Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 165 TAHUN 2023
TENTANG
TATA CARA PERMOHONAN, PERMINTAAN, DAN PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DALAM RANGKA PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG CUKAI UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
Menimbang |
|||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Permohonan, Permintaan, dan Pembayaran Sanksi Administratif Berupa Denda dalam rangka Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara;
|
|||
|
|
|
|
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6902);
|
||
5.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
|
||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERMOHONAN, PERMINTAAN, DAN PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DALAM RANGKA PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG CUKAI UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
|
||
2.
|
Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
|
||
3.
|
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah satuan kerja unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan, dan fasilitasi, serta optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
4.
|
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah DJBC atau Kantor Wilayah DJBC Khusus.
|
||
5.
|
Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
|
||
6.
|
Kantor Bea Cukai adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan yang melaksanakan Penyidikan dan menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan.
|
||
7.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
|
||
8.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
|
|
|
|
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan Penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
|
||
(2)
|
Penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, setelah yang bersangkutan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
||
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk, sepanjang penyidik belum menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum.
|
||
(2)
|
Menteri melimpahkan kewenangan permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal.
|
||
(3)
|
Direktur Jenderal dapat mensubdelegasikan kewenangan permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
|
||
(4)
|
Kepala Kantor Wilayah dapat melimpahkan wewenang permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk mandat kepada kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
|
||
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang menerima pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4):
|
||
|
a.
|
wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|
|
b.
|
bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
|
|
|
c.
|
tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pejabat lain.
|
|
(2)
|
Dalam hal kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian atau pejabat pelaksana tugas yang ditunjuk.
|
||
(3)
|
Pejabat pelaksana harian atau pejabat pelaksana tugas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||
(1)
|
Perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
dalam hal barang kena cukai dapat ditentukan tarif cukainya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
|
|
|
b.
|
dalam hal barang kena cukai berupa minuman mengandung etil alkohol yang tidak dapat ditentukan negara asalnya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai minuman mengandung etil alkohol buatan dalam negeri sesuai dengan golongannya yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
|
|
|
c.
|
dalam hal barang kena cukai hasil tembakau selain tembakau iris yang dikemas bukan dalam kemasan untuk penjualan eceran dan cerutu yang tidak dapat ditentukan tarif cukainya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai terendah yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
|
|
|
d.
|
dalam hal barang kena cukai hasil tembakau berupa tembakau iris yang dikemas bukan dalam kemasan untuk penjualan eceran, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai tertinggi yang berlaku pada saat dilakukan penegahan;
|
|
|
e.
|
dalam hal barang kena cukai hasil tembakau berupa cerutu yang tidak dapat ditentukan tarif cukainya, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai rata-rata cerutu buatan dalam negeri yang berlaku pada saat dilakukan penegahan; atau
|
|
|
f.
|
dalam hal pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kedapatan asli dan belum digunakan, perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar berdasarkan tarif cukai pada pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya.
|
|
(2)
|
Perhitungan nilai cukai yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan berita acara pemeriksaan ahli pada saat Penyidikan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Dalam Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), penyidik memberitahukan kepada tersangka bahwa yang bersangkutan dapat mengajukan penghentian Penyidikan di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara dengan membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
||
(2)
|
Penyidik menuangkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam berita acara pemeriksaan tersangka.
|
||
|
|
|
|
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Dalam hal tersangka bermaksud mengajukan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), tersangka menyampaikan surat permohonan penghentian Penyidikan di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada:
|
||
|
a.
|
Direktur Jenderal, dalam hal Penyidikan dilakukan oleh kantor pusat DJBC; atau
|
|
|
b.
|
kepala Kantor Bea Cukai, dalam hal Penyidikan dilakukan oleh Kantor Bea Cukai.
|
|
(2)
|
Dalam hal tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) tersangka, surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh seluruh tersangka baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
|
||
(3)
|
Surat permohonan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan sebelum penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum.
|
||
(4)
|
Atas pengajuan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai memberikan tanda terima.
|
||
(5)
|
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan untuk:
|
||
|
a.
|
memastikan identitas tersangka;
|
|
|
b.
|
memastikan pemenuhan ketentuan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam hal tindak pidana dilakukan lebih dari 1 (satu) tersangka;
|
|
|
c.
|
menentukan pasal pidana yang dilanggar; dan
|
|
|
d.
|
menghitung besaran sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
|
|
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menyimpulkan dapat atau tidaknya diajukan permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara.
|
||
(3)
|
Untuk melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai melakukan gelar perkara dan dibuatkan berita acara.
|
||
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Dalam hal hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat dilakukan permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan dan menyampaikan surat persetujuan atas permohonan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada tersangka.
|
||
(2)
|
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:
|
||
|
a.
|
identitas tersangka;
|
|
|
b.
|
pasal pidana yang dilanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
|
|
|
c.
|
besaran sanksi administratif beru.pa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
|
|
|
d.
|
jangka waktu pembayaran sanksi administratif beru.pa denda; dan
|
|
|
e.
|
nomor rekening penampungan dana titipan DJBC.
|
|
(3)
|
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen yang dijadikan dasar pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
||
(4)
|
Dalam hal hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) tidak dapat dilakukan permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan dan menyampaikan surat penolakan kepada tersangka disertai alasan.
|
||
(5)
|
Dalam hal tindak pidana cukai dilakukan oleh 1 (satu) tersangka, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak surat permohonan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) diterima.
|
||
(6)
|
Dalam hal tindak pidana di bidang cukai dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) tersangka, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menerbitkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
dalam hal surat permohonan penghentian Penyidikan diajukan secara sendiri-sendiri, surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dan disampaikan paling lama dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak surat permohonan penghentian Penyidikan yang pertama kali diterima; atau
|
|
|
b.
|
dalam hal surat permohonan penghentian Penyidikan diajukan secara bersama-sama, surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dan disampaikan paling lama dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak surat permohonan penghentian Penyidikan diterima.
|
|
(7)
|
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B dan huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), tersangka membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dengan menyetor ke rekening penampungan dana titipan DJBC.
|
||
(2)
|
Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diterima oleh tersangka.
|
||
(3)
|
Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||
(4)
|
Dalam hal tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) tersangka, pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai kesepakatan para tersangka.
|
||
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||
(1)
|
Pengelolaan rekening penampungan dana titipan DJBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri mengenai pengelolaan rekening milik satuan kerja lingkup kementerian negara/lembaga.
|
||
(2)
|
Kuasa pengguna anggaran/kepala satuan kerja dapat menunjuk pejabat yang melaksanakan tugas dan fungsi Penyidikan sebagai pengelola operasional rekening penampungan dana titipan DJBC.
|
||
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Tersangka menyampaikan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (4) kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dengan dilampiri surat pernyataan pengakuan bersalah dari tersangka.
|
||
(2)
|
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) membuat tanda terima atas penyampaian bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangkap 2 (dua) dengan peruntukan:
|
||
|
a.
|
lembar ke-1 untuk tersangka; dan
|
|
|
b.
|
lembar ke-2 sebagai arsip.
|
|
(3)
|
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) menyampaikan tanda terima lembar ke-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada tersangka.
|
||
(4)
|
Surat pernyataan pengakuan bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D dan huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Dalam hal tersangka tidak atau kurang membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan jangka waktu pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Penyidikan dilanjutkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Penyidik menyerahkan sanksi administratif berupa denda yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Penuntut Umum melalui penyetoran ke rekening penampungan dana titipan Kejaksaan dengan dibuatkan berita acara pada saat penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti.
|
||
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Dalam hal tersangka telah membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) menyampaikan bukti pembayaran dan surat pernyataan pengakuan bersalah dari tersangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) kepada Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai.
|
||
(2)
|
Berdasarkan penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menyampaikan surat permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan dengan dilampiri:
|
||
|
a.
|
laporan kejadian;
|
|
|
b.
|
surat perintah tugas Penyidikan;
|
|
|
c.
|
surat penetapan tersangka;
|
|
|
d.
|
surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan;
|
|
|
e.
|
resume Penyidikan;
|
|
|
f.
|
surat permohonan penghentian Penyidikan;
|
|
|
g.
|
surat pernyataan pengakuan bersalah dari tersangka; dan
|
|
|
h.
|
bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda.
|
|
(3)
|
Ketentuan pengajuan surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
dalam hal proses Penyidikan dilakukan oleh kantor pusat DJBC, Direktur Jenderal mengajukan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus;
|
|
|
b.
|
dalam hal proses Penyidikan dilakukan oleh Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, kepala Kantor Wilayah atau kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai mengajukan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada kepala Kejaksaan Tinggi yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan; atau
|
|
|
c.
|
dalam hal proses Penyidikan dilakukan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai mengajukan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada kepala Kejaksaan Negeri atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan.
|
|
(4)
|
Penyampaian surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah bukti pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diterima.
|
||
(5)
|
Surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 15 |
|||
Surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
dalam hal Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan mengembalikan berkas permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai mengajukan kembali berkas permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara yang telah dilengkapi kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan;
|
||
b.
|
dalam hal Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan menetapkan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara, Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai melaksanakan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan; atau
|
||
c.
|
dalam hal Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan menolak permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara:
|
||
|
1.
|
Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menyampaikan surat penolakan permintaan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara yang diterbitkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan kepada tersangka;
|
|
|
2.
|
Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai melanjutkan proses Penyidikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|
|
3.
|
penyidik menyerahkan sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) kepada Penuntut Umum melalui penyetoran ke rekening penampungan dana titipan Kejaksaan dengan dibuatkan berita acara pada saat penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti.
|
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||
(1)
|
Tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dilaksanakan dengan:
|
||
|
a.
|
menyampaikan penetapan penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada tersangka;
|
|
|
b.
|
menyetorkan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) atas nama tersangka dari rekening penampungan dana titipan DJBC ke kas negara sebagai pendapatan denda administratif cukai;
|
|
|
c.
|
menetapkan barang kena cukai dan/atau barang lain menjadi barang milik negara; dan/atau
|
|
|
d.
|
mengembalikan barang lain yang tidak ditetapkan menjadi barang milik negara kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak dengan dibuatkan berita acara.
|
|
(2)
|
Pelaksanaan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara.
|
||
(3)
|
Direktur Jenderal atau kepala Kantor Bea Cukai menyampaikan laporan pelaksanaan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, kepala Kejaksaan Tinggi, kepala Kejaksaan Negeri, atau kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan dengan dilampiri berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||
(4)
|
Laporan pelaksanaan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak penetapan penghentian Penyidikan diterima.
|
||
(5)
|
Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan laporan pelaksanaan tindak lanjut atas penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G dan huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||
|
|
|
|
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b berlaku sebagai dokumen dasar penyetoran sanksi administratif berupa denda dari rekening penampungan dana titipan DJBC ke kas negara sebagai pendapatan denda administratif cukai melalui sistem penerimaan negara secara elektronik.
|
||
(2)
|
Penyetoran sanksi administratif berupa denda ke kas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) atas nama tersangka.
|
||
(3)
|
Penyetoran sanksi administratif berupa denda ke kas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya penetapan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b.
|
||
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap Penyidikan atas tindak pidana dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang terjadi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan belum dilakukan penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum, proses penghentian Penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 19 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 1120
|