Akuntan - Panduan Pajak Profesi
Quick Guide
Hide Quick Guide
- Akuntan
- A.Dasar Hukum
- B.Definisi dan Tugas
- C.Objek Penghasilan
- D.Hak Akuntan dalam Lingkup Pajak
- E.Kewajiban Akuntan dalam Lingkup Pajak
- F.Perlakuan Pajak
- F.1Perlakuan Pajak Penghasilan Sehubungan dengan Kegiatan Usaha
- F.2Perlakuan PPh Pasal 21 Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan
- F.3Perlakuan PPh Pasal 21 Penghasilan sehubungan dengan pekerja Bebas
- F.4Perlakuan PPh 23
- F.5Ilustrasi kasus
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Akuntan

Diperbaharui terakhir pada tanggal 10 Januari 2025
|
A. Dasar Hukum |
|||||||||
Sumber hukum yang mendasari panduan pajak ini adalah sebagai berikut:
|
|||||||||
(i)
|
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
|
||||||||
(ii)
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU PPh);
|
||||||||
(iii)
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU PPh);
|
||||||||
(iv)
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU PPN);
|
||||||||
(v)
|
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023);
|
||||||||
(vi)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023);
|
||||||||
(vii)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (PMK 141/2015);
|
||||||||
(viii)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.01/2017 tentang Akuntan Beregister (PMK 216/2017);
|
||||||||
(ix)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.01/2021 tentang Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik (PMK 186/2021);
|
||||||||
(x)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Melakukan Pencatatan dan Kriteria Tertentu Serta Tata Cara Menyelenggarakan Pembukuan untuk Tujuan Perpajakan (PMK 54/2021);
|
||||||||
(xi)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi (PMK 252/2008);
|
||||||||
(xii)
|
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto (PER-17/2015);
|
||||||||
(xiii)
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (PER2/2024); dan
|
||||||||
(xiv)
|
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi (PER-16/2016).
|
||||||||
|
|
||||||||
B. Definisi dan Tugas |
|||||||||
Akuntan adalah seseorang yang memiliki keahlian akuntansi yang memiliki tugas untuk menyusun, membimbing, mengawasi, menginspeksi, dan melakukan pembukuan serta melaksanakan administrasi perusahaan atau instansi. Seseorang yang berprofesi akuntan harus menempuh Pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi sekaligus Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk). Untuk memberikan jasa akuntansi, seorang akuntan harus menjadi akuntan beregister yang telah mendapatkan izin praktik. Akuntan beregister merupakan seseorang yang telah terdaftar pada register negara akuntan yang diselenggarakan oleh Menteri dan telah mendapatkan izin dari Menteri untuk memberikan jasa akuntansi kepada publik melalui Kantor Jasa Akuntan.
|
|||||||||
Seorang akuntan dapat bekerja di perusahaan ataupun dapat bekerja untuk perorangan. Terdapat macam-macam profesi akuntan, diantaranya:
|
|||||||||
(i)
|
Akuntan Publik
|
||||||||
|
Akuntan Publik atau dikenal dengan akuntan eksternal adalah seseorang yang secara independen telah memiliki izin untuk memberikan jasa akuntansi kepada masyarakat umum. Umumnya jasa yang ditawarkan seorang akuntan publik antara lain jasa perpajakan, pemeriksaan atau audit, kewajaran laporan keuangan, penyusunan sistem akuntansi konsultasi manajemen perusahaan, dan menyusun laporan keuangan dalam rangka pengajuan kredit.
|
||||||||
(ii)
|
Akuntan Internal
|
||||||||
|
Akuntan internal adalah seseorang yang memiliki kemampuan di bidang akuntansi yang berada dalam sebuah perusahaan dan menduduki suatu jabatan dalam struktural perusahaan. Tugas dari akuntan internal adalah Menyusun anggaran, Menyusun sistem akuntansi perusahaan, menyusun laporan keuangan, hingga menangani masalah perpajakan.
|
||||||||
(iii)
|
Akuntan Syariah
|
||||||||
|
Akuntan syariah adalah seorang akuntan yang dalam proses pencatatan dan proses pembuatan laporan keuangan mengutamakan pada unsur ajaran Islam dengan prinsip dan aturan syariah.
