Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan atau penyempurnaan
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||
|
|
||||
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa beberapa ketentuan terkait pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi dalam Peraturan presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) perlu disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan pengadaan Vaksin COVID-19, cakupan keadaan kahar (force majeure) kejadian ikutan pasca pelaksanaan vaksinasi, dan pembayaran uang dimuka atau uang muka untuk penyediaan Vaksin COVID-19;
|
||||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan peraturan Presiden tentang Perubahan Atas peraturan presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka penanggulangan Pandemi Corona Virus Dsease 2019 (COVID- 19);
|
||||
|
|||||
Mengingat |
|||||
1.
|
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516);
|
||||
3.
|
Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 227);
|
||||
|
|
||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 99 TAHUN 2020 TENTANG PENGADAAN VAKSIN DAN PELAKSANAAN VAKSINASI DALAM RANGKA PENANGGULANGAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID- 19).
|
|||||
|
|||||
Pasal I |
|||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan vaksin dan pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan pandemi corona virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 227) diubah sebagai berikut:
|
|||||
|
|||||
1.
|
Ketentuan ayat (2) Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||||
|
|
||||
|
Pasal 4
|
||||
|
(1)
|
Pelaksanaan pengadaan Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan melalui:
|
|||
|
|
a.
|
penugasan kepada badan usaha milik negara;
|
||
|
|
b.
|
penunjukan langsung badan usaha penyedia; dan/atau
|
||
|
|
c.
|
kerjasama dengan lembaga/badan internasional.
|
||
|
(2)
|
Kerjasama dengan lembaga/badan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
|
|||
|
|
a.
|
kerjasama dalam rangka penelitian dan pengembangan Vaksin COVID-19; dan/atau
|
||
|
|
b.
|
kerjasama untuk penyediaan Vaksin COVID-19 dan tidak termasuk peralatan pendukung untuk Vaksinasi COVID-19.
|
||
|
|
|
|
||
2.
|
Ketentuan ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) pasal 6 dihapus sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
|
||
|
Pasal 6
|
||||
|
(1)
|
Penunjukan langsung badan usaha penyedia sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan oleh Menteri Kesehatan.
|
|||
|
(2)
|
Jenis dan jumlah pengadaan Vaksin COVID-19 melalui penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
|
|||
|
(3)
|
Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi badan usaha nasional atau badan usaha asing yang memenuhi persyaratan.
|
|||
|
(4)
|
Dihapus.
|
|||
|
(5)
|
Dihapus.
|
|||
|
(6)
|
Dihapus.
|
|||
|
|
|
|||
3.
|
Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
|||
|
Pasal 11
|
||||
|
(1)
|
Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure) sebagaimana tercantum dalam kontrak atau kerjasama dan/atau kegagalan pemberian persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau penerbitan Nomor Izin Edar (NIE) Vaksin COVID-19, pelaksanaan kontrak atau kerjasama dalam pengadaan Vaksin COVID- 19 dapat dihentikan.
|
|||
|
(2)
|
Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak atau kerjasama dan tidak dapat diperkirakan sebelufnnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak atau kerjasama menjadi tidak dapat dipenuhi meliputi keseluruhan proses pengadaan Vaksin COVID-19 termasuk penyerahan Vaksin COVID- 19.
|
|||
|
(3)
|
Dalam hal pelaksanaan kontrak atau kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak atau kerjasama dengan mengacu prinsip tata kelola yang baik.
|
|||
|
(4)
|
Tindak lanjut setelah terjadinya keadaan kahar (force majeure) diatur dalam kontrak atau kerjasama.
|
|||
|
|
|
|||
4.
|
Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 11A dan Pasal 11B sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
|||
|
Pasal 11A
|
||||
|
(1)
|
Dalam hal pengadaan vaksin dilakukan melalui penugasan kepada badan usaha milik negara, penunjukan langsung kepada badan usaha penyedia, atau kerjasama lembaga/badan internasional yang penyedianya mempersyaratkan adanya pengambilalihan tanggung jawab hukum, Pemerintah mengambil alih tanggung jawab hukum penyedia Vaksin COVID-19 termasuk terhadap keamanan (safety), mutu (quality), dan khasiat (efficacy)/imunogenisitas.
|
|||
|
(2)
|
Pengambilalihan tanggung jawab hukum oleh Pemerintah terhadap penyedia Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang proses produksi dan distribusi telah memenuhi cara pembuatan obat yang baik dan/atau cara distribusi obat yang baik.
|
|||
|
(3)
|
Pengambilalihan tanggung jawab hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sampai dengan pencabutan penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 dan penetapan bencana nonalam penyebaran COVID-19 sebagai bencana nasional, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
(4)
|
Dalam hal pada saat dicabutnya penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 dan penetapan bencana nonalam penyebaran COVID-19 sebagai bencana nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat kasus kejadian ikutan pasca vaksinasi yang pelaksanaan vaksinasinya dilakukan sebelum pencabutan penetapan, pemerintah tetap mengambil alih tanggung jawab hukum dengan kasus tersebut diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
(5)
|
Dalam hal masih terdapat pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yang pengadaan vaksinnya dilakukan sebelum pencabutan penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 dan penetapan bencana nonalam penyebaran COVID-19 sebagai bencana nasional, pemerintah tetap mengambil alih tanggung jawab hukum terhadap kasus kejadian ikutan pasca vaksinasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
(6)
|
Pengambilalihan tanggung jawab hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dituangkan dalam perjanjian/kontrak.
|
|||
|
|
|
|||
|
Pasal 11B
|
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan vaksin COVID-19 melalui penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, penunjukan langsung badan usaha penyedia sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, dan kerjasama dengan lembaga/badan internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
|
|||||
|
|
|
|||
5.
|
Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 13A dan pasal 13B sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
|||
|
Pasal 13A
|
||||
|
(1)
|
Kementerian Kesehatan melakukan pendataan dan menetapkan sasaran penerima Vaksin COVID-19.
|
|||
|
(2)
|
setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID-19 berdasarkan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti Vaksinasi COVID-19.
|
|||
|
(3)
|
Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi sasaran penerima Vaksin COVID-19 yang tidak memenuhi kriteria penerima Vaksin COVID-19 sesuai dengan indikasi Vaksin COVID-19 yang tersedia.
|
|||
|
(4)
|
Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID-19 yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa:
|
|||
|
|
a.
|
penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial;
|
||
|
|
b.
|
penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau
|
||
|
|
c.
|
denda.
|
||
|
(5)
|
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya.
|
|||
|
|
|
|
||
|
Pasal 13B
|
||||
Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID-19, yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran COVID-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (4) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular
|
|||||
|
|
|
|
||
6.
|
Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 15A dan Pasal 158 sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
|
||
|
Pasal 15A
|
||||
|
(1)
|
Dalam rangka pemantauan kejadian ikutan pasca Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan pencatatan dan pelaporan serta investigasi.
|
|||
|
(2)
|
Pencatatan dan pelaporan serta investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
(3)
|
Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan serta investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kajian etiologi lapangan oleh Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dan kajian kausalitas oleh Komite Nasional Pengkajian dan penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi.
|
|||
|
(4)
|
Terhadap kasus kejadian ikutan pasca Vaksinasi COVID-l9 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengobatan dan perawatan sesuai dengan indikasi medis dan protokol pengobatan, maka biaya pengobatan dan perawatan dilaksanakan dengan ketentuan:
|
|||
|
|
a.
|
untuk peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional yang aktif, ditanggung melalui mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional; dan
|
||
|
|
b.
|
untuk peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional yang non aktif dan selain peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional didanai melalui mekanisme pendanaan lain yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara.
|
||
|
(5)
|
Pelayanan kesehatan bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional yang non aktif dan selain peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diberikan setara dengan pelayanan kesehatan kelas III Program Jaminan Kesehatan Nasional.
|
|||
|
(6)
|
Dalam hal hasil kajian kausalitas terdapat dugaan dipengaruhi oleh produk Vaksin COVID-19, Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan sampling dan pengujian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
||
|
Pasal 15B
|
||||
|
(1)
|
Dalam hal terdapat kasus kejadian ikutan pasca vaksinasi yang dipengaruhi oleh produk Vaksin COVID-19 berdasarkan hasil kajian kausalitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 15A ayat (3) dan kasus tersebut menimbulkan kecacatan atau meninggal, diberikan kompensasi oleh pemerintah.
|
|||
|
(2)
|
Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa santunan cacat atau santunan kematian.
|
|||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, bentuk, dan nilai besaran untuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
|
|||
|
|
|
|||
7.
|
Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
||||
|
|
|
|||
|
Pasal 19
|
||||
|
(1)
|
Dalam rangka penyediaan Vaksin COVID-19, dapat dilakukan pembayaran dimuka (advance payment) atau uang muka kepada penyedia:
|
|||
|
|
a.
|
lebih tinggi dari 20% (dua puluh persen) dari nilai kontrak tahun tunggal dan dituangkan dalam perjanjian/kontrak; atau
|
||
|
|
b.
|
lebih tinggi dari 15% (lima belas persen) dari nilai kontrak tahun jamak dan dituangkan dalam perjanjian/kontrak.
|
||
|
(2)
|
Dalam pelaksanaan pembayaran dimuka (advance payment) atau uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyedia harus menyampaikan jaminan berupa pernyataan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan dan dicantumkan di dalam perjanjian/kontrak.
|
|||
|
(3)
|
Dalam hal badan usaha asing atau lembaga/badan internasional sesuai tata kelolanya tidak dapat menyampaikan jaminan berupa pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Kesehatan menetapkan bentuk jaminan lain yang disepakati dengan badan usaha asing atau lembaga/badan internasional dan dicantumkan di dalam pejanjian/kontrak.
|
|||
|
(4)
|
Pembayaran penyediaan Vaksin COVID-19 sesuai dengan tahapan yang disepakati dalam perjanjian/kontrak.
|
|||
|
|
|
|
||
Pasal II |
|||||
1.
|
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, ketentuan Pasal 52 ayat (1) huruf o Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 165) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 130) dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 berdasarkan Peraturan Presiden ini.
|
||||
2.
|
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|
||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Februari 2021
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Februari 2021
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
YASONNA H. LAOLY
|
|||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 66 |