Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
||||
Menimbang |
||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Gudang Berikat;
|
||||
|
||||
Mengingat |
||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
|
|||
4.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||
5.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
|||
6.
|
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);
|
|||
7.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Indonesia Republik Indonesia Nomor 4998);
|
|||
8.
|
Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010.
|
|||
|
|
|||
MEMUTUSKAN: | ||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG GUDANG BERIKAT.
|
||||
|
||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
|
||||
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
|||
2.
|
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
|
|||
3.
|
Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
|
|||
4.
|
Penyelenggara Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.
|
|||
5.
|
Pengusaha Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.
|
|||
6.
|
Pengusaha di Gudang Berikat merangkap Penyelenggara di Gudang Berikat, yang selanjutnya disingkat PDGB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat yang berada di dalam Gudang Berikat milik Penyelenggara Gudang Berikat yang statusnya sebagai badan hukum yang berbeda.
|
|||
7.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
|
|||
8.
|
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
|
|||
9.
|
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
|
|||
10.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
|||
11.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
12.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||
13.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 2 |
||||
(1)
|
Gudang Berikat merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(2)
|
Dalam rangka pengawasan terhadap Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran arus barang.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
|
|||
(4)
|
Berdasarkan manajemen risiko, terhadap Gudang Berikat dapat diberikan kemudahan kepabeanan dan cukai berupa:
|
|||
|
a.
|
kemudahan pelayanan perijinan;
|
||
|
b.
|
kemudahan pelayanan kegiatan operasional; dan/atau
|
||
|
c.
|
kemudahan kepabeanan dan cukai selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.
|
||
|
|
|
||
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Di dalam Gudang Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang Berikat.
|
|||
(2)
|
Penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Gudang Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
|
|||
(3)
|
Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.
|
|||
(4)
|
Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Gudang Berikat.
|
|||
(5)
|
Pengusahaan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
|||
|
a.
|
Pengusaha Gudang Berikat; atau
|
||
|
b.
|
PDGB.
|
||
(6)
|
Barang impor dapat ditimbun dalam Gudang Berikat untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.
|
|||
(7)
|
Kegiatan yang dilakukan di dalam Gudang Berikat meliputi kegiatan penimbunan barang impor dan dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan, pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, dan/atau pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
|
|||
(8)
|
Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
|
|||
|
|
|||
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Gudang Berikat dapat berbentuk:
|
|||
|
a.
|
Gudang Berikat Pendukung Kegiatan Industri, yaitu Gudang Berikat yang berfungsi untuk menimbun dan menyediakan barang impor untuk didistribusikan kepada perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat;
|
||
|
b.
|
Gudang Berikat Pusat Distribusi Khusus Toko Bebas Bea, yaitu Gudang Berikat yang berfungsi untuk menimbun dan mendistribusikan barang impor ke Toko Bebas Bea; atau
|
||
|
c.
|
Gudang Berikat Transit, yaitu Gudang Berikat yang berfungsi untuk menimbun dan mendistribusikan barang impor ke luar daerah pabean.
|
||
(2)
|
Perusahaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
industri manufaktur;
|
||
|
b.
|
industri pertambangan;
|
||
|
c.
|
industri alat berat; dan/atau
|
||
|
d.
|
industri jasa perminyakan.
|
||
|
|
|
||
BAB II
PENDIRIAN GUDANG BERIKAT
|
||||
(1)
|
Gudang atau tempat yang akan menjadi Gudang Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
terletak di lokasi yang dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut peti kemas;
|
||
|
b.
|
mempunyai batas-batas yang jelas berupa pagar pemisah dengan tempat atau bangunan lain;
|
||
|
c.
|
tidak berhubungan langsung dengan bangunan lain;
|
||
|
d.
|
mempunyai satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat dilalui sarana pengangkut;
|
||
|
e.
|
digunakan untuk menimbun barang yang hanya ditujukan untuk:
|
||
|
|
1)
|
mendukung kegiatan industri di tempat lain dalam daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat;
|
|
|
|
2)
|
didistribusikan ke Toko Bebas Bea; atau
|
|
|
|
3)
|
diekspor.
|
|
(2)
|
Dalam hal gudang atau tempat yang akan menjadi Gudang Berikat berfungsi sebagai pendukung kegiatan industri pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dan/atau industri jasa perminyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d, gudang atau tempat yang akan menjadi Gudang Berikat tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
mempunyai batas-batas yang jelas dengan tempat atau bangunan lain;
|
||
|
b.
|
tidak berhubungan langsung dengan bangunan lain;
|
||
|
c.
|
mempunyai satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat dilalui sarana pengangkut;
|
||
|
d.
|
digunakan untuk menimbun barang yang hanya ditujukan untuk:
|
||
|
|
1)
|
mendukung kegiatan industri di tempat lain dalam daerah pabean dan/atau Kawasan Berikat; atau
|
|
|
|
2)
|
diekspor.
|
|
(3)
|
Perusahaan dan/atau orang yang bertanggung jawab terhadap perusahaan yang pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan/atau yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, tidak dapat diberikan persetujuan sebagai Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
|
|||
|
|
|||
Pasal 6 |
||||
(1)
|
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Gudang Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
|||
(2)
|
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus izin Pengusaha Gudang Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
|||
(3)
|
Pemberian izin PDGB untuk jangka waktu tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
|||
(4)
|
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.
|
|||
(5)
|
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus izin Pengusaha Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan izin PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.
|
|||
(6)
|
Jangka waktu pemberlakuan izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak dapat melebihi jangka waktu pemberlakuan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
|||
|
|
|||
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, pihak yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
|||
|
a.
|
bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas, berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Gudang Berikat;
|
||
|
b.
|
surat izin tempat usaha, dokumen lingkungan hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan
|
||
|
c.
|
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan bukti telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
||
(3)
|
Pihak yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat harus sudah mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(4)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai:
|
|||
|
a.
|
berita acara pemeriksaan lokasi; dan
|
||
|
b.
|
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean.
|
||
(5)
|
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat.
|
|||
(7)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus izin Pengusaha Gudang Berikat, pihak yang akan menjadi Pengusaha Gudang Berikat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
|||
|
a.
|
bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas, berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Gudang Berikat;
|
||
|
b.
|
surat izin tempat usaha, surat izin usaha perdagangan, dokumen lingkungan hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan
|
||
|
c.
|
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan bukti telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
||
(3)
|
Pihak yang akan menjadi Pengusaha Gudang Berikat harus sudah mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(4)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai:
|
|||
|
a.
|
berita acara pemeriksaan lokasi; dan
|
||
|
b.
|
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean.
|
||
(5)
|
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus izin Pengusaha Gudang Berikat.
|
|||
(7)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Untuk mendapatkan izin PDGB, pihak yang akan menjadi PDGB mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
|
|||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
|||
|
a.
|
bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah;
|
||
|
b.
|
surat izin usaha perdagangan, dokumen lingkungan hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
|
||
|
c.
|
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan bukti telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan; dan
|
||
|
d.
|
rekomendasi dari Penyelenggara Gudang Berikat.
|
||
(3)
|
Pihak yang akan menjadi PDGB harus sudah mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
|||
(4)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai:
|
|||
|
a.
|
berita acara pemeriksaan lokasi; dan
|
||
|
b.
|
rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean.
|
||
(5)
|
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap.
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai pemberian izin PDGB.
|
|||
(7)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 10 |
||||
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tentang saat akan dimulainya kegiatan Gudang Berikat.
|
||||
|
||||
Pasal 11 |
||||
(1)
|
Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB, dapat mengajukan permohonan perpanjangan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dan/atau Pasal 6 ayat (5) sebelum penetapan dan/atau izin berakhir.
|
|||
(2)
|
Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi dan dilampiri dengan:
|
|||
|
a.
|
penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB yang bersangkutan;
|
||
|
b.
|
bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah;
|
||
|
c.
|
surat izin usaha perdagangan, dokumen lingkungan hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
|
||
|
d.
|
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan bukti telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan; dan
|
||
|
e.
|
rekomendasi dari Penyelenggara Gudang Berikat bagi PDGB.
|
||
(3)
|
Berdasarkan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai rekomendasi.
|
|||
(4)
|
Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap.
|
|||
(5)
|
Dalam hal permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan perpanjangan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) atau Pasal 6 ayat (5).
|
|||
(6)
|
Dalam hal permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
|||
(7)
|
Dalam hal perpanjangan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB, diajukan sebelum melewati batas waktu untuk melakukan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan izin tersebut telah berakhir, terhadap pemasukan barang ke Gudang Berikat tidak mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI.
|
|||
|
|
|||
BAB III
PERLAKUAN KEPABEANAN DAN PERPAJAKAN
|
||||
(1)
|
Barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Gudang Berikat:
|
|||
|
a.
|
diberikan penangguhan Bea Masuk;
|
||
|
b.
|
diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
|
||
|
c.
|
tidak dipungut PDRI.
|
||
(2)
|
Barang modal yang digunakan untuk penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat, barang modal dan/atau peralatan untuk pembangunan dan perluasan gudang, peralatan kantor, dan barang untuk dikonsumsi di Gudang Berikat yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Gudang Berikat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(3)
|
Barang dari Kawasan Berikat dan Toko Bebas Bea yang dimasukkan kembali ke Gudang Berikat yang merupakan barang retur dan/atau apkir (reject):
|
|||
|
a.
|
diberikan penangguhan Bea Masuk;
|
||
|
b.
|
diberikan pembebasan Cukai; dan/atau
|
||
|
c.
|
tidak dipungut PDRI.
|
||
(4)
|
Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang.
|
|||
(5)
|
Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(6)
|
Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke Kawasan Berikat dan Toko Bebas Bea, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB menerbitkan faktur pajak dengan cap Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Tidak Dipungut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(7)
|
Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke Gudang Berikat lainnya, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang menyerahkan barang menerbitkan faktur pajak dengan cap Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Tidak Dipungut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
|
||||
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai, diberikan penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan/atau pembebasan Cukai sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
|
|||
(2)
|
Atas pengeluaran barang yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(3)
|
Pemberian fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk barang impor yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk untuk tujuan ekspor.
|
|||
|
|
|||
BAB IV
KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB, DAN LARANGAN
|
||||
Penyelenggara Gudang Berikat berkewajiban:
|
||||
a.
|
memasang tanda nama perusahaan serta nomor dan tanggal izin sebagai Penyelenggara Gudang Berikat pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
|
|||
b.
|
menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan;
|
|||
c.
|
menyediakan sarana/prasarana dalam rangka pelayanan kepabeanan, berupa:
|
|||
|
1)
|
komputer; dan/atau
|
||
|
2)
|
media komunikasi data elektronik yang terhubung dengan sistem komputer pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
||
d.
|
menyampaikan laporan tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi dalam hal terdapat Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang belum memperpanjang jangka waktu sewa lokasi paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu sewa;
|
|||
e.
|
melaporkan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi apabila terdapat Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang tidak beroperasi;
|
|||
f.
|
mengajukan permohonan perubahan keputusan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat kepada Direktur Jenderal apabila terdapat perubahan nama, alamat, NPWP, serta nama dan alamat pemilik/penanggung jawab perusahaan;
|
|||
g.
|
mengajukan permohonan perubahan keputusan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean apabila akan mengubah luas lokasi Gudang Berikat;
|
|||
h.
|
menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya, buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
|
|||
i.
|
menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; dan
|
|||
j.
|
menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Gudang Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||
|
|
|||
Pasal 15 |
||||
Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB berkewajiban:
|
||||
a.
|
memasang tanda nama perusahaan serta nomor dan tanggal izin sebagai Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
|
|||
b.