|
||||||||
(iv)
|
Akuntan Pajak
|
||||||||
|
Akuntan pajak adalah seseorang yang bertugas mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan suatu organisasi atau perusahaan.
|
||||||||
(v)
|
Akuntan Pendidik
|
||||||||
|
Akuntan Pendidik adalah profesi akuntan yang bergerak di bidang Pendidikan. Seorang akuntan pendidik memiliki tugas untuk mengajarkan dan Menyusun kurikulum Pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.
|
||||||||
(vi)
|
Akuntan Manajemen
|
||||||||
|
Akuntan manajemen adalah seseorang yang melakukan analisis keuangan perusahaan untuk menentukan kebijakan manajemen suatu perusahaan.
|
||||||||
(vii)
|
Akuntan Forensik
|
||||||||
|
Akuntan forensik adalah seorang akuntan yang bekerja untuk meninjau catatan keuangan untuk mengidentifikasi penipuan, kesalahan, atau kelalaian. Seorang ahli akuntan forensik dapat menjadi saksi dalam proses pengadilan.
|
||||||||
(viii)
|
Akuntan Pemerintah
|
||||||||
|
Akuntan Pemerintah adalah seseorang yang memiliki keahlian akuntansi dan bekerja di lingkungan pemerintah. Tugas akuntan pemerintah adalah melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap aliran keuangan negara.
|
||||||||
|
|
||||||||
C. Objek Penghasilan |
|||||||||
Berikut ini adalah penghasilan akuntan yang dikelompokkan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh):
|
|||||||||
i. |
Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas yang dapat berupa honorarium, gaji, beserta dengan tunjangannya;
|
||||||||
ii. |
Penghasilan dari modal. Penghasilan jenis ini misalnya keuntungan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, bunga, dividen, sewa, dan royalti;
|
||||||||
iii. |
Penghasilan dari usaha yang dilakukan oleh akuntan yang bersangkutan; dan
|
||||||||
iv |
Penghasilan lainnya yang bersifat tidak tetap misalnya perolehan hadiah undian.
|
||||||||
Namun demikian, dalam pembahasan artikel ini kami akan mengulas penghasilan akuntan yang umum yaitu penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, pekerjaan bebas, dan pemotongan PPh Pasal 23 oleh pengguna jasa akuntan publik.
|
|||||||||
|
|
||||||||
D. Hak Akuntan dalam Lingkup Pajak |
|||||||||
Akuntan sebagai wajib pajak memiliki hak yang dilindungi oleh hukum pajak. Adapun hak akuntan sebagai wajib pajak antara lain:
|
|||||||||
i.
|
Akuntan sebagai wajib pajak berhak untuk mendapatkan pengembalian pajak atas kelebihan pembayaran pajak yang telah dibayarkan, dipotong, atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang;
|
||||||||
|
a.
|
Bila dalam konteks pemeriksaan, Akuntan sebagai wajib pajak berhak:
|
|||||||
|
b.
|
meminta surat perintah pemeriksaan;
|
|||||||
|
c.
|
melihat tanda pengenal pemeriksa;
|
|||||||
|
d.
|
mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan;
|
|||||||
|
e.
|
mendapatkan rincian terkait perbedaan perhitungan dalam surat pemberitahuan (SPT) dan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa; dan
|
|||||||
|
f.
|
hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang telah ditentukan.
|
|||||||
ii.
|
Hak untuk mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali;
|
||||||||
iii.
|
Akuntan selaku wajib pajak berhak dijamin kerahasiaan datanya;
|
||||||||
iv.
|
Akuntan selaku wajib pajak berhak untuk penundaan pembayaran;
|
||||||||
v.
|
Akuntan selaku wajib pajak berhak untuk penundaan penyampaian SPT Tahunan;
|
||||||||
vi.
|
Akuntan selaku wajib pajak berhak untuk mengangsur pembayaran pajak;
|
||||||||
vii.
|
Akuntan selaku wajib pajak berhak untuk mendapatkan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB);
|
||||||||
viii.
|
Akuntan selaku wajib pajak berhak atas fasilitas dan insentif pajak, Misalnya berupa pajak ditanggung pemerintah; dan
|
||||||||
ix.
