Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
|||||||
a.
|
bahwa untuk mendukung peta jalan (roadmap) industri nasional dan menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui peran fasilitasi kepabeanan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai gudang berikat sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat;
|
||||||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Gudang Berikat;
|
||||||
|
|
||||||
Mengingat |
|||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||||||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
|
||||||
|
|
||||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||||
Menetapkan |
|||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG GUDANG BERIKAT.
|
|||||||
|
|||||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
|||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||
1.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
||||||
2.
|
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||
3.
|
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
|
||||||
4.
|
Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan-pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
|
||||||
5.
|
Penyelenggara Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.
|
||||||
6.
|
Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus Pengusaha Gudang Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang Berikat.
|
||||||
7.
|
Pengusaha di Gudang Berikat merangkap Penyelenggara di Gudang Berikat yang selanjutnya disingkat PDGB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat yang berada di dalam Gudang Berikat milik Penyelenggara Gudang Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
|
||||||
8.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai.
|
||||||
9.
|
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
|
||||||
10.
|
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
|
||||||
11.
|
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.
|
||||||
12.
|
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||||||
13.
|
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
|
||||||
14.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||||||
15.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||
16.
|
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
|
||||||
17.
|
Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||
18.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
|
||||||
19.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
|
||||||
20.
|
Petugas Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas di Gudang Berikat.
|
||||||
21.
|
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 2 |
|||||||
(1)
|
Gudang Berikat merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||||
(2)
|
Dalam rangka pengawasan terhadap Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran arus barang.
|
||||||
(3)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
|
||||||
(4)
|
Berdasarkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Gudang Berikat dapat diberikan fasilitas di bidang kepabeanan dan Cukai berupa kemudahan antara lain:
|
||||||
|
a.
|
pelayanan perizinan; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
pelayanan kegiatan operasional.
|
|||||
|
|
|
|||||
BAB II
PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN
Pasal 3 |
|||||||
(1)
|
Di dalam Gudang Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang Berikat.
|
||||||
(2)
|
Penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Gudang Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
|
||||||
(3)
|
Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.
|
||||||
(4)
|
Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Gudang Berikat.
|
||||||
(5)
|
Pengusahaan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
||||||
|
a.
|
Pengusaha Gudang Berikat; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
PDGB.
|
|||||
(6)
|
Penyelenggara Gudang Berikat dan/atau Pengusaha Gudang Berikat dapat memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat dalam 1 (satu) wilayah pengawasan Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama, dalam 1 (satu) izin penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat.
|
||||||
(7)
|
Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB melakukan kegiatan penimbunan dan dapat disertai kegiatan sederhana berupa:
|
||||||
|
a.
|
pengemasan;
|
|||||
|
b.
|
pengemasan kembali;
|
|||||
|
c.
|
penyortiran;
|
|||||
|
d.
|
penggabungan (kitting);
|
|||||
|
e.
|
pengepakan;
|
|||||
|
f.
|
penyetelan; dan/atau
|
|||||
|
g.
|
pemotongan.
|
|||||
(8)
|
Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
|
||||||
(9)
|
Terhadap Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pelayanan dan pengawasan secara proporsional berdasarkan profil risiko layanan Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 4 |
|||||||
(1)
|
Gudang Berikat dapat berbentuk:
|
||||||
|
a.
|
Gudang Berikat pendukung kegiatan industri, yaitu Gudang Berikat yang berfungsi untuk menimbun dan menyediakan barang impor untuk didistribusikan kepada:
|
|||||
|
|
1.
|
perusahaan industri di tempat lain dalam Daerah Pabean dan/atau kawasan berikat, KEK, Kawasan Bebas, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
|
||||
|
|
2.
|
perusahaan industri yang mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk, tidak dipungut PDRI, dan/atau pengembalian Bea Masuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
b.
|
Gudang Berikat pusat distribusi khusus toko bebas bea, yaitu Gudang Berikat yang berfungsi untuk menimbun dan mendistribusikan barang impor ke toko bebas bea; atau
|
|||||
|
c.
|
Gudang Berikat transit, yaitu Gudang Berikat yang berfungsi untuk menimbun dan mendistribusikan barang impor ke luar Daerah Pabean.
|
|||||
(2)
|
Perusahaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
|
||||||
|
a.
|
industri manufaktur;
|
|||||
|
b.
|
industri pertambangan;
|
|||||
|
c.
|
industri alat berat; dan/atau
|
|||||
|
d.
|
industri jasa perminyakan.
|
|||||
(3)
|
Ruang lingkup industri manufaktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pengolahan bahan baku menjadi barang jadi.
|
||||||
(4)
|
Ruang lingkup industri pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi penyediaan barang impor untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan.
|
||||||
(5)
|
Ruang lingkup industri alat berat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi penyediaan barang impor untuk mendukung industri alat berat.
|
||||||
(6)
|
Ruang lingkup industri Jasa perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi penyediaan barang impor untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
|
||||||
(7)
|
Gudang Berikat pusat distribusi khusus toko bebas bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kegiatan menimbun dan mendistribusikan barang impor ke toko bebas bea yang berlokasi di:
|
||||||
|
a.
|
terminal keberangkatan bandar udara internasional di Kawasan Pabean;
|
|||||
|
b.
|
terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean;
|
|||||
|
c.
|
tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean;
|
|||||
|
d.
|
tempat transit pada terminal keberangkatan di pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit;
|
|||||
|
e.
|
terminal kedatangan bandar udara internasional di Kawasan Pabean; dan/atau
|
|||||
|
f.
|
dalam kota.
|
|||||
(8)
|
Gudang Berikat transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi kegiatan:
|
||||||
|
a.
|
distribusi barang untuk dikeluarkan ke luar Daerah Pabean; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
penyediaan logistik, operasional, dan/atau kebutuhan lain pada kegiatan angkutan laut dan/atau udara tujuan luar Daerah Pabean.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 5 |
|||||||
(1)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang memiliki izin usaha perdagangan, dapat mendistribusikan barang impor yang ditimbun kepada lebih dari 1 (satu) perusahaan tujuan distribusi.
|
||||||
(2)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang memiliki izin usaha industri atau izin usaha lain yang dipersamakan dengan izin usaha industri, hanya dapat mendistribusikan barang impor yang ditimbun kepada perusahaan industrinya yang berada dalam satu manajemen, untuk memenuhi kebutuhan industrinya.
|
||||||
|
|
||||||
BAB III
PENDIRIAN GUDANG BERIKAT
Pasal 6 |
|||||||
(1)
|
Gudang atau tempat yang akan menjadi Gudang Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
terletak di lokasi yang dapat dilalui oleh sarana pengangkut peti kemas dan/atau sarana pengangkut lainnya;
|
|||||
|
b.
|
mempunyai batas-batas dan luas yang jelas;
|
|||||
|
c.
|
mempunyai tempat untuk pemeriksaan fisik;
|
|||||
|
d.
|
mempunyai tempat untuk penimbunan, pemuatan, pembongkaran, serta pintu pemasukan dan pengeluaran barang;
|
|||||
|
e.
|
mempunyai tata letak dan batas yang jelas untuk melakukan setiap kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf d; dan
|
|||||
|
f.
|
dalam hal menimbun barang curah, harus dilengkapi dengan alat ukur yang telah ditera oleh instansi yang berwenang, atau surat pernyataan sanggup untuk menyediakan alat ukur yang memadai.
|
|||||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sampai dengan huruf e dapat dikecualikan dengan mempertimbangkan faktor geografis dan/atau proses bisnis perusahaan berdasarkan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 7 |
|||||||
(1)
|
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin sebagai Penyelenggara Gudang Berikat dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
|
||||||
(2)
|
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin sebagai Pengusaha Gudang Berikat dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
|
||||||
(3)
|
Pemberian izin sebagai PDGB dilimpahkan kewenangannya menjadi ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 8 |
|||||||
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin sebagai Penyelenggara Gudang Berikat, penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin sebagai Pengusaha Gudang Berikat, dan pemberian izin sebagai PDGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, berlaku sampai dengan izin Gudang Berikat dicabut.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 9 |
|||||||
Dalam hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB merupakan Orang yang wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB diberlakukan juga sebagai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 10 |
|||||||
(1)
|
Untuk mendapatkan izin Penyelenggara Gudang Berikat, perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||||||
(2)
|
Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara Gudang Berikat harus:
|
||||||
|
a.
|
memiliki Nomor Induk Berusaha;
|
|||||
|
b.
|
memiliki izin usaha perdagangan, izin usaha industri, atau izin lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan gudang atau tempat;
|
|||||
|
c.
|
memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai dengan aplikasi yang menunjukkan valid;
|
|||||
|
d.
|
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Gudang Berikat; dan
|
|||||
|
e.
|
telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir sesuai dengan kewajibannya.
|
|||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dipenuhi, izin Penyelenggara Gudang Berikat dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat wajib memenuhi persyaratan dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 11 |
|||||||
(1)
|
Untuk mendapatkan izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB, perusahaan yang akan menjadi Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||||||
(2)
|
Perusahaan yang bermaksud menjadi Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB harus:
|
||||||
|
a.
|
memiliki Nomor Induk Berusaha;
|
|||||
|
b.
|
memiliki izin usaha perdagangan, izin usaha industri, atau izin usaha lain yang dipersamakan dengan izin usaha industri;
|
|||||
|
c.
|
memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai dengan aplikasi yang menunjukkan valid;
|
|||||
|
d.
|
memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Gudang Berikat;
|
|||||
|
e.
|
telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir sesuai dengan kewajibannya; dan
|
|||||
|
f.
|
mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Gudang Berikat dalam hal perusahaan mengajukan permohonan izin PDGB.
|
|||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dipenuhi, izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan yang akan menjadi Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib memenuhi persyaratan dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 12 |
|||||||
(1)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui sistem Indonesia National Single Window yang terintegrasi dengan sistem Online Single Submission.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
|
||||||
|
a.
|
Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean; atau
|
|||||
|
b.
|
Kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah disampaikan, SKP memberikan respon kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
|
||||||
|
a.
|
melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
|
|||||
|
b.
|
menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
|
|||||
(4)
|
Dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha badan usaha:
|
||||||
|
a.
|
melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
|
|||||
|
b.
|
menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
|
|||||
(5)
|
Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal kesiapan pemeriksaan lokasi sesuai pernyataan yang disampaikan dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 13 |
|||||||
(1)
|
Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
|
||||||
(2)
|
Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan milik pengusaha yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB.
|
||||||
(3)
|
Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan.
|
||||||
(5)
|
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan:
|
||||||
|
a.
|
persetujuan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB; atau
|
|||||
|
b.
|
penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan.
|
|||||
(6)
|
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lambat 1 (satu) jam setelah pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selesai dilakukan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 14 |
|||||||
(1)
|
Untuk mendukung kemudahan berusaha serta peningkatan pelayanan dan pengawasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri dapat menambahkan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB.
|
||||||
(2)
|
Perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||||
|
a.
|
toleransi penyusutan, penguapan, atau pengurangan sesuai dengan proses bisnis perusahaan dengan melampirkan data dari lembaga atau instansi yang kompeten;
|
|||||
|
b.
|
kemudahan pemasukan dan/atau pengeluaran atas barang curah; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
perlakuan tertentu lainnya dengan tetap mempertimbangkan aspek pengawasan dan/atau pelayanan.
|
|||||
(3)
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk menambahkan perlakuan tertentu dalam izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 15 |
|||||||
Orang yang bertanggung jawab terhadap perusahaan tidak dapat diberikan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB dalam hal:
|
|||||||
a.
