Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Beberapa kali diubah
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 99 TAHUN 2020
TENTANG
PENGADAAN VAKSIN DAN PELAKSANAAN VAKSINASI DALAM RANGKA PENANGGULANGAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
||
|
|
|
Menimbang:
|
||
a.
|
bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai global pandemic dan Pemerintah telah pula menetapkan bencana nonalam penyebaran COVID-19 sebagai bencana nasional;
|
|
b.
|
bahwa dalam rangka penanggulangan wabah/pandemi COVID-19 dan menjaga kesehatan masyarakat, diperlukan percepatan dan kepastian pengadaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sesuai dengan ketersediaan dan kebutuhan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
|
|
c.
|
bahwa dalam percepatan pengadaan Vaksin COVID-19 dan Vaksinasi COVID-19 memerlukan langkah-langkah luar biasa (extraordinary) dan pengaturan khusus untuk pengadaan dan pelaksanaannya;
|
|
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
|
|
|
|
|
Mengingat:
|
||
1.
|
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516);
|
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan:
|
||
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGADAAN VAKSIN DAN PELAKSANAAN VAKSINASI DALAM RANGKA PENANGGULANGAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).
|
||
|
||
Pasal 1
|
||
(1)
|
Dalam rangka percepatan penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), Pemerintah melakukan percepatan pengadaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19.
|
|
(2)
|
Cakupan pelaksanaan pengadaan Vaksin dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 meliputi:
|
|
|
a.
|
pengadaan Vaksin COVID-19;
|
|
b.
|
pelaksanaan Vaksinasi COVID-19;
|
|
c.
|
pendanaan pengadaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19; dan
|
|
d.
|
dukungan dan fasilitas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
|
|
|
|
Pasal 2
|
||
(1)
|
Pemerintah menetapkan jenis dan jumlah Vaksin COVID-19 yang diperlukan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19.
|
|
(2)
|
Pelaksanaan penetapan jenis dan jumlah Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
|
|
(3)
|
Dalam rangka penetapan jenis Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan memberikan persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau Izin Edar.
|
|
(4)
|
Pengadaan untuk Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk Tahun 2020, Tahun 2021, dan Tahun 2022.
|
|
(5)
|
Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional berdasarkan usulan Menteri Kesehatan dapat memperpanjang waktu pengadaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
|
(6)
|
Dalam hal Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dapat diproduksi dan tersedia di dalam negeri, Pemerintah mengutamakan pengadaan Vaksin COVID-19 dari dalam negeri.
|
|
|
|
|
Pasal 3
|
||
(1)
|
Pengadaan Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:
|
|
|
a.
|
penyediaan Vaksin COVID-19 dan peralatan pendukung dan logistik yang diperlukan; dan
|
|
b.
|
distribusi Vaksin COVID-19 sampai pada titik serah yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
|
(2)
|
Peralatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup paling sedikit syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri (face shield, hazmat, sarung tangan, dan masker bedah), cold chain, cadangan sumber daya listrik (genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun (safety box), dan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol.
|
|
|
|
|
Pasal 4
|
||
(1)
|
Pelaksanaan pengadaan Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan melalui:
|
|
|
a.
|
penugasan kepada badan usaha milik negara;
|
|
b.
|
penunjukan langsung badan usaha penyedia; dan/atau
|
|
c.
|
kerjasama dengan lembaga/badan internasional.
|
(2)
|
Kerjasama dengan lembaga/badan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya terbatas untuk penyediaan Vaksin COVID-19 dan tidak termasuk peralatan pendukung untuk Vaksinasi COVID-19.
|
|
|
|
|
Pasal 5
|
||
(1)
|
Penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a kepada PT Bio Farma (Persero) dilakukan oleh Menteri Kesehatan.
|
|
(2)
|
Jenis dan jumlah untuk pengadaan Vaksin COVID-19 melalui penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
|
|
(3)
|
Penugasan kepada PT Bio Farma (Persero) dapat melibatkan anak perusahaan PT Bio Farma (Persero) yaitu PT Kimia Farma Tbk dan PT Indonesia Farma Tbk.
|
|
(4)
|
PT Bio Farma (Persero) dalam pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
|
|
|
a.
|
bekerjasama dengan badan usaha dan/atau lembaga baik dalam negeri maupun luar negeri untuk pengadaan Vaksin COVID-19; dan
|
|
b.
|
menetapkan ketentuan kerjasama pelaksanaan pengadaan Vaksin COVID-19 dengan tetap memperhatikan tujuan, prinsip, dan etika pengadaan.
|
(5)
|
Kerjasama PT Bio Farma (Persero) dengan pihak lain yang telah dilakukan sebelum Peraturan Presiden ini diundangkan tetap berlaku dan dilanjutkan.
|
|
|
|
|
Pasal 6
|
||
(1)
|
Penunjukan langsung badan usaha penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan oleh Menteri Kesehatan.
|
|
(2)
|
Jenis dan jumlah pengadaan Vaksin COVID-19 melalui penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
|
|
(3)
|
Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi badan usaha nasional atau badan usaha asing yang memenuhi persyaratan.
|
|
(4)
|
Persyaratan badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencakup sertifikat mengenai cara pembuatan obat atau sertifikat cara distribusi obat yang baik sesuai bidang usaha badan usaha.
|
|
(5)
|
Persyaratan badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
|
|
(6)
|
Pelaksanaan penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali diatur lain dalam Peraturan Presiden ini.
|
|
|
|
|
Pasal 7
|
||
(1)
|
Kerjasama dengan lembaga/badan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dilakukan dengan lembaga/badan internasional yang melakukan penawaran atau kerjasama penelitian, produksi, dan/atau penyediaan Vaksin COVID-19.
|
|
(2)
|
Lembaga/badan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|
|
a.
|
The Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI);
|
|
b.
|
The Global Alliance for Vaccines and Immunizations (GAVI); dan/atau
|
|
c.
|
lembaga/badan internasional lainnya.
|
(3)
|
Jenis dan jumlah pengadaan Vaksin COVID-19 melalui kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
|
|
|
|
|
Pasal 8
|
||
(1)
|
Kerjasama dengan lembaga/badan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri setelah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.
|
|
(2)
|
Dalam rangka kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Luar Negeri dapat membayarkan sejumlah dana yang diperlukan atau dipersyaratkan oleh lembaga/badan internasional tersebut setelah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.
|
|
|
|
|
Pasal 9
|
||
(1)
|
Kerjasama dengan lembaga/badan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b dan huruf c dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
|
|
(2)
|
Dalam rangka kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Kesehatan dapat membayarkan sejumlah dana yang diperlukan atau dipersyaratkan oleh lembaga/badan internasional tersebut.
|
|
(3)
|
Pelaksanaan kerjasama dengan lembaga/badan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui penugasan kepada badan usaha milik negara yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
|
|
|
|
|
Pasal 10
|
||
(1)
|
Menteri Kesehatan menetapkan besaran harga pembelian Vaksin COVID-19 dengan memperhatikan kedaruratan dan keterbatasan tersedianya Vaksin COVID-19.
|
|
(2)
|
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harga pembelian Vaksin COVID-19 untuk jenis yang sama dapat berbeda berdasarkan sumber penyedia dan waktu pelaksanaan kontrak.
|
|
(3)
|
Penetapan harga pembelian Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan tata kelola yang baik, akuntabel, dan tidak ada konflik kepentingan.
|
|
|
|
|
Pasal 11
|
||
(1)
|
Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure) sebagaimana tercantum dalam kontrak atau kerjasama, pelaksanaan kontrak atau kerjasama dalam penyediaan Vaksin COVID-19 dapat dihentikan.
|
|
(2)
|
Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak atau kerjasama dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak atau kerjasama menjadi tidak dapat dipenuhi meliputi keseluruhan proses pengadaan vaksin sampai dengan pemberian persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau penerbitan Nomor Izin Edar (NIE) Vaksin COVID-19.
|
|
(3)
|
Dalam hal pelaksanaan kontrak atau kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak atau kerjasama dengan mengacu prinsip tata kelola yang baik.
|
|
(4)
|
Tindak lanjut setelah terjadinya keadaan kahar (force majeure) diatur dalam kontrak atau kerjasama.
|
|
|
|
|
Pasal 12
|
||
Pemerintah dapat memberikan fasilitas fiskal berupa:
|
||
a.
|
fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan cukai atas impor vaksin, bahan baku vaksin dan peralatan yang diperlukan dalam produksi Vaksin COVID-19, serta peralatan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19; dan
|
|
b.
|
fasilitas perpajakan yang diperlukan dalam pengadaan dan/atau produksi Vaksin COVID-19 dan peralatan pendukung untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19,
|
|
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
|
|
Pasal 13
|
||
(1)
|
Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
|
|
(2)
|
Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 menetapkan:
|
|
|
a.
|
kriteria dan prioritas penerima vaksin;
|
|
b.
|
prioritas wilayah penerima vaksin;
|
|
c.
|
jadwal dan tahapan pemberian vaksin; dan
|
|
d.
|
standar pelayanan vaksinasi.
|
(3)
|
Kementerian Kesehatan dalam penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan pertimbangan Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
|
|
|
|
|
Pasal 14
|
||
(1)
|
Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat bekerjasama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, badan usaha milik negara atau badan usaha swasta, organisasi profesi/kemasyarakatan, dan pihak lainnya yang dipandang perlu.
|
|
(2)
|
Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
|
|
a.
|
dukungan penyediaan tenaga kesehatan;
|
|
b.
|
tempat vaksinasi;
|
|
c.
|
logistik/transportasi;
|
|
d.
|
gudang dan alat penyimpanan vaksin termasuk buffer persediaan/stock piling;
|
|
e.
|
keamanan; dan/atau
|
|
f.
|
sosialisasi dan penggerakan masyarakat.
|
(3)
|
Gudang dan alat penyimpanan vaksin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, harus memiliki sertifikat cara distribusi obat yang baik atau instalasi farmasi Pemerintah.
|
|
|
|
|
Pasal 15
|
||
(1)
|
Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan bersama dengan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pemantauan dan penanggulangan kejadian ikutan pasca Vaksinasi COVID-19.
|
|
(2)
|
Pemantauan dan penanggulangan kejadian ikutan pasca Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Komite Nasional, Komite Daerah, dan Kelompok Kerja Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi, yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
Pasal 16
|
||
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
|
||
|
|
|
Pasal 17
|
||
(1)
|
Pendanaan pengadaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 oleh Pemerintah bersumber pada:
|
|
|
a.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan/atau
|
|
b.
|
sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
(2)
|
Pengadaan Vaksin COVID-19 yang pendanaannya bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan dengan mekanisme kontrak tahun jamak.
|
|
|
|
|
Pasal 18
|
||
Untuk mendukung pelaksanaan penugasan PT Bio Farma (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pemerintah dapat memberikan Penyertaan Modal Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
|
||
Pasal 19
|
||
(1)
|
Dalam rangka penyediaan Vaksin COVID-19, dapat dilakukan pembayaran di muka (advance payment) atau dapat diberikan uang muka kepada penyedia lebih tinggi dari 15% (lima belas persen) dari nilai kontrak tahun jamak, yang dituangkan dalam perjanjian/kontrak.
|
|
(2)
|
Pembayaran penyediaan Vaksin COVID-19 sesuai dengan tahapan yang disepakati dalam perjanjian/kontrak.
|
|
|
|
|
Pasal 20
|
||
Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menyediakan pendanaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk mendukung pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 pada daerah masing-masing.
|
||
|
||
Pasal 21
|
||
(1)
|
Dalam rangka mendukung percepatan dan kelancaran pelaksanaan pengadaan Vaksin COVID-19 dan Vaksinasi COVID-19, kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota memberikan dukungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
(2)
|
Menteri Kesehatan memberikan dukungan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
penganggaran untuk penugasan, penunjukan langsung, dan/atau kerjasama dengan lembaga/badan internasional untuk penyediaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19;
|
|
b.
|
percepatan perizinan atas penyediaan peralatan pendukung untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19;
|
|
c.
|
percepatan pemberian persetujuan impor atas penyediaan peralatan pendukung untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19;
|
|
d.
|
penyusunan standar pelayanan Vaksinasi COVID-19; dan
|
|
e.
|
dukungan lainnya yang diperlukan.
|
(3)
|
Menteri Keuangan memberikan dukungan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
alokasi anggaran untuk pengadaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19; dan
|
|
b.
|
dukungan lainnya yang diperlukan.
|
(4)
|
Menteri Luar Negeri memberikan dukungan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
fasilitasi diplomasi internasional dalam rangka mendapatkan akses Vaksin COVID-19 dan dukungan penganggaran untuk kerjasama multilateral; dan
|
|
b.
|
dukungan lainnya yang diperlukan.
|
(5)
|
Menteri Badan Usaha Milik Negara memberikan dukungan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
melakukan pembinaan dan pengawasan korporasi terhadap penyelenggaraan penugasan kepada badan usaha milik negara; dan
|
|
b.
|
mengoordinasikan badan usaha milik negara lainnya untuk mendukung penugasan dimaksud.
|
(6)
|
Menteri Dalam Negeri memberikan dukungan dengan mengoordinasikan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19.
|
|
(7)
|
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan memberikan dukungan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
pemberian persetujuan pelaksanaan uji klinik Vaksin COVID-19;
|
|
b.
|
pemberian persetujuan pemasukan jalur khusus bahan baku atau produk yang diperlukan untuk pengembangan dan penggunaan Vaksin COVID-19;
|
|
c.
|
pemberian persetujuan impor atas bahan baku atau produk Vaksin COVID-19;
|
|
d.
|
penerbitan sertifikat cara pembuatan obat yang baik bagi sarana produksi vaksin dan sertifikat cara distribusi obat yang baik bagi sarana distribusi vaksin;
|
|
e.
|
pemberian persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau penerbitan Nomor Izin Edar (NIE) Vaksin COVID-19;
|
|
f.
|
persetujuan pelulusan uji tiap bets (lot release);
|
|
g.
|
pengawalan mutu dan keamanan produk serta integritas sepanjang rantai suplai Vaksin COVID-19 hingga penggunaan di masyarakat; dan
|
|
h.
|
dukungan lainnya yang diperlukan.
|
(8)
|
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah memberikan dukungan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
melakukan pembinaan dan pendampingan dalam pelaksanaan penunjukan langsung penyediaan Vaksin COVID-19; dan
|
|
b.
|
dukungan lainnya yang diperlukan.
|
(9)
|
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan memberikan dukungan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
melakukan pembinaan, pendampingan dan pengawasan dalam pelaksanaan penunjukan langsung penyediaan Vaksin COVID-19; dan
|
|
b.
|
menyiapkan pedoman pengawasan bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dan Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan dalam pelaksanaan pengadaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19.
|
(10)
|
Jaksa Agung Republik Indonesia memberikan dukungan untuk pendampingan hukum.
|
|
(11)
|
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan dukungan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 termasuk dukungan keamanan.
|
|
(12)
|
Panglima Tentara Nasional Indonesia memberikan dukungan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19.
|
|
(13)
|
Gubernur dan bupati/wali kota memberikan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
dukungan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 termasuk dukungan anggaran; dan
|
|
b.
|
dukungan lainnya yang diperlukan.
|
|
|
|
Pasal 22
|
||
Biaya yang telah dikeluarkan untuk pengadaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang.
|
||
|
||
Pasal 23
|
||
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||
|
||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||
|
||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober 2020
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2020
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 227
|