|
membuat rekapitulasi bulanan atas pemasukan dan pengeluaran barang dan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya;
|
|||
c.
|
menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE);
|
|||
d.
|
menyediakan sarana/prasarana dalam rangka pelayanan kepabeanan, berupa:
|
|||
|
1)
|
komputer; dan/atau
|
||
|
2)
|
media komunikasi data elektronik yang terhubung dengan sistem komputer pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
||
e.
|
memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun adalah Barang Kena Cukai (BKC);
|
|||
f.
|
mengajukan permohonan perubahan keputusan izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB kepada Direktur Jenderal apabila terdapat perubahan nama, alamat, NPWP, serta nama dan alamat pemilik/penanggung jawab perusahaan;
|
|||
g.
|
mengajukan permohonan perubahan izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean apabila akan mengubah bentuk Gudang Berikat, jenis barang yang ditimbun, tujuan penerima barang, dan luas lokasi;
|
|||
h.
|
melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang ditimbun di Gudang Berikat, bersama dengan Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali pencacahan (stock opname) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
|
|||
i.
|
menyimpan dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam Gudang Berikat secara tertib sehingga dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis, serta posisinya apabila dilakukan pencacahan (stock opname);
|
|||
j.
|
menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
|
|||
k.
|
menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; dan
|
|||
l.
|
menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Gudang Berikat apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||
|
|
|||
Pasal 16 |
||||
(1)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya berada di Gudang Berikat.
|
|||
(2)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dibebaskan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, dalam hal barang:
|
|||
|
a.
|
musnah tanpa sengaja;
|
||
|
b.
|
diekspor dan/atau diekspor kembali;
|
||
|
c.
|
diimpor untuk dipakai dengan menyelesaikan kewajiban pabean, cukai, dan perpajakan;
|
||
|
d.
|
dikeluarkan ke Kawasan Berikat, Toko Bebas Bea, atau Gudang Berikat lainnya;
|
||
|
e.
|
dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Pabean; dan/atau
|
||
|
f.
|
dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
|
||
|
|
|
||
Pasal 17 |
||||
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, dilarang:
|
||||
a.
|
memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan izin Gudang Berikat;
|
|||
b.
|
memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor;
|
|||
c.
|
menimbun barang asal tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
|
|||
d.
|
mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin Gudang Berikat.
|
|||
|
||||
BAB V
PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PEMUSNAHAN BARANG
|
||||
Pemasukan barang ke Gudang Berikat dapat dilakukan dari:
|
||||
a.
|
Luar daerah pabean;
|
|||
b.
|
Kawasan Berikat dan/atau Toko Bebas Bea, yang dimasukkan kembali ke Gudang Berikat yang merupakan barang retur dan/atau apkir (reject);
|
|||
c.
|
Gudang Berikat lainnya, yaitu Gudang Berikat yang memiliki kesamaan nama, manajemen, badan hukum, dan jenis barang yang ditimbun sama;
|
|||
d.
|
Gudang Berikat yang dicabut izinnya; dan/atau
|
|||
e.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang dilakukan oleh Pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
|
|||
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang dari Gudang Berikat dilakukan dengan tujuan ke:
|
|||
|
a.
|
Kawasan Berikat;
|
||
|
b.
|
Toko Bebas Bea;
|
||
|
c.
|
Luar daerah pabean;
|
||
|
d.
|
Tempat lain dalam daerah pabean;
|
||
|
e.
|
Gudang Berikat lainnya, yaitu Gudang Berikat yang memiliki kesamaan nama, manajemen, badan hukum, dan jenis barang yang ditimbun sama; atau
|
||
|
f.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang dilakukan oleh Pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
|
||
(2)
|
Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ke Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat indikasi adanya pelanggaran ketentuan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
|
|||
(3)
|
Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
|
|||
(4)
|
Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.
|
|||
(5)
|
Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke Gudang Berikat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
|
|||
(6)
|
Atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke Gudang Berikat lain yang ditujukan untuk didistribusikan ke Toko Bebas Bea dapat diberikan dengan persetujuan Direktur Jenderal.
|
|||
|
||||
Pasal 20 |
||||
(1)
|
Pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d dikenakan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI.
|
|||
(2)
|
Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan ketentuan:
|
|||
|
a.
|
Bea Masuk berdasarkan:
|
||
|
|
1.
|
nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Gudang Berikat; dan
|
|
|
|
2.
|
pembebanan pada saat Pemberitahuan Pabean Impor didaftarkan;
|
|
|
b.
|
Cukai berdasarkan ketentuan cukai yang berlaku; dan/atau
|
||
|
c.
|
PDRI berdasarkan:
|
||
|
|
1.
|
tarif pada saat Pemberitahuan Pabean Impor didaftarkan; dan
|
|
|
|
2.
|
nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke Gudang Berikat.
|
|
(3)
|
Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 diperoleh dari penjumlahan nilai pabean pada saat dimasukkan ke dalam Gudang Berikat ditambah Bea Masuk.
|
|||
(4)
|
Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) untuk menghitung Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
|
|||
|
||||
Pasal 21 |
||||
(1)
|
Untuk keperluan pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(2)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pengeluaran barang dari Gudang Berikat untuk tujuan ke luar daerah pabean.
|
|||
|
||||
Pasal 22 |
||||
(1)
|
Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat melakukan pemusnahan atas barang impor yang ditimbun di Gudang Berikat dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap barang yang busuk.
|
|||
(3)
|
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara pemusnahan.
|
|||
|
|
|||
BAB VI
PEMBERITAHUAN PABEAN
|
||||
(1)
|
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Gudang Berikat dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberitahuan Pabean.
|
|||
(2)
|
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB.
|
|||
(3)
|
Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan melalui sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE), kecuali di Kantor Pabean yang belum menerapkan ketentuan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE).
|
|||
|
|
|||
BAB VII
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN
|
||||
(1)
|
Dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau Pasal 15, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi membekukan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB.
|
|||
(2)
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi memberitahukan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
|
|||
|
|
|||
Pasal 25 |
||||
(1)
|
Izin sebagai Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atas nama Direktur Jenderal dalam hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB:
|
|||
|
a.
|
melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, antara lain berupa:
|
||
|
|
1.
|
memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan izin Gudang Berikat;
|
|
|
|
2.
|
memasukkan barang yang dilarang untuk diimpor;
|
|
|
|
3.
|
menimbun barang asal tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
|
|
|
|
4.
|
mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin Gudang Berikat.
|
|
|
b.
|
menunjukkan ketidakmampuan dalam mengusahakan Gudang Berikat, antara lain berupa:
|
||
|
|
1.
|
tidak menyelenggarakan pembukuan dalam kegiatannya;
|
|
|
|
2.
|
tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut; atau
|
|
|
|
3.
|
tidak melunasi utang dalam jangka waktu yang ditentukan.
|
|
(2)
|
Selama pembekuan, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB tidak diperkenankan untuk memasukkan barang ke Gudang Berikat.
|
|||
|
||||
Pasal 26 |
||||
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB:
|
||||
a.
|
telah melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15;
|
|||
b.
|
tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a; atau
|
|||
c.
|
telah mampu kembali menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Gudang Berikat.
|
|||
|
||||
Pasal 27 |
||||
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB:
|
||||
a.
|
terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan; atau
|
|||
b.
|
tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat berdasarkan rekomendasi dari hasil audit Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||
|
|
|||
Pasal 28 |
||||
(1)
|
Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB, dilakukan pencabutan dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB:
|
|||
|
a.
|
tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara berturut-turut;
|
||
|
b.
|
menggunakan izin usaha yang sudah tidak berlaku;
|
||
|
c.
|
bertindak tidak jujur dalam usahanya antara lain berupa menyalahgunakan fasilitas Gudang Berikat dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai;
|
||
|
d.
|
dinyatakan pailit; dan/atau
|
||
|
e.
|
mengajukan permohonan pencabutan.
|
||
(2)
|
Pencabutan terhadap penetapan dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
|||
(3)
|
Terhadap izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan pencabutan, berakhirnya izin dan tidak dilakukan perpanjangan, atau permohonan perpanjangan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6), Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan atau berakhirnya izin harus melunasi semua Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, baik berupa utang yang berasal dari hasil temuan audit maupun utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
|
|||
(4)
|
Barang impor yang masih berada di Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutannya harus:
|
|||
|
a.
|
diekspor kembali;
|
||
|
b.
|
dipindahtangankan ke Gudang Berikat lain, Kawasan Berikat, atau Toko Bebas Bea; dan/atau
|
||
|
c.
|
dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan membayar Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI, sepanjang telah memenuhi tata laksana kepabeanan di bidang impor.
|
||
(5)
|
Atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(6)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui, atas barang yang berada di Gudang Berikat dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
|
|||
|
|
|||
Pasal 29 |
||||
Dalam hal penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat dicabut, PDGB yang berada di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat dapat mengajukan:
|
||||
a.
|
permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara Gudang Berikat lain kepada Direktur Jenderal, dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Penyelenggara Gudang Berikat lain tersebut; atau
|
|||
b.
|
permohonan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya.
|
|||
|
||||
BAB VIII
PENGAWASAN
|
||||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kepala Kantor Pabean melakukan pengawasan terhadap kegiatan Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan PDGB yang berada dalam pengawasannya.
|
|||
(2)
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
|
|||
|
||||
Pasal 31 |
||||
(1)
|
Dalam hal barang impor yang ditimbun oleh Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), barang tersebut harus:
|
|||
|
a.
|
diekspor kembali; atau
|
||
|
b.
|
dilunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI setelah memenuhi ketentuan di bidang impor.
|
||
(2)
|
Dalam hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB tidak melakukan ekspor kembali atau melunasi pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) terlewati, izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB yang bersangkutan dibekukan sampai dengan barang dimaksud diekspor kembali atau diselesaikan pungutan yang terutang dan barang dimaksud telah dikeluarkan dari Gudang Berikat.
|
|||
|
|
|||
Pasal 32 |
||||
Sebelum dilakukan pencabutan izin, berdasarkan manajemen risiko terhadap Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB dapat dilakukan audit kepabeanan dan/atau audit cukai atau pemeriksaan sederhana.
|
||||
|
||||
Pasal 33 |
||||
(1)
|
Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari Gudang Berikat, Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara mendalam.
|
|||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus segera ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai ketentuan perundang-undangan.
|
|||
(4)
|
Dalam hal orang yang bertanggung jawab atas Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.
|
|||
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
|
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
||||
a.
|
Terhadap izin sebagai Gudang Berikat yang tidak ditetapkan jangka waktunya, yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, masih tetap berlaku selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat.
|
|||
b.
|
Terhadap izin sebagai Gudang Berikat yang telah ditetapkan jangka waktu izinnya dan izin tersebut telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin tersebut.
|
|||
|
|
|||
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
|
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
||||
a.
|
penerapan manajemen risiko dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif dan penerapan manajemen risiko untuk pemberian kemudahan kepabeanan dan cukai;
|
|||
b.
|
tata cara pengajuan permohonan dan penerbitan izin Gudang Berikat;
|
|||
c.
|
tata cara pengawasan dan pelayanan atas pemasukan barang ke Gudang Berikat, pengeluaran barang dari Gudang Berikat, musnah tanpa sengaja, dan pemusnahan barang di Gudang Berikat;
|
|||
d.
|
tata cara pemeriksaan sederhana; dan
|
|||
e.
|
tata cara pembekuan dan pencabutan izin Gudang Berikat,
|
|||
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
||||
|
||||
Pasal 36 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.04/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
||||
Pasal 37 |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal diundangkan.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Agustus 2011 MENTERI KEUANGAN, ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 September 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA ttd.
PATRIALIS AKBAR LEMBARAN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 549
|