Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
|
|||||
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 diatur bahwa besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan;
|
||||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (7b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu;
|
||||
|
|
||||
Mengingat |
|||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
|
||||
3.
|
Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
|
||||
|
|
||||
MEMUTUSKAN: | |||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA TIDAK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU.
|
|||||
|
|||||
Pasal 1 |
|||||
1.
|
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
|
||||
2.
|
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
|
||||
3.
|
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
||||
4.
|
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
|
||||
5.
|
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
|
||||
6.
|
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
|
||||
|
|
||||
Pasal 2 |
|||||
Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
|
|||||
|
|||||
Pasal 3 |
|||||
(1)
|
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan apabila memenuhi syarat:
|
||||
|
a.
|
mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) untuk setiap 1 (satu) tahun buku; atau
|
|||
|
b.
|
Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
|
|||
(2)
|
Bagi Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah tahun kalender.
|
||||
|
|
||||
Pasal 4 |
|||||
(1)
|
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan wajib beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran mulai Masa Pajak berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
|
||||
(2)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melakukan penghitungan pajak terutang menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||
(3)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan mulai Masa Pajak saat digunakannya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||
|
|
||||
Pasal 5 |
|||||
Pengusaha Kena Pajak yang telah menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat kembali menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan apabila memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a.
|
|||||
|
|||||
Pasal 6 |
|||||
(1)
|
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang bermaksud menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan paling lama:
|
||||
|
a.
|
pada saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak pertama dalam tahun buku dimulainya penggunaan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a;
|
|||
|
b.
|
pada saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak saat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bagi Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b.
|
|||
(2)
|
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan harus melaksanakan secara taat asas dalam 1 (satu) tahun buku, sepanjang peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
|
||||
|
|
||||
Pasal 7 |
|||||
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yaitu sebesar:
|
|||||
a.
|
60% (enam puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
|
||||
b.
|
70% (tujuh puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak.
|
||||
|
|
||||
Pasal 8 |
|||||
(1)
|
Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
|
||||
(2)
|
Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah peredaran usaha.
|
||||
|
|
||||
Pasal 9 |
|||||
Pajak Pertambahan Nilai yang wajib disetor pada setiap Masa Pajak dihitung dengan cara Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dikurangi dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, sehingga:
|
|||||
a.
|
bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah sama dengan 4% (empat persen) dari Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);
|
||||
b.
|
bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah sama dengan 3% (tiga persen) dari Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
|
||||
|
|
||||
Pasal 10 |
|||||
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.
|
|||||
|
|||||
Pasal 11 |
|||||
Dalam hal terjadi retur, Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikembalikan atau diretur oleh pembeli, mengurangi Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
|
|||||
|
|||||
Pasal 12 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan memilih beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Pengusaha Kena Pajak hanya diperbolehkan mulai menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak pertama tahun buku berikutnya.
|
||||
(2)
|
Pengusaha Kena Pajak yang memilih beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan paling lama pada batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak pertama dalam tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran.
|
||||
(3)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mulai menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan mulai Masa Pajak pertama tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran.
|
||||
|
|
||||
Pasal 13 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak tertentu dalam periode tahun buku yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, dan mengakibatkan peredaran usaha tahun buku yang bersangkutan menjadi lebih besar dari Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran.
|
||||
(2)
|
Kewajiban menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku mulai Masa Pajak setelah Masa Pajak yang peredaran usahanya menjadi lebih besar dari Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).
|
||||
(3)
|
Penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak setelah Masa Pajak yang peredaran usahanya menjadi lebih besar dari Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||||
|
|
||||
Pasal 14 |
|||||
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu yang pengkreditan Pajak Masukannya menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak diperkenankan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
|||||
|
|||||
Pasal 15 |
|||||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, bagi Pengusaha Kena Pajak yang telah menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2008 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Memilih Dikenakan Pajak dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, yang belum berakhir tahun buku, harus menggunakan pedoman penghitungan pengembalian Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
|
|||||
|
|||||
Pasal 16 |
|||||
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2008 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Memilih Dikenakan Pajak Dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||
|
|||||
Pasal 17 |
|||||
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.
|
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2010 MENTERI KEUANGAN, SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 157
|