|
Akuntan selaku wajib pajak berhak atas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
|
||||||||
|
|
||||||||
E. Kewajiban Akuntan dalam Lingkup Pajak |
|||||||||
Sebagai wajib pajak, seorang akuntan memiliki kewajiban sebagai berikut:
|
|||||||||
i.
|
Seorang akuntan yang telah memenuhi hak subjektif dan objektif sebagai wajib pajak, maka diharuskan mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak terdekat untuk mendapatkan nomor pokok wajib pajak (NPWP);
|
||||||||
ii.
|
Akuntan yang memiliki penghasilan dengan peredaran brutonya lebih dari 4,8M, maka wajib melaporkan usahanya sebagai Pengusaha Kena Pajak; dan
|
||||||||
iii.
|
Apabila akuntan memiliki omset kurang dari Rp4,8 miliar dan berencana untuk menyelenggarakan metode pencatatan, maka wajib memberitahukan ke kantor pelayanan pajak terdekat. Adapun pemberitahuan tersebut harus menyatakan bahwa akuntan bersangkutan akan menggunakan norma penghitungan penghasilan netto (NPPN) paling lambat 3 bulan sejak awal tahun pajak.
|
||||||||
|
|
||||||||
F. Perlakuan Pajak |
|||||||||
Profesi akuntan dapat digolongkan menjadi pegawai ataupun bukan pegawai. Seorang akuntan yang digolongkan menjadi pegawai adalah seorang akuntan yang secara kontrak kerja merupakan pegawai pada suatu perusahaan atau suatu instansi tertentu. Sedangkan yang termasuk akuntan bukan pegawai adalah seorang akuntan yang melakukan pekerjaan bebas yang memberikan jasa profesional kepada masyarakat umum juga perusahaan atau instansi namun tidak terikat kontrak sebagai pegawai.
|
|||||||||
Seorang akuntan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerja bebas wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. Bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas kecuali orang pribadi yang memiliki penghasilan bruto (omzet) kurang dari 4,8 miliar, maka wajib menyelenggarakan pembukuan. Sedangkan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan penghasilan bruto (omzet) kurang dari 4,8 miliar wajib menyelenggarakan pencatatan.
|
|||||||||
Bila wajib pajak memiliki penghasilan bruto dari pekerjaan bebas atau kegiatan usaha dalam setahun dengan penghasilan kurang dari Rp4,8 miliar, maka perhitungan penghasilan neto dapat menggunakan norma. Norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) ini dapat digunakan oleh Akuntan dengan beberapa syarat yaitu:
|
|||||||||
a.
|
Akuntan yang bersangkutan wajib menyelenggarakan pencatatan sebagaimana ketentuan dalam (PER-4/PJ/2009);
|
||||||||
b.
|
Akuntan wajib memberitahukan penggunaan NPPN pada Direktur Jenderal Pajak selambat-lambatnya akhir bulan ketiga sejak awal tahun pajak yang bersangkutan; dan
|
||||||||
c.
|
Besarannya NPPN bagi akuntan harus berdasarkan ketentuan dalam (PER-17/PJ/2015).
|
||||||||
F.1 |
Perlakuan Pajak Penghasilan Sehubungan dengan Kegiatan Usaha |
||||||||
|
Seorang akuntan yang melakukan kegiatan usaha seperti jasa akuntan dengan omzet penerimaan lebih dari Rp4,8 M dalam setahun, maka diwajibkan untuk melakukan pembukuan. Namun, apabila omzet yang didapatkan akuntan atas kegiatan usaha kurang dari Rp4,8 M dalam setahun dan memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan PMK 54/2021, maka diperbolehkan untuk menggunakan pencatatan.
|
||||||||
|
Adapun, terdapat perbedaan dalam menghitung pajak penghasilan bagi akuntan yang melakukan pencatatan dan pembukuan. Berikut cara perhitungan pajak penghasilan yang dapat diselenggarakan oleh akuntan:
|
||||||||
|
F.1.1
|
Akuntan yang menggunakan metode pembukuan
|
|||||||
|
|
Dalam hal seorang akuntan menyelenggarakan pembukuan, maka pengenaan pajak didasarkan pada penghasilan neto yang didapatkan dengan cara:
|
|||||||
|
|
|
|||||||
|
|
Adapun biaya usaha yang dimaksud mencakup seluruh biaya yang dikeluarkan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Biaya 3M).
|
|||||||
|
|
Setelah mendapat penghasila neto, maka selanjutnya adalah menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP), dengan perhitungan sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|||||||
|
|
Setelah mendapatkan PKP, langkah terakhir adalah menghitung PPh Pasal 21 terutang dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1). Berikut perhitungannya:
|
|||||||
|
|
|
|||||||
|
F.1.2
|
Akuntan yang menggunakan metode norma
|
|||||||
|
|
Apabila seorang akuntan melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran bruto dalam setahun kurang dari Rp4,8 miliar, maka akuntan diperbolehkan untuk menghitung penghasilan neto menggunakan NPPN. Adapun besaran persentase NPPN untuk profesi dokter berdasarkan Lampiran I PER-17/PJ/2015 adalah 50% untuk seluruh daerah di Indonesia. Berikut ini adalah rumus perhitungan penghasilan netonya:
|
|||||||
|
|
|
|||||||
|
|
Setelah mendapat penghasilan neto, maka selanjutnya adalah menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP), dengan perhitungan sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|||||||
|
|
Setelah mendapatkan PKP, langkah terakhir adalah menghitung PPh Pasal 21 terutang dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1). Berikut perhitungannya:
|
|||||||
|
|
|
|||||||
|
|
Berikut lapisan tarif PKP berdasarkan UU HPP adalah sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|||||||
F.2 |
Perlakuan PPh Pasal 21 Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan |
||||||||
|
Seorang akuntan yang mendapatkan penghasilan yang berasal dari pemberi kerja berdasarkan kontrak kerja sebagai pegawai atas penghasilan yang diterimanya akan dikenakan PPh Pasal 21. Pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, pelaporan bulanan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan akuntan tersebut.
|
||||||||
|
Berdasarkan PP 58/2023 yang mulai berlaku per 1 Januari 2024, terdapat ketentuan baru terkait dengan perhitungan PPh Pasal 21 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.
|
||||||||
|
Untuk menghitung PPh Pasal 21 terutang perlu diperhatikan bahwa terdapat kategori A, kategori B, dan kategori C dalam menentukan tarif efektir rata-rata (TER) yang akan digunakan. Kategori tersebut ditentukan berdasarkan status PTKP dan penghasilan bruto yang diterima oleh pegawai.
|
||||||||
|
Untuk detail tarif efektif bulanan kategori A, tarif efektif kategori B, dan tarif efektif kategori C dapat dilihat dalam lampiran PMK 58/2023.
|
||||||||
|
Dalam menghitung PPh Pasal 21 bulanan akuntan yang berstatus sebagai pegawai, kita dapat mengalikan penghasilan bruto dengan tarif sesuai kategori. Berikut perhitungan PPh Pasal 21 bulanan akuntan dengan status sebagai pegawai untuk bulan Januari-November:
|
||||||||
|
|
||||||||
|
Selanjutnya, untuk menghitung PPh Pasal 21 bulan Desember, wajib pajak perlu menghitung pajak terutang dalam satu tahun pajak dengan menggunakan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh terlebih dahulu. Berikut perhitungan Pajak Penghasilan PPh 21 untuk satu tahun pajak:
|
||||||||
|
|
||||||||
|
Apabila sudah diketahui pajak yang terutang dalam satu tahun pajak, maka langkah selanjutnya adalah menghitung pajak terutang bulan Desember dengan perhitungan sebagai berikut:
|
||||||||
|
|
||||||||
|
Berdasarkan PER-2/PJ/2021 selain melakukan pemotongan PPh Pasal 21, pemberi kerja diwajibkan untuk membuat bukti pemotongan atas PPh Pasal 21 yang telah dipotong. Pemberi kerja harus memberikan bukti potong kepada penerima penghasilan (akuntan) dalam setiap masa pajak.
|
||||||||
|
Perlu diperhatikan bahwa pajak yang dipotong oleh pemberi kerja wajib disetorkan maksimal tanggal 15 bulan berikutnya dan disetorkan tanggal 20 bulan berikutnya.
|
||||||||
|
Selain itu, pemberi kerja diharuskan memberikan SPT Tahunan kepada akuntan pada akhir tahun berjalan. SPT Tahunan tersebut selanjutnya harus dilaporkan oleh akuntan melalui laman DJP Online maksimal 3 bulan setelah tahun pajak berakhir.
|
||||||||
F.3 |
Perlakuan PPh Pasal 21 Penghasilan sehubungan dengan pekerja Bebas |
||||||||
|
Merujuk PMK 168/2023, tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas pada pihak pemberi kerja, maka atas jasa yang diberikan akan dikenai pemotongan PPh Pasal 21. Begitupula seorang akuntan yang menerima penghasilan atas jasa profesional baik bersifat rutin maupun tidak rutin maka atas penghasilan yang diterima/diperolehnya akan dipotong PPh Pasal 21. Berikut perhitungan PPh Pasal 21 akuntan sehubungan dengan pekerjaan bebas:
|
||||||||
|
|
||||||||
|
Atas pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja sebagai pihak pemotong pajak. Pemotong Pajak wajib membuat bukti potong serta memberikan bukti potong tersebut kepada penerima penghasilan (akuntan). Bagi akuntan, bukti potong yang diterima dapat menjadi kredit pajak untuk Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak terutangnya penghasilan.
|
||||||||
F.4 |
Perlakuan PPh 23 |
||||||||
|
Akuntan publik memberikan jasa akuntan berupa jasa perhitungan pajak, jasa sistem pembukuan, jasa audit pembukuan, jasa forensik keuangan dan peninjauan laporan keuangan. Berdasarkan PMK 141/2015, atas jasa yang diberikan tersebut harus dipotong PPh 23 oleh pengguna jasa (pembeli atau pemberi penghasilan). Tarif PPh pasal 23 atas jasa tersebut adalah 2% jika memiliki NPWP dan jika tidak memiliki NPWP maka tarifnya menjadi 4%. Berikut cara perhitungan PPh 23 tersebut:
|
||||||||
|
a
|
Jika memiliki NPWP
|
|||||||
|
|
|
|||||||
|
b.
|
Jika tidak memiliki NPWP
|
|||||||
|
|
|
|||||||
|
Pengguna jasa wajib membuat invoice dan memotong pajaknya serta menyetorkan dan melaporkan atas potongan PPh 23 yang telah dilakukan. Pengguna jasa harus menyetorkan PPh 23 yang telah dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 15 setelah masa pajak berakhir, dan wajib melaporkan paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir. Pendapatan yang masuk dalam kategori kena pajak dalam aturan pasal 23 ini hanya pendapatan dari modal, pendapatan cuma-cuma dan pendapatan dari layanan serta jasa.
|
||||||||
F.5 |
Ilustrasi kasus |
||||||||
|
Kasus 1
|
||||||||
|
Bapak Dino memiliki peredaran usaha dari jasa kantor akuntan publik sebesar Rp500.000.000. Saat ini Bapak Dino berstatus belum menikah (TK/0). Bapak Dino telah menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan Norma Penghitungan Kepada Direktur Jenderal Pajak sejak 3 bulan awal tahun 2022. Karena penghasilan yang diperoleh Bapak Dino dari jasa kantor akuntan publik tidak melebihi Rp4,8 M, maka Bapak Dino boleh menghitung penghasilan neto atas penghasilan yang diperoleh dari jasa akuntan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). NPPN yang berlaku di wilayah Jakarta adalah 50%. Berikut perhitungan pajak terutang:
|
||||||||
|
|
||||||||
|
Kasus 2
|
||||||||
|
KAP ABC merupakan suatu perusahaan kantor akuntan publik yang menjalin kerja sama dengan PT KCP yang bergerak di bidang industri ritel. PT KCP meminta bantuan kepada KAP ABC untuk melakukan riset dan penyusunan sistem pencatatan dan pembukuan untuk menyusun laporan keuangan. Atas jasa yang diberikan oleh KAP ABC, PT KCP harus membayar sebesar Rp30.000.000 kepada KAP ABC. Imbalan yang diterima oleh KAP ABC tentu harus dipotong pajak PPh 23 oleh PT KCP. Berikut perhitungan pemotongan PPh 23 atas jasa akuntan publik:
|
||||||||
|
Berdasarkan perhitungan Pajak terutang tersebut maka PPh 23 terutang atas jasa akuntan publik tersebut adalah Rp600.000.
|
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum