Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||
|
|
|
Menimbang |
||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
|
|
b.
|
bahwa untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung pada industri pionir untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perlu mengatur kembali ketentuan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
|
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
|
|
|
|
|
Mengingat |
||
1.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara. Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4993);
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
|
|
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan |
||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN.
|
||
|
|
|
Pasal 1 |
||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||
1.
|
Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
|
|
2.
|
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, atau pendaftaran penanaman modal Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.
|
|
3.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utama dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||
(1)
|
Wajib Pajak badan yang melakukan penanaman modal baru pada Industri Pionir dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama yang dilakukan.
|
|
(2)
|
Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang.
|
|
(3)
|
Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
selama 5 (lima) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
|
|
b.
|
selama 7 (tujuh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
|
|
c.
|
selama 10 (sepuluh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah);
|
|
d.
|
selama 15 (lima belas) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit sebesar Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah);
|
|
e.
|
selama 20 (dua puluh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit sebesar Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah).
|
(4)
|
Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir, Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya.
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||
(1)
|
Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria:
|
|
|
a.
|
merupakan Industri Pionir;
|
|
b.
|
merupakan penanaman modal baru;
|
|
c.
|
mempunyai nilai rencana penanaman modal baru minimal sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah);
|
|
d.
|
memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan;
|
|
e.
|
belum diterbitkan keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan badan oleh Menteri Keuangan; dan
|
|
f.
|
berstatus sebagai badan hukum Indonesia.
|
(2)
|
Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:
|
|
|
a.
|
industri logam dasar hulu (besi baja dan bukan besi baja) dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi;
|
|
b.
|
industri pemurnian dan/atau pengilangan minyak dan gas bumi dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi;
|
|
c.
|
industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam, atau batubara dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi;
|
|
d.
|
industri kimia dasar anorganik dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi;
|
|
e.
|
industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi;
|
|
f.
|
industri bahan baku farmasi dengan atau tanpa turunannya, yang terintegrasi;
|
|
g.
|
industri pembuatan semi konduktor dan komponen utama komputer lainnya seperti semikonduktor wafer, backlight untuk Liquid Crystal Display (LCD), electrical driver, atau Liquid Crystal Display (LCD) yang terintegrasi dengan industri pembuatan komputer;
|
|
h.
|
industri pembuatan komponen utama peralatan komunikasi seperti semikonduktor wafer, backlight untuk Liquid Crystal Display (LCD), electrical driver, atau Liquid Crystal Display (LCD) yang terintegrasi dengan industri pembuatan telepon seluler (smartphone);
|
|
i.
|
industri pembuatan komponen utama alat kesehatan yang terintegrasi dengan industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi;
|
|
J.
|
industri pembuatan komponen utama mesin industri seperti motor listrik atau motor pembakaran dalam yang terintegrasi dengan industri pembuatan mesin;
|
|
k
|
industri pembuatan komponen utama mesin seperti piston, cylinder head, atau cylinder block yang terintegrasi dengan industri pembuatan kendaraan bermotor roda empat atau lebih;
|
|
l
|
industri pembuatan komponen robotik yang terintegrasi dengan industri pembuatan mesin manufaktur;
|
|
m.
|
industri pembuatan komponen utama kapal yang terintegrasi dengan industri pembuatan kapal;
|
|
n.
|
industri pembuatan komponen utama pesawat terbang seperti engine, propeller, rotor, atau komponen struktur yang terintegrasi dengan industri pembuatan pesawat terbang;
|
|
o.
|
industri pembuatan komponen utama kereta api seperti engine atau transmisi yang terintegrasi dengan industri pembuatan kereta api;
|
|
p.
|
industri ·mesin pembangkit tenaga listrik, termasuk industri mesin pembangkit listrik tenaga sampah; atau
|
|
q.
|
infrastruktur ekonomi.
|
(3)
|
Rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing masing cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
|
|
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus menunjukkan bahwa seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian, telah memenuhi kewajiban perpajakan.
|
|
(5)
|
Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, persyaratan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku untuk pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
|
|
(6)
|
Pemenuhan kewajiban perpajakan pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) dibuktikan melalui surat keterangan fiskal.
|
|
(7)
|
Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||
(1)
|
Wajib Pajak menyampaikan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial atas penanaman modal baru:
|
|
|
a.
|
bersamaan dengan permohonan pendaftaran penanaman modal; atau
|
|
b.
|
paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan pendaftaran penanaman modal.
|
(2)
|
Penentuan kesesuaian pemenuhan kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.
|
|
(3)
|
Dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal menyampaikan usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Menteri Keuangan dengan dilampiri:
|
|
a.
|
fotokopi surat permohonan Wajib Pajak;
|
|
b.
|
fotokopi pendaftaran penanaman modal dan rincian modal tetap dalam rencana nilai penanaman modal baru; dan
|
|
c.
|
surat keterangan fiskal para pemegang saham.
|
|
(4)
|
Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mengembalikan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan kepada Wajib Pajak.
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk cakupan industri yang belum tercantum dalam cakupan Industri pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f, dan persyaratan dalam Pasal 3 ayat (6), serta Wajib Pajak dimaksud menyatakan bahwa industrinya merupakan Industri Pionir, terhadap permohonan dimaksud dilakukan pembahasan antarkementerian.
|
|
(2)
|
Pembahasan antarkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk menentukan kesesuaian bidang usaha Wajib Pajak dengan kriteria Industri Pionir, yang paling sedikit melibatkan Kementerian Keuangan dan Kementerian pembina sektor.
|
|
(3)
|
Dalam hal pembahasan antarkeoenterian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memutuskan bahwa cakupan industri Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai Industri Pionir, permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan.
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||
(1)
|
Pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan diputuskan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) atau Pasal 5 ayat (3).
|
|
(2)
|
Keputusan atas usulan pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri Keuangan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan secara lengkap dan benar.
|
|
(3)
|
Dalam hal Menteri Keuangan tidak ada, antara lain karena kekosongan jabatan, berhalangan baik sementara maupun tetap, keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.
|
|
(4)
|
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan menggunakan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||
(1)
|
Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
|
(2)
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan.
|
|
(3)
|
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima pemberitahuan tertulis dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mengenai permohonan penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial dari Wajib Pajak.
|
|
(4)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berisi mengenai:
|
|
|
a.
|
tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
|
|
b.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
|
|
c.
|
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama.
|
|
|
|
Pasal 8 |
||
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) ditemukan bahwa:
|
||
|
a.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak pada Saat Mulai Berproduksi Komersial kurang dari batas minimal rencana penanaman modal baru yang menjadi dasar pemberian jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3);
|
|
b.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak pada Saat Mulai Berproduksi Komersial lebih dari atau sama dengan Rp500. 000. 000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); dan
|
|
c.
|
terdapat kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama,
|
jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana tercantum dalam keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) disesuaikan dengan jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan yang seharusnya diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3). | ||
|
|
|
Pasal 9 |
||
(1)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dicabut, dalam hal:
|
|
|
a.
|
berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ditemukan bahwa jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak pada Saat Mulai Berproduksi Komersial kurang dari Rp500. 000. 000. 000, 00 (lima ratus miliar rupiah);
|
|
b.
|
berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), ditemukan ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
|
|
c.
|
Wajib Pajak mengimpor atau membeli barang modal bekas dalam rangka realisasi penanaman modal baru yang mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bekas dimaksud merupakan relokasi secara keseluruhan sebagai satu paket penanaman modal baru dari negara lain dan tidak diproduksi di dalam negeri, dan/atau Wajib Pajak mendapat penugasan dari Pemerintah untuk melaksanakan proyek strategis nasional;
|
|
d.
|
Wajib Pajak melakukan realisasi Kegiatan Usaha Utama yang tidak sesuai dengan rencana Kegiatan Usaha Utama selama jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
|
e.
|
Wajib Pajak memindahtangankan aset selama jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi dan tidak menyebabkan jumlah nilai realisasi penanaman modal baru kurang dari rencana penanaman modal baru; dan/atau
|
|
f.
|
Wajib Pajak melakukan relokasi penanaman modal baru ke luar negeri.
|
(2)
|
Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Direktur Jenderal Pajak.
|
|
(3)
|
Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sampai dengan huruf f ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
|
|
(4)
|
Terhadap Wajib Pajak yang dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengurangan Pajak Penghasilan badan yang telah dimanfaatkan wajib dibayarkan kembali dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, serta tidak dapat lagi diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
|
(5)
|
Terhadap Wajib Pajak yang dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a namun terdapat kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama, kepada Wajib Pajak dimaksud dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||
(1)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan wajib menyampaikan laporan setiap 1 (satu) tahun kepada Direktur Jenderal Pajak berupa:
|
|
|
a.
|
laporan realisasi penanaman modal sejak diterima Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
|
|
b.
|
laporan realisasi produksi sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir.
|
(2)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||
(1)
|
Wajib Pajak yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:
|
|
|
a.
|
harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah atas penghasilan yang mendapatkan pengurangan Pajak penghasilan badan dan Penghasilan lainnya yang tidak mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
|
|
b.
|
tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
(2)
|
Biaya bersama bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional.
|
|
(3)
|
Penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama, tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan selama periode pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan tanpa penerbitan surat keterangan bebas pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan.
|
|
(4)
|
Penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari luar Kegiatan Usaha Utama, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Menteri ini akan dipublikasikan dan dievaluasi secara berkala.
|
||
|
|
|
Pasal 13 |
||
(1)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sebelum berakhirnya jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
|
(2)
|
Wajib Pajak yang telah selesai memanfaatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.
|
|
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga berlaku bagi:
|
|
a.
|
Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan; atau
|
|
|
b.
|
Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
|
|
|
|
Pasal 14 |
||
Pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini diberikan terhadap usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (3) yang disampaikan dalam jangka waktu selama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
||
Pasal 15 |
||
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
||
a.
|
tata cara pemeriksaan lapangan dalam rangka penetapan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
|
|
b.
|
tata cara pencabutan keputusan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dan
|
|
c.
|
tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
|
|
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|
||
|
|
|
Pasal 16 |
||
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
|
||
1.
|
Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tetap dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.
|
|
2.
|
Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tetap dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.
|
|
3.
|
Usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan sejak tanggal 16 Agustus 2015 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, yang belum diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan atau disampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan, diproses berdasarkan Peraturan Menteri ini.
|
|
4.
|
Terhadap Wajib Pajak yang memiliki izin prinsip, izin investasi, atau pendaftaran penanam.an modal yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal paling lama sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dapat menyampaikan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan Peraturan Menteri ini, sepanjang:
|
|
|
a.
|
memenuhi kiteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
|
|
b.
|
permohonan diajukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
|
|
c.
|
permohonan diajukan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.
|
5.
|
Tata cara permohonan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4, dilakukan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal mengenai pedoman dan tata cara perizinan dan fasilitas penanaman modal.
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1218) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 967), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||
|
|
|
Pasal 18 |
||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||
|
|
|
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2018 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 April 2018 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 451 |