Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2021
TENTANG
KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (3), Pasal 4 ayat (3), Pasal 6 ayat (9), Pasal 7 ayat (6), Pasal 9 ayat (3), Pasal 12 ayat (3), dan Pasal 153 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor;
|
||||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
|||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
|||
4.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512);
|
|||
5.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
|
|||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5175);
|
|||
7.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
|
|||
8.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6641);
|
|||
9.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653);
|
|||
10.
|
Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 90);
|
|||
11.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 80 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1190);
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang dan/atau Jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.
|
|||
2.
|
Perdagangan Luar Negeri adalah Perdagangan yang mencakup kegiatan Ekspor dan/atau Impor atas Barang dan/atau Perdagangan Jasa yang melampaui batas wilayah negara.
|
|||
3.
|
Impor adalah kegiatan memasukkan Barang ke dalam daerah pabean.
|
|||
4.
|
Importir adalah orang perseorangan atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan Impor.
|
|||
5.
|
Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
|
|||
6.
|
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
|
|||
7.
|
Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk menunjang kegiatan usaha.
|
|||
8.
|
Angka Pengenal Importir yang selanjutnya disingkat API adalah tanda pengenal sebagai Importir.
|
|||
9.
|
Pemberitahuan Pabean Impor adalah pernyataan yang dibuat oleh pelaku usaha dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean Impor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang kepabeanan.
|
|||
10.
|
Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh Konsumen atau Pelaku Usaha.
|
|||
11.
|
Bahan Baku adalah bahan mentah, Barang setengah jadi, atau Barang jadi yang dapat diolah menjadi Barang setengah jadi atau Barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
|
|||
12.
|
Bahan Penolong adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang fungsinya sempurna sesuai parameter produk yang diharapkan.
|
|||
13.
|
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
|
|||
14.
|
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan Ekspor dan/atau Impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
|
|||
15.
|
Sistem INATRADE adalah sistem pelayanan terpadu perdagangan pada kementerian perdagangan yang dilakukan secara online melalui portal http://inatrade.kemendag.go.id.
|
|||
16.
|
Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah pemeriksaan dan/atau pemastian Barang yang dilakukan oleh Surveyor.
|
|||
17.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||
18.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
|
|||
19.
|
Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis atas Impor.
|
|||
20.
|
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk untuk menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi, dan mengoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
|
|||
21.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perdagangan.
|
|||
22.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||||
(1)
|
Kebijakan dan pengaturan di bidang Impor dilaksanakan oleh Menteri.
|
|||
(2)
|
Kebijakan dan pengaturan di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dalam bentuk:
|
|||
|
a.
|
Importir Terdaftar;
|
||
|
b.
|
Importir Produsen;
|
||
|
c.
|
Persetujuan Impor;
|
||
|
d.
|
kewenangan;
|
||
|
e.
|
persyaratan Importir;
|
||
|
f.
|
tata cara permohonan perizinan Impor;
|
||
|
g.
|
penerbitan perizinan Impor;
|
||
|
h.
|
penetapan Barang dibatasi Impor;
|
||
|
i.
|
Verifikasi atau Penelusuran Teknis;
|
||
|
j.
|
penentuan tempat pemasukan Barang;
|
||
|
k.
|
kewajiban Importir;
|
||
|
l.
|
larangan bagi Importir;
|
||
|
m.
|
sanksi; dan
|
||
|
n.
|
pengawasan.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Importir wajib memiliki NIB yang berlaku sebagai API.
|
|||
(2)
|
NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
|||
|
a.
|
Angka Pengenal Importir Umum (API-U); dan
|
||
|
b.
|
Angka Pengenal Importir Produsen (API-P).
|
||
(3)
|
Importir hanya dapat memilih NIB yang berlaku sebagai API-U atau NIB yang berlaku sebagai API-P.
|
|||
(4)
|
NIB yang berlaku sebagai API-U sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a hanya diberikan kepada Importir yang melakukan Impor Barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan.
|
|||
(5)
|
NIB yang berlaku sebagai API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya diberikan kepada Importir yang melakukan Impor Barang tertentu untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, Bahan Baku, Bahan Penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.
|
|||
(6)
|
Barang yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilarang untuk diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
|
|||
(7)
|
Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan terhadap Barang berupa Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sisa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(8)
|
Dalam hal terjadi perubahan jenis NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (3), NIB yang berlaku sebagai API sebelumnya dan Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Terhadap kegiatan Impor atas Barang tertentu, Importir wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor dari Menteri sebelum Barang masuk ke dalam Daerah Pabean.
|
|||
(2)
|
Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
|||
(3)
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
|||
|
a.
|
Importir Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a;
|
||
|
b.
|
Importir Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b; dan/atau
|
||
|
c.
|
Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c.
|
||
(4)
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha sektor Perdagangan Luar Negeri.
|
|||
(5)
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai:
|
|||
|
a.
|
dokumen pelengkap pabean yang pemeriksaannya dilakukan di kawasan pabean; atau
|
||
|
b.
|
dokumen persyaratan Impor yang pemeriksaannya dilakukan setelah melalui kawasan pabean (post border).
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||
(1)
|
Setiap penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor harus dilakukan Konfirmasi Status Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||
(2)
|
Konfirmasi Status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh Keterangan Status Wajib Pajak.
|
|||
(3)
|
Konfirmasi Status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum Perizinan Berusaha di bidang Impor diberikan kepada pelaku usaha.
|
|||
(4)
|
Keterangan Status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat status valid digunakan sebagai salah satu persyaratan pemberian Perizinan Berusaha di bidang Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||
(1)
|
Untuk memperoleh Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Importir harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW.
|
|||
(2)
|
Untuk dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir harus memiliki Hak Akses.
|
|||
(3)
|
Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli paling sedikit berupa:
|
|||
|
a.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Induk Kependudukan, untuk Importir yang merupakan orang perseorangan;
|
||
|
b.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak, untuk Importir yang merupakan Badan Usaha Milik Negara dan Yayasan; atau
|
||
|
c.
|
NIB dan Nomor Pokok Wajib Pajak, untuk Importir yang merupakan koperasi dan badan usaha.
|
||
(4)
|
Dalam hal dokumen persyaratan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak perlu mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Dalam hal dokumen persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak perlu mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
|
|||
(3)
|
Importir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
|||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
|
||
|
b.
|
data dan informasi yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
|
||
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||
(1)
|
Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan.
|
|||
(2)
|
Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
|||
(3)
|
Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
|
|||
(4)
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Importir Terdaftar atau Importir Produsen memuat data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
|||
|
a.
|
NIB dan identitas Importir;
|
||
|
b.
|
alamat perusahaan; dan
|
||
|
c.
|
masa berlaku.
|
||
(5)
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Persetujuan Impor memuat data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
|||
|
a.
|
NIB dan identitas Importir;
|
||
|
b.
|
pos tarif/HS;
|
||
|
c.
|
jenis/uraian Barang;
|
||
|
d.
|
jumlah Barang;
|
||
|
e.
|
negara asal;
|
||
|
f.
|
pelabuhan tujuan;
|
||
|
g.
|
tanggal berlaku; dan
|
||
|
h.
|
tanggal berakhir.
|
||
(6)
|
Masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(7)
|
Penerbitan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5), disertai dengan kartu kendali realisasi Impor.
|
|||
(8)
|
Kartu kendali realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) digunakan untuk melakukan pemotongan jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d.
|
|||
(9)
|
Dalam hal jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d telah dapat dilakukan pemotongan secara elektronik oleh SINSW sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, penerbitan Persetujuan Impor tidak disertai dengan kartu kendali realisasi Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan neraca komoditas.
|
|||
(2)
|
Pemanfaatan neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(3)
|
Dalam hal neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, penerbitan Persetujuan Impor oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan data yang tersedia.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||
(1)
|
Apabila terdapat perubahan data pada Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3), Importir wajib mengajukan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan data sesuai dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Data pada Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
|
|||
|
a.
|
identitas Importir;
|
||
|
b.
|
pos tarif/HS;
|
||
|
c.
|
uraian barang;
|
||
|
d.
|
jumlah dan satuan barang;
|
||
|
e.
|
negara asal; dan/atau
|
||
|
f.
|
pelabuhan tujuan.
|
||
(3)
|
Permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
|
|||
(4)
|
Dalam hal dokumen persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak perlu mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
|
|||
(5)
|
Importir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
|||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
|
||
|
b.
|
data dan informasi terkait dokumen persyaratan yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
|
||
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||
(1)
|
Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan.
|
|||
(2)
|
Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
|||
(3)
|
Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
|
|||
(4)
|
Masa berlaku perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||
(1)
|
Apabila Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar atau Importir Produsen memiliki masa berlaku dan masa berlaku Importir Terdaftar atau Importir Produsen akan berakhir, Importir dapat mengajukan permohonan perpanjangan Importir Terdaftar atau Importir Produsen paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum masa berlaku Importir Terdaftar atau Importir Produsen berakhir sesuai dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Apabila Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor masa berlakunya akan berakhir, Importir dapat mengajukan permohonan perpanjangan Persetujuan Impor paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum masa berlaku Persetujuan Impor berakhir sesuai dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(3)
|
Permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
|
|||
(4)
|
Dalam hal dokumen persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak perlu mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
|
|||
(5)
|
Importir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
|||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
|
||
|
b.
|
data dan informasi terkait dokumen persyaratan yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
|
||
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor melalui Sistem INATRADE yang telah terintegrasi dengan SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan.
|
|||
(2)
|
Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
|||
(3)
|
Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
|
|||
(4)
|
Masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Dalam hal perlu dilakukan penghitungan teknis dan/atau verifikasi lapangan dalam penerbitan Persetujuan Impor oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), proses penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Persetujuan Impor dihentikan sementara.
|
|||
(2)
|
Penghitungan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Teknis Perdagangan yang ditetapkan oleh Menteri.
|
|||
(3)
|
Petunjuk teknis mekanisme penghitungan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||
(4)
|
Penghitungan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal terdapat kondisi khusus yang diperlukan dalam rangka penanganan pemenuhan ataupun pengendalian kebutuhan dan pasokan di dalam negeri.
|
|||
(5)
|
Verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
|
|||
|
a.
|
pemohon Persetujuan Impor merupakan perusahaan yang belum pernah melakukan Impor;
|
||
|
b.
|
terdapat usulan atau rekomendasi pemeriksaan lebih lanjut dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait; dan/atau
|
||
|
c.
|
terdapat kondisi khusus lainnya yang diperlukan dalam rangka penanganan pemenuhan ataupun pengendalian kebutuhan dan pasokan di dalam negeri.
|
||
(6)
|
Verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Verifikasi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||
(7)
|
Petunjuk teknis mekanisme verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Importir dapat mengajukan permohonan pembatalan terhadap proses:
|
|||
|
a.
|
penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1);
|
||
|
b.
|
perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1); dan/atau
|
||
|
c.
|
perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2),
|
||
|
secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW.
|
|||
(2)
|
Importir bertanggung jawab penuh terhadap permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan pembatalan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||||
Dalam hal SINSW belum dapat mengintegrasikan secara elektronik proses permohonan dan penerbitan terhadap perubahan dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur ketentuan mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, pengajuan permohonan dan penerbitan:
|
||||
a.
|
perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11; atau
|
|||
b.
|
perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13,
|
|||
dilakukan secara elektronik melalui Sistem INATRADE.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||
(1)
|
Dalam pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Impor, Menteri menetapkan Barang yang diatur Impornya.
|
|||
(2)
|
Barang yang diatur Impornya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||
(1)
|
Setiap Importir wajib mengimpor Barang dalam keadaan baru.
|
|||
(2)
|
Dalam hal tertentu, Menteri dapat menetapkan Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berdasarkan:
|
|||
|
a.
|
peraturan perundang-undangan;
|
||
|
b.
|
kewenangan Menteri; dan/atau
|
||
|
c.
|
usulan atau pertimbangan teknis dari instansi pemerintah lainnya.
|
||
(3)
|
Barang yang dapat diimpor dalam keadaan tidak baru dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
|
|||
|
a.
|
Barang yang dibutuhkan oleh Importir berupa Barang modal bukan baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pengembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali; atau
|
||
|
b.
|
Barang atau peralatan dalam kondisi tidak baru dalam rangka pemulihan dan pembangunan kembali sebagai akibat bencana alam, serta Barang bukan baru untuk keperluan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(4)
|
Barang yang dapat diimpor dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(5)
|
Dalam hal Impor Barang dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi dengan uraian barang dan Pos Tarif/HS yang tidak tercantum dalam Lampiran III sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Persetujuan Impor.
|
|||
(6)
|
Impor Barang dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||
(7)
|
Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berupa barang modal yang diimpor oleh Perusahaan Pemakai Langsung dengan Pos Tarif/ HS 8901, 8903, 8904, dan 8905, dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain apabila telah dipergunakan selama lebih dari 4 (empat) tahun.
|
|||
(8)
|
Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berupa barang modal yang diimpor oleh Perusahaan Pemakai Langsung selain Pos Tarif/HS sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain apabila telah dipergunakan selama lebih dari 5 (lima) tahun.
|
|||
(9)
|
Dalam hal terjadi kondisi kahar (act of god) atau keadaan memaksa (force majeure), atau keadaan lain yang mengakibatkan ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) tidak dapat dipenuhi, Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (8), dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain sebelum masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (8).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Terhadap Impor untuk Barang Tertentu dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
|
|||
(2)
|
Kriteria Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
|
|||
|
a.
|
Barang yang berpotensi mengganggu keamanan negara;
|
||
|
b.
|
Barang yang berpotensi mengganggu keamanan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan;
|
||
|
c.
|
Barang yang berpotensi mengganggu moral masyarakat;
|
||
|
d.
|
Barang kebutuhan pokok;
|
||
|
e.
|
Barang modal yang diimpor dalam keadaan tidak baru; dan/atau
|
||
|
f.
|
Barang kebutuhan industri strategis untuk kepentingan nasional.
|
||
(3)
|
Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah berdasarkan keputusan rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, yang dihadiri menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili yang diberikan kewenangan untuk dan atas nama menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
|
|||
(4)
|
Barang tertentu yang dikenakan kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||
(1)
|
Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang telah ditetapkan oleh Menteri.
|
|||
(2)
|
Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(3)
|
Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor yang digunakan sebagai:
|
|||
|
a.
|
dokumen pelengkap pabean yang pemeriksaannya dilakukan di kawasan pabean; atau
|
||
|
b.
|
dokumen persyaratan impor yang pemeriksaannya dilakukan setelah melalui kawasan pabean (post border).
|
||
(4)
|
Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Surveyor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||
(1)
|
Terhadap kegiatan Impor atas Barang tertentu, Menteri dapat menentukan tempat pemasukan Barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf j.
|
|||
(2)
|
Penentuan tempat pemasukan Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||||
(1)
|
Pemasukan Barang ke KPBPB dari luar Daerah Pabean belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor, kecuali atas pemasukan Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup.
|
|||
(2)
|
Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
|||
(3)
|
Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan penetapan Dewan Kawasan.
|
|||
(4)
|
Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan atas:
|
|||
|
a.
|
pengeluaran kembali Barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
||
|
b.
|
pengeluaran Barang yang sepenuhnya diperoleh di KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
|
||
|
c.
|
pengeluaran Barang hasil produksi di KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean; atau
|
||
|
d.
|
Barang dari luar Daerah Pabean yang pada saat pemasukan ke KPBPB telah dilakukan pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor.
|
||
(5)
|
Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(6)
|
Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor dikecualikan terhadap:
|
|||
|
a.
|
pemasukan Barang Impor ke tempat penimbunan berikat; dan
|
||
|
b.
|
Impor Barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan ekspor dalam rangka kemudahan Impor tujuan ekspor pembebasan.
|
||
(7)
|
Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor tetap berlaku atas pengeluaran Barang Impor dari tempat penimbunan berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean tujuan diimpor untuk dipakai, kecuali:
|
|||
|
a.
|
Barang hasil produksi kawasan berikat; dan/atau
|
||
|
b.
|
Barang yang saat pemasukannya sudah dipenuhi ketentuan pembatasan Impor.
|
||
(8)
|
Untuk kepentingan perekonomian nasional, Menteri dapat menetapkan secara selektif berlakunya ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor atas:
|
|||
|
a.
|
pemasukan Barang Impor ke tempat penimbunan berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a; dan/atau
|
||
|
b.
|
Impor Barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan ekspor dalam rangka kemudahan Impor tujuan ekspor pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b.
|
||
(9)
|
Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a dan Barang dan/atau bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(10)
|
Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap:
|
|||
|
a.
|
pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB;
|
||
|
b.
|
pemasukan Barang Impor ke tempat penimbunan berikat; dan
|
||
|
c.
|
Impor Barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan ekspor dalam rangka kemudahan Impor tujuan ekspor,
|
||
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor.
|
|||
(11)
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) untuk kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah KPBPB diterbitkan oleh kepala Badan Pengusahaan KPBPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KPBPB.
|
|||
(12)
|
Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dilakukan melalui sistem pelayanan berbasis elektronik yang disediakan oleh Badan Pengusahaan KPBPB yang terintegrasi dengan SINSW untuk diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||
(1)
|
Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB Sabang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor.
|
|||
(2)
|
Pemasukan Barang ke KPBPB Sabang dari luar Daerah Pabean tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor.
|
|||
(3)
|
Pemasukan Barang ke KPBPB Sabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang.
|
|||
(4)
|
Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang dari KPBPB Sabang ke Daerah Pabean.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 24 |
||||
(1)
|
Dalam hal Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha, Importir dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha.
|
|||
(2)
|
Selain dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha, dapat dikecualikan dari Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
|
|||
(3)
|
Terhadap pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan.
|
|||
(4)
|
Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Importir harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW.
|
|||
(5)
|
Untuk dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Importir harus memiliki Hak Akses.
|
|||
(6)
|
Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
|
|||
(7)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan oleh warga negara asing yang merupakan pejabat pada badan internasional yang bertugas di Indonesia dan/atau pejabat pada kantor perwakilan negara asing di Indonesia, Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli nomor paspor.
|
|||
(8)
|
Pengajuan permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya.
|
|||
(9)
|
Dalam hal pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak perlu mengunggah pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya ke SINSW.
|
|||
(10)
|
Importir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
|||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (8); dan
|
||
|
b.
|
data dan informasi yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (9),
|
||
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan untuk mendapatkan surat keterangan.
|
|||
(11)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang
|
|||
|
tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah.
|
|||
(12)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik.
|
|||
(13)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat
|
|||
|
a.
|
nama Importir;
|
||
|
b.
|
pos tarif/HS;
|
||
|
c.
|
jenis/uraian Barang; dan
|
||
|
d.
|
jumlah Barang.
|
||
(14)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) berlaku untuk satu kali pengiriman atau lebih dari dari satu kali pengiriman.
|
|||
(15)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disampaikan secara elektronik kepada SINSW.
|
|||
(16)
|
Pengecualian terhadap Impor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||
(1)
|
Selain pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, terhadap Impor Barang tertentu untuk kegiatan usaha dapat diberikan pengecualian Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
|
|||
(2)
|
Terhadap pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan.
|
|||
(3)
|
Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Importir harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW.
|
|||
(4)
|
Untuk dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Importir harus memiliki Hak Akses.
|
|||
(5)
|
Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
|
|||
(6)
|
Pengajuan permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya.
|
|||
(7)
|
Dalam hal pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak perlu mengunggah pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya ke SINSW.
|
|||
(8)
|
Importir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
|||
|
a.
|
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (6); dan
|
||
|
b.
|
data dan informasi yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
|
||
|
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan untuk mendapatkan surat keterangan.
|
|||
(9)
|
Surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
|||
|
a.
|
nama Importir;
|
||
|
b.
|
pos tarif/HS;
|
||
|
c.
|
jenis/uraian Barang; dan
|
||
|
d.
|
jumlah Barang.
|
||
(10)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah.
|
|||
(11)
|
Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik.
|
|||
(12)
|
Surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berlaku untuk satu kali pengiriman atau lebih dari satu kali pengiriman.
|
|||
(13)
|
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) disampaikan secara elektronik kepada SINSW.
|
|||
(14)
|
Pengecualian terhadap Impor Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||||
Diagram alir penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 serta penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 25 ayat (3) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
||||
(1)
|
Barang yang diimpor dalam rangka impor sementara tidak diberlakukan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor.
|
|||
(2)
|
Barang yang diimpor dalam rangka impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|||
(3)
|
Barang Impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak diekspor kembali dengan pertimbangan antara lain:
|
|||
|
a.
|
Barang Impor sementara diperlukan untuk pengerjaan proyek pemerintah;
|
||
|
b.
|
Barang Impor sementara mengalami kerusakan berat dalam penggunaan; atau
|
||
|
c.
|
Barang Impor sementara dengan tujuan dihibahkan kepada pemerintah pusat.
|
||
(4)
|
Terhadap Barang dalam keadaan baru ataupun tidak baru yang diimpor dalam rangka impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebelum dilakukan penyelesaian dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib memenuhi ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||
(5)
|
Penyelesaian dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa pemenuhan Perizinan Berusaha di Bidang Impor dikecualikan dari ketentuan Pasal 4 ayat (1).
|
|||
(6)
|
Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan di dalam negeri.
|
|||
(7)
|
Barang Impor sementara yang akan dilakukan penyelesaian dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 28 |
||||
(1)
|
Terhadap Barang yang telah diekspor yang diimpor kembali, tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor.
|
|||
(2)
|
Ketentuan Impor kembali atas Barang yang telah diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 29 |
||||
(1)
|
Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P setelah mendapat Persetujuan Impor dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
|||
(2)
|
Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini, kecuali ketentuan Pasal 3 ayat (5) dan ayat (6).
|
|||
(3)
|
Perusahaan pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P yang telah mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari kewajiban memiliki Persetujuan Impor untuk Barang yang telah dikenakan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(4)
|
Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 30 |
||||
(1)
|
Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib melaporkan realisasi Impor Barang yang tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor, baik terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Direktur Jenderal.
|
|||
(2)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap akhir bulan Januari, April, Juli, Oktober, dan Desember melalui http://inatrade.kemendag.go.id.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 31 |
||||
(1)
|
Importir yang telah memiliki:
|
|||
|
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
|
||
|
b.
|
Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), wajib menyampaikan laporan realisasi Impor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
|
||
(2)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
|||
(3)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
|||
|
a.
|
uraian Barang;
|
||
|
b.
|
pos tarif/HS;
|
||
|
c.
|
volume Barang;
|
||
|
d.
|
nilai Barang;
|
||
|
e.
|
negara asal;
|
||
|
f.
|
pelabuhan tujuan;
|
||
|
g.
|
nomor dan tanggal Laporan Surveyor, untuk Impor Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan
|
||
|
h.
|
nomor dan tanggal Pemberitahuan Impor Barang.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 32 |
||||
(1)
|
Importir yang telah memiliki surat keterangan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dan/atau Pasal 25 ayat (2), wajib menyampaikan laporan realisasi Impor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
|
|||
(2)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
|
|||
|
a.
|
paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah masa berlaku surat keterangan Impor Barang berakhir, untuk surat keterangan yang berlaku satu kali pengiriman; dan
|
||
|
b.
|
setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya, untuk surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman,
|
||
|
melalui SINSW yang diteruskan ke sistem INATRADE.
|
|||
(3)
|
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
|||
|
a.
|
uraian Barang;
|
||
|
b.
|
pos tarif/HS;
|
||
|
c.
|
volume Barang;
|
||
|
d.
|
nilai Barang;
|
||
|
e.
|
negara asal;
|
||
|
f.
|
pelabuhan tujuan;
|
||
|
g.
|
nomor dan tanggal Laporan Surveyor, untuk Impor Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan
|
||
|
h.
|
nomor dan tanggal Pemberitahuan Impor Barang.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 33 |
||||
Pemenuhan kewajiban penyampaian laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b dan Pasal 32 ayat (1) bagi Importir yang tidak memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor dilakukan dengan mendapatkan Hak Akses terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Hak Akses di SINSW.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 34 |
||||
(1)
|
Importir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 atau Pasal 31, dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW.
|
|||
(2)
|
Apabila Importir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Impor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Importir dikenai sanksi administratif berupa:
|
|||
|
a.
|
rekomendasi pembekuan NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), untuk Importir yang hanya memiliki API;
|
||
|
b.
|
pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); atau
|
||
|
c.
|
rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, untuk Importir yang hanya memiliki Laporan Surveyor.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 35 |
||||
(1)
|
Importir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW.
|
|||
(2)
|
Apabila Importir yang sudah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Impor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Importir dikenai sanksi administratif berupa:
|
|||
|
a.
|
penangguhan penerbitan surat keterangan untuk pengecualian Impor berikutnya selama 6 (enam) bulan, untuk surat keterangan yang berlaku satu kali pengiriman; atau
|
||
|
b.
|
pembekuan surat keterangan, untuk surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 36 |
||||
Dalam hal terbukti Importir tidak mengajukan permohonan perubahan data perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Importir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2).
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 37 |
||||
Dalam hal Importir dalam proses penyidikan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan:
|
||||
a.
|
dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor, Importir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2);
|
|||
b.
|
dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor yang masa berlakunya telah berakhir, Importir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2);
|
|||
c.
|
surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman, Importir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (12) dan Pasal 25 ayat (10);
|
|||
d.
|
surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman yang masa berlakunya telah berakhir atau surat keterangan yang berlaku satu kali pengiriman, Importir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman yang masa berlakunya telah berakhir atau surat keterangan yang berlaku untuk satu kali pengiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (12) dan Pasal 25 ayat (10); atau
|
|||
e.
|
dokumen Laporan Surveyor, Importir dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis selanjutnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 38 |
||||
Sanksi administratif berupa:
|
||||
a.
|
rekomendasi pembekuan NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a dapat dicabut;
|
|||
b.
|
pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b, Pasal 36, dan Pasal 37 huruf a dapat diaktifkan kembali;
|
|||
c.
|
rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf c dan Pasal 37 huruf e dapat dicabut;
|
|||
d.
|
penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a dan Pasal 37 huruf d dapat dicabut; atau
|
|||
e.
|
pembekuan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf b dan Pasal 37 huruf c dapat diaktifkan kembali,
|
|||
dalam hal Importir:
|
||||
a.
|
telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 atau Pasal 31 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak:
|
|||
|
1)
|
tanggal rekomendasi pembekuan NIB yang berlaku sebagai API diberikan;
|
||
|
2)
|
tanggal pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor diberlakukan; atau
|
||
|
3)
|
tanggal rekomendasi penangguhan pelayanan verifikasi atau penelusuran teknis diberikan.
|
||
b.
|
telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan diberlakukan;
|
|||
c.
|
telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan diberlakukan;
|
|||
d.
|
telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; atau
|
|||
e.
|
terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 39 |
||||
Importir dikenai sanksi administratif berupa pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor, rekomendasi pencabutan NIB yang berlaku sebagai API, atau pencabutan surat keterangan dalam hal:
|
||||
a.
|
terbukti memperdagangkan dan/atau memindahtangankan Barang Impor yang telah diimpornya kepada pihak lain, untuk Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P, kecuali terhadap Barang berupa Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) atau Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
|
|||
b.
|
terbukti memperdagangkan dan/atau memindahtangankan Barang yang telah diimpor kepada pihak lain yang tidak sesuai dengan kontrak penjualan atau bukti pemesanan yang disampaikan dalam permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor, untuk Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U;
|
|||
c.
|
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor diterima;
|
|||
d.
|
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 atau Pasal 31 dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal rekomendasi pembekuan NIB yang berlaku sebagai API diberikan atau pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor diterima;
|
|||
e.
|
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan surat keterangan diterima;
|
|||
f.
|
ditemukan ketidaksesuaian dokumen persyaratan dan data atau informasi permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor, perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor, perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor, atau permohonan surat keterangan;
|
|||
g.
|
terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan penilaian dan rekomendasi dari direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga, atau instansi teknis terkait;
|
|||
h.
|
mengimpor Barang dengan jenis dan/atau jumlah yang tidak sesuai dengan data atau informasi yang tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau surat keterangan;
|
|||
i.
|
terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor, Laporan Surveyor dan/atau surat keterangan;
|
|||
j.
|
melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; dan/atau
|
|||
k.
|
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan Perizinan Berusaha di bidang Impor, Laporan Surveyor dan/atau surat keterangan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 40 |
||||
(1)
|
Peringatan, penangguhan, pencabutan penangguhan, pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan:
|
|||
|
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37 huruf a dan huruf b, Pasal 38 huruf b, dan Pasal 39 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g; serta
|
||
|
b.
|
surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 37 huruf c dan huruf d, Pasal 38 huruf d dan huruf e, Pasal 39 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g,
|
||
|
dilakukan secara elektronik oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui SINSW.
|
|||
(2)
|
Rekomendasi pembekuan, pencabutan rekomendasi pembekuan, dan rekomendasi pencabutan NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a, Pasal 38 huruf a, dan Pasal 39 huruf a, huruf b, dan huruf f, disampaikan secara elektronik oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada kepala Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission).
|
|||
(3)
|
Rekomendasi penangguhan pelayanan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf c dan pencabutan rekomendasi penangguhan pelayanan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c disampaikan secara tertulis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada Surveyor yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 41 |
||||
Importir yang belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebelum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 42 |
||||
Importir yang telah dikenai sanksi pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 atau pencabutan NIB yang berlaku sebagai API oleh kepala Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) tidak dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau pencabutan NIB yang berlaku sebagai API.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 43 |
||||
(1)
|
Importir yang mengimpor Barang yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(2)
|
Barang yang diimpor tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini harus diekspor kembali, dimusnahkan, atau dapat diperlakukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(3)
|
Biaya atas pelaksanaan ekspor kembali atau pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh Importir.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 44 |
||||
(1)
|
Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi:
|
|||
|
a.
|
pengajuan permohonan untuk mendapatkan:
|
||
|
|
1.
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1);
|
|
|
|
2.
|
perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 16 huruf a;
|
|
|
|
3.
|
perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 16 huruf b; atau
|
|
|
|
4.
|
surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 25 ayat (3); atau
|
|
|
b.
|
penyampaian laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32, disampaikan kepada Menteri secara manual melalui Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I.
|
||
(2)
|
Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3 dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
|
|||
|
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor;
|
||
|
b.
|
perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor; dan
|
||
|
c.
|
perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor, paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
|
||
(3)
|
Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3 dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
|
|||
|
a.
|
surat penolakan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor;
|
||
|
b.
|
surat penolakan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor; dan
|
||
|
c.
|
surat penolakan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor,
|
||
|
|
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
|
||
(4)
|
Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dinyatakan lengkap sesuai persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan.
|
|||
(5)
|
Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan penerbitan surat keterangan.
|
|||
(6)
|
Penerbitan atau penolakan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), serta penerbitan atau penolakan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan kepada Importir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 45 |
||||
(1)
|
Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 39, dilakukan secara manual oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
|||
(2)
|
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Importir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 46 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan Impor Barang tertentu dapat dilakukan setelah melalui kawasan pabean (post border).
|
|||
(2)
|
Terhadap pemeriksaan atas pemenuhan persyaratan Impor Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan terhadap Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) yang tercantum dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor.
|
|||
(3)
|
Pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Importir.
|
|||
(4)
|
Pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat informasi berupa:
|
|||
|
a.
|
nomor; dan
|
||
|
b.
|
tanggal penerbitan.
|
||
(5)
|
Importir wajib menyimpan dokumen persyaratan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat Pemberitahuan Impor Barang tertentu paling singkat 5 (lima) tahun untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|||
(6)
|
Jenis barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 47 |
||||
(1)
|
Dalam rangka penguatan pengawasan implementasi program strategis nasional pencegahan korupsi untuk jenis Barang tertentu, dilakukan pengawasan terhadap kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor.
|
|||
(2)
|
Pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Importir.
|
|||
(3)
|
Pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi berupa:
|
|||
|
a.
|
nomor; dan
|
||
|
b.
|
tanggal penerbitan.
|
||
(4)
|
Importir wajib memberitahukan jumlah atau volume Barang Impor tertentu dalam Pemberitahuan Pabean Impor dengan menggunakan jenis satuan Barang sebagaimana tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 48 |
||||
(1)
|
Jenis Barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
(2)
|
Importir yang tidak melakukan kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 terhadap Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor.
|
|||
(3)
|
Terhadap pengawasan kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor, dilakukan pemeriksaaan terhadap kesesuaian pencantuman Persetujuan Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 49 |
||||
(1)
|
Pemeriksaan atas pemenuhan Perizinan Berusaha terhadap Impor Barang tertentu dilakukan melalui pengawasan kegiatan Perdagangan setelah melalui kawasan pabean (post border) oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga.
|
|||
(2)
|
Dalam hal diperlukan, pengawasan kegiatan Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di kawasan pabean bekerja sama dengan direktorat jenderal yang membidangi kepabeanan.
|
|||
(3)
|
Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 50 |
||||
(1)
|
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini tidak berlaku terhadap Impor:
|
|||
|
a.
|
Calon Induk, Induk, Benih Ikan, dan/atau Inti Mutiara;
|
||
|
b.
|
Produk Tertentu berupa Makanan dan Minuman dengan Pos Tarif/HS 0904.21.10, 1901.10.20, 1901.90.20, 1901.90.31, 1901.90.32, 1901.90.39, 2105.00.00, dan 2202.99.10;
|
||
|
c.
|
Produk Hewan Olahan dengan Pos Tarif/HS 0401.10.10, 0401.10.90, 0401.20.10, 0401.20.90, 0401.40.10, 0401.40.20, 0401.40.90, 0401.50.10, 0401.50.90, 3501.10.00, 3501.90.10, 3502.20.00, 3502.90.00, 3507.10.00, dan 3507.90.00;
|
||
|
d.
|
Kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
|
||
|
e.
|
Pakaian Jadi dan Aksesori Pakaian Jadi;
|
||
|
f.
|
Tekstil dan Produk Tekstil dengan Pos Tarif/HS 5806.31.90, 5806.32.10, 5806.32.40, 5806.32.50, 5806.32.90, 5808.10.10, 5902.10.11, 5902.10.19, 5902.10.91, 5902.10.99, 5902.20.20, 5902.20.91, 5902.20.99, 5903.10.10, 5903.10.90, 5903.20.00, 5911.31.00, 5911.32.00, 5911.90.10, 5911.90.90, 6003.10.00, 6003.20.00, 6003.30.00, 6003.40.00, 6003.90.00, 5402.19.00, 5402.31.00, 5402.32.00, 5402.45.00, 5402.51.00, 5402.61.00, 5504.10.00, 5506.10.00, 5506.30.00, 5506.40.00, 5506.90.00, 5401.10.10, 5401.10.90, 5402.44.10, 5402.44.20, 5402.44.90, 5402.62.00, dan 5605.00.00;
|
||
|
g.
|
Prekursor Non Farmasi dengan Pos Tarif/HS 2939.49.10;
|
||
|
h.
|
Bahan Berbahaya dengan Pos Tarif/HS 2917.32.00, ex. 2917.33.00, 2917.35.00, ex. 2845.90.00, 2922.18.00, ex. 2931.90.41, ex. 2931.90.49, ex. 3002.90.00, ex. 3911.90.00, ex. 3204.15.00, ex. 2922.49.00, dan ex. 2932.19.00; dan
|
||
|
i.
|
Bahan Peledak dengan Pos Tarif/HS 2904.20.10, ex. 2904.20.90, ex. 2920.90.00, ex. 2927.00.90, ex. 2933.39.90, ex. 2933.99.90, ex 3105.10.90, 3603.00.10, 3603.00.20, 3603.00.90, 3604.90.20, dan 3604.90.30,
|
||
|
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Menteri ini yang tiba di pelabuhan tujuan paling lambat tanggal 31 Desember 2021 yang dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifest (BC.1.1).
|
|||
(2)
|
Pengecualian terhadap Impor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha berupa:
|
|||
|
a.
|
Minuman Beralkohol sebagai barang bawaan penumpang untuk dikonsumsi sendiri; dan
|
||
|
b.
|
Pakaian Jadi sebagai barang kiriman,
|
||
|
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 51 |
||||
Dalam hal Peraturan Menteri ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan terkait dengan kebijakan dan pengaturan Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 52 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
||||
a.
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar, Importir Produsen, dan Persetujuan Impor, serta dokumen berupa pengecualian, surat penjelasan, dan surat keterangan yang telah diterbitkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur ketentuan mengenai impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir.
|
|||
b.
|
Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar, Importir Produsen, dan Persetujuan Impor yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan diterbitkan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dilaksanakan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
|||
c.
|
dokumen lain berupa pertimbangan teknis dan/atau rekomendasi yang diterbitkan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, yang diperlukan dalam penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor atau penerbitan surat keterangan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
|
|||
d.
|
dokumen lain berupa pengecualian, surat penjelasan, surat keterangan, pertimbangan teknis, dan/atau rekomendasi yang diterbitkan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, yang diperlukan dalam pelaksanaan Impor, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir.
|
|||
e.
|
Petunjuk Teknis pelaksanaan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
|
|||
f.
|
Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan tugasnya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
|
|||
g.
|
Tim yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlaku berakhir.
|
|||
h.
|
Laporan Surveyor yang telah diterbitkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan selesainya Impor.
|
|||
i.
|
Pengecualian Impor Minuman Beralkohol sebagai barang bawaan untuk dikonsumsi sendiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 493) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 341), dinyatakan masih tetap berlaku untuk Impor Minuman Beralkohol sebagai barang bawaan untuk dikonsumsi sendiri yang tiba di pelabuhan tujuan paling lambat tanggal 31 Desember 2021.
|
|||
j.
|
Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon berupa 1,1-Dikloro-1-fluoroetana (HCFC-141b) dengan Pos Tarif/HS ex 2903.73.00 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 83/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1525) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 93 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 83/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1668), dinyatakan masih tetap berlaku untuk Bahan Perusak Lapisan Ozon berupa 1,1-Dikloro-1-fluoroetana (HCFC-141b) yang tiba di pelabuhan tujuan paling lambat tanggal 31 Desember 2021 yang dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifest (BC.1.1).
|
|||
k.
|
Ketentuan Impor TPT Batik dan TPT Motif Batik dengan Pos Tarif/HS 6204.42.10, ex. 6204.42.90, 6204.49.10, ex. 6204.49.90, 6205.20.10, ex. 6205.20.90, 6205.90.91, ex. 6205.90.99, 6206.10.10, ex. 6206.10.90, 6206.30.10, ex. 6206.30.90, 6214.10.10, ex. 6214.10.90, 6214.30.10, ex. 6214.30.90, 6214.40.10, ex. 6214.40.90, 6214.90.10, dan ex. 6214.90.90 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 86/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil Batik dan Motif Batik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1552), dinyatakan masih tetap berlaku untuk TPT Batik dan TPT Motif Batik yang tiba di pelabuhan tujuan paling lambat tanggal 31 Desember 2021 yang disertai dengan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor serta dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifest (BC.1.1).
|
|||
l.
|
Pengecualian Impor barang kiriman TPT Batik dan TPT Motif Batik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 86/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil Batik dan Motif Batik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1552), dinyatakan masih tetap berlaku untuk TPT Batik dan TPT Motif Batik yang tiba di pelabuhan tujuan paling lambat tanggal 31 Desember 2021 yang dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifest (BC.1.1).
|
|||
m.
|
Ketentuan Impor Produk Tertentu berupa Makanan dan Minuman dengan Pos Tarif/HS 0904.21.10, 1901.10.20, 1901.90.20, 1901.90.31, 1901.90.32, 1901.90.39, 2105.00.00, dan 2202.99.10 sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A, Pakaian Jadi dan sejenisnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1553) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 275), dinyatakan masih tetap berlaku untuk Produk Tertentu berupa Makanan dan Minuman serta Pakaian Jadi dan sejenisnya yang tiba di pelabuhan tujuan paling lambat tanggal 31 Desember 2021 yang disertai dengan Laporan Surveyor dan dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifest (BC.1.1).
|
|||
n.
|
Pengecualian Impor Pakaian Jadi dan sejenisnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1553) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 275), dinyatakan masih tetap berlaku untuk Pakaian Jadi dan sejenisnya yang tiba di pelabuhan tujuan paling lambat tanggal 31 Desember 2021 yang dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifest (BC.1.1).
|
|||
o.
|
Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Kelompok C Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1703) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 324), dinyatakan masih tetap berlaku untuk Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru yang telah dibayarkan uang muka yang dibuktikan dengan invoice dan dokumen kontrak pembelian sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, serta harus sudah tiba di pelabuhan tujuan paling lambat tanggal 31 Desember 2021 yang dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifest (BC.1.1).
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 53 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
||||
a.
|
Ketentuan Impor Bahan Peledak sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/KEP/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya;
|
|||
b.
|
Ketentuan pengadaan Bahan Berbahaya yang berasal dari Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 324) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 668);
|
|||
c.
|
Ketentuan pengadaan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian yang berasal dari Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 511); dan
|
|||
d.
|
Ketentuan pengadaan Minuman Beralkohol yang berasal dari Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 493) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 341),
|
|||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 54 |
||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
||||
a.
|
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 647/MPP/KEP/10/2004 tentang Ketentuan Impor Prekursor;
|
|||
b.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Intan Kasar yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Intan Kasar (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 70);
|
|||
c.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2007 tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Keramik yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2007 tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Keramik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 69);
|
|||
d.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40/M-DAG/PER/9/2009 tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Kaca Lembaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 320) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 09 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40/M-DAG/PER/9/2009 tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Kaca Lembaran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 68);
|
|||
e.
|
Peraturan Bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52/M-DAG/PER/12/2010 dan Nomor PB.02/MEN/2010 tentang Larangan Impor Udang Spesies Tertentu Ke Wilayah Republik Indonesia;
|
|||
f.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/M-Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1376) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 41/M-DAG/PER/5/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 865);
|
|||
g.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/07/2013 tentang Ketentuan Impor Bahan Baku Plastik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 991) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/07/2013 tentang Ketentuan Impor Bahan Baku Plastik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 67);
|
|||
h.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1006);
|
|||
i.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 62/M-DAG/PER/8/2015 tentang Ketentuan Impor Nitrocellulose (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1212);
|
|||
j.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 83/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1525) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 93 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 83/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1668);
|
|||
k.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Barang Berbasis Sistem Pendingin (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1526) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-DAG/PER/10/2015 tentang tentang Ketentuan Impor Barang Berbasis Sistem Pendingin (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 94);
|
|||
l.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1551) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1290);
|
|||
m.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 86/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil Batik dan Motif Batik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1552);
|
|||
n.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1553) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 275);
|
|||
o.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 102/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Mesin Multifungsi Berwarna, Mesin Fotokopi Berwarna dan Mesin Printer Berwarna (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1890) yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 102/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Mesin Multifungsi Berwarna, Mesin Fotokopi Berwarna dan Mesin Printer Berwarna (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 73);
|
|||
p.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 118/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Barang Komplementer, Barang untuk Keperluan Tes Pasar, dan Pelayanan Purna Jual (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2001) yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 118/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Barang Komplementer, Barang untuk Keperluan Tes Pasar, dan Pelayanan Purna Jual (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 670);
|
|||
q.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77/M-DAG/PER/11/2016 tentang Ketentuan Impor Ban (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1704) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 05 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77/M-DAG/PER/11/2016 tentang Ketentuan Impor Ban (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 74);
|
|||
r.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/PER/7/2017 tentang Pendelegasian Kewenangan Penerbitan Perizinan di Bidang Perdagangan Luar Negeri kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 914);
|
|||
s.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 5);
|
|||
t.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Mutiara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90);
|
|||
u.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Semen Clinker dan Semen (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 66);
|
|||
v.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Pelumas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 95);
|
|||
w.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Jagung (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 96);
|
|||
x.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Sakarin dan Siklamat dan Preparat Bau-Bauan Mengandung Alkohol (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 204);
|
|||
y.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Perkakas Tangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 205);
|
|||
z.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 66 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Hasil Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 741) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 66 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Hasil Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 943);
|
|||
aa.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 75 Tahun 2018 tentang Angka Pengenal Importir (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 936);
|
|||
bb.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 110 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1702) yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 110 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 80);
|
|||
cc.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1703) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 324);
|
|||
dd.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 289);
|
|||
ee.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 460) yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1095);
|
|||
ff.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 644) yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 263);
|
|||
gg.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 63 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Garam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 926);
|
|||
hh.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Produk Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1292);
|
|||
ii.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1293) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 83 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1197);
|
|||
jj.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Gula (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 148);
|
|||
kk.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, dan Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 937) yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, dan Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1161);
|
|||
ll.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 97 Tahun 2020 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan Bahan Baku Minuman Beralkohol (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1596); dan
|
|||
mm.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 100 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Baterai Lithium Tidak Baru Sebagai Bahan Baku Industri Baterai Lithium Untuk Mendukung Percepatan Tumbuhnya Industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1598),
|
|||
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 55 |
||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 228 (dua ratus dua puluh delapan) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
||||
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 2021 MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MUHAMMAD LUTFI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 April 2021 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA |