|
|||||
d.
|
tidak lagi memenuhi ketentuan penyediaan tempat, sarana, dan tenaga kerja bongkar muat untuk pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
|
|||||
e.
|
tidak menyediakan ruangan, sarana, dan fasilitas kerja yang layak serta memadai bagi Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1);
|
|||||
f.
|
tidak memasang papan petunjuk identitas dan/atau kamera Closed Circuit Television (CCTV) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2);
|
|||||
g.
|
melakukan operasional kegiatan sebagai TPS sebelum mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
|
|||||
h.
|
tidak memberitahukan perubahan data dan/atau tata ruang TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, berdasarkan rekomendasi atau temuan Pejabat Bea dan Cukai; dan/atau
|
|||||
i.
|
tidak menyampaikan daftar kemasan dan/atau peti kemas atau jumlah barang curah yang telah ditimbun di TPS, yang telah dikeluarkan dari TPS, dan/atau yang ditimbun di TPS yang telah melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
||||||
(1)
|
Keputusan mengenai penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dibekukan dalam hal:
|
|||||
|
a.
|
pengusaha TPS menimbun barang selain barang impor, barang ekspor, dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean di TPS;
|
||||
|
b.
|
pengusaha TPS tidak lagi memiliki sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang di TPS dan/atau tidak menyediakan media komunikasi data elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
|
||||
|
c.
|
pengusaha TPS tidak menyelenggarakan pembukuan dan/atau tidak menyerahkan dokumen dan pembukuan lainnya sehubungan dengan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
|
||||
|
d.
|
pengusaha TPS tidak memenuhi kewajiban pelunasan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) dalam jangka waktu yang ditetapkan;
|
||||
|
e.
|
pengusaha TPS tidak memenuhi ketentuan yang menjadi dasar diterbitkannya peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat peringatan;
|
||||
|
f.
|
TPS direkomendasikan oleh unit pengawasan untuk dibekukan; dan/atau
|
||||
|
g.
|
Keputusan mengenai penetapan sebagai Kawasan Pabean tempat lokasi TPS dicabut.
|
||||
(2)
|
Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri dengan menerbitkan surat pemberitahuan pembekuan atas keputusan mengenai penetapan sebagai TPS.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 28 |
||||||
(1)
|
Pembekuan atas keputusan mengenai penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dicabut dalam hal:
|
|||||
|
a.
|
pengusaha TPS telah mengeluarkan barang selain barang impor, barang ekspor, dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean dari TPS;
|
||||
|
b.
|
pengusaha TPS telah memiliki sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang di TPS dan menyediakan media komunikasi data elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
|
||||
|
c.
|
pengusaha TPS telah menyelenggarakan pembukuan dan menyerahkan dokumen yang diminta sehubungan dengan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
|
||||
|
d.
|
pengusaha TPS telah memenuhi kewajiban pelunasan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4);
|
||||
|
e.
|
pengusaha TPS telah memenuhi ketentuan yang menjadi dasar diterbitkannya peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26;
|
||||
|
f.
|
pengusaha TPS telah memenuhi ketentuan yang menjadi alasan dibuatnya rekomendasi untuk dibekukannya TPS oleh unit pengawasan; dan/atau
|
||||
|
g.
|
TPS berlokasi kembali dalam Kawasan Pabean.
|
||||
(2)
|
Pencabutan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri dengan menerbitkan surat pemberitahuan pencabutan pembekuan atas keputusan mengenai penetapan sebagai TPS.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 29 |
||||||
(1)
|
Keputusan mengenai penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dicabut dalam hal:
|
|||||
|
a.
|
TPS dalam status pembekuan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan secara terus-menerus;
|
||||
|
b.
|
TPS tidak menjalankan kegiatan/usaha di bidang kepabeanan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
|
||||
|
c.
|
pengusaha TPS terbukti bersalah telah melakukan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan berdasarkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
|
||||
|
d.
|
TPS dinyatakan pailit; dan/atau
|
||||
|
e.
|
Pengusaha TPS mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan.
|
||||
(2)
|
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah/Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri dengan menerbitkan keputusan mengenai pencabutan atas penetapan sebagai TPS.
|
|||||
(3)
|
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi tanggung jawab pengusaha TPS untuk menyelesaikan kewajiban pabean dan kewajiban lain yang menjadi tanggung jawabnya.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 30 |
||||||
(1)
|
Pengusaha TPS dilarang memasukkan barang impor, barang ekspor, dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean ke dalam TPS dalam hal:
|
|||||
|
a.
|
keputusan mengenai penetapan sebagai TPS dibekukan;
|
||||
|
b.
|
keputusan mengenai penetapan sebagai TPS telah berakhir; atau
|
||||
|
c.
|
permohonan perpanjangan jangka waktu penetapan sebagai TPS belum mendapatkan keputusan persetujuan perpanjangan sampai dengan penetapan sebagai TPS berakhir.
|
||||
(2)
|
Dalam hal keputusan mengenai penetapan sebagai TPS telah berakhir atau keputusan mengenai penetapan sebagai TPS dicabut, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||||
|
a.
|
untuk kepentingan penyelesaian barang yang masih ditimbun, tempat penimbunan dianggap sebagai tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS; dan
|
||||
|
b.
|
Pengusaha TPS harus melakukan pemindahan lokasi penimbunan barang ke TPS lain,
|
||||
|
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan mengenai penetapan sebagai TPS berakhir atau keputusan mengenai penetapan sebagai TPS dicabut.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Pengaturan Khusus
Pasal 31 |
||||||
(1)
|
Barang penumpang, barang awak sarana pengangkut, dan barang pelintas batas, yang belum diselesaikan kewajiban pabean atau barang yang tertinggal atau tidak diketahui pemiliknya (lost and found) di Kawasan Pabean di tempat kedatangan dari luar Daerah Pabean, ditimbun di TPS.
|
|||||
(2)
|
Pengajuan permohonan penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan melampirkan persyaratan yaitu:
|
|||||
|
a.
|
surat izin usaha dari instansi terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b; dan
|
||||
|
b.
|
izin dari pemerintah daerah setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf c.
|
||||
(3)
|
Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan:
|
|||||
|
a.
|
menyediakan tempat, sarana, dan tenaga kerja bongkar muat untuk pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
|
||||
|
b.
|
memiliki sistem elektronik pengelolaan penimbunan barang di TPS dan menyediakan media komunikasi data elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19; dan
|
||||
|
c.
|
menyediakan ruangan, sarana, dan fasilitas kerja yang layak serta memadai bagi Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1).
|
||||
(4)
|
TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
|
|||||
|
a.
|
memasang papan petunjuk identitas dan Closed Circuit Television (CCTV) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) yang sesuai dengan kondisi TPS; dan
|
||||
|
b.
|
menyampaikan daftar kemasan barang yang telah ditimbun di TPS dan barang yang telah dikeluarkan dari TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 paling lama pada hari berikutnya.
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 32 |
||||||
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelayanan dan pengawasan:
|
||||||
a.
|
penyediaan sarana dan prasarana untuk terselenggaranya kegiatan pelayanan dan pengawasan kepabeanan oleh pengelola Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan
|
|||||
b.
|
penyediaan ruangan, sarana, dan fasilitas kerja yang layak serta memadai oleh pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1),
|
|||||
dapat disatukan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33 |
||||||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
|
||||||
1.
|
keputusan mengenai penetapan sebagai Kawasan Pabean dan/atau TPS yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini masih tetap berlaku sampai dengan:
|
|||||
|
a.
|
berakhirnya keputusan tersebut; atau
|
||||
|
b.
|
paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
||||
2.
|
permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean dan/atau TPS yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan masih dalam tahap pemrosesan, diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
BAB VI
PENUTUP
Pasal 34 |
||||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
||||||
a.
|
tata cara pengajuan permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean dan/atau TPS;
|
|||||
b.
|
tata cara penelitian dan penetapan Kawasan Pabean dan/atau TPS;
|
|||||
c.
|
tata cara pemindahan lokasi penimbunan barang impor dari TPS di pelabuhan atau Bandar Udara tempat pembongkaran ke TPS lain; dan
|
|||||
d.
|
tata cara pemberian peringatan, pemberitahuan, pembekuan, dan pencabutan penetapan sebagai Kawasan Pabean dan/atau TPS,
|
|||||
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 35 |
||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2007 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 36 |
||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Februari 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Februari 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 213
|