|
pernah melakukan tindak pidana kepabeanan, Cukai, dan/atau perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, paling singkat 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana;
|
||||||
b.
|
pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, paling singkat 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak putusan pailit; dan/atau
|
||||||
c.
|
memiliki tunggakan utang di bidang kepabeanan, Cukai, dan/atau perpajakan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 16 |
|||||||
(1)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau secara elektronik kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tentang kesiapan dan rencana memulai operasional kegiatan Gudang Berikat.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal izin Gudang Berikat diberikan terhadap lokasi yang sebelumnya telah ada barang di dalamnya, atas seluruh barang tersebut harus dilakukan pencacahan (stock opname) oleh Kantor Pelayanan Utama atau Kantor Pabean dan atas barang yang ditimbun harus dikeluarkan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak izin Gudang Berikat diberikan.
|
||||||
(3)
|
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean untuk:
|
||||||
|
a.
|
memberikan akses terhadap SKP kepada Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB;
|
|||||
|
b.
|
membuat berita acara pencacahan (stock opname); dan
|
|||||
|
c.
|
menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan kegiatan pelayanan dan pengawasan.
|
|||||
(4)
|
Akses terhadap SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diberikan dalam hal:
|
||||||
|
a.
|
Penyelenggara Gudang Berikat telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4); dan/atau
|
|||||
|
b.
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4).
|
|||||
|
|
|
|||||
BAB IV
PEMASUKAN, PENGELUARAN, SERTA PERLAKUAN KEPABEANAN, CUKAI, DAN PERPAJAKAN
Pasal 17 |
|||||||
(1)
|
Pemasukan barang untuk ditimbun di Gudang Berikat dapat dilakukan dari:
|
||||||
|
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
|||||
|
b.
|
Gudang Berikat lainnya;
|
|||||
|
c.
|
pusat logistik berikat atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean;
|
|||||
|
d.
|
Kawasan Bebas atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean;
|
|||||
|
e.
|
KEK atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean; dan/atau
|
|||||
|
f.
|
kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean.
|
|||||
(2)
|
Barang yang telah didistribusikan ke kawasan berikat atau toko bebas bea yang disebabkan karena retur dan/atau apkir (reject) dapat dimasukkan kembali ke Gudang Berikat.
|
||||||
(3)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang dimasukkan ke Gudang Berikat:
|
||||||
|
a.
|
diberikan penangguhan Bea Masuk;
|
|||||
|
b.
|
diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
tidak dipungut PDRI.
|
|||||
(4)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f yang dimasukkan ke Gudang Berikat:
|
||||||
|
a.
|
diberikan penangguhan Bea Masuk;
|
|||||
|
b.
|
diberikan pembebasan Cukai;
|
|||||
|
c.
|
tidak dipungut PDRI; dan/atau
|
|||||
|
d.
|
tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
|
|||||
(5)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) meliputi:
|
||||||
|
a.
|
bahan baku, bahan penolong, mesin produksi, suku cadang, peralatan pabrik, alat berat, pengemas, dan/atau alat bantu pengemas yang dimasukkan ke Gudang Berikat pendukung kegiatan industri;
|
|||||
|
b.
|
barang untuk diperdagangkan di toko bebas bea yang dimasukkan ke Gudang Berikat pusat distribusi khusus toko bebas bea; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
barang untuk dikeluarkan ke luar Daerah Pabean yang dimasukkan ke Gudang Berikat transit.
|
|||||
(6)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditimbun untuk waktu paling lama 2 (dua) tahun, terhitung sejak tanggal pemasukan awal dari luar Daerah Pabean, pusat logistik berikat, Kawasan Bebas, KEK, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah ke Gudang Berikat.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 18 |
|||||||
(1)
|
Pemasukan barang untuk mendukung pengusahaan dan/atau penyelenggaraan Berikat dapat dilakukan dari:
|
||||||
|
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
|||||
|
b.
|
tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
|||||
|
c.
|
Gudang Berikat lainnya;
|
|||||
|
d.
|
kawasan berikat;
|
|||||
|
e.
|
pusat logistik berikat;
|
|||||
|
f.
|
Kawasan Bebas;
|
|||||
|
g.
|
KEK; dan/atau
|
|||||
|
h.
|
kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
|
|||||
(2)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang dimasukkan ke Gudang Berikat:
|
||||||
|
a.
|
diberikan penangguhan Bea Masuk;
|
|||||
|
b.
|
diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
tidak dipungut PDRI.
|
|||||
(3)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sampai dengan huruf h yang berasal dari luar Daerah Pabean ke Gudang Berikat:
|
||||||
|
a.
|
diberikan penangguhan Bea Masuk;
|
|||||
|
b.
|
diberikan pembebasan Cukai;
|
|||||
|
c.
|
tidak dipungut PDRI; dan/atau
|
|||||
|
d.
|
tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
|
|||||
(4)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada:
|
||||||
|
a.
|
ayat (1) huruf b; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
ayat (1) huruf c sampai dengan huruf h yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean,
|
|||||
|
yang dimasukkan ke Gudang Berikat diberikan pembebasan Cukai dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
|
||||||
(5)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) meliputi:
|
||||||
|
a.
|
forklift, alat ukur, tempat penyimpanan barang, dan/atau peralatan lain untuk mendukung kegiatan pengusahaan dan/atau penyelenggaraan Gudang Berikat; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
peralatan dan/atau bahan untuk melakukan kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7).
|
|||||
(6)
|
Dalam hal pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) bukan termasuk penyerahan barang kena pajak, terhadap barang dimaksud tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM, serta tidak diterbitkan faktur pajak.
|
||||||
(7)
|
Terhadap pemasukan barang ke Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak:
|
||||||
|
a.
|
wajib membuat faktur pajak dan harus dibuktikan dengan dokumen pemberitahuan pabean; dan
|
|||||
|
b.
|
menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang terkait dengan pemasukan barang ke Gudang Berikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||
(8)
|
Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a harus diberikan keterangan "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI DENGAN PP TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT".
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 19 |
|||||||
(1)
|
Pemasukan barang ke Gudang Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan/atau Pasal 18 ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
|
||||||
(2)
|
Barang yang dimasukkan ke Gudang Berikat sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||||
|
a.
|
tidak diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), Pasal 17 ayat (4), Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (3), dan/atau Pasal 18 ayat (4);
|
|||||
|
b.
|
Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang harus dilunasi; dan
|
|||||
|
c.
|
berlaku ketentuan umum di bidang impor untuk barang yang berasal dari luar Daerah Pabean.
|
|||||
(3)
|
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), Pasal 17 ayat (4), Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (3), dan/atau Pasal 18 ayat (4) bukan merupakan:
|
||||||
|
a.
|
peralatan dan/atau bahan untuk pembangunan dan/atau perluasan gudang;
|
|||||
|
b.
|
peralatan perkantoran; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
barang untuk dikonsumsi di Gudang Berikat.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 20 |
|||||||
(1)
|
Terhadap barang yang dimasukkan ke Gudang Berikat wajib dilakukan pembongkaran (stripping).
|
||||||
(2)
|
Pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan segera setelah barang dimasukkan ke Gudang Berikat.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal proses bisnis perusahaan menyebabkan pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan dengan segera, barang yang dimasukkan ke Gudang Berikat dapat dilakukan penundaan pembongkaran (stripping) dengan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
|
||||||
(4)
|
Kewajiban pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap:
|
||||||
|
a.
|
barang cair, curah, gas, atau sejenisnya; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
barang lain berdasarkan persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan profil risiko perusahaan.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 21 |
|||||||
(1)
|
Pengeluaran barang yang ditimbun dari Gudang Berikat pendukung kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf a dapat dilakukan ke:
|
||||||
|
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
|||||
|
b.
|
kawasan berikat;
|
|||||
|
c.
|
Gudang Berikat pendukung kegiatan industri lainnya;
|
|||||
|
d.
|
perusahaan industri di tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
|||||
|
e.
|
perusahaan industri di KEK;
|
|||||
|
f.
|
perusahaan industri di Kawasan Bebas; dan/atau
|
|||||
|
g.
|
perusahaan industri di kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
|
|||||
(2)
|
Pengeluaran barang yang ditimbun dari Gudang Berikat pusat distribusi khusus toko bebas bea sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf b dapat dilakukan ke:
|
||||||
|
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
|||||
|
b.
|
toko bebas bea; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
Gudang Berikat pusat distribusi khusus toko bebas bea lainnya.
|
|||||
(3)
|
Pengeluaran barang yang ditimbun dari Gudang Berikat transit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf c dapat dilakukan ke:
|
||||||
|
a.
|
luar Daerah Pabean; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
Gudang Berikat transit lainnya.
|
|||||
(4)
|
Dalam hal barang yang ditimbun di Gudang Berikat melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6), wajib diselesaikan dengan cara:
|
||||||
|
a.
|
diekspor kembali; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
diimpor untuk dipakai dengan melunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI setelah memenuhi ketentuan di bidang impor.
|
|||||
(5)
|
Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) dari Gudang Berikat dapat dilakukan ke:
|
||||||
|
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
|||||
|
b.
|
Tempat Penimbunan Berikat;
|
|||||
|
c.
|
tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
|||||
|
d.
|
KEK;
|
|||||
|
e.
|
Kawasan Bebas; dan/atau
|
|||||
|
f.
|
kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
|
|||||
(6)
|
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) tidak dapat dipindahtangankan sebelum memenuhi waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal dimasukkan ke Gudang Berikat.
|
||||||
(7)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu barang berupa pengemas yang digunakan untuk mengemas barang timbun yang akan dikeluarkan ke perusahaan tujuan distribusi.
|
||||||
(8)
|
Dalam hal di dalam Gudang Berikat terdapat hasil perusakan barang impor, pengeluaran dari Gudang Berikat dapat dilakukan ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
||||||
(9)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB bertanggung jawab atas pengeluaran barang yang dikeluarkan dari Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8), sampai diterimanya barang di tempat tujuan atau sampai dimuat ke sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 22 |
|||||||
(1)
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang dimasukkan dari:
|
||||||
|
a.
|
luar Daerah Pabean; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
Gudang Berikat lainnya, pusat logistik berikat, Kawasan Bebas, KEK, dan/atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean.
|
|||||
(2)
|
PDRI yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan.
|
||||||
(3)
|
Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||||
(4)
|
Atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat selain penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 23 |
|||||||
(1)
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang dimasukkan dari:
|
||||||
|
a.
|
tempat lain dalam Daerah Pabean; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
Gudang Berikat lainnya, pusat logistik berikat, Kawasan Bebas, KEK, dan/atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah atas barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
|||||
(2)
|
Pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai surat setoran pajak.
|
||||||
(3)
|
PPN atau PPN dan PPnBM yang dilunasi menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilampiri dengan dokumen kepabeanan, dapat dikreditkan.
|
||||||
(4)
|
Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(5)
|
Atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat selain penyerahan barang kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 24 |
|||||||
Pengeluaran barang dari Gudang Berikat yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM diberikan penangguhan Bea Masuk, pembebasan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 25 |
|||||||
(1)
|
Pengeluaran barang dari Gudang Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan setelah mendapat persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP.
|
||||||
(2)
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB yang mengeluarkan barang sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang kepabeanan, Cukai, dan/atau perpajakan dan izin Gudang Berikatnya dibekukan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 26 |
|||||||
(1)
|
Pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke luar Daerah Pabean berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
||||||
(2)
|
Pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d, Pasal 21 ayat (5) huruf c, dan Pasal 21 ayat (8) berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 27 |
|||||||
(1)
|
Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d yaitu sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
Bea Masuk dihitung berdasarkan:
|
|||||
|
|
1.
|
nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Gudang Berikat; dan
|
||||
|
|
2.
|
pembebanan pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan;
|
||||
|
b.
|
Cukai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai; dan
|
|||||
|
c.
|
PDRI dihitung berdasarkan:
|
|||||
|
|
1.
|
nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Gudang Berikat; dan
|
||||
|
|
2.
|
tarif pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
|
||||
(2)
|
Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) huruf c dan Pasal 21 ayat (8) yaitu sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
Bea Masuk dihitung berdasarkan:
|
|||||
|
|
1.
|
nilai pabean sesuai dengan harga jual pada saat pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
||||
|
|
2.
|
klasifikasi barang yang dikeluarkan dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean; dan
|
||||
|
|
3.
|
pembebanan pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan;
|
||||
|
b.
|
Cukai dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai; dan
|
|||||
|
c.
|
PDRI dihitung berdasarkan harga jual dan tarif pada saat pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
|||||
(3)
|
Atas barang berupa pengemas yang digunakan untuk mengemas barang timbun yang akan dikeluarkan ke perusahaan tujuan distribusi mengikuti dasar perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||||
(4)
|
Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 diperoleh dari penjumlahan nilai pabean ditambah Bea Masuk.
|
||||||
(5)
|
Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan.
|
||||||
(6)
|
Pejabat Bea dan Cukai berwenang menetapkan tarif dan nilai pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
||||||
BAB V
PEMASUKAN SEMENTARA DAN PENGELUARAN SEMENTARA
Pasal 28 |
|||||||
(1)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat memasukkan sementara barang berupa pengemas untuk penggunaan kemasan yang dipakai berulang (returnable package).
|
||||||
(2)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat mengeluarkan sementara barang ke:
|
||||||
|
a.
|
luar Daerah Pabean;
|
|||||
|
b.
|
toko bebas bea;
|
|||||
|
c.
|
kawasan berikat;
|
|||||
|
d.
|
Gudang Berikat lainnya;
|
|||||
|
e.
|
tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
|||||
|
f.
|
KEK;
|
|||||
|
g.
|
Kawasan Bebas; dan/atau
|
|||||
|
h.
|
kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
|
|||||
(3)
|
Pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rangka:
|
||||||
|
a.
|
perbaikan/reparasi; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
penggunaan kemasan yang dipakai berulang (returnable package).
|
|||||
(4)
|
Dalam hal pengeluaran sementara ditujukan ke tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf d, tanggung jawab Bea Masuk, Cukai, PDRI dan j atau PPN atau PPN dan PPnBM yang melekat pada barang yang dikeluarkan sementara tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan tujuan penerima barang terhitung sejak diterimanya barang oleh perusahaan tujuan sampai dengan diterima kembali oleh Gudang Berikat.
|
||||||
(5)
|
Dalam hal pengeluaran sementara ditujukan ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean dengan menetapkan batas waktu pemasukan kembali barang ke Gudang Berikat.
|
||||||
(6)
|
Pengeluaran sementara ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan menyerahkan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, dan PDRI yang terutang, dalam hal barang yang dikeluarkan sementara berasal dari luar Daerah Pabean.
|
||||||
(7)
|
Atas pengeluaran sementara barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak perlu menyerahkan jaminan.
|
||||||
(8)
|
Dalam hal barang yang dikeluarkan sementara ke tempat lain dalam Daerah Pabean tidak dimasukkan kembali ke Gudang Berikat dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5):
|
||||||
|
a.
|
jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicairkan;
|
|||||
|
b.
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar; dan
|
|||||
|
c.
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
(9)
|
Dalam hal barang yang dikeluarkan sementara ke tempat lain dalam Daerah Pabean terlambat dimasukkan kembali ke Gudang Berikat dalam batas waktu yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dikecualikan dari kewajiban membuat faktur pajak dan memungut PPN atau PPN dan PPnBM.
|
||||||
|
|
||||||
BAB VI
PEMUSNAHAN DAN PERUSAKAN BARANG
Pasal 29 |
|||||||
(1)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat melakukan pemusnahan atas barang yang berada di Gudang Berikat yang karena sifat dan bentuknya dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
|
||||||
(2)
|
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di dalam maupun di luar lokasi Gudang Berikat, di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
|
||||||
(3)
|
Pemusnahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan berita acara.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 30 |
|||||||
(1)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat melakukan perusakan atas barang yang berada di Gudang Berikat yang karena sifat dan bentuknya tidak dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
|
||||||
(2)
|
Perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara.
|
||||||
(3)
|
Perusakan dilakukan dengan merusak kegunaan & fungsi secara permanen dengan cara dipotong-potong atau dengan cara lain.
|
||||||
|
|
||||||
BAB VII
PEMBERITAHUAN PABEAN
Pasal 31 |
|||||||
(1)
|
Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 28 ayat (1) ke Gudang Berikat dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 28 ayat (2) dari Gudang Berikat dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan ke dan dari Gudang Berikat berupa barang kena Cukai, pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga sebagai pemberitahuan mutasi barang kena Cukai dan dinyatakan sebagai dokumen Cukai.
|
||||||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam hal barang kena Cukai dimasukkan dan/atau dikeluarkan dari dan ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
||||||
(4)
|
Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB.
|
||||||
(5)
|
Atas penyampaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) konfirmasi status wajib pajak.
|
||||||
(6)
|
Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib membayar Bea Masuk atas barang impor yang kurang pada saat dibongkar dan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
|
||||||
(7)
|
Dalam hal ditemukan jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
|
||||||
|
|
||||||
BAB VIII
KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB, DAN LARANGAN
Pasal 32 |
|||||||
Penyelenggara Gudang Berikat wajib:
|
|||||||
a.
|
memasang tanda nama perusahaan sebagai Penyelenggara Gudang Berikat pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
|
||||||
b.
|
menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan;
|
||||||
c.
|
menyediakan ruangan, sarana, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk pemeriksaan fisik, seperti forklift, timbangan digital, atau alat sejenisnya;
|
||||||
d.
|
menyediakan sarana/prasarana untuk pelayanan, berupa:
|
||||||
|
1.
|
komputer; dan/atau
|
|||||
|
2.
|
media komunikasi data elektronik yang terhubung dengan SKP Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
|||||
e.
|
menyampaikan laporan tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi dalam hal terdapat PDGB yang belum memperpanjang waktu sewa lokasi paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum waktu sewa berakhir;
|
||||||
f.
|
melaporkan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi apabila terdapat Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang tidak beroperasi;
|
||||||
g.
|
mengajukan permohonan perubahan keputusan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila terdapat perubahan data yang tercantum dalam izin Penyelenggara Gudang Berikat;
|
||||||
h.
|
membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen atas barang modal dan barang yang dimasukkan untuk keperluan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat;
|
||||||
i.
|
menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya, buku, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam waktu 10 (sepuluh) tahun;
|
||||||
j.
|
menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; dan
|
||||||
k.
|
menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Gudang Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 33 |
|||||||
Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB wajib:
|
|||||||
a.
|
memasang tanda nama perusahaan sebagai Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
|
||||||
b.
|
menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem pertukaran data elektronik untuk Gudang Berikat;
|
||||||
c.
|
mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT inventory), yang pencatatannya dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online), serta memiliki sistem penelusuran barang (traceability) dalam pengelolaan barang pada Gudang Berikat yang dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak;
|
||||||
d.
|
mendayagunakan Closed Circuit Television (CCTV) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya;
|
||||||
e.
|
mengajukan permohonan perubahan izin Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama apabila terdapat perubahan data izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB;
|
||||||
f.
|
melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, Cukai, dan perpajakan, dengan mendapat pengawasan Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 1 (satu) tahun;
|
||||||
g.
|
menyimpan dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam Gudang Berikat secara tertib sehingga dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis, serta posisinya apabila dilakukan pencacahan (stock opname);
|
||||||
h.
|
menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya, buku, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam waktu 10 (sepuluh) tahun;
|
||||||
i.
|
menyelenggarakan pembukuan mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Gudang Berikat berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
|
||||||
j.
|
menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Gudang Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak;
|
||||||
k.
|
menyampaikan laporan keuangan perusahaan dan/atau laporan tahunan perusahaan kepada Kepala Kantor Pabean; dan
|
||||||
l.
|
menyampaikan laporan atas dampak ekonomi dari pemberian fasilitas Gudang Berikat paling sedikit memuat informasi mengenai nilai fasilitas fiskal yang diberikan, nilai investasi, nilai penjualan, dan nilai Pajak Penghasilan (PPh) Badan kepada Kantor Pabean 1 (satu) tahun sekali.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 34 |
|||||||
(1)
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean yang berada atau seharusnya berada di Gudang Berikat.
|
||||||
(2)
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB bertanggung jawab terhadap PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean yang berada atau seharusnya berada di Gudang Berikat.
|
||||||
(3)
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal barang yang terutang:
|
||||||
|
a.
|
musnah tanpa sengaja;
|
|||||
|
b.
|
diekspor dan/atau diekspor kembali;
|
|||||
|
c.
|
diimpor untuk dipakai dengan menyelesaikan kewajiban pabean, Cukai, dan perpajakan;
|
|||||
|
d.
|
dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Berikat;
|
|||||
|
e.
|
dikeluarkan ke Kawasan Bebas;
|
|||||
|
f.
|
dikeluarkan ke KEK;
|
|||||
|
g.
|
dikeluarkan ke Orang yang memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk;
|
|||||
|
h.
|
dikeluarkan ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah;
|
|||||
|
i.
|
dikeluarkan ke tempat penimbunan pabean; dan/atau
|
|||||
|
j.
|
dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||||
(4)
|
Musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi selisih kurang yang terjadi akibat:
|
||||||
|
a.
|
penyusutan, penguapan, atau pengurangan karena perubahan suhu, kelembaban udara, dan/atau sejenisnya; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan keterangan dari instansi terkait.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 35 |
|||||||
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB, dilarang:
|
|||||||
a.
|
memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan izin Gudang Berikat;
|
||||||
b.
|
memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor;
|
||||||
c.
|
menimbun barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean; dan/atau
|
||||||
d.
|
mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin Gudang Berikat.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 36 |
|||||||
Terhadap Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB berlaku ketentuan mengenai:
|
|||||||
a.
|
pemasukan barang yang dilarang untuk diimpor; dan
|
||||||
b.
|
ekspor barang yang dilarang untuk diekspor,
|
||||||
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 37 |
|||||||
(1)
|
Pemasukan barang impor ke Gudang Berikat belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali instansi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan yang terkait dengan:
|
||||||
|
a.
|
kesehatan;
|
|||||
|
b.
|
keselamatan;
|
|||||
|
c.
|
keamanan; dan/atau
|
|||||
|
d.
|
lingkungan,
|
|||||
|
yang berdampak langsung di Gudang Berikat.
|
||||||
(2)
|
Pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang diimpor untuk dipakai berlaku ketentuan pembatasan dalam hal:
|
||||||
|
a.
|
pada saat pemasukannya belum dipenuhi ketentuan pembatasannya; dan
|
|||||
|
b.
|
instansi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan pada saat pengeluaran barang dari Gudang Berikat.
|
|||||
|
|
|
|||||
BAB IX
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN
Pasal 38 |
|||||||
(1)
|
Izin sebagai Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
||||||
|
a.
|
melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, antara lain berupa:
|
|||||
|
|
1.
|
memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan izin Gudang Berikat;
|
||||
|
|
2.
|
memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor;
|
||||
|
|
3.
|
menimbun barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
||||
|
|
4.
|
mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin Gudang Berikat;
|
||||
|
|
5.
|
tidak memenuhi perlakuan tertentu yang tercantum dalam izin Gudang Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
|
||||
|
|
6.
|
melakukan pemasukan barang sebelum mendapatkan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai atau SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
|
||||
|
|
7.
|
melakukan pengeluaran barang sebelum mendapatkan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai atau SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2); dan/atau
|
||||
|
|
8.
|
melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang dibuktikan dengan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||
|
b.
|
menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Gudang Berikat, antara lain dengan:
|
|||||
|
|
1.
|
tidak menyelenggarakan pembukuan dalam kegiatan Gudang Berikat;
|
||||
|
|
2.
|
tidak melakukan kegiatan dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut;
|
||||
|
|
3.
|
tidak melunasi utang Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI dalam batas waktu yang ditentukan;
|
||||
|
|
4.
|
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
|
||||
|
|
5.
|
tidak melakukan penyelesaian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6) terlewati;
|
||||
|
|
6.
|
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan/atau Pasal 33; dan/atau
|
||||
|
|
7.
|
selama 3 (tiga) periode penilaian berturut-turut, Gudang Berikat memiliki profil risiko layanan tinggi.
|
||||
(2)
|
Pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara otomasi dan/atau secara manual.
|
||||||
(3)
|
Selama masa pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB dilarang untuk memasukkan barang ke Gudang Berikat dengan mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
|
||||||
(4)
|
Terhadap Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB yang izinnya dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih diperbolehkan melakukan penimbunan dan kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) di dalam Gudang Berikat, serta pengeluaran barang hasil kegiatan dapat dikeluarkan dari Gudang Berikat.
|
||||||
(5)
|
Dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat dibekukan:
|
||||||
|
a.
|
Pengusaha Gudang Berikat dibekukan; dan
|
|||||
|
b.
|
PDGB di dalam Gudang Berikat dibekukan dalam hal waktu pembekuan Penyelenggara Gudang Berikat melebihi 3 (tiga) bulan.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 39 |
|||||||
Izin yang di bekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal:
|
|||||||
a.
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a;
|
||||||
b.
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB telah mampu kembali menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Gudang Berikat; atau
|
||||||
c.
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB yang memiliki profil risiko layanan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b angka 7 telah melakukan upaya perbaikan sehingga tidak lagi memiliki profil risiko layanan tinggi.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 40 |
|||||||
(1)
|
Pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan izin dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
||||||
|
a.
|
terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat.
|
|||||
(2)
|
Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 41 |
|||||||
(1)
|
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB, dicabut dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
|
||||||
|
a.
|
tidak melakukan kegiatan dalam waktu 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
|
|||||
|
b.
|
menggunakan izin usaha perdagangan, izin usaha industri, atau izin usaha lain yang dipersamakan dengan izin usaha industri yang sudah tidak berlaku;
|
|||||
|
c.
|
dinyatakan pailit;
|
|||||
|
d.
|
bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain berupa menyalahgunakan fasilitas Gudang Berikat dan/atau melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau Cukai;
|
|||||
|
e.
|
tidak memenuhi daftar cek (check list) persyaratan dalam batas waktu yang telah ditentukan; atau
|
|||||
|
f.
|
mengajukan permohonan pencabutan.
|
|||||
(2)
|
Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal telah dilakukan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin, harus melunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, yang meliputi utang yang berasal dari hasil temuan audit dan/atau utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
||||||
(4)
|
Penyelesaian atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya, dilakukan dengan cara:
|
||||||
|
a.
|
diekspor kembali;
|
|||||
|
b.
|
diselesaikan kewajiban pabean dengan membayar Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI, sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan Cukai; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
dipindahtangankan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya, Kawasan Bebas, KEK, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah,
|
|||||
|
dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan izin.
|
||||||
(5)
|
Penyelesaian atas barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya, dilakukan dengan cara:
|
||||||
|
a.
|
diekspor;
|
|||||
|
b.
|
diselesaikan kewajiban perpajakan dengan melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
dipindahtangankan ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya, Kawasan Bebas, KEK, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah,
|
|||||
|
dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan izin.
|
||||||
(6)
|
Terhadap penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan ayat (5) huruf b, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB wajib memungut PPN atau PPN dan PPnBM serta membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||||
(7)
|
Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) terlampaui, atas barang yang berada di Gudang Berikat dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
|
||||||
(8)
|
Penyelesaian atas barang yang dinyatakan tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai barang tidak dikuasai.
|
||||||
(9)
|
Penyelesaian atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (8), menggunakan dokumen pemberitahuan pabean atas nama Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB yang telah dicabut izinnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen pemberitahuan pabean.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 42 |
|||||||
Dalam hal izin Penyelenggara Gudang Berikat dicabut, PDGB yang berada di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat dapat:
|
|||||||
a.
|
mengajukan permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara Gudang Berikat lain, dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Gudang Berikat lain yang dituju; atau
|
||||||
b.
|
mengajukan permohonan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya.
|
||||||
|
|
||||||
BAB X
PENDAMPINGAN
Pasal 43 |
|||||||
(1)
|
Untuk mendukung peningkatan investasi dan efektivitas pelayanan operasional Gudang Berikat, Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB diberikan pendampingan dan/atau asistensi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak.
|
||||||
(2)
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB harus menunjuk paling sedikit 1 (satu) orang sebagai perwakilan resmi perusahaan untuk pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||||
|
|
||||||
BAB XI
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 44 |
|||||||
(1)
|
Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, melakukan dilakukan monitoring terhadap kegiatan yang oleh Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB yang berada dalam pengawasannya.
|
||||||
(2)
|
Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
|
||||||
|
a.
|
pengawasan rutin;
|
|||||
|
b.
|
pemeriksaan sewaktu-waktu; dan/atau
|
|||||
|
c.
|
pemeriksaan sederhana.
|
|||||
(3)
|
Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, dan/atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, melakukan evaluasi atas izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB secara periodik.
|
||||||
(4)
|
Berdasarkan monitoring dan/atau evaluasi, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat melakukan perubahan perlakuan tertentu terhadap izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
|
||||||
(5)
|
Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan secara mandiri oleh Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 45 |
|||||||
(1)
|
Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan Cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari Gudang Berikat, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara mendalam.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus segera ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan/atau Cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal Orang yang bertanggung jawab atas Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau Cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan Orang tersebut merupakan warga negara asing, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 46 |
|||||||
(1)
|
Dalam hal terdapat selisih kurang atau selisih lebih atas barang yang ada atau seharusnya berada di Gudang Berikat, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pabean, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian mengenai selisih dimaksud.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya selisih kurang yang:
|
||||||
|
a.
|
dikarenakan musnah tanpa sengaja, atas selisih tersebut:
|
|||||
|
|
1.
|
tidak dipungut Bea Masuk, Cukai, dan PDRI; dan
|
||||
|
|
2.
|
dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory);
|
||||
|
b.
|
dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB, yaitu selisih kurang tersebut bukan karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
|
|||||
|
|
1.
|
ditagih Bea Masuk, Cukai, dan PDRI tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda; dan
|
||||
|
|
2.
|
dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory).
|
||||
|
c.
|
tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB, yaitu selisih kurang tersebut karena kelalaian, bukan karena kesengajaan, dan tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, atas selisih tersebut:
|
|||||
|
|
1.
|
ditagih Bea Masuk dan PDRI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
||||
|
|
2.
|
terhadap barang kena Cukai dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Cukai; dan
|
||||
|
|
3.
|
dilakukan penyesuaian pencatatan dalam teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory); atau
|
||||
|
d.
|
disebabkan karena kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
|
|
|
|||||
BAB XII
PELAYANAN MANDIRI
Pasal 47 |
|||||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean dapat menetapkan Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB untuk melakukan pelayanan mandiri atas kegiatan operasional di Gudang Berikat.
|
||||||
(2)
|
Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan berdasarkan:
|
||||||
|
a.
|
permohonan Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB; atau
|
|||||
|
b.
|
kewenangan Kepala Kantor Pabean.
|
|||||
(3)
|
Penetapan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan profil risiko layanan Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB.
|
||||||
(4)
|
Pelayanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||
|
a.
|
pelekatan dan/atau pelepasan tanda pengaman;
|
|||||
|
b.
|
pelayanan pemasukan barang;
|
|||||
|
c.
|
pelayanan pembongkaran barang;
|
|||||
|
d.
|
pelayanan penimbunan barang;
|
|||||
|
e.
|
pelayanan pemuatan barang;
|
|||||
|
f.
|
pelayanan pengeluaran barang; dan/atau
|
|||||
|
g.
|
pelayanan lainnya.
|
|||||
(5)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB harus menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui SKP.
|
||||||
|
|
||||||
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 48 |
|||||||
Dalam hal terdapat penggunaan surat keterangan asal atas barang, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||||||
a.
|
surat keterangan asal yang diterbitkan oleh negara asal barang di luar negeri diberlakukan pada saat pemasukan ke Gudang Berikat, dan atas barang dimaksud diberlakukan tarif Bea Masuk sesuai dengan skema pada tarif preferensi (preferential tariff) dimaksud pada saat dikeluarkan dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
||||||
b.
|
pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat dilakukan secara parsial dengan menggunakan pemotongan kuota;
|
||||||
c.
|
pemenuhan surat keterangan asal sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dipenuhi oleh:
|
||||||
|
1.
|
Pengusaha Gudang Berikat; atau
|
|||||
|
2.
|
PDGB,
|
|||||
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 49 |
|||||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), Pasal 7 ayat (3), Pasal 38 ayat (1), Pasal 40 ayat (2), atau Pasal 41 ayat (2):
|
||||||
|
a.
|
wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|||||
|
b.
|
bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
|
|||||
|
c.
|
tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.
|
|||||
(2)
|
Dalam hal Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk.
|
||||||
(3)
|
Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.
|
||||||
|
|
||||||
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50 |
|||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||||||
a.
|
terhadap izin Gudang Berikat yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang telah ditetapkan jangka waktunya, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan izin Gudang Berikat dicabut;
|
||||||
b.
|
terhadap izin Gudang berikat yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dan belum memenuhi ketentuan mengenai persyaratan pendirian Gudang Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, diberikan batas waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2019; dan
|
||||||
c.
|
terhadap barang impor yang pada saat pemasukannya mendapatkan penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat, jangka waktu timbunnya tetap didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat.
|
||||||
|
|
||||||
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51 |
|||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 549), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 52 |
|||||||
Direktur Jenderal menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai:
|
|||||||
a.
|
tata cara pengajuan permohonan, penerbitan izin, dan perubahan izin Gudang Berikat;
|
||||||
b.
|
tata cara pengawasan dan pelayanan atas pemasukan barang ke Gudang Berikat, pengeluaran barang dari Gudang Berikat, musnah tanpa sengaja, pemusnahan, dan perusakan barang di Gudang Berikat;
|
||||||
c.
|
hak dan kewajiban;
|
||||||
d.
|
dokumen pemberitahuan pabean;
|
||||||
e.
|
tata cara pembekuan dan pencabutan izin Gudang Berikat; dan
|
||||||
f.
|
tata cara monitoring dan evaluasi Gudang Berikat.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 53 |
|||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||||||
|
|||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||||
|
|||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 November 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2019
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1416
|