Quick Guide
Hide Quick Guide
- Aspek Perpajakan atas Tempat Hiburan
- A.Dasar Hukum
- B.Latar Belakang
- C.Definisi
- D.Perlakuan Pajak
- D.1PPh Badan
- D.2PPN atas Jasa Kesenian dan Hiburan
- D.3PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan
- D.4Cukai
- E.Ilustrasi Kasus
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Aspek Perpajakan atas Tempat Hiburan

Diperbaharui terakhir pada tanggal 07 Februari 2025
|
A. Dasar Hukum |
||||||||||
Sumber hukum yang mendasari panduan pajak ini adalah sebagai berikut:
|
||||||||||
(i)
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU KUP);
|
|||||||||
(ii)
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU PPh);
|
|||||||||
(iii)
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU PPN);
|
|||||||||
(iv)
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (UU Cukai);
|
|||||||||
(v)
|
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan Daerah (UU HKPD);
|
|||||||||
(vi)
|
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023);
|
|||||||||
(vii) | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean (PMK 131/2023); | |||||||||
(viii) | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024); | |||||||||
(ix)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.04/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (PMK 66/2018);
|
|||||||||
(x)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2022 tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PMK 70/2022);
|
|||||||||
(xi)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.04/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (PMK 68/2023);
|
|||||||||
(xii)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160 Tahun 2023 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol (PMK 160/2023);
|
|||||||||
(xiii)
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023);
|
|||||||||
(xiv)
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (PER-2/2024);
|
|||||||||
(xv) |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/BC/2023 tentang Tata Cara Penimbunan, Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan Barang Kena Cukai (PER-13/2023); dan
|
|||||||||
(xvi)
|
Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi (PER-16/2016).
|
|||||||||
B. Latar Belakang |
||||||||||
Hiburan menjadi salah satu yang dicari saat masyarakat mulai penat dengan rutinitas sehari-hari. Umumnya masyarakat datang ke tempat hiburan saat akhir pekan untuk mencari kesenangan atau penghiburan setelah satu minggu yang melelahkan.
|
||||||||||
Hiburan ini dapat berupa tontonan, pertunjukan, atau permainan yang dapat dinikmati dan tersedia di tempat hiburan. Beberapa tempat hiburan dapat disediakan gratis untuk khalayak umum, tetapi kebanyakan menetapkan tarif bayaran. Tarif bayaran ini dianggap sebagai kontra prestasi yang sesuai atas hiburan yang didapatkan oleh pengunjung.
|
||||||||||
Tempat hiburan kini berkembang cukup pesat. Awalnya tempat hiburan adalah tempat mencari penghiburan sekaligus kesenangan. Kini, tempat hiburan juga menawarkan pengalaman seperti misalkan adanya permainan, uji ketangkasan, dan juga tempat rekreasi bersama keluarga.
|
||||||||||
Untuk mendukung adanya kesetaraan dan keadilan, pemerintah menyambut baik perkembangan bisnis tempat hiburan. Salah satunya adalah menetapkan ketentuan perpajakan yang dikenakan atas tempat hiburan, baik aspek pajak secara khusus maupun secara umum.
|
||||||||||
|
|
|
|
|||||||
C. Definisi |
||||||||||
Tempat hiburan merupakan tempat yang menawarkan beragam jenis kesenian dan hiburan. Dalam UU HKPD dijelaskan bahwa jasa kesenian dan hiburan adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati. Lebih lanjut, jasa kesenian dan hiburan yang dimaksud meliputi:
|
||||||||||
(i)
|
tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu;
|
|||||||||
(ii)
|
pegelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
|
|||||||||
(iii)
|
kontes kecantikan;
|
|||||||||
(iv) |
kontes binaraga;
|
|||||||||
(v) |
pameran;
|
|||||||||
(vi) |
pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap;
|
|||||||||
(vii) |
pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor;
|
|||||||||
(viii) |
permainan ketangkasan;
|
|||||||||
(ix) |
olahraga permainan dengan menggunakan tempat atau ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran;
|
|||||||||
(x) |
rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang;
|
|||||||||
(xi) |
panti pijat dan pijat refleksi; dan
|
|||||||||
(xii) |
diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
|
|||||||||
Dalam konteks jasa kesenian dan hiburan, terdapat beberapa jenis yang dikecualikan bila diperuntukkan:
|
||||||||||
(i)
|
promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran; | |||||||||
(ii)
|
kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran; dan/atau | |||||||||
(iii)
|
bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dalam peraturan daerah. | |||||||||
D. Perlakuan Pajak |
||||||||||
Dalam rangka mewujudkan keadilan di bidang perpajakan, tempat hiburan memiliki kewajiban perpajakan yang perlu dipenuhi. Pada dasarnya kewajiban perpajakan yang dikenakan kepada pelaku usaha tempat hiburan sama halnya dengan pelaku usaha lainnya. Oleh karena itu, setiap operasional tempat hiburan dapat diidentifikasi pengenaan pajaknya. Setidaknya terdapat 4 (empat) pengenaan pajak sehubungan dengan operasional tempat hiburan yaitu:
|
||||||||||
(i) |
pajak penghasilan badan (PPh Badan);
|
|||||||||
(ii) |
pajak pertambahan nilai (PPN);
|
|||||||||
(iii) |
pajak atas barang dan jasa tertentu (PBJT); dan
|
|||||||||
(iv) |
cukai.
|
|||||||||
D.1 |
PPh Badan |
|||||||||
Setiap penghasilan yang diperoleh oleh pelaku usaha wajib menghitung, menyetorkan, dan melaporkan pajak penghasilan. Hal tersebut juga berlaku untuk tempat hiburan. Dalam UU KUP dijelaskan bahwa sebuah badan wajib membuat pembukuan. Dengan demikian, tempat hiburan sebagai wajib pajak badan diharuskan untuk menyelenggarakan pembukuan. Adapun ketentuan mengenai penyelenggaraan pembukuan adalah sebagai berikut:
|
||||||||||
(i)
|
pembukuan diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia;
|
|||||||||
(ii)
|
dasar pembukuan berupa buku, catatan, dan dokumen wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia;
|
|||||||||
(iii)
|
pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
|
|||||||||
Tempat hiburan sebagai pelaku usaha mendapatkan penghasilan dari pengunjung berupa pungutan kunjungan. Dalam hal ini untuk menghitung penghasilan kena pajak dapat ditentukan berdasarkan tahapan berikut ini.
|
||||||||||
D.1.1
|
Rekonsiliasi Fiskal
|
|||||||||
Hal pertama yang perlu dilakukan untuk bisa mendapatkan penghasilan kena pajak adalah menghitung seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Kemudian mengurangkan biaya-biaya yang meliputi biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan tempat hiburan.
|
||||||||||
Dalam konteks perpajakan, tidak seluruh penghasilan dapat dimasukkan dalam komponen penghasilan bruto yang dikenakan PPh Badan. Pada tahap ini, objek pajak penghasilan final tidak perlu dimasukkan ke dalam komponen penghasilan bruto fiskal.
|
||||||||||
Sementara itu, tidak seluruh biaya bisa dibiayakan secara fiskal. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha tempat hiburan untuk melakukan rekonsiliasi fiskal dalam suatu kertas kerja. Tujuannya adalah agar dapat mengidentifikasi secara komponen penghasilan dan beban yang diperbolehkan secara fiskal. Terakhir, hasil dari rekonsiliasi fiskal akan diperoleh penghasilan neto fiskal.
|
||||||||||
D.1.2
|
Penghasilan Kena Pajak
|
|||||||||
Tahapan selanjutnya dalam proses perhitungan PPh Badan adalah penentuan penghasilan kena pajak. Perlu diketahui, pada dasarnya penghasilan kena pajak didapatkan dari penghasilan neto fiskal. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu bila tempat hiburan pernah mengalami kerugian fiskal maka penghasilan kena pajak dapat diperoleh dengan cara berikut:
|
||||||||||
|
||||||||||
D.1.3
|
PPh Badan Terutang
|
|||||||||
Pada tahap ini, pelaku usaha tempat hiburan perlu menghitung PPh Badan terutang dengan mengalikan tarif PPh Badan dengan penghasilan kena pajak. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
|
||||||||||
|
||||||||||
Perlu diketahui, tempat hiburan dapat memanfaatkan fasilitas Pasal 31E UU PPh sepanjang peredaran bruto tidak lebih dari Rp50.000.000.000. Fasilitas ini berupa pengurangan tarif 50% dari tarif Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000. Berikut cara perhitungannya:
|
||||||||||
|
||||||||||
|
||||||||||
|
||||||||||
D.2 |
PPN atas Jasa Kesenian dan Hiburan |
|||||||||
|
Pada dasarnya setiap penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) harus dipungut PPN. Akan tetapi, terdapat pengecualian untuk jasa kesenian dan hiburan. Dijelaskan bahwa jasa kesenian dan hiburan yang telah dikenakan PBJT di tingkat daerah tidak dikenakan PPN. Dengan demikian, bagi pelaku usaha tempat hiburan yang telah dipungut PBJT tidak perlu memungut PPN.
|
|||||||||
|
Akan tetapi, berdasarkan PMK 70/2022 dijelaskan bahwa terdapat 2 (dua) jenis jasa kesenian dan hiburan yang tetap dikenakan PPN yaitu:
|
|||||||||
|
(i)
|
kegiatan pelayanan penyediaan tempat atau ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk permainan golf; dan
|
||||||||
|
(ii)
|
penyerahan jasa digital berupa penayangan (streaming) film atau audio visual lainnya melalui saluran internet atau jaringan elektronik.
|
||||||||
|
Khusus bagi pelaku usaha tempat hiburan yang menyerahkan 2 (dua) jasa di atas, bila peredaran brutonya telah mencapai Rp4,8 Milyar maka perlu ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
|
|||||||||
|
D.2.1
|
Kewajiban Penghitungan PPN
|
||||||||
|
|
Bagi jasa kesenian dan hiburan yang dikenakan PPN wajib dipungut PPN oleh PKP tempat hiburan. Pemungutan PPN ini dikenakan sesuai dengan tarif PPN yang berlaku dikalikan dengan dasar pengenaan pajak. Adapun tarif PPN yang berlaku mulai 1 Januari 2025 sebesar 12% dari dasar pengenaan pajak berupa nilai lain. Adapun nilai lain yang digunakan untuk menghitung PPN yaitu 11/12 dari harga jual.
|
||||||||
|
D.2.2
|
Kewajiban Pemungutan dan Penyetoran PPN
|
||||||||
|
|
Pelaku usaha hiburan selaku PKP wajib membuat faktur pajak atas penyerahan jasa hiburan yang memenuhi ketentuan dalam subbab B.2. Berdasarkan ketentuan dalam PER-03/PJ/2022 dijelaskan bahwa faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan JKP , yaitu terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya.
|
||||||||
|
|
Selain itu, Pelaku usaha hiburan juga wajib menyetorkan sendiri PPN yang telah dipungut dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP). Dalam hal ini, penyetoran PPN dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
||||||||
|
D.2.3
|
Kewajiban Pelaporan SPT Masa PPN
|
||||||||
|
|
Pelaku usaha hiburan selaku PKP wajib melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran PPN yang terutang dengan SPT Masa PPN. Adapun SPT Masa PPN wajib dilaporkan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
|
||||||||
D.3 |
PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan |
|||||||||
Berdasarkan ketentuan dalam UU 1/2022, dijelaskan bahwa jasa kesenian dan hiburan dikenai PBJT. Adapun ketentuan tarif PBJT secara umum ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Akan tetapi, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Ketentuan mengenai tarif PBJT dibuat rentang tarif agar pemerintah daerah dapat menetapkan tarif yang sesuai melalui peraturan daerah.
|
||||||||||
D.4 |
Cukai |
|||||||||
Bagi pelaku usaha hiburan yang bertindak sebagai pengusaha tempat penjualan eceran atas minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dengan kadar di atas 5% wajib memiliki nomor pokok pengusaha barang kena cukai (NPPBKC). NPPBKC ini merupakan izin untuk menjalankan kegiatan usaha tempat penjualan eceran MMEA sebagai tempat menjual MMEA kepada konsumen akhir. Perlu diketahui, jika pelaku usaha hiburan yang bertindak sebagai tempat penjualan eceran MMEA tidak memiliki NPPBKC maka dinyatakan sebagai pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp20 juta dan paling banyak Rp200 juta.
|
||||||||||
Sementara itu, berdasarkan PMK 160/2023 ditetapkan tarif cukai untuk MMEA. Adapun rincian tarif cukainya adalah sebagai berikut.
|
||||||||||
Tabel 1. Tarif Cukai Minuman yang Mengandung Etil Alkohol | ||||||||||
Sumber: PMK 160/2023.
|
||||||||||
Pengangkutan MMEA yang sudah dilunasi cukainya, dari tempat penjualan eceran ke tempat lain di peredaran bebas wajib dilindungi dengan dokumen pelindung pengangkutan etil alkohol/minuman mengandung etil alkohol yang sudah dilunasi cukainya di peredaran bebas (CK-6). Ketentuan lebih lanjut dapat dilihat dalam PER-13/BC/2023.
|
||||||||||
E. Ilustrasi Kasus |
||||||||||
Bioskop Suka Cita merupakan pelaku usaha yang menyelenggarakan jasa hiburan berupa penayangan film di tempat bioskop di DKI Jakarta. Pada 2024, Bioskop Suka Cita berhasil menjual total 30.000.000 tiket dengan rincian sebagai berikut.
|
||||||||||
Bila tarif PBJT jasa kesenian dan hiburan ditetapkan 10%, maka berapakah PBJT terutang pada tahun 2024?
|
||||||||||
Jawab:
|
||||||||||
Perhitungan perolehan penghasilan dari penjualan tiket di tahun 2024:
|
||||||||||
Berdasarkan PP 35/2023 dijelaskan bahwa dasar pengenaan PBJT untuk jasa kesenian dan hiburan adalah jumlah pembayaran yang diterima oleh penyelenggara jasa kesenian dan hiburan. Dengan demikian perhitungan PBJT terutang adalah sebagai berikut.
|
||||||||||
|
Gunakan Akun Perpajakan DDTC
Dapatkan akses harian untuk baca berbagai dokumen di kanal Sumber Hukum