Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE-24/PJ/2020


    TENTANG

    PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 28/PMK.03/2020 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
       
    A.

    Umum

     
    Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (selanjutnya disebut PMK-28/PMK.03/2020), yang mengatur mengenai pemberian fasilitas pajak untuk mendukung ketersediaan obat-obatan, alat kesehatan, dan alat pendukung lainnya dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.
     
     
    B.

    Maksud dan Tujuan

     
    1.
    Maksud
     
     
    Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman mengenai pelaksanaan PMK-28/PMK.03/2020.
     
    2.
    Tujuan
     
     
    Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan:
     
     
    a.
    untuk menciptakan keseragaman dalam pelaksanaan PMK-28/PMK.03/2020;
     
     
    b.
    menjelaskan mengenai tata cara:
     
     
     
    1)
    penyampaian permohonan pemanfaatan fasilitas pajak oleh Pihak Tertentu atau Pihak Ketiga;
     
     
     
    2)
    penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) atau Surat Penolakan atas permohonan pemanfaatan fasilitas pajak bagi Pihak Tertentu atau Pihak Ketiga; dan
     
     
     
    3)
    penyampaian laporan realisasi atau pembebasan atas pemanfaatan fasilitas pajak.
     
     
     
     
     
    C.

    Ruang Lingkup

     
    Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
     
    1.
    pengertian;
     
    2.
    tata cara pemanfaatan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
     
    3.
    tata cara pemanfaatan fasilitas pembebasan dari pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21;
     
    4.
    tata cara pemanfaatan fasilitas pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor;
     
    5.
    tata cara pemanfaatan fasilitas pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22;
     
    6.
    tata cara pemanfaatan fasilitas pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23;
     
    7.
    tata cara penyampaian laporan realisasi atau laporan pembebasan atas pemanfaatan fasilitas pajak.
     
     
     
    D.

    Dasar

     
    1.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
     
    2.
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 (PER-04/PJ/2017);
     
    3.
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2019 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi serta Format Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi (PER-20/PJ/2019);
     
    4..
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 39/PJ/2015 tentang Pengawasan Wajib Pajak dalam Bentuk Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, dan Kunjungan (Visit) kepada Wajib Pajak (SE-39/PJ/2015);
     
    5.
    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 07/PJ/2020 tentang Kebijakan Pengawasan Dan Pemeriksaan Wajib Pajak Dalam Rangka Perluasan Basis Pajak (SE-07/PJ/2020).
     
     
     
    E.

    Materi

     
    1.
    Pengertian
     
     
    a.
    Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
     
     
    b.
    Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
     
     
    c.
    Pihak Tertentu adalah pihak yang menerima fasilitas perpajakan, yang meliputi:
     
     
     
    1)
    Badan/Instansi Pemerintah;
     
     
     
    2)
    Rumah Sakit; atau
     
     
     
    3)
    Pihak Lain.
     
     
    d.
    Badan/Instansi Pemerintah adalah badan/instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang ditunjuk untuk melakukan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Badan/instansi pemerintah tersebut ditugaskan berdasarkan surat keputusan tentang gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 dan terdapat anggaran penugasan penanganan COVID-19.
     
     
    e.
    Rumah Sakit adalah rumah sakit yang ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan untuk penanganan pasien pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Penunjukan rumah sakit secara nasional oleh Kementerian Kesehatan dan penunjukan di daerah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Daerah Tingkat I.
     
     
    f.
    Pihak Lain adalah pihak selain Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit untuk membantu penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Penunjukan oleh Badan/instansi pemerintah dilakukan oleh Badan/instansi pemerintah yang merupakan ketua pelaksana gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.
     
     
    g.
    Pihak Ketiga adalah pihak yang bertransaksi dengan Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau Pihak Lain untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
     
     
    h.
    Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
     
     
    i.
    Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
     
     
    j.
    Barang adalah barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), meliputi:
     
     
     
    1)
    obat-obatan;
     
     
     
    2)
    vaksin;
     
     
     
    3)
    peralatan laboratorium;
     
     
     
    4)
    peralatan pendeteksi;
     
     
     
    5)
    peralatan pelindung diri;
     
     
     
    6)
    peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau
     
     
     
    7)
    peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
     
     
    k.
    Saluran Tertentu adalah saluran yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai sarana layanan pengajuan permohonan perpajakan tanpa tatap muka, yaitu melalui alamat email resmi masing-masing Kantor Pelayanan Pajak yang diumumkan melalui akun media sosial Kantor Pelayanan Pajak atau di laman www.pajak.go.id/unit-kerja.
     
    2.
    Tata Cara Pemanfaatan Fasilitas PPN
     
     
    a.
    Fasilitas PPN diberikan kepada Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020.
     
     
    b.
    Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:
     
     
     
    1)
    obat-obatan;
     
     
     
    2)
    vaksin;
     
     
     
    3)
    peralatan laboratorium;
     
     
     
    4)
    peralatan pendeteksi;
     
     
     
    5)
    peralatan pelindung diri;
     
     
     
    6)
    peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau
     
     
     
    7)
    peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
     
     
    c.
    Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:
     
     
     
    1)
    jasa konstruksi;
     
     
     
    2)
    jasa konsultasi, teknik, dan manajemen;
     
     
     
    3)
    jasa persewaan; dan/atau
     
     
     
    4)
    jasa pendukung lainnya yang dinyatakan untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
     
     
    d.
    PPN yang terutang atas:
     
     
     
    1)
    impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b oleh Pihak Tertentu, tidak dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
     
     
     
    2)
    penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b dan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Pihak Tertentu, ditanggung pemerintah; dan
     
     
     
    3)
    pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean oleh Pihak Tertentu, ditanggung pemerintah.
     
     
    e.
    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1) sepenuhnya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
     
     
    f.
    Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 2):
     
     
     
    1)
    wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
     
     
     
    2)
    Faktur Pajak sebagaimana di maksud pada angka 1) dibuat dengan menggunakan Kode Transaksi 07 pada Detil Transaksi, memilih “lainnya” pada baris keterangan tambahan, dan menuliskan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 28/PMK.03/2020” pada baris Referensi Faktur;
     
     
     
    3)
    harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 28/PMK.03/2020"; dan
     
     
     
    4)
    harus membuat Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
     
     
    g.
    Pihak Tertentu yang melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 3):
     
     
     
    1)
    harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 28/PMK.03/2020";
     
     
     
    2)
    harus membuat Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean;
     
     
     
    3)
    Pihak Tertentu yang merupakan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 3) dalam SPT Masa PPN sesuai Masa Pajak dilakukannya pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Pelaporan dilakukan dengan cara merekam transaksi dalam Formulir 1111 B3 dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
     
    a.
    kolom “Nama Penjual BKP/BKP Tidak Terwujud/Pemberi JKP” diisi dengan nama lawan transaksi di luar Daerah Pabean;
     
     
     
     
    b.
    kolom “NPWP” diisi nomor “taxpayer Identification number (TIN)” lawan transaksi atau diisi 00.000.000.0-000.000 dalam hal nomor TIN lawan transaksi tidak diketahui;
     
     
     
     
    c.
    kolom “Kode dan Nomor Seri” diisi dengan angka “9” diikuti dengan 15 digit kode billing sebagaimana dimaksud pada angka 1), contoh: kode billing adalah 0161 0320 9127 127 maka pada kolom “Kode dan Nomor Seri” dilakukan input nomor 9016103209127127;
     
     
     
     
    d.
    kolom “DPP” dan “PPN” diisi dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak transaksi dan nilai PPN yang seharusnya dipungut atas transaksi pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
     
     
     
    4)
    dalam hal Pihak Tertentu melakukan impor Barang Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, impor Barang Kena Pajak tersebut tidak dikenai PPN sepanjang Pihak Tertentu dimaksud memiliki Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean (SKJLN) sebelum melakukan impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
     
     
    h.
    Contoh Pemberian Fasilitas PPN tercantum dalam Lampiran Huruf A.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
     
    3.
    Tata Cara Pemanfaatan Fasilitas Pembebasan dari Pemotongan PPh Pasal 21
     
     
    a.
    Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOP DN) yang menerima atau memperoleh imbalan dari pihak tertentu sehubungan dengan penyerahan jasa selain jasa yang telah dipotong dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh, yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020.
     
     
    b.
    Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada huruf a, diberikan tanpa melalui SKB Pemotongan PPh Pasal 21.
     
     
    c.
    Pihak Tertentu harus membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atas imbalan yang dibayarkan kepada WPOP DN sehubungan dengan penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada huruf a yang diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21, dengan cara:
     
     
     
    1)
    mengisi kolom “Jumlah Penghasilan Bruto" dengan nilai transaksi;
     
     
     
    2)
    mengisi kolom “Jumlah Dasar Pengenaan Pajak” dan kolom “PPh yang Dipotong" dengan nilai NOL (“0”); dan
     
     
     
    3)
    melaporkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dalam SPT Masa PPh Pasal 21.
     
     
    d.
    Dalam rangka pengawasan pemanfaatan fasilitas, Pihak Tertentu harus membuat Laporan Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas setiap transaksi pembayaran kepada WPOP DN yang memperoleh fasilitas pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
     
     
    e.
    Contoh Pemanfaatan Fasilitas Pembebasan dari Pemotongan PPh Pasal 21 tercantum dalam Lampiran Huruf A.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini. 
     
    4.
    Tata Cara Pemanfaatan Fasilitas Pembebasan dari Pemungutan PPh Pasal 22 Impor
     
     
    a.
    Pihak Tertentu yang melakukan impor Barang diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020.
     
     
    b.
    Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tanpa melalui SKB Pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
     
     
    c.
    Pihak Tertentu harus menyampaikan Laporan Realisasi Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor atas impor Barang yang memanfaatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada huruf a.
     
    5.
    Tata Cara Pemanfaatan Fasilitas Pembebasan dari Pemungutan PPh Pasal 22
     
     
    a.
    Pihak Tertentu yang melakukan pembelian Barang diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020.
     
     
    b.
    Pihak Ketiga yang melakukan penjualan Barang kepada Pihak Tertentu diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020.
     
     
    c.
    Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b, diberikan melalui SKB Pemungutan PPh Pasal 22.
     
     
    d.
    Tata cara pengajuan permohonan SKB Pemungutan PPh Pasal 22 sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Pihak Tertentu atau Pihak Ketiga mengajukan permohonan secara tertulis dengan menggunakan Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B PMK-28/PMK.03/2020 dan menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pihak Tertentu atau Pihak Ketiga terdaftar melalui Saluran Tertentu;
     
     
     
    2)
    dengan adanya penetapan status darurat siaga bencana COVID-19 dan/atau keadaan tanggap darurat bencana COVID-19, pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan secara daring (online) melalui laman www.pajak.go.id;
     
     
     
    3)
    atas permohonan SKB Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada angka 1), diterbitkan:
     
     
     
     
    a)
    SKB Pemungutan PPh Pasal 22, dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi; atau
     
     
     
     
    b)
    Surat Penolakan, dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi; 
     
     
     
     
    ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) atau Pasal 5 ayat (5) PMK-28/PMK.03/2020;
    dan
     
     
     
    4)
    SKB Pemungutan PPh Pasal 22 atau Surat Penolakan diterbitkan segera setelah Pihak Tertentu atau Pihak Ketiga mengajukan permohonan melalui laman www.pajak.go.id.
     
     
    e.
    Pihak Tertentu atau Pihak Ketiga yang telah menerapkan PER-20/PJ/2019 harus membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi berkenaan dengan pembelian Barang sebagaimana dimaksud pada huruf a atau penjualan Barang sebagaimana dimaksud pada huruf b, dengan cara:
     
     
     
    1)
    mengisi kolom B.3 “Dasar Pengenaan Pajak” pada Form Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan nilai transaksi;
     
     
     
    2)
    mengisi kolom B.5 “Tarif (%) pada Form Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan kolom B.6 “PPh yang Dipotong/Dipungut/DTP" dengan nilai NOL (“0”); dan
     
     
     
    3)
    melaporkan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Unifikasi dalam SPT Masa PPh Unifikasi.
     
     
    f.
    Pihak Tertentu dan Pihak Ketiga harus menyampaikan Laporan Realisasi Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian atau penjualan Barang yang memanfaatkan fasilitas pembebasan sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b.
     
     
    g.
    Contoh Pemanfaatan Fasilitas Pembebasan dari Pemungutan PPh Pasal 22 tercantum dalam Lampiran Huruf A.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
     
    6.
    Tata Cara Pemanfaatan Fasilitas Pembebasan dari Pemotongan PPh Pasal 23
     
     
    a.
    Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh, yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020.
     
     
    b.
    Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada huruf a, diberikan melalui SKB Pemotongan PPh Pasal 23.
     
     
    c.
    Tata cara pengajuan permohonan SKB Pemotongan PPh Pasal 23 sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis dengan menggunakan Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B PMK-28/PMK.03/2020 dan menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana SPT Tahunan PPh Wajib Pajak diadministrasikan melalui melalui Saluran Tertentu;
     
     
     
    2)
    dengan adanya penetapan status darurat siaga bencana COVID-19 dan/atau keadaan tanggap darurat bencana COVID-19, pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan secara daring (online) melalui laman www.pajak.go.id;
     
     
     
    3)
    atas permohonan SKB Pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada angka 1), diterbitkan:
     
     
     
     
    a)
    SKB Pemotongan PPh Pasal 23, dalam hal Wajib Pajak memenuhi; atau
     
     
     
     
    b)
    ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) PMK-28/PMK.03/2020;
     
     
     
    4)
    SKB Pemotongan PPh Pasal 23 atau Surat Penolakan diterbitkan segera setelah Wajib Pajak mengajukan permohonan melalui laman www.pajak.go.id.
     
     
    d.
    Pihak Tertentu yang telah menerapkan PER-04/PJ/2017 dan PER-20/PJ/2019, harus membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 atas imbalan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak sehubungan dengan penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada huruf a yang memanfaatkan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23, dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
     
    1)
    Bagi Pihak Tertentu yang telah menerapkan PER-04/PJ/2017, dilakukan dengan cara:
     
     
     
     
    a)
    mengisi kolom B.3 “Jumlah Penghasilan Bruto” pada Form Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 dengan nilai transaksi;
     
     
     
     
    b)
    mengisi kolom B.6 “PPh yang Dipotong/DTP" dengan nilai NOL (“0”); dan
     
     
     
     
    c)
    melaporkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26.
     
     
     
    2)
    Bagi Pihak Tertentu yang telah menerapkan PER-20/PJ/2019, dilakukan dengan cara:
     
     
     
     
    a)
    mengisi kolom B.3 “Dasar Pengenaan Pajak” pada Form Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan nilai transaksi;
     
     
     
     
    b)
    mengisi kolom B.5 “Tarif (%) pada Form Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan kolom B.6 “PPh yang Dipotong/Dipungut/DTP" dengan nilai NOL (“0”); dan
     
     
     
     
    c)
    melaporkan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Unifikasi dalam SPT Masa PPh Unifikasi.
     
     
    e.
    Wajib Pajak harus menyampaikan Laporan Realisasi Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas penyerahan jasa yang memanfaatkan fasilitas pembebasan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
     
     
    f.
    Contoh Pemanfaatan Fasilitas Pembebasan dari Pemotongan PPh Pasal 23 tercantum dalam Lampiran Huruf A.4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
     
    7.
    Tata Cara Penyampaian Laporan Realisasi atau Laporan Pembebasan atas Pemanfaatan Fasilitas Pajak
    Laporan realisasi atau laporan pembebasan atas pemanfaatan fasilitas pajak sebagaimana diatur dalam PMK-28/PMK.03/2020 disampaikan melalui laman www.pajak.go.id. dengan ketentuan sebagai berikut:
     
     
    a.
    Laporan Realisasi atau Laporan Pembebasan disampaikan dengan menggunakan contoh format dan jenis softcopy file yang telah tersedia untuk diunduh pada laman www.pajak.go.id. Format Laporan Realisasi disesuaikan dengan jenis pemanfaatan fasilitas pajak masing-masing.
     
     
    b.
    Softcopy file Laporan Realisasi atau Laporan Pembebasan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang telah diisi dengan lengkap dan benar diunggah melalui laman www.pajak.go.id paling lambat:
     
     
     
    1)
    tanggal 20 Juli 2020, untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Juni 2020; dan
     
     
     
    2)
    tanggal 20 Oktober 2020, untuk Masa Pajak Juli 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020.
     
     
     
     
     
    F.

    Penutup

     
    1.
    Bahwa penjelasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini sehubungan dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam PMK-28/PMK.03/2020 yang mulai berlaku sejak tanggal PMK tersebut diundangkan yaitu tgl 6 April 2020;
     
    2.
    Data-data terkait pemanfaatan fasilitas pajak sebagaimana diatur dalam PMK-28/PMK.03/2020 akan didistribusikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak terkait agar dapat ditindaklanjuti dalam rangka pengawasan kepatuhan Wajib Pajak sesuai dengan SE-39/PJ/2015 dan SE-07/PJ/2020;
     
    3.
    Diminta agar seluruh unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak melakukan pengawasan sehubungan dengan pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini di lingkungan wilayah kerja masing-masing.
     
     
     
    Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 21 April 2020
    DIREKTUR JENDERAL,
    ttd.
    SURYO UTOMO

    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE-24/PJ/2020 - Perpajakan DDTC