Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
|||||
a.
|
bahwa untuk meningkatkan investasi dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri yang hasil produksinya akan diekspor, pemerintah telah memberikan insentif berupa fasilitas tempat penimbunan berikat dan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor;
|
||||
b.
|
bahwa untuk meningkatkan pengawasan terhadap penerima fasilitas tempat penimbunan berikat dan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor, dan untuk memastikan fasilitas yang diberikan tepat sasaran, serta melakukan pemanfaatan dan analisis pengawasan penerima fasilitas tempat penimbunan berikat dan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor, perlu menyusun tata cara pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap penerima fasilitas tempat penimbunan berikat dan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor;
|
||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 48 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor;
|
||||
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
|||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
|
||||
4.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||||
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
|
||||
6.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||||
7.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.04/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
|
||||
8.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2022 tentang Pengembalian Bea Masuk yang telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang lain dengan Tujuan untuk Diekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1076);
|
||||
9.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.04/2022 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor (Berita Negara Republik.Indonesia Tahun 2022 Nomor 1089);
|
||||
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||||
Menetapkan |
|||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG MONITORING DAN EVALUASI TERHADAP PENERIMA FASILITAS TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DAN FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||
1.
|
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
|
||||
2.
|
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disingkat KITE adalah Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah.
|
||||
3.
|
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
|
||||
4.
|
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
|
||||
5.
|
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan hasil produksi industri kecil menengah.
|
||||
6.
|
Barang dan Bahan Fasilitas KITE adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
|
||||
|
a.
|
diimpor;
|
|||
|
b.
|
dimasukkan dari TPB, kawasan bebas dan/atau kawasan ekonomi khusus yang berasal dari luar daerah pabean; atau
|
|||
|
c.
|
dimasukkan dari Penerima KITE Pembebasan lainnya atau Penerima KITE IKM,
|
|||
|
dengan menggunakan fasilitas KITE, untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi hasil produksi yang mempunyai nilai tambah.
|
||||
7.
|
Barang Berfasilitas KITE adalah:
|
||||
|
a.
|
Barang dan Bahan Fasilitas KITE;
|
|||
|
b.
|
Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang sedang dalam proses (work in process);
|
|||
|
c.
|
Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang telah menjadi hasil produksi; dan/atau
|
|||
|
d.
|
mesin yang diimpor atau dimasukkan dengan fasilitas KITE IKM.
|
|||
8.
|
Data Monitoring dan/atau Evaluasi Fasilitas TPB dan/atau Fasilitas KITE yang selanjutnya disebut Data Monev adalah dokumen kepabeanan dan/atau cukai dan dokumen lain berupa buku, catatan, laporan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, dan/atau surat yang berkaitan dengan fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE.
|
||||
9.
|
Penerima Fasilitas TPB adalah penyelenggara dan/atau pengusaha TPB yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB.
|
||||
10.
|
Penerima Fasilitas KITE adalah badan usaha yang telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE.
|
||||
11.
|
Monitoring adalah kegiatan pemantauan, pemeriksaan, penelitian dan/atau analisis terhadap aktivitas dan catatan serta pembukuan.
|
||||
12.
|
Evaluasi adalah kegiatan penilaian kepatuhan dan/atau pengukuran efektivitas dari pemberian fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE terhadap Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.
|
||||
13.
|
Pekerjaan Lapangan adalah pekerjaan dalam rangka Monitoring dan/atau Evaluasi yang dilakukan di lokasi Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE dan/atau lokasi lain yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.
|
||||
14.
|
Monitoring Elektronik (electronic-Monitoring) yang selanjutnya disebut e-Monitoring adalah pelaksanaan pemeriksaan sewaktu-waktu yang dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam pengolahan Data Monev pada Sistem Komputer Pelayanan dan sumber lain.
|
||||
15.
|
Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
|
||||
16.
|
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
|
||||
17.
|
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
|
||||
18.
|
Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah PPN, PPnBM, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor.
|
||||
19.
|
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
||||
20.
|
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
|
||||
21.
|
Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) yang selanjutnya disebut IT Inventory adalah suatu sistem informasi berbasis teknologi informasi yang dirancang, dibangun, dan digunakan oleh Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.
|
||||
22.
|
Kantor Wilayah yang selanjutnya disebut Kanwil adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
23.
|
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat KPUBC adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
24.
|
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan kegiatan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai.
|
||||
25.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
||||
26.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
27.
|
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB II
MONITORING DAN EVALUASI TPB Pasal 2 |
|||||
(1)
|
Monitoring dan/atau Evaluasi TPB dilakukan oleh:
|
||||
|
a.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
|
|||
|
b.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai;
|
|||
|
c.
|
Kepala Kanwil;
|
|||
|
d.
|
Kepala KPUBC; dan/atau
|
|||
|
e.
|
Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
|
||||
|
a.
|
periodik; dan/atau
|
|||
|
b.
|
insidental.
|
|||
(3)
|
Monitoring secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan secara rutin sesuai tugas pokok dan fungsi.
|
||||
(4)
|
Monitoring secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB III
MONITORING TPB Bagian Kesatu Jenis Monitoring TPB Pasal 3 |
|||||
Monitoring TPB meliputi:
|
|||||
a.
|
Monitoring umum;
|
||||
b.
|
Monitoring khusus; dan
|
||||
c.
|
Monitoring mandiri.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Monitoring Umum Pasal 4 |
|||||
(1)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan kegiatan Monitoring yang dilakukan terhadap kesesuaian pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan oleh Penerima Fasilitas TPB.
|
||||
(2)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
persyaratan dan kriteria perizinan fasilitas TPB;
|
|||
|
b.
|
prosedur pemasukan dan pengeluaran barang yang mendapat fasilitas TPB secara fisik dan administratif;
|
|||
|
c.
|
prosedur pembongkaran, penimbunan, pengolahan, pencatatan, dan kegiatan Penerima Fasilitas TPB yang terkait dengan fasilitas TPB;
|
|||
|
d.
|
existence, responsibility, nature of business, and auditability (ERNA);
|
|||
|
e.
|
IT Inventory;
|
|||
|
f.
|
closed circuit television (CCTV); dan/atau
|
|||
|
g.
|
prosedur lain sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB.
|
|||
(3)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala KPUBC dan/atau Kepala Kantor Pabean.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
|||||
(1)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan secara:
|
||||
|
a.
|
periodik; atau
|
|||
|
b.
|
insidental.
|
|||
(2)
|
Pelaksanaan Monitoring umum secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap Penerima Fasilitas TPB.
|
||||
(3)
|
Pelaksanaan Monitoring umum secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
|
||||
(4)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Data Monev dan/atau informasi lain yang diperoleh dari:
|
||||
|
a.
|
SKP;
|
|||
|
b.
|
IT Inventory;
|
|||
|
c.
|
closed circuit television (CCTV); dan/atau
|
|||
|
d.
|
sumber informasi lain.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
|||||
(1)
|
Hasil pelaksanaan Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring umum TPB.
|
||||
(2)
|
Laporan Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
konfirmasi kepada Penerima Fasilitas TPB untuk dilakukan penyesuaian atau perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|||
|
b.
|
penerbitan rekomendasi pelaksanaan Monitoring khusus TPB;
|
|||
|
c.
|
penerbitan rekomendasi tidak dilayani akses SKP atas pemasukan barang dengan fasilitas TPB;
|
|||
|
d.
|
penerbitan rekomendasi pelaksanaan evaluasi dampak ekonomi secara mikro;
|
|||
|
e.
|
penerbitan rekomendasi pembekuan terhadap izin TPB; dan/atau
|
|||
|
f.
|
penerbitan rekomendasi lain.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Monitoring Khusus Paragraf 1 Umum Pasal 7 |
|||||
(1)
|
Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan kegiatan Monitoring dengan tujuan khusus tertentu yang dilakukan oleh:
|
||||
|
a.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
|
|||
|
b.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai;
|
|||
|
c.
|
Kepala Kanwil;
|
|||
|
d.
|
Kepala KPUBC; dan/atau
|
|||
|
e.
|
Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
|
a.
|
pemeriksaan sewaktu-waktu;
|
|||
|
b.
|
pemeriksaan sederhana; atau
|
|||
|
c.
|
penelitian mendalam.
|
|||
(3)
|
Sumber data pelaksanaan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||
|
a.
|
Data Monev;
|
|||
|
b.
|
informasi dari hasil Monitoring umum yang dilakukan setiap unit sesuai dengan tugas pokok dan fungsi;
|
|||
|
c.
|
informasi dari pihak eksternal terutama terkait dengan pelanggaran di bidang fasilitas kepabeanan; dan/atau
|
|||
|
d.
|
data terkait lain.
|
|||
(4)
|
Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara insidental berdasarkan:
|
||||
|
a.
|
hasil rekomendasi Monitoring umum;
|
|||
|
b.
|
rekomendasi lain dari internal dan/atau eksternal; dan/atau
|
|||
|
c.
|
informasi lain,
|
|||
|
dengan mempertimbangkan manajemen risiko.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||||
(1)
|
Hasil pelaksanaan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring khusus TPB.
|
||||
(2)
|
Laporan Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
asistensi atau pembinaan terhadap Penerima Fasilitas TPB;
|
|||
|
b.
|
penerbitan rekomendasi penagihan atas kekurangan Bea Masuk, PDRI, dan/atau pengenaan sanksi administrasi berupa denda;
|
|||
|
c.
|
penagihan atas kekurangan Bea Masuk, PDRI, dan/atau pengenaan sanksi administrasi berupa denda;
|
|||
|
d.
|
penerbitan rekomendasi pembekuan izin TPB;
|
|||
|
e.
|
penerbitan rekomendasi pencabutan izin TPB;
|
|||
|
f.
|
penerbitan rekomendasi penelitian kepada unit pengawasan;
|
|||
|
g.
|
penerbitan rekomendasi dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
|
|||
|
h.
|
penerbitan rekomendasi perubahan Data Monev pada SKP; dan/atau
|
|||
|
i.
|
penerbitan rekomendasi lain.
|
|||
(3)
|
Penerbitan rekomendasi penagihan atas kekurangan Bea Masuk, PDRI, dan/atau pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
|
||||
|
a.
|
penerbitan rekomendasi kepada Pejabat Bea dan Cukai di KPUBC atau Kantor Pabean untuk menerbitkan surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean, dalam hal terdapat temuan tarif dan/atau nilai pabean dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean; dan/atau
|
|||
|
b.
|
penerbitan rekomendasi kepada Kepala Kanwil atau Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai untuk melakukan penelitian ulang dan/atau audit kepabeanan, dalam hal terdapat temuan tarif dan/atau nilai pabean yang melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean.
|
|||
(4)
|
Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penetapan pabean dan/atau surat penetapan sanksi administrasi sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||||
(1)
|
Dalam hal pelaksanaan rekomendasi berupa penerbitan surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||
|
a.
|
Bea Masuk dihitung berdasarkan:
|
|||
|
|
1.
|
nilai pabean dan klasifikasi:
|
||
|
|
|
a)
|
yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke TPB dan/atau dikeluarkan dari TPB; atau
|
|
|
|
|
b)
|
hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai dalam hal terdapat penetapan Pejabat Bea dan Cukai atas nilai pabean dan/atau tarif;
|
|
|
|
2.
|
pembebanan pada saat pemberitahuan pabean untuk dimasukkan ke TPB dan/atau dikeluarkan dari TPB;
|
||
|
b.
|
PDRI dihitung berdasarkan:
|
|||
|
|
1.
|
nilai impor yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke TPB dan/atau dikeluarkan dari TPB; dan
|
||
|
|
2.
|
tarif pada saat pemberitahuan pabean impor untuk dipakai didaftarkan; dan
|
||
|
c.
|
nilai dasar perhitungan Bea Masuk menggunakan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri pada saat pemberitahuan pabean untuk dimasukkan ke TPB dan/atau dikeluarkan dari TPB.
|
|||
(2)
|
Dalam hal diterbitkan surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||
|
a.
|
Bea Masuk dihitung berdasarkan:
|
|||
|
|
1.
|
nilai barang identik pada pemberitahuan pabean terakhir dan klasifikasi yang berlaku pada saat barang impor dimasukkan ke TPB; dan
|
||
|
|
2.
|
pembebanan yang berlaku atas pemberitahuan pabean saat laporan Monitoring khusus TPB diterbitkan;
|
||
|
b.
|
PDRI dihitung berdasarkan:
|
|||
|
|
1.
|
nilai impor pada pemberitahuan pabean terakhir pada saat barang impor dimasukkan ke TPB; dan
|
||
|
|
2.
|
tarif yang berlaku pada saat laporan Monitoring khusus TPB diterbitkan; dan
|
||
|
c.
|
nilai dasar perhitungan Bea Masuk menggunakan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri pada saat laporan Monitoring khusus TPB diterbitkan.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Pemeriksaan Sewaktu-waktu Pasal 10 |
|||||
(1)
|
Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a merupakan pemeriksaan dalam rangka memastikan kepatuhan atas kebenaran pemberitahuan pabean, pemberitahuan Cukai, dan persyaratan yang terkait dengan perizinan TPB atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(2)
|
Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
|
||||
|
a.
|
kesesuaian pemberitahuan jumlah dan jenis barang yang mendapat fasilitas TPB;
|
|||
|
b.
|
kesesuaian pemberitahuan klasifikasi dan pembebanan tarif atas barang yang mendapat fasilitas TPB;
|
|||
|
c.
|
kewajaran jumlah pemakaian bahan baku dan bahan penolong yang mendapat fasilitas TPB;
|
|||
|
d.
|
kesesuaian pemberitahuan nilai pabean barang atas barang yang mendapat fasilitas TPB;
|
|||
|
e.
|
pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan atas barang yang mendapat fasilitas TPB;
|
|||
|
f.
|
kesesuaian pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan penimbunan pada TPB;
|
|||
|
g.
|
kepatuhan IT Inventory; dan/atau
|
|||
|
h.
|
kesesuaian data terkait perizinan TPB.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Penerima Fasilitas TPB;
|
|||
|
b.
|
importir di pusat logistik berikat;
|
|||
|
c.
|
eksportir di pusat logistik berikat;
|
|||
|
d.
|
tujuan distribusi gudang berikat;
|
|||
|
e.
|
bursa berjangka dan/atau pasar lelang komoditas di pusat logistik berikat; dan/atau
|
|||
|
f.
|
penyedia platform e-commerce di pusat logistik berikat.
|
|||
(4)
|
Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui:
|
||||
|
a.
|
e-Monitoring; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Pekerjaan Lapangan.
|
|||
(5)
|
Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat berupa:
|
||||
|
a.
|
pemeriksaan fisik barang; dan/atau
|
|||
|
b.
|
pengambilan contoh barang (sampel) untuk dilakukan pengujian laboratoris.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
|||||
(1)
|
e-Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a meliputi pemeriksaan terhadap kepatuhan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf g yang berupa:
|
||||
|
a.
|
keandalan sistem pengendalian internal (SPI) IT Inventory Penerima Fasilitas TPB;
|
|||
|
b.
|
kesesuaian jumlah dan validitas dokumen antara Data Monev pada SKP dengan IT Inventory;
|
|||
|
c.
|
kesesuaian jumlah barang per dokumen antara Data Monev pada SKP dengan IT Inventory;
|
|||
|
d.
|
kesesuaian waktu pencatatan pemasukan barang antara Data Monev pada SKP dengan IT Inventory; dan/atau
|
|||
|
e.
|
uji lain yang ditetapkan berdasarkan manajemen risiko.
|
|||
(2)
|
Periode waktu pemeriksaan e-Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
|||||
(1)
|
Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf a dilakukan dengan:
|
||||
|
a.
|
tingkat pemeriksaan tertentu berdasarkan manajemen risiko; dan
|
|||
|
b.
|
didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas TPB.
|
|||
(2)
|
Pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dilakukan dengan:
|
||||
|
a.
|
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|||
|
b.
|
didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas TPB.
|
|||
(3)
|
Dalam hal pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas TPB wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli.
|
||||
(4)
|
Hasil pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
|||||
(1)
|
Pengujian laboratoris terhadap contoh barang (sampel) yang diambil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
(2)
|
Dalam hal pengujian laboratoris tidak dapat dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pengujian laboratoris di laboratorium lain.
|
||||
(3)
|
Atas barang yang dilakukan pengujian laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), terhadap seluruh barang yang diberitahukan dalam 1 (satu) pemberitahuan pabean yang sama tidak dapat dikeluarkan dari TPB sampai dengan hasil uji laboratorium diterima oleh Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean.
|
||||
(4)
|
Dalam hal diperlukan, Penerima Fasilitas TPB dapat mengeluarkan barang yang sedang diuji laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setelah mendapat persetujuan dari Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||||
(1)
|
Untuk mendapatkan persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), Penerima Fasilitas TPB mengajukan permohonan pengeluaran barang kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean secara tertulis menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(2)
|
Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap.
|
||||
(3)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan manajemen risiko.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Pemeriksaan Sederhana Pasal 15 |
|||||
(1)
|
Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b merupakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Penerima Fasilitas TPB atas pertanggungjawaban bahan dan/atau barang yang seharusnya berada di TPB berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(2)
|
Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
|
||||
|
a.
|
nilai Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan PPN atau PPN dan PPnBM atas saldo barang yang mendapat fasilitas TPB;
|
|||
|
b.
|
kewajaran jumlah pemakaian bahan baku dan bahan penolong yang mendapat fasilitas TPB serta pengujian konversi;
|
|||
|
c.
|
kesesuaian antara pencatatan barang yang mendapat fasilitas TPB dalam IT Inventory dengan persediaan fisik barang yang mendapat fasilitas TPB; dan/atau
|
|||
|
d.
|
kesesuaian serta ketertelusuran (traceability) atas barang dan bahan yang dilakukan subkontrak kepada penerima subkontrak.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Penerima Fasilitas TPB;
|
|||
|
b.
|
bursa berjangka dan/atau pasar lelang komoditas di pusat logistik berikat;
|
|||
|
c.
|
penyedia platform e-commerce di pusat logistik berikat; dan/atau
|
|||
|
d.
|
penerima subkontrak atau pengeluaran sementara dari TPB ke tempat lain dalam daerah pabean atas kegiatan subkontrak yang diterima dari Penerima Fasilitas TPB.
|
|||
(4)
|
Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan.
|
||||
(5)
|
Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa pencacahan barang.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
|||||
(1)
|
Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) dilakukan dengan:
|
||||
|
a.
|
tingkat pencacahan tertentu berdasarkan manajemen risiko; dan
|
|||
|
b.
|
didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas TPB.
|
|||
(2)
|
Dalam hal pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas TPB wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli.
|
||||
(3)
|
Hasil pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Penelitian Mendalam Pasal 17 |
|||||
(1)
|
Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c merupakan analisis atas data yang diperoleh berdasarkan informasi yang berasal dari kegiatan Monitoring umum, pemeriksaan sewaktu-waktu, dan/atau pemeriksaan sederhana sebagai indikasi terjadinya penyalahgunaan fasilitas TPB yang perlu ditindaklanjuti guna diolah lebih lanjut sebagai bahan pengambilan keputusan.
|
||||
(2)
|
Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
|
a.
|
analisis atas hasil Monitoring umum, pemeriksaan sewaktu-waktu, dan/atau pemeriksaan sederhana sebagai informasi indikasi terjadinya penyalahgunaan fasilitas TPB; dan/atau
|
|||
|
b.
|
analisis dan kegiatan lain.
|
|||
(3)
|
Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Penerima Fasilitas TPB;
|
|||
|
b.
|
importir di pusat logistik berikat;
|
|||
|
c.
|
eksportir di pusat logistik berikat;
|
|||
|
d.
|
bursa berjangka dan/atau pasar lelang komoditas di pusat logistik berikat;
|
|||
|
e.
|
penyedia platform e-commerce di pusat logistik berikat; dan/atau
|
|||
|
f.
|
penerima subkontrak dan pengeluaran sementara dari TPB ke tempat lain dalam daerah pabean.
|
|||
(4)
|
Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan.
|
||||
(5)
|
Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
|
||||
|
a.
|
pencacahan barang;
|
|||
|
b.
|
pemeriksaan fisik barang;
|
|||
|
c.
|
penyegelan barang;
|
|||
|
d.
|
pemeriksaan hasil rekaman closed circuit television (CCTV) atas kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang;
|
|||
|
e.
|
pemeriksaan hasil rekaman closed circuit television (CCTV) atas kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang;
|
|||
|
f.
|
pelacakan segel elektronik (tracking e-seal) dan perbandingan data berat kontainer di pelabuhan muat atau bongkar.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||||
(1)
|
Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf a dan/atau pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) huruf b dilakukan dengan:
|
||||
|
a.
|
tingkat pencacahan dan/atau pemeriksaan tertentu berdasarkan manajemen risiko; dan
|
|||
|
b.
|
didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas TPB.
|
|||
(2)
|
Dalam hal pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas TPB wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli.
|
||||
(3)
|
Hasil pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Monitoring Mandiri Pasal 19 |
|||||
(1)
|
Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan Monitoring yang dilakukan secara mandiri oleh Penerima Fasilitas TPB sebagai bentuk pertanggungjawaban dan pelaporan atas fasilitas TPB yang diterima.
|
||||
(2)
|
Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
kesesuaian antara persediaan barang dalam sistem pencatatan persediaan barang Penerima Fasilitas TPB dengan pencatatan persediaan pada IT Inventory;
|
|||
|
b.
|
kesesuaian antara pemberitahuan pabean dengan pencatatan persediaan pada IT Inventory; dan/atau
|
|||
|
c.
|
hal lain yang menurut pertimbangan penanggung jawab Penerima Fasilitas TPB perlu dilaporkan sebagai bentuk koreksi, penyampaian informasi prestasi kinerja, dan/atau hambatan Penerima Fasilitas TPB.
|
|||
(3)
|
Pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling banyak 6 (enam) kali dalam 1 (satu) tahun.
|
||||
(4)
|
Pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Penerima Fasilitas TPB secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
|||||
(1)
|
Untuk dapat melakukan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Penerima Fasilitas TPB mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
|
||||
|
a.
|
dilampiri dengan nama anggota tim Monitoring mandiri; dan
|
|||
|
b.
|
dicantumkan jangka waktu pelaksanaan Monitoring mandiri.
|
|||
(3)
|
Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap.
|
||||
(4)
|
Persetujuan Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal surat persetujuan.
|
||||
(5)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dicabut:
|
||||
|
a.
|
berdasarkan permohonan Penerima Fasilitas TPB; atau
|
|||
|
b.
|
dengan keputusan Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean berdasarkan hasil evaluasi Monitoring mandiri.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
|||||
(1)
|
Hasil pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring mandiri menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(2)
|
Laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b kepada Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean dilampiri dengan bukti pendukung yang relevan.
|
||||
(3)
|
Dalam hal Penerima Fasilitas TPB mengalami kendala dalam pelaksanaan Monitoring mandiri, Penerima Fasilitas TPB dapat meminta asistensi kepada Kepala KPUBC dan/atau Kepala Kantor Pabean.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
|||||
(1)
|
Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan keputusan atas laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak laporan hasil pelaksanaan Monitoring mandiri diterima lengkap.
|
||||
(2)
|
Keputusan atas laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||
|
a.
|
menyetujui;
|
|||
|
b.
|
menyetujui sebagian; atau
|
|||
|
c.
|
menolak seluruhnya.
|
|||
(3)
|
Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menyetujui sebagian atau menolak seluruhnya atas laporan Monitoring mandiri dalam hal:
|
||||
|
a.
|
hasil penelitian menunjukkan Data Monev dan informasi yang disampaikan dalam laporan Monitoring mandiri tidak sesuai;
|
|||
|
b.
|
terdapat indikasi manipulasi Data Monev; dan/atau
|
|||
|
c.
|
kesalahan yang dilaporkan dalam Monitoring mandiri tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
|||||
(1)
|
Laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dapat digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
penyesuaian Data Monev pada SKP dan/atau IT Inventory;
|
|||
|
b.
|
perbaikan pemenuhan persyaratan TPB;
|
|||
|
c.
|
penerbitan penagihan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI serta sanksi administrasi berupa denda; dan/atau
|
|||
|
d.
|
penerbitan rekomendasi pelaksanaan Monitoring khusus dalam hal hasil Monitoring mandiri perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
|
|||
(2)
|
Dalam hal laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) ditemukan adanya selisih kurang barang yang seharusnya berada di TPB, terhadap barang yang seharusnya berada di TPB:
|
||||
|
a.
|
musnah tanpa sengaja, atas selisih kurang tersebut:
|
|||
|
|
1.
|
tidak ditagih Bea Masuk, Cukai, dan PDRI; dan
|
||
|
|
2.
|
dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory;
|
||
|
b.
|
dapat dipertanggungjawabkan dan timbulnya selisih kurang bukan karena kelalaian dan kesengajaan, serta tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan dan/atau Cukai oleh Penerima Fasilitas TPB, atas selisih kurang tersebut:
|
|||
|
|
1.
|
ditagih Bea Masuk, Cukai, dan PDRI tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda; dan
|
||
|
|
2.
|
dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory; dan/atau
|
||
|
c.
|
tidak dapat dipertanggungjawabkan dan timbulnya selisih kurang tersebut karena kelalaian, kesengajaan, dan/atau terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan dan/atau Cukai oleh Penerima Fasilitas TPB, atas selisih kurang tersebut:
|
|||
|
|
1.
|
ditagih Bea Masuk, Cukai, dan PDRI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda;
|
||
|
|
2.
|
terhadap barang kena Cukai dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai;
|
||
|
|
3.
|
dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory; dan/atau
|
||
|
|
4.
|
dilakukan penelitian atas dugaan adanya tindak pidana.
|
||
(3)
|
Dalam hal laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) ditemukan adanya selisih lebih barang yang seharusnya berada di TPB, atas selisih lebih tersebut:
|
||||
|
a.
|
dapat dipertanggungjawabkan dan timbulnya selisih lebih bukan karena kelalaian, dan kesengajaan, serta tidak terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan dan/atau Cukai oleh Penerima Fasilitas TPB, atas selisih lebih tersebut dilakukan penyesuaian pencatatan dalam IT Inventory; atau
|
|||
|
b.
|
tidak dapat dipertanggungjawabkan dan timbulnya selisih lebih tersebut karena kelalaian, kesengajaan, dan/atau terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan dan/atau Cukai oleh Penerima Fasilitas TPB, atas selisih lebih tersebut dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
(4)
|
Selisih kurang barang yang seharusnya berada di TPB yang musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan selisih kurang yang terjadi akibat:
|
||||
|
a.
|
penguapan atau penyusutan wajar karena perubahan suhu, kelembapan udara, dan/atau sejenisnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
|
|||
|
b.
|
keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan keterangan dari:
|
|||
|
|
1.
|
Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam hal terjadi bencana alam;
|
||
|
|
2.
|
Kepolisian Negara Republik Indonesia minimal setingkat Kepolisian Resor, dalam hal terjadi huru-hara, kebakaran, dan/atau kecelakaan darat yang menyatakan bahwa kondisi tersebut terjadi diluar kemampuannya; atau
|
||
|
|
3.
|
Komite Nasional Keselamatan Transportasi, dalam hal kecelakaan laut atau udara.
|
||
(5)
|
Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penetapan pabean dan/atau surat penetapan sanksi administrasi sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ayat (2) huruf b angka 1, dan ayat (2) huruf c angka 1 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(6)
|
Surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5), perhitungan Bea Masuk, PDRI dan nilai dasar perhitungan Bea Masuk sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB IV
EVALUASI TPB Bagian Kesatu Jenis Evaluasi Pasal 24 |
|||||
Evaluasi TPB meliputi:
|
|||||
a.
|
Evaluasi mikro; dan
|
||||
b.
|
Evaluasi makro.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Evaluasi Mikro Pasal 25 |
|||||
(1)
|
Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a merupakan Evaluasi yang dilaksanakan secara periodik oleh Kepala Kantor Pabean terhadap kelayakan pemberian fasilitas TPB kepada Penerima Fasilitas TPB.
|
||||
(2)
|
Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi analisis atas:
|
||||
|
a.
|
hasil Monitoring umum, hasil Monitoring khusus, dan/atau laporan Monitoring mandiri;
|
|||
|
b.
|
rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
|
|||
|
c.
|
rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
|
|||
|
d.
|
tingkat partisipasi Penerima Fasilitas TPB dalam program Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
|
|||
|
e.
|
capaian kinerja setiap Penerima Fasilitas TPB;
|
|||
|
f.
|
capaian kinerja setiap fasilitas TPB di wilayah pengawasan;
|
|||
|
g.
|
laporan keuangan Penerima Fasilitas TPB; dan/atau
|
|||
|
h.
|
informasi lain, seperti profit layanan TPB.
|
|||
(3)
|
Hasil pelaksanaan Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi mikro TPB.
|
||||
(4)
|
Laporan Evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
asistensi dan/atau pembinaan Penerima Fasilitas TPB;
|
|||
|
b.
|
tidak dilayaninya akses SKP atas pemasukan barang dengan fasilitas TPB;
|
|||
|
c.
|
rekomendasi pembekuan izin TPB;
|
|||
|
d.
|
rekomendasi pencabutan izin TPB;
|
|||
|
e.
|
rekomendasi perubahan dan/atau penyempurnaan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|||
|
f.
|
pemberian penghargaan kepada Penerima Fasilitas TPB;
|
|||
|
g.
|
pemberian penilaian untuk pemutakhiran kategori layanan TPB;
|
|||
|
h.
|
penetapan pola pelayanan dan pengawasan TPB;
|
|||
|
i.
|
rekomendasi penelitian kepada unit pengawasan; dan/atau
|
|||
|
j.
|
rekomendasi audit kepabeanan dan/atau Cukai.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Evaluasi Makro Pasal 26 |
|||||
(1)
|
Evaluasi makro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b merupakan penilaian mengenai dampak dan efektivitas kebijakan pemberian fasilitas TPB yang dilaksanakan secara periodik.
|
||||
(2)
|
Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
||||
|
a.
|
Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 27 |
|||||
(1)
|
Evaluasi makro yang dilakukan oleh Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a meliputi analisis atas:
|
||||
|
a.
|
laporan hasil Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3);
|
|||
|
b.
|
rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
|
|||
|
c.
|
rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
|
|||
|
d.
|
efektivitas implementasi ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai TPB;
|
|||
|
e.
|
dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB; dan/atau
|
|||
|
f.
|
analisis atas informasi lain yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC.
|
|||
(2)
|
Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro TPB.
|
||||
(3)
|
Laporan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
usulan perubahan atau perbaikan kebijakan terkait TPB;
|
|||
|
b.
|
hasil pengukuran dampak ekonomi di wilayah pengawasannya; dan/atau
|
|||
|
c.
|
hasil evaluasi lain terkait kinerja pelayanan dan pengawasan TPB di wilayah pengawasannya.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 28 |
|||||
(1)
|
Evaluasi makro TPB yang dilakukan Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b meliputi analisis atas:
|
||||
|
a.
|
laporan hasil Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2);
|
|||
|
b.
|
rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
|
|||
|
c.
|
rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
|
|||
|
d.
|
hasil evaluasi dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
|
|||
|
e.
|
dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB;
|
|||
|
f.
|
efektivitas implementasi ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai TPB secara nasional; dan/atau
|
|||
|
g.
|
informasi lain yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan.
|
|||
(2)
|
Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro TPB.
|
||||
(3)
|
Laporan Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
perubahan atau perbaikan kebijakan terkait TPB;
|
|||
|
b.
|
hasil pengukuran dampak ekonomi fasilitas TPB secara nasional; dan/atau
|
|||
|
c.
|
hasil evaluasi lain terkait kinerja pelayanan dan pengawasan TPB secara nasional.
|
|||
|
|
|
|
|
|
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI KITE Pasal 29 |
|||||
(1)
|
Monitoring dan/atau Evaluasi KITE dilakukan oleh:
|
||||
|
a.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
|
|||
|
b.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai;
|
|||
|
c.
|
Kepala Kanwil;
|
|||
|
d.
|
Kepala KPUBC;
|
|||
|
e.
|
Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE IKM; dan/atau
|
|||
|
f.
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(2)
|
Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
|
||||
|
a.
|
periodik; dan/atau
|
|||
|
b.
|
insidental.
|
|||
(3)
|
Monitoring secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan secara rutin sesuai tugas pokok dan fungsi.
|
||||
(4)
|
Monitoring secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB VI
MONITORING KITE Bagian Kesatu Jenis Monitoring KITE Pasal 30 |
|||||
Monitoring KITE meliputi:
|
|||||
a.
|
Monitoring umum;
|
||||
b.
|
Monitoring khusus; dan
|
||||
c.
|
Monitoring mandiri.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Monitoring Umum Pasal 31 |
|||||
(1)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a merupakan kegiatan Monitoring yang dilakukan terhadap kesesuaian pemenuhan ketentuan Penerima Fasilitas KITE.
|
||||
(2)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
persyaratan dan kriteria perizinan fasilitas KITE;
|
|||
|
b.
|
impor, ekspor, dan/atau mutasi Barang Berfasilitas KITE;
|
|||
|
c.
|
mutasi Barang Berfasilitas KITE dalam rangka subkontrak;
|
|||
|
d.
|
jaminan fasilitas KITE;
|
|||
|
e.
|
penyelesaian Barang dan Bahan Fasilitas KITE;
|
|||
|
f.
|
saldo Barang dan Bahan Fasilitas KITE;
|
|||
|
g.
|
penyampaian laporan pertanggungjawaban;
|
|||
|
h.
|
existence, responsibility, nature of business, and auditability (ERNA);
|
|||
|
i.
|
IT Inventory Penerima Fasilitas KITE atau modul KITE IKM;
|
|||
|
j.
|
closed circuit television (CCTV); atau
|
|||
|
k.
|
kewajiban kepabeanan lain terkait pemanfaatan fasilitas KITE.
|
|||
(3)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean.
|
||||
(4)
|
Kepala Kantor Pabean yang melaksanakan Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan:
|
||||
|
a.
|
Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE IKM; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 32 |
|||||
(1)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dilakukan secara periodik.
|
||||
(2)
|
Pelaksanaan Monitoring umum secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap Penerima Fasilitas KITE.
|
||||
(3)
|
Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Data Monev dan/atau informasi yang diperoleh dari:
|
||||
|
a.
|
SKP;
|
|||
|
b.
|
IT Inventory atau Modul KITE IKM;
|
|||
|
c.
|
closed circuit television (CCTV); dan/atau
|
|||
|
d.
|
sumber informasi lain.
|
|||
(4)
|
Dalam hal diperlukan, Monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 33 |
|||||
(1)
|
Hasil pelaksanaan Monitoring umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring umum KITE.
|
||||
(2)
|
Laporan Monitoring umum KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
konfirmasi kepada Penerima Fasilitas KITE untuk dilakukan penyesuaian atau perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|||
|
b.
|
penagihan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan/atau sanksi administrasi di bidang kepabeanan dan perpajakan;
|
|||
|
c.
|
penerbitan rekomendasi pelaksanaan Monitoring khusus KITE;
|
|||
|
d.
|
penerbitan rekomendasi pelaksanaan Evaluasi mikro KITE;
|
|||
|
e.
|
penerbitan rekomendasi pembekuan fasilitas KITE;
|
|||
|
f.
|
penerbitan rekomendasi pencabutan fasilitas KITE; dan/atau
|
|||
|
g.
|
penerbitan rekomendasi lain.
|
|||
(3)
|
Penagihan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan/atau sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal terdapat Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pembebasan atau KITE IKM.
|
||||
(4)
|
Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(5)
|
Perlakuan terhadap PPN atau PPN dan PPnBM atas surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang telah dilunasi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE Pembebasan dan KITE IKM.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Monitoring Khusus Paragraf 1 Umum Pasal 34 |
|||||
(1)
|
Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b merupakan kegiatan pemeriksaan dan/atau penelitian dengan tujuan khusus tertentu yang dilakukan oleh:
|
||||
|
a.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
|
|||
|
b.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai;
|
|||
|
c.
|
Kepala Kanwil;
|
|||
|
d.
|
Kepala KPUBC; dan/atau
|
|||
|
e.
|
Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(2)
|
Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||
|
a.
|
pemeriksaan sewaktu-waktu;
|
|||
|
b.
|
pemeriksaan sederhana; atau
|
|||
|
c.
|
penelitian mendalam.
|
|||
(3)
|
Sumber data dan/atau informasi Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||
|
a.
|
Data Monev;
|
|||
|
b.
|
informasi dari hasil Monitoring umum;
|
|||
|
c.
|
informasi dari pihak eksternal; dan/atau
|
|||
|
d.
|
data lain terkait kegiatan pemanfaatan fasilitas KITE.
|
|||
(4)
|
Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
||||
|
a.
|
hasil rekomendasi Monitoring umum;
|
|||
|
b.
|
hasil Monitoring mandiri, dan/atau
|
|||
|
c.
|
rekomendasi lain dari internal dan/atau eksternal, dengan mempertimbangkan manajemen risiko.
|
|||
(5)
|
Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
|
||||
|
a.
|
periodik; dan/atau
|
|||
|
b.
|
insidental.
|
|||
(6)
|
Monitoring yang dilakukan secara insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 35 |
|||||
(1)
|
Hasil pelaksanaan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring khusus KITE.
|
||||
(2)
|
Laporan Monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
asistensi atau pembinaan Penerima Fasilitas KITE;
|
|||
|
b.
|
penagihan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan/atau sanksi administrasi di bidang kepabeanan dan perpajakan;
|
|||
|
c.
|
penetapan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penagihan Bea Masuk yang telah dikembalikan atas Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang tidak memenuhi ketentuan fasilitas KITE Pengembalian;
|
|||
|
d.
|
perubahan jaminan fasilitas KITE Pembebasan atau kuota fasilitas KITE IKM;
|
|||
|
e.
|
penerbitan rekomendasi pembekuan fasilitas KITE;
|
|||
|
f.
|
penerbitan rekomendasi pencabutan fasilitas KITE;
|
|||
|
g.
|
penerbitan rekomendasi penelitian oleh unit pengawasan;
|
|||
|
h.
|
penerbitan rekomendasi penelitian ulang tarif dan/atau nilai pabean;
|
|||
|
i.
|
penerbitan rekomendasi audit kepabeanan dan Cukai;
|
|||
|
j.
|
penerbitan rekomendasi dilakukan pemeriksaan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak;
|
|||
|
k.
|
penerbitan rekomendasi perubahan Data Monev; dan/atau
|
|||
|
l.
|
penerbitan rekomendasi lain.
|
|||
(3)
|
Penagihan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan/atau sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal terdapat Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pembebasan atau KITE IKM.
|
||||
(4)
|
Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(5)
|
Perlakuan terhadap PPN atau PPN dan PPnBM atas surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang telah dilunasi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE Pembebasan dan KITE IKM.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Pemeriksaan Sewaktu-waktu Pasal 36 |
|||||
(1)
|
Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a merupakan pemeriksaan untuk memastikan kepatuhan Penerima Fasilitas KITE atas pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai fasilitas KITE.
|
||||
(2)
|
Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
|
||||
|
a.
|
kebenaran dokumen pemberitahuan pabean;
|
|||
|
b.
|
pemenuhan persyaratan dan kriteria fasilitas KITE; dan/atau
|
|||
|
c.
|
pemenuhan kewajiban Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui:
|
||||
|
a.
|
e-Monitoring; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Pekerjaan Lapangan.
|
|||
(4)
|
Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa:
|
||||
|
a.
|
pemeriksaan fisik barang; dan/atau
|
|||
|
b.
|
pengambilan contoh barang (sampel) untuk dilakukan pengujian laboratoris.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 37 |
|||||
(1)
|
e-Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf a meliputi pemeriksaan terhadap:
|
||||
|
a.
|
keandalan sistem pengendalian internal (SPI) IT Inventory Penerima Fasilitas KITE;
|
|||
|
b.
|
kesesuaian jumlah dan validitas Data Monev antara SKP dengan IT Inventory;
|
|||
|
c.
|
keandalan sistem pengendalian internal (SPI) IT Inventory Penerima Fasilitas KITE;
|
|||
|
d.
|
kesesuaian waktu pencatatan pemasukan barang antara Data Monev pada SKP dengan IT Inventory disesuaikan dengan proses bisnis yang ada pada setiap Penerima Fasilitas KITE; dan/atau
|
|||
|
e.
|
uji lain yang ditetapkan berdasarkan manajemen risiko.
|
|||
(2)
|
Periode waktu pemeriksaan e-Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 38 |
|||||
(1)
|
Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) huruf a dilakukan dengan:
|
||||
|
a.
|
tingkat pemeriksaan tertentu berdasarkan manajemen risiko; dan
|
|||
|
b.
|
didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(2)
|
Pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) huruf b dilakukan dengan:
|
||||
|
a.
|
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|||
|
b.
|
didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(3)
|
Dalam hal pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas KITE wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli.
|
||||
(4)
|
Hasil pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pengambilan contoh barang (sampel) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 39 |
|||||
(1)
|
Pengujian laboratoris terhadap contoh barang (sampel) yang diambil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) huruf b dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||||
(2)
|
Dalam hal pengujian laboratoris tidak dapat dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, dan/atau Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pengujian laboratoris di laboratorium lain.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Pemeriksaan Sederhana Pasal 40 |
|||||
(1)
|
Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b merupakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Penerima Fasilitas KITE atas pertanggungjawaban Barang Berfasilitas KITE yang seharusnya berada di lokasi pembongkaran, penyimpanan, dan/atau pemuatan Barang Berfasilitas KITE berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai fasilitas KITE.
|
||||
(2)
|
Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan terhadap:
|
||||
|
a.
|
nilai Bea Masuk dan PPN atau PPN dan PPnBM yang masih terutang dalam hal KITE akan dicabut fasilitasnya;
|
|||
|
b.
|
kewajaran jumlah pemakaian Barang dan Bahan Fasilitas KITE;
|
|||
|
c.
|
kesesuaian pencatatan Barang dan Bahan Fasilitas KITE antara IT Inventory dengan persediaan fisik; dan/atau
|
|||
|
d.
|
kesesuaian serta ketertelusuran (traceability) atas Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang telah diproses, yang belum diproses, dan/atau yang disubkontrakan kepada penerima subkontrak.
|
|||
(3)
|
Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Penerima Fasilitas KITE; dan/atau
|
|||
|
b.
|
penerima subkontrak dari Penerima Fasilitas KITE atas kegiatan subkontrak yang diterima.
|
|||
(4)
|
Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan.
|
||||
(5)
|
Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa pencacahan barang.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 41 |
|||||
(1)
|
Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dilakukan dengan:
|
||||
|
a.
|
tingkat pencacahan tertentu berdasarkan manajemen risiko; dan
|
|||
|
b.
|
didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(2)
|
Dalam hal pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas KITE wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli.
|
||||
(3)
|
Hasil pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Penelitian Mendalam Pasal 42 |
|||||
(1)
|
Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf c merupakan analisis atas data yang diperoleh berdasarkan informasi dari kegiatan Monitoring umum, pemeriksaan sewaktu-waktu, dan/atau pemeriksaan sederhana sebagai indikasi terjadinya penyalahgunaan fasilitas KITE yang perlu ditindaklanjuti guna diolah lebih lanjut untuk bahan pengambilan keputusan.
|
||||
(2)
|
Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
|
a.
|
analisis atas hasil Monitoring umum, pemeriksaan sewaktu-waktu, dan/atau pemeriksaan sederhana sebagai informasi indikasi terjadinya penyalahgunaan fasilitas KITE; dan/atau
|
|||
|
b.
|
analisis dan kegiatan lain.
|
|||
(3)
|
Penelitian mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
||||
|
a.
|
Penerima Fasilitas KITE; dan/atau
|
|||
|
b.
|
penerima subkontrak dari Penerima Fasilitas KITE atas kegiatan subkontrak yang diterima.
|
|||
(4)
|
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui Pekerjaan Lapangan.
|
||||
(5)
|
Pekerjaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
|
||||
|
a.
|
pemeriksaan hasil rekaman closed circuit television (CCTV) atas kegiatan pemasukan dan pengeluaran Barang Berfasilitas KITE;
|
|||
|
b.
|
pencacahan Barang Berfasilitas KITE;
|
|||
|
c.
|
pemeriksaan fisik Barang Berfasilitas KITE;
|
|||
|
d.
|
pemeriksaan pencatatan dan pembukuan Penerima Fasilitas KITE;
|
|||
|
e.
|
pemanggilan Penerima Fasilitas KITE dalam rangka penelitian mendalam; dan/atau
|
|||
|
f.
|
pemeriksaan lain sesuai dengan indikasi penyalahgunaan fasilitas KITE.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 43 |
|||||
(1)
|
Pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (5) huruf b dan/atau pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (5) huruf c dilakukan dengan:
|
||||
|
a.
|
tingkat pencacahan dan/atau pemeriksaan tertentu berdasarkan manajemen risiko; dan
|
|||
|
b.
|
didampingi oleh pihak Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(2)
|
Dalam hal pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Penerima Fasilitas KITE wajib menyediakan peralatan dan/atau tenaga ahli.
|
||||
(3)
|
Hasil pencacahan barang dan/atau pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Monitoring Mandiri Pasal 44 |
|||||
(1)
|
Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c merupakan Monitoring yang dilakukan secara mandiri oleh Penerima Fasilitas KITE dengan tujuan untuk memantau konsistensi kinerja pemenuhan ketentuan KITE secara administratif.
|
||||
(2)
|
Monitoring mandiri KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemenuhan ketentuan:
|
||||
|
a.
|
persyaratan dan kriteria perizinan fasilitas KITE;
|
|||
|
b.
|
penatausahaan Barang Berfasilitas KITE;
|
|||
|
c.
|
penyampaian dokumen laporan keuangan tahunan, dampak ekonomi, capaian indikator kinerja utama yang ditargetkan, target indikator kinerja utama periode berikutnya, dan/atau rencana impor dan ekspor tahunan dengan fasilitas KITE;
|
|||
|
d.
|
perubahan data dalam Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Penerima Fasilitas KITE;
|
|||
|
e.
|
perpanjangan periode KITE;
|
|||
|
f.
|
perubahan atau perpanjangan jaminan;
|
|||
|
g.
|
perubahan atau penambahan lokasi pembongkaran dan penyimpanan;
|
|||
|
h.
|
kegiatan subkontrak;
|
|||
|
i.
|
penyelesaian Barang Berfasilitas KITE yang rusak;
|
|||
|
j.
|
penyelesaian sisa proses produksi (scrap/waste); dan/atau
|
|||
|
k.
|
penyampaian laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan Fasilitas KITE.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 45 |
|||||
(1)
|
Hasil pelaksanaan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dituangkan dalam laporan Monitoring mandiri menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal selesai pelaksanaan Monitoring mandiri.
|
||||
(2)
|
Penerima Fasilitas KITE menyampaikan laporan hasil Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
|
||||
|
a.
|
Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE, untuk KITE Pembebasan dan/atau KITE Pengembalian; atau
|
|||
|
b.
|
Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE, untuk KITE IKM,
|
|||
|
dilampiri dengan nama anggota tim Monitoring mandiri dan bukti pendukung yang relevan.
|
||||
(3)
|
Dalam hal Penerima Fasilitas KITE mengalami kendala terkait pelaksanaan Monitoring mandiri, Penerima Fasilitas KITE dapat meminta asistensi kepada Kepala Kanwil, Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE.6)
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 46 |
|||||
(1)
|
Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KlTE melakukan penelitian dan memberikan keputusan atas laporan hasil Monitoring mandiri yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah laporan diterima secara lengkap.
|
||||
(2)
|
Dalam hal diperlukan, penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).
|
||||
(3)
|
Dalam hal dilakukan Monitoring khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), keputusan atas laporan hasil Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal laporan Monitoring khusus diterbitkan.
|
||||
(4)
|
Keputusan atas laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa:
|
||||
|
a.
|
menyetujui;
|
|||
|
b.
|
menyetujui sebagian; atau
|
|||
|
c.
|
menolak seluruhnya.
|
|||
(5)
|
Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE menyetujui sebagian atau menolak seluruhnya atas hasil Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c dalam hal:
|
||||
|
a.
|
hasil penelitian menunjukkan Data Monev tidak sesuai dengan informasi yang disampaikan dalam hasil Monitoring mandiri; dan/atau
|
|||
|
b.
|
terdapat indikasi manipulasi Data Monev.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 47 |
|||||
(1)
|
Laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
penagihan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan/atau sanksi administrasi di bidang kepabeanan dan perpajakan;
|
|||
|
b.
|
penyesuaian Data Monev pada SKP dan/atau IT Inventory;
|
|||
|
c.
|
perbaikan pemenuhan persyaratan dan perizinan KITE;
|
|||
|
d.
|
penerbitan rekomendasi permohonan perubahan data Keputusan Menteri mengenai penetapan Penerima Fasilitas KITE; dan/atau
|
|||
|
e.
|
tindak lanjut lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kewajiban Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(2)
|
Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(3)
|
Perlakuan terhadap PPN atau PPN dan PPnBM atas surat penetapan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah dilunasi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KITE Pembebasan dan KITE IKM.
|
||||
(4)
|
Dalam hal hasil laporan Monitoring mandiri yang telah diberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) terdapat selisih kurang atas Barang dan Bahan Fasilitas KITE yang seharusnya berada di lokasi Penerima Fasilitas KITE dan/atau perusahaan penerima subkontrak, tindak lanjut laporan Monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dilakukan secara bersamaan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB VII
EVALUASI KITE Bagian Kesatu Jenis Evaluasi KITE Pasal 48 |
|||||
a.
|
Evaluasi mikro; dan
|
||||
b.
|
Evaluasi makro.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Evaluasi Mikro Pasal 49 |
|||||
(1)
|
Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a merupakan Evaluasi yang dilaksanakan secara periodik oleh Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas KITE terhadap kelayakan pemberian fasilitas KITE kepada Penerima Fasilitas KITE.
|
||||
(2)
|
Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
|
a.
|
analisis atas data:
|
|||
|
|
1.
|
hasil Monitoring umum, Monitoring khusus, dan/atau laporan hasil Monitoring mandiri;
|
||
|
|
2.
|
rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
|
||
|
|
3.
|
rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
|
||
|
|
4.
|
tingkat partisipasi Penerima Fasilitas KITE dalam program DJBC;
|
||
|
|
5.
|
capaian kinerja setiap Penerima Fasilitas KITE;
|
||
|
|
6.
|
laporan keuangan Penerima Fasilitas KITE; dan/atau
|
||
|
|
7.
|
informasi lain; dan/atau
|
||
|
b.
|
pengumpulan data dampak ekonomi setiap Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(3)
|
Hasil pelaksanaan Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi mikro KITE.
|
||||
(4)
|
Laporan Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
pelaksanaan asistensi dan/atau pembinaan Penerima Fasilitas KITE;
|
|||
|
b.
|
rekomendasi pembekuan izin KITE;
|
|||
|
c.
|
rekomendasi pencabutan izin KITE;
|
|||
|
d.
|
rekomendasi perubahan dan/atau penyempurnaan peraturan perundang-undangan;
|
|||
|
e.
|
rekomendasi pola pelayanan dan pengawasan;
|
|||
|
f.
|
rekomendasi penelitian kepada unit pengawasan;
|
|||
|
g.
|
rekomendasi audit kepabeanan dan/atau Cukai; dan/atau
|
|||
|
h.
|
pemberian penghargaan kepada Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Evaluasi Makro KITE Pasal 50 |
|||||
(1)
|
Evaluasi makro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b merupakan penilaian mengenai dampak dan efektivitas kebijakan pemberian fasilitas KITE yang dilaksanakan secara periodik.
|
||||
(2)
|
Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
||||
|
a.
|
Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC; dan/atau
|
|||
|
b.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 51 |
|||||
(1)
|
Evaluasi makro yang dilakukan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a meliputi analisis atas:
|
||||
|
a.
|
hasil Evaluasi mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3);
|
|||
|
b.
|
rekomendasi audit kepabeanan dan/atau Cukai;
|
|||
|
c.
|
rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
|
|||
|
d.
|
efektivitas implementasi peraturan; dan/atau
|
|||
|
e.
|
analisis atas informasi lain yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC.
|
|||
(2)
|
Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro KITE.
|
||||
(3)
|
Laporan Evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
usulan perubahan atau perbaikan kebijakan mengenai KITE;
|
|||
|
b.
|
hasil pengukuran dampak ekonomi di wilayah pengawasannya; dan/atau
|
|||
|
c.
|
hasil evaluasi lain terkait kinerja pelayanan dan pengawasan KITE di wilayah pengawasannya.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 52 |
|||||
(1)
|
Evaluasi makro yang dilakukan Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b meliputi analisis atas:
|
||||
|
a.
|
hasil Evaluasi makro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2);
|
|||
|
b.
|
rekomendasi atas laporan hasil audit kepabeanan dan/atau Cukai;
|
|||
|
c.
|
rekomendasi dari aparat pemeriksa fungsional;
|
|||
|
d.
|
hasil evaluasi dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
|
|||
|
e.
|
pengumpulan dan pengolahan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas KITE;
|
|||
|
f.
|
efektivitas implementasi ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai KITE secara nasional; dan/atau
|
|||
|
g.
|
informasi lain yang dipandang perlu berdasarkan pertimbangan Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan.
|
|||
(2)
|
Hasil pelaksanaan Evaluasi makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan Evaluasi makro KITE.
|
||||
(3)
|
Laporan Evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar:
|
||||
|
a.
|
perubahan atau penyempurnaan kebijakan mengenai KITE;
|
|||
|
b.
|
hasil pengukuran dampak ekonomi fasilitas KITE secara nasional;
|
|||
|
c.
|
hasil evaluasi lain terkait kinerja pelayanan dan pengawasan KITE secara nasional; dan/atau
|
|||
|
d.
|
rekomendasi perubahan atau penyempurnaan ketentuan peraturan perundang-undangan lam.
|
|||
|
|
|
|
|
|
BAB VIII
KEPATUHAN PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI Bagian Kesatu Umum Pasal 53 |
|||||
(1)
|
Dalam rangka pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Monitoring dan/atau Evaluasi KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean dapat:
|
||||
|
a.
|
meminta Data Monev;
|
|||
|
b.
|
meminta dokumen laporan keuangan, surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan;
|
|||
|
c.
|
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE, dan/tau pihak lain yang terkait;
|
|||
|
d.
|
memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan Data Monev, ruangan tempat untuk menyimpan barang yang mendapat fasilitas TPB atau Barang Berfasilitas KITE, dan/atau ruangan tempat untuk menyimpan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE; dan/atau
|
|||
|
e.
|
melakukan tindakan pengamanan berupa pencegahan dan/atau penyegelan yang dipandang perlu terhadap:
|
|||
|
|
1.
|
sarana pengangkut barang yang mendapat fasilitas TPB dan/atau Barang Berfasilitas KITE; dan/atau
|
||
|
|
2.
|
barang yang mendapat fasilitas TPB dan/atau Barang Fasilitas KITE,
|
||
|
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
|
|||
(2)
|
Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dilakukan secara tertulis.
|
||||
(3)
|
Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE wajib memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara lengkap sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(4)
|
Pemenuhan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan:
|
||||
|
a.
|
pada saat diterimanya permintaan; dan/atau
|
|||
|
b.
|
sesuai jangka waktu yang dipersyaratkan dalam permintaan,
|
|||
|
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
||||
(5)
|
Dalam hal Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beralih kepada yang mewakilinya.
|
||||
(6)
|
Dalam hal Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE, dan/atau yang mewakili:
|
||||
|
a.
|
tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
|
|||
|
b.
|
tidak memberi kesempatan kepada Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean untuk memasuki bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d;
|
|||
|
c.
|
tidak bersedia dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf a, Pasal 17 ayat (5) huruf b, Pasal 36 ayat (4) huruf a, dan/atau Pasal 42 ayat (5) huruf c;
|
|||
|
d.
|
tidak bersedia dilakukan pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5), Pasal 17 ayat (5) huruf a, Pasal 40 ayat (5), dan/atau Pasal 42 ayat (5) huruf b; dan/atau
|
|||
|
e.
|
tidak bersedia dilakukan pengambilan barang contoh (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dan/atau Pasal 36 ayat (4) huruf b,
|
|||
(7)
|
sehingga Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE dianggap tidak bersedia membantu atau menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi.
|
||||
|
a.
|
tidak bersedia membantu pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dalam hal memenuhi sebagian ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a sampai dengan huruf e; atau
|
|||
|
b.
|
menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dalam hal memenuhi seluruh ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a sampai dengan e.
|
|||
(8)
|
Dalam hal tidak bersedia membantu atau menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE dan/atau yang mewakili harus menandatangani surat penolakan atau tidak bersedia membantu pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 54 |
|||||
(1)
|
Dalam pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Monitoring dan/atau Evaluasi KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean harus:
|
||||
|
a.
|
memperlihatkan tanda pengenal;
|
|||
|
b.
|
menyampaikan surat tugas;
|
|||
|
c.
|
menjelaskan maksud dan tujuan dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi; dan/atau
|
|||
|
d.
|
merahasiakan seluruh Data Monev, data, dan informasi lain yang telah diperoleh selama kegiatan Monitoring dan/atau Evaluasi dari pihak lain yang tidak berhak.
|
|||
(2)
|
Dalam hal tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean dikenakan hukuman disiplin dan/atau hukuman lain sesuai ketentuan perundang-undangan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pembekuan Pasal 55 |
|||||
(1)
|
Fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE dibekukan dalam hal Penerima Fasilitas TPB, Penerima Fasilitas KITE dan/atau yang mewakili tidak bersedia membantu atau menolak pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (6).
|
||||
(2)
|
Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang menetapkan Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.
|
||||
(3)
|
Dalam hal fasilitas TPB dibekukan, Penerima Fasilitas TPB:
|
||||
|
a.
|
tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke TPB dengan mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, meliputi:
|
|||
|
|
1.
|
pemasukan barang dari luar daerah pabean;
|
||
|
|
2.
|
pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean, kecuali pengembalian atas barang yang telah dikeluarkan sementara; dan
|
||
|
|
3.
|
pemasukan barang dari TPB lainnya, kecuali pengembalian atas barang yang telah dikeluarkan sementara; dan
|
||
|
b.
|
tidak dapat melakukan kegiatan yang terkait dengan pengolahan barang kena Cukai, dalam hal Penerima Fasilitas TPB melakukan kegiatan pengolahan dan/atau memproduksi barang kena Cukai.
|
|||
(4)
|
Dalam hal fasilitas KITE dibekukan, atas impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan Fasilitas KITE tidak diberikan fasilitas KITE sejak tanggal dibekukan.
|
||||
(5)
|
Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak menghilangkan hak Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE untuk melakukan kegiatan kepabeanan lain dan kewajiban sebagai Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB atau KITE.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 56 |
|||||
(1)
|
Fasilitas TPB dan/atau Fasilitas KITE yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dapat diberlakukan kembali, dalam hal telah:
|
||||
|
a.
|
menyerahkan surat pernyataan bersedia dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi dan telah:
|
|||
|
|
1.
|
memenuhi permintaan dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d;
|
||
|
|
2.
|
dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf a, Pasal 17 ayat (5) huruf b, Pasal 36 ayat (4) huruf a, dan/atau Pasal 42 ayat (5) huruf c;
|
||
|
|
3.
|
dilakukan pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5), Pasal 17 ayat (5) huruf a, Pasal 40 ayat (5), dan/atau Pasal 42 ayat (5) huruf b; dan/atau
|
||
|
|
4.
|
dilakukan pengambilan barang contoh (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dan/atau Pasal 36 ayat (4) huruf b; atau
|
||
|
b.
|
menyerahkan surat pernyataan bersedia membantu kelancaran pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi dan telah:
|
|||
|
|
1.
|
memenuhi permintaan dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d;
|
||
|
|
2.
|
dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf a, Pasal 17 ayat (5) huruf b, Pasal 36 ayat (4) huruf a, dan/atau Pasal 42 ayat (5) huruf c;
|
||
|
|
3.
|
dilakukan pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5), Pasal 17 ayat (5) huruf a, Pasal 40 ayat (5), dan/atau Pasal 42 ayat (5) huruf b; dan/atau
|
||
|
|
4.
|
dilakukan pengambilan barang contoh (sampel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dan/atau Pasal 36 ayat (4) huruf b.
|
||
(2)
|
Surat pernyataan bersedia dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau surat pernyataan bersedia membantu kelancaran pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat sesuai contoh format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
(3)
|
Surat pernyataan bersedia dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau surat pernyataan bersedia membantu kelancaran pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat sesuai contoh format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||
|
a.
|
surat pernyataan bersedia dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
|
|||
|
b.
|
surat pernyataaan bersedia membantu kelancaran pelaksanaan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
|
|||
|
ditandatangani.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB IX
PENERAPANITINVENTORY Bagian Kesatu Umum Pasal 57
|
|||||
(1)
|
Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE wajib memiliki, mengelola dan mendayagunakan IT Inventory.
|
||||
(2)
|
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Penerima Fasilitas KITE IKM.
|
||||
(3)
|
Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta asistensi kepada:
|
||||
|
a.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
|
|||
|
b.
|
Kepala Kanwil;
|
|||
|
c.
|
Kepala KPUBC; atau
|
|||
|
d.
|
Kepala Kantor Pabean.
|
|||
(4)
|
Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE yang tidak memiliki, mengelola dan mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPB atau KITE.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Kriteria IT Inventory Pasal 58 |
|||||
(1)
|
IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
||||
|
a.
|
mampu mencatat, menyimpan, dan menampilkan riwayat aktivitas (log) serta mampu ditelusuri minimal 2 (dua) tahun;
|
|||
|
b.
|
hanya diakses oleh pihak atau pegawai diberikan hak akses (authorized access);
|
|||
|
c.
|
mampu memberikan data yang terkini (realtime) dan diakses secara daring oleh:
|
|||
|
|
1.
|
KPUBC atau Kantor Pabean untuk Penerima Fasilitas TPB;
|
||
|
|
2.
|
Kanwil atau KPUBC untuk Penerima Fasilitas KITE; atau
|
||
|
|
3.
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan/atau Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, dalam hal sedang dilakukan Monitoring dan/atau Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1);
|
||
|
d.
|
mampu menggambarkan keterkaitan dokumen kepabeanan dengan:
|
|||
|
|
1.
|
dokumen kepabeanan lain dengan mencantumkan data jenis, nomor, dan tanggal pemberitahuan pabean; dan
|
||
|
|
2.
|
dokumen transaksi keuangan Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE, seperti: invoice, purchase order, dan/atau dokumen transaksi keuangan lainnya;
|
||
|
e.
|
mampu mencatat pemasukan, pengeluaran, barang dalam proses (work in process), penyesuaian (adjustment), dan pemeriksaan persediaan (stock opname) atas barang yang mendapat fasilitas TPB dan/atau Barang Berfasilitas KITE secara berkelanjutan dan terkini (realtime) yang disesuaikan dengan proses bisnis Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE;
|
|||
|
f.
|
mampu mencatat setiap jenis barang yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE dengan kode yang berbeda; dan
|
|||
|
g.
|
memiliki sistem laporan pertanggungjawaban atas pencatatan dalam IT Inventory yang:
|
|||
|
|
1.
|
sesuai parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
||
|
|
2.
|
menampilkan laporan kegiatan fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE dan elemen data sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H dan huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
|
||
|
|
3.
|
dapat diakses dan diunduh secara langsung dari sistem IT Inventory; dan
|
||
|
|
4.
|
terintegrasi dengan data pencatatan dan pembukuan dari Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.
|
||
(2)
|
Pencatatan barang dalam proses (work in process) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan bagi Penerima Fasilitas TPB yang tidak melakukan kegiatan produksi.
|
||||
(3)
|
Pencatatan yang dilakukan secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan:
|
||||
|
a.
|
pencatatan dilakukan secara terus-menerus untuk setiap transaksi dan mutasi atas barang dan bahan yang mendapatkan fasilitas TPB, dalam hal Penerima Fasilitas TPB; dan/atau
|
|||
|
b.
|
pencatatan dilakukan secara terus-menerus untuk setiap transaksi dan mutasi atas Barang Berfasilitas KITE, dalam hal Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(4)
|
Pencatatan yang dilakukan secara terkini (realtime) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan:
|
||||
|
a.
|
pencatatan pemasukan, pengeluaran, barang dalam proses (work in process), penyesuaian (adjustment), dan pemeriksