Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai Toko Bebas Bea telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea;
|
||||
b.
|
bahwa dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai Toko Bebas sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Toko Bebas Bea;
|
||||
Mengingat |
|||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4999);
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
|
||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
|
||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||||
5.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
||||
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998);
|
||||
|
|
||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TOKO BEBAS BEA.
|
|||||
|
|||||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
|
||||
2.
|
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
|
||||
3.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
||||
4.
|
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
5.
|
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
|
||||
6.
|
Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
|
||||
7.
|
Penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus Pengusaha Toko Bebas Bea yang selanjutnya disebut dengan Pengusaha TBB adalah badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
|
||||
8.
|
Ruang Penimbunan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh Pengusaha TBB untuk menimbun atau menyimpan barang asal impor dan/atau barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean dan tempat dilakukannya pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
9.
|
Ruang Penjualan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh Pengusaha TBB untuk:
|
||||
|
a.
|
Menjual; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Menyerahkan,
|
|||
|
barang asal impor dan/atau barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
||||
10.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||||
11.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
12.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
|
||||
13.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai Undang-Undang Kepabeanan.
|
||||
14.
|
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
|
||||
|
|
||||
Pasal 2 |
|||||
(1)
|
Toko Bebas Bea merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
(2)
|
Dalam rangka pengawasan terhadap Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean.
|
||||
(3)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
|
||||
(4)
|
Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
|
||||
|
|
||||
Pasal 3 |
|||||
Toko Bebas Bea dapat berlokasi di:
|
|||||
a.
|
Terminal keberangkatan bandar udara internasional di Kawasan Pabean;
|
||||
b.
|
Terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean;
|
||||
c.
|
Tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean;
|
||||
d.
|
Tempat transit pada terminal keberangkatan di pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean; atau
|
||||
e.
|
dalam kota.
|
||||
|
|
||||
Pasal 4 |
|||||
(1)
|
Toko Bebas Bea harus mempunyai:
|
||||
|
a.
|
Ruang penimbunan; dan
|
|||
|
b.
|
Ruang penjualan.
|
|||
(2)
|
Untuk Toko Bebas Bea yang berlokasi di bandar udara internasional dan pelabuhan utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a sampai dengan huruf d, Ruang Penimbunan dapat berada tidak satu lokasi dengan Ruang Penjualan.
|
||||
(3)
|
Untuk Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, Ruang Penimbunan dan Ruang Penjualan harus berada dalam satu lokasi Toko Bebas Bea.
|
||||
(4)
|
Ruang Penimbunan yang berada tidak satu lokasi dengan Ruang Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berada di kawasan bandar udara atau pelabuhan utama lokasi Ruang Penjualan yang bersangkutan.
|
||||
(5)
|
Perpindahan barang dari Ruang Penimbunan ke Ruang Penjualan yang lokasinya terpisah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan menggunakan formulir mengenai perpindahan barang.
|
||||
(6)
|
Atas barang yang telah dibeli di Toko Bebas Bea harus diserahkan di Ruang Penjualan.
|
||||
|
|
||||
BAB II
PENDIRIAN TOKO BEBAS BEA Pasal 5 |
|||||
(1)
|
Di dalam Toko Bebas Bea dilakukan penyelenggaraan Toko Bebas Bea dan pengusahaan Toko Bebas Bea.
|
||||
(2)
|
Penyelenggaraan Toko Bebas Bea dan pengusahaan Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha TBB.
|
||||
|
|
||||
Pasal 6 |
|||||
(1)
|
Penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin sebagai Pengusaha TBB untuk jangka waktu tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
||||
(2)
|
Penetapan dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
||||
|
|
||||
Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), pihak yang akan menjadi Pengusaha TBB harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean setempat.
|
||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
||||
|
a.
|
Bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan Toko Bebas Bea;
|
|||
|
b.
|
Surat izin tempat usaha, dokumen lingkungan hidup, surat izin usaha perdagangan, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan
|
|||
|
c.
|
Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
|||
(3)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dengan disertai:
|
||||
|
a.
|
Berita acara pemeriksaan lokasi; dan
|
|||
|
b.
|
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(4)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap.
|
||||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha TBB.
|
||||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 8 |
|||||
Perusahaan dan/atau orang yang bertanggung jawab terhadap perusahaan yang pernah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan/atau telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, tidak dapat diberikan persetujuan sebagai Pengusaha TBB selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
|
|||||
|
|||||
Pasal 9 |
|||||
(1)
|
Untuk dapat diberikan perpanjangan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB, Pengusaha TBB harus mengajukan permohonan perpanjangan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB sebelum jangka waktu penetapan dan/atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) berakhir.
|
||||
(2)
|
Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi, dilampiri dengan:
|
||||
|
a.
|
Keputusan penetapan sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB;
|
|||
|
b.
|
Bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan tata letak/denah Toko Bebas Bea;
|
|||
|
c.
|
Surat Izin Tempat Usaha, dokumen lingkungan hidup, Surat Izin Usaha Perdagangan, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait; dan
|
|||
|
d.
|
Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
|
|||
(3)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian, memberikan rekomendasi, dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
|
||||
(4)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak penerusan permohonan dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.
|
||||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan perpanjangan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB.
|
||||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
||||
(7)
|
Dalam hal penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan izin Pengusaha TBB berakhir dan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mendapatkan persetujuan:
|
||||
|
a.
|
Terhadap barang impor yang dimasukkan ke Toko Bebas Bea dipungut bea masuk dan/atau cukai dan dipungut PDRI; atau
|
|||
|
b.
|
Terhadap barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean yang dimasukkan ke Toko Bebas Bea dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
|||
|
|
|
|||
BAB III
PERLAKUAN KEPABEANAN DAN PERPAJAKAN Pasal 10 |
|||||
(1)
|
Pemasukan barang impor ke Toko Bebas Bea yang berasal dari:
|
||||
|
a.
|
Luar Daerah Pabean;
|
|||
|
b.
|
Gudang berikat; dan/atau
|
|||
|
c.
|
Toko Bebas Bea lainnya,
|
|||
|
diberikan penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI.
|
||||
(2)
|
Pemasukan barang ke Toko Bebas Bea yang berasal dari:
|
||||
|
a.
|
Tempat lain dalam Daerah Pabean; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Toko Bebas Bea lainnya yang barangnya berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean,
|
|||
|
diberikan pembebasan cukai dan/atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||||
(3)
|
Pemasukan barang impor ke Toko Bebas Bea yang berasal dari kawasan bebas diberikan penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI.
|
||||
(4)
|
Pemasukan barang ke Toko Bebas Bea yang berasal dari kawasan bebas yang barangnya berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean diberikan pembebasan cukai dan/atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||||
(5)
|
Terhadap pemasukan barang dari gudang berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengusaha gudang berikat wajib membuat faktur pajak yang dibubuhi cap Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut.
|
||||
(6)
|
Ketentuan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dipenuhi oleh setiap Pengusaha TBB.
|
||||
(7)
|
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus diterapkan oleh Pengusaha TBB dengan menggunakan faktur pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||
(8)
|
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) tidak dipenuhi oleh Pengusaha TBB, atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak dipungut, tidak dapat dikreditkan.
|
||||
(9)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Toko Bebas Bea yang bersangkutan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 11 |
|||||
(1)
|
Orang tertentu yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di bandar udara internasional dan pelabuhan utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dengan tidak dipungut bea masuk dan cukai serta PDRI adalah:
|
||||
|
a.
|
Orang yang bepergian ke luar negeri; atau
|
|||
|
b.
|
Penumpang yang sedang transit di Kawasan Pabean dengan tujuan ke luar negeri.
|
|||
(2)
|
Atas pembelian barang di Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menunjukkan paspor dan tanda bukti penumpang (boarding pass).
|
||||
|
|
||||
Pasal 12 |
|||||
(1)
|
Orang tertentu yang berhak membeli barang di Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e dengan mendapatkan pembebasan bea masuk dan cukai serta tidak dipungut PDRI adalah:
|
||||
|
a.
|
Anggota korps diplomatik yang bertugas di Indonesia beserta keluarganya yang berdomisili di Indonesia berikut lembaga diplomatik;
|
|||
|
b.
|
Pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik beserta keluarganya; dan
|
|||
|
c.
|
Turis asing yang akan keluar dari Daerah Pabean.
|
|||
(2)
|
Anggota korps diplomatik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus berkewarganegaraan asing dan direkomendasikan oleh instansi teknis terkait.
|
||||
(3)
|
Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b adalah suami atau istri yang sah sesuai ketentuan perundang-undangan.
|
||||
(4)
|
Dalam hal barang yang dibeli di Toko Bebas Bea oleh orang tertentu yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan barang kena cukai, pembelian dibatasi dalam jumlah yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait berdasarkan asas timbal balik dengan mendapatkan pembebasan cukai.
|
||||
(5)
|
Dalam hal barang yang dibeli di Toko Bebas Bea oleh orang tertentu yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan barang kena cukai, diberikan berdasarkan rekomendasi oleh instansi teknis terkait dalam jumlah paling banyak:
|
||||
|
a.
|
10 (sepuluh) liter minuman mengandung etil alkohol per orang dewasa per bulan; dan/atau
|
|||
|
b.
|
300 (tiga ratus) batang sigaret atau 100 (seratus) batang cerutu atau 500 (lima ratus) gram tembakau iris/hasil tembakau lainnya per orang dewasa per bulan atau dalam hal lebih dari satu jenis hasil tembakau, setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau tersebut,
|
|||
|
dengan mendapatkan pembebasan cukai.
|
||||
(6)
|
Pembelian barang oleh turis asing yang akan ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, penyerahan barang yang dibeli harus dilakukan di Toko Bebas Bea yang berlokasi di:
|
||||
|
a.
|
Terminal keberangkatan internasional bandar udara internasional di Kawasan Pabean; atau
|
|||
|
b.
|
Terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean,
|
|||
|
yang memiliki nama perusahaan yang sama dengan Toko Bebas Bea yang berlokasi di dalam kota tempat pembelian barang.
|
||||
|
|
||||
Pasal 13 |
|||||
(1)
|
Anggota korps diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b yang akan membeli barang di Toko Bebas Bea, harus memiliki kartu kendali.
|
||||
(2)
|
Untuk mendapatkan kartu kendali, anggota korps diplomatik atau pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
|
||||
|
a.
|
Fotokopi paspor;
|
|||
|
b.
|
Pas foto orang yang bersangkutan; dan
|
|||
|
c.
|
Rekomendasi dari instansi teknis terkait yang paling sedikit memuat:
|
|||
|
|
1.
|
Nama, kebangsaan, dan jabatan orang yang bersangkutan;
|
||
|
|
2.
|
Nama dan kebangsaan dari suami atau istri dari orang yang bersangkutan;
|
||
|
|
3.
|
Nama instansi atau lembaga tempat kerja orang yang bersangkutan;
|
||
|
|
4.
|
Masa tugas; dan
|
||
|
|
5.
|
Batasan jumlah barang yang dapat dibeli di Toko Bebas Bea.
|
||
(3)
|
Dalam hal suami atau istri dari orang yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dimohonkan untuk berhak membeli di Toko Bebas Bea, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilampiri dengan fotokopi identitas serta pas foto suami atau istri orang yang bersangkutan.
|
||||
(4)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.
|
||||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Direktur Jenderal menerbitkan kartu kendali.
|
||||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
||||
(7)
|
Kartu kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
|
||||
|
|
||||
Pasal 14 |
|||||
(1)
|
Untuk dapat diberikan perpanjangan kartu kendali, anggota korps diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, harus mengajukan permohonan perpanjangan kartu kendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), sebelum atau sesudah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (7) berakhir.
|
||||
(2)
|
Dalam hal kartu kendali telah berakhir jangka waktu berlakunya, pembelian barang di Toko Bebas Bea tidak dapat dilayani.
|
||||
(3)
|
Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal, dilampiri dengan:
|
||||
|
a.
|
Kartu kendali yang lama;
|
|||
|
b.
|
Fotokopi paspor;
|
|||
|
c.
|
Pas foto orang yang bersangkutan; dan
|
|||
|
d.
|
Fotokopi identitas serta pas foto suami atau istri orang yang bersangkutan, dalam hal suami atau istri dari orang yang bersangkutan akan dimohonkan untuk berhak membeli di Toko Bebas Bea.
|
|||
(4)
|
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.
|
||||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Direktur Jenderal menerbitkan kartu kendali yang baru.
|
||||
(6)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 15 |
|||||
(1)
|
Anggota korps diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b dapat mengajukan perubahan kartu kendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
|
||||
(2)
|
Untuk mendapatkan perubahan kartu kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota korps diplomatik atau pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik, mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan rekomendasi dari instansi teknis terkait serta dokumen yang mendukung perubahan data dalam kartu kendali.
|
||||
|
|
||||
BAB IV
KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB, DAN LARANGAN Pasal 16 |
|||||
Pengusaha TBB berkewajiban:
|
|||||
a.
|
Memasang tanda nama perusahaan pada tempat yang dapat dilihat dengan jelas oleh umum;
|
||||
b.
|
Menyediakan ruang kerja, sarana kerja, dan fasilitas yang layak bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan;
|
||||
c.
|
Membuat rekapitulasi bulanan atas pemasukan, pengeluaran, dan persediaan barang di Toko Bebas Bea dan disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya;
|
||||
d.
|
Memisahkan dengan memberikan tanda yang jelas dan/atau batas tertentu atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean dan barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean yang ditimbun di Ruang Penimbunan;
|
||||
e.
|
Mendayagunakan teknologi informasi pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses bagi kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
||||
f.
|
Memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun adalah barang kena cukai;
|
||||
g.
|
Menyediakan:
|
||||
|
1.
|
Komputer; dan
|
|||
|
2.
|
Sistem informasi yang terhubung dengan sistem komputer pelayanan,
|
|||
|
dalam rangka pelayanan kepabeanan;
|
||||
h.
|
Mengajukan permohonan perubahan keputusan izin Pengusaha TBB kepada Direktur Jenderal dalam hal terdapat perubahan nama, alamat kantor perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, jenis barang yang ditimbun/dijual, luas Toko Bebas Bea, nama pemilik/penanggung jawab, dan alamat pemilik/penanggung jawab perusahaan;
|
||||
i.
|
Melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan, dengan mendapatkan pengawasan dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
|
||||
j.
|
Mengajukan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sebelum izin berakhir dalam hal Pengusaha TBB bermaksud memperpanjang izinnya;
|
||||
k.
|
Menyelenggarakan pembukuan mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Toko Bebas Bea serta pemindahan barang dalam Toko Bebas Bea berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
|
||||
l.
|
Menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun; dan
|
||||
m.
|
Menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Toko Bebas Bea jika dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
|
|
||||
Pasal 17 |
|||||
(1)
|
Pengusaha TBB wajib meneliti dan mendata orang yang membeli barang di Toko Bebas Bea yang diusahakannya.
|
||||
(2)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memastikan bahwa orang yang membeli barang di Toko Bebas Bea adalah orang tertentu yang berhak.
|
||||
(3)
|
Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
|
||||
|
a.
|
Mencatat orang yang membeli barang di Toko Bebas Bea; dan
|
|||
|
b.
|
Melakukan pemotongan kuota pada kartu kendali dalam hal pembelian dilakukan oleh orang tertentu yang berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan Pasal 12 ayat (1) huruf b dalam hal barang yang dibeli barang kena cukai.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 18 |
|||||
(1)
|
Pengusaha TBB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya berada di Toko Bebas Bea.
|
||||
(2)
|
Pengusaha TBB dibebaskan dari tanggung jawab atas bea masuk, cukai, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 yang terutang, dalam hal barang:
|
||||
|
a.
|
Telah dijual kepada orang tertentu yang berhak;
|
|||
|
b.
|
Musnah tanpa sengaja;
|
|||
|
c.
|
Telah diekspor kembali;
|
|||
|
d.
|
Telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Pabean (TPP);
|
|||
|
e.
|
Telah dipindahkan ke gudang berikat, dalam hal barang retur/reject;
|
|||
|
f.
|
Telah dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dalam hal barang retur/reject;
|
|||
|
g.
|
Telah dipindahkan ke Toko Bebas Bea lainnya; dan/atau
|
|||
|
h.
|
Dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||
|
|
|
|||
Pasal 19 |
|||||
(1)
|
Barang kena cukai yang dijual di Toko Bebas Bea wajib dilekati tanda pengawasan cukai.
|
||||
(2)
|
Tanda pengawasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencantumkan:
|
||||
|
a.
|
Tulisan "Republik Indonesia";
|
|||
|
b.
|
Tulisan Indonesia Duty and Excise Not Paid"; dan
|
|||
|
c.
|
Nama Pengusaha TBB yang bersangkutan.
|
|||
(3)
|
Pelekatan tanda pengawasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila dalam kemasan telah tercetak informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||||
(4)
|
Pelekatan tanda pengawasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
||||
|
a.
|
Di luar Daerah Pabean, tempat penimbunan sementara, gudang berikat, atau Ruang Penimbunan, dalam hal barang kena cukai berasal dari luar Daerah Pabean.
|
|||
|
b.
|
Di pabrik barang kena cukai atau Ruang Penimbunan, dalam hal barang kena cukai berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
|||
(5)
|
Tanda pengawasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pengusaha TBB yang bersangkutan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 20 |
|||||
Pengusaha TBB dilarang memasukkan barang larangan impor ke Toko Bebas Bea.
|
|||||
|
|||||
BAB V
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG Pasal 21 |
|||||
Pemasukan barang ke Toko Bebas Bea dapat dilakukan dari:
|
|||||
a.
|
Luar Daerah Pabean;
|
||||
b.
|
Gudang berikat;
|
||||
c.
|
Toko Bebas Bea lainnya;
|
||||
d.
|
Kawasan bebas; dan/atau
|
||||
e.
|
Tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
||||
|
|
||||
Pasal 22 |
|||||
(1)
|
Pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea dapat dilakukan dengan tujuan:
|
||||
|
a.
|
Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12;
|
|||
|
b.
|
Ke gudang berikat, dalam hal barang retur/reject;
|
|||
|
c.
|
Ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dalam hal barang retur/reject;
|
|||
|
d.
|
Toko Bebas Bea lainnya;
|
|||
|
e.
|
Diekspor kembali; dan/atau
|
|||
|
f.
|
Dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
|
|||
(2)
|
Terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berlaku ketentuan tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.
|
||||
(3)
|
Barang yang dapat dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f hanya dapat dilakukan terhadap barang yang rusak, busuk, dan/atau kadaluwarsa.
|
||||
(4)
|
Atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuatkan berita acara pemusnahan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 23 |
|||||
Tata cara pemasukan dan pengeluaran barang kena cukai ke dan dari Toko Bebas Bea berlaku peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
|||||
|
|||||
Pasal 24 |
|||||
(1)
|
Pemasukan barang impor ke Toko Bebas Bea belum diberlakukan ketentuan pembatasan di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(2)
|
Atas penjualan barang dari Toko Bebas Bea kepada orang tertentu yang berhak membeli tidak berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali instansi teknis menyampaikan secara khusus kepada Menteri untuk memberlakukan ketentuan pembatasan.
|
||||
|
|
||||
BAB VI
PEMBERITAHUAN PABEAN Pasal 25 |
|||||
(1)
|
Pemberitahuan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Toko Bebas Bea dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean dalam bentuk dan syarat yang diatur dalam ketentuan mengenai pemberitahuan pabean.
|
||||
(2)
|
Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh Pengusaha TBB.
|
||||
(3)
|
Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan melalui Pertukaran Data Elektronik, kecuali di Kantor Pabean yang belum menerapkan Pertukaran Data Elektronik.
|
||||
(4)
|
Ketentuan pemberitahuan pabean atas pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap pengeluaran barang sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dan huruf f.
|
||||
|
|
||||
BAB VII
SANKSI ADMINISTRASI, PEMBEKUAN, DAN PENCABUTAN Pasal 26 |
|||||
(1)
|
Pengusaha TBB yang mengeluarkan barang dari Toko Bebas Bea sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai tanpa bermaksud mengelakkan kewajiban pabean, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
|
||||
(2)
|
Pengusaha TBB yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di Toko Bebas Bea yang bersangkutan, wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
|
||||
(3)
|
Selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pengusaha TBB dapat dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 27 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Pengusaha TBB tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan/atau Pasal 19 atau melakukan kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Kepala Kantor Pabean melakukan pembekuan terhadap izin Toko Bebas Bea yang bersangkutan.
|
||||
(2)
|
Selama masa pembekuan, Pengusaha TBB dilarang untuk memasukkan barang ke Toko Bebas Bea.
|
||||
(3)
|
Kepala Kantor Pabean memberitahukan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
|
||||
|
|
||||
Pasal 28 |
|||||
(1)
|
Izin sebagai Pengusaha TBB dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean atas nama Direktur Jenderal dalam hal Pengusaha TBB:
|
||||
|
a.
|
Melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, antara lain berupa:
|
|||
|
|
1)
|
Memasukkan barang impor yang tidak berhubungan dengan izin Toko Bebas Bea yang telah diberikan;
|
||
|
|
2)
|
Pengusaha TBB menjual barang kepada orang yang tidak berhak membeli di Toko Bebas Bea; atau
|
||
|
|
3)
|
Pengusaha TBB menjual barang kepada orang tertentu yang berhak membeli di Toko Bebas Bea melebihi kuota yang diberikan.
|
||
|
b.
|
menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Toko Bebas Bea, yang dapat dibuktikan dengan:
|
|||
|
|
1)
|
Tidak diselenggarakannya pembukuan dalam kegiatan Toko Bebas Bea;
|
||
|
|
2)
|
Tidak dilakukan kegiatan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut; atau
|
||
|
|
3)
|
Tidak dilunasi utang bea masuk, cukai, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam jangka waktu yang ditentukan.
|
||
(2)
|
Selama masa pembekuan, Pengusaha TBB dilarang untuk memasukkan barang ke Toko Bebas Bea.
|
||||
(3)
|
Kepala Kantor Pabean memberitahukan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
|
||||
|
|
||||
Pasal 29 |
|||||
Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 dapat diberlakukan kembali dalam hal Pengusaha TBB:
|
|||||
a.
|
Telah melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19;
|
||||
b.
|
Tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a; atau
|
||||
c.
|
Telah mampu kembali menyelenggarakan dan/atau mengusahakan Toko Bebas Bea.
|
||||
|
|
||||
Pasal 30 |
|||||
Pembekuan terhadap izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dapat diubah statusnya menjadi pencabutan dalam hal Pengusaha TBB:
|
|||||
a.
|
Terbukti telah melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan; dan/atau
|
||||
b.
|
Tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Toko Bebas Bea tersebut berdasarkan hasil audit Pejabat Bea dan Cukai.
|
||||
|
|
||||
Pasal 31 |
|||||
(1)
|
Penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha TBB dicabut dalam hal Pengusaha TBB:
|
||||
|
a.
|
Tidak melakukan kegiatan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut sejak penyerahan pemberitahuan pabean terakhir;
|
|||
|
b.
|
Menggunakan izin usaha perdagangan yang sudah tidak berlaku;
|
|||
|
c.
|
Dinyatakan pailit;
|
|||
|
d.
|
Bertindak tidak jujur dalam usahanya antara lain berupa menyalahgunakan fasilitas Toko Bebas Bea dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai; atau
|
|||
|
e.
|
Mengajukan permohonan pencabutan.
|
|||
(2)
|
Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
|
||||
|
|
||||
Pasal 32 |
|||||
(1)
|
Terhadap izin Toko Bebas Bea yang telah dilakukan pencabutan, tidak dilakukan perpanjangan izin sampai dengan jangka waktu izin berakhir, atau permohonan perpanjangan izin ditolak, Pengusaha TBB dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan atau berakhirnya izin harus melunasi bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang terutang, baik utang yang berasal dari hasil temuan audit maupun utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
|
||||
(2)
|
Barang asal luar Daerah Pabean yang masih tersisa pada Toko Bebas Bea yang telah dicabut izinnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, tidak dilakukan perpanjangan izin sampai dengan jangka waktu izin berakhir, atau permohonan perpanjangan izin ditolak, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutannya harus:
|
||||
|
a.
|
Diekspor kembali;
|
|||
|
b.
|
Dipindahtangankan ke Toko Bebas Bea lain; dan/atau
|
|||
|
c.
|
Dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan membayar bea masuk, cukai, dan/atau PDRI sepanjang telah memenuhi tatalaksana kepabeanan dan cukai di bidang impor.
|
|||
(3)
|
Barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean yang masih tersisa pada Toko Bebas Bea yang telah dicabut izinnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, tidak dilakukan perpanjangan izin sampai dengan jangka waktu izin berakhir, atau permohonan perpanjangan izin ditolak, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutannya harus:
|
||||
|
a.
|
Diekspor;
|
|||
|
b.
|
Dipindahtangankan ke Toko Bebas Bea lain; dan/atau
|
|||
|
c.
|
Dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan membayar Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang pada saat pemasukannya tidak dipungut.
|
|||
(4)
|
Atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf c, pengusaha wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan membuat faktur pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||
(5)
|
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terlampaui, atas barang yang berada di Toko Bebas Bea dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
|
||||
|
|
||||
BAB VIII
PENGAWASAN Pasal 33 |
|||||
(1)
|
Kepala Kantor Pabean melakukan pengawasan terhadap kegiatan Pengusaha TBB yang berada dalam pengawasannya.
|
||||
(2)
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
|
||||
(3)
|
Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan, Kepala Kantor Pabean melakukan analisa atas rekapitulasi yang disampaikan oleh Pengusaha TBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c dan melaporkan hasil analisa kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai/Kantor Pelayanan Utama secara periodik.
|
||||
|
|
||||
Pasal 34 |
|||||
(1)
|
Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan/atau cukai pada Toko Bebas Bea, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan penelitian secara mendalam.
|
||||
(2)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud segera ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai, bukti permulaan tersebut segera ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(4)
|
Dalam hal orang yang bertanggungjawab atas Toko Bebas Bea terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan kepada instansi teknis terkait untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
|
||||
Pasal 35 |
|||||
Sebelum melakukan pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, terhadap Pengusaha TBB dapat dilakukan audit kepabeanan, audit cukai dan/atau audit perpajakan, atau pemeriksaan sederhana oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.
|
|||||
|
|||||
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 36 |
|||||
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
|
|||||
1.
|
Barang yang telah ditimbun di Toko Bebas Bea sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan telah dilekati label tanda pengawasan cukai berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea, dikecualikan dari ketentuan mengenai kewajiban pelekatan tanda pengawasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
|
||||
2.
|
Label tanda pengawasan cukai yang dicetak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea dan masih tersisa di dalam Toko Bebas Bea tidak dapat dipergunakan sebagai tanda pengawasan cukai berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||||
3.
|
Pejabat/tenaga ahli yang bekerja pada badan internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik beserta keluarganya yang telah mendapatkan kartu pembelian di Toko Bebas Bea untuk pejabat atau tenaga ahli bangsa asing berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea, masih dapat melakukan pembelian di Toko Bebas Bea dengan menggunakan kartu pembelian tersebut sampai dengan jangka waktu kartu pembelian dimaksud berakhir dan sepanjang kuotanya belum habis.
|
||||
4.
|
Pengusaha yang telah mendapat izin Toko Bebas Bea sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea, wajib mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses bagi kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e, dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
||||
5.
|
Izin Toko Bebas Bea yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea, masih berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu izin Toko Bebas Bea tersebut dan perpanjangannya diberikan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
||||
BAB X
PENUTUP Pasal 37 |
|||||
1.
|
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||
2.
|
Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang Toko Bebas Bea dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini atau belum diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
|
||||
Pasal 38 |
|||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
|||||
a.
|
Tata cara pengajuan permohonan dan penerbitan izin Toko Bebas Bea;
|
||||
b.
|
Tata cara pengajuan permohonan perpanjangan izin Toko Bebas Bea;
|
||||
c.
|
Penerapan manajemen risiko dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif;
|
||||
d.
|
Tata cara pengawasan dan pelayanan atas pemasukan barang ke Toko Bebas Bea, pengeluaran barang dari Toko Bebas Bea, pengeluaran barang dari Ruang Penimbunan ke Ruang Penjualan yang lokasinya terpisah, dan pemusnahan barang di Toko Bebas Bea;
|
||||
e.
|
Tata cara penjualan barang dari Toko Bebas Bea kepada orang tertentu yang berhak;
|
||||
f.
|
Bentuk, format, tata cara pengisian, serta tata cara pengajuan penerbitan kartu kendali;
|
||||
g.
|
Batasan musnah tanpa sengaja;
|
||||
h.
|
Tata cara penetapan tanggung jawab Pengusaha TBB;
|
||||
i.
|
Tata cara pembekuan dan pencabutan izin Toko Bebas Bea;
|
||||
j.
|
Tata cara pemeriksaan sederhana;
|
||||
k.
|
tata cara penelitian dan pendataan orang yang membeli di Toko Bebas Bea; dan
|
||||
l.
|
Desain dan tata cara pelekatan tanda pengawasan cukai,
|
||||
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
|
|||||
|
|||||
Pasal 39 |
|||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||||
|
|||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|||||
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Februari 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Februari 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 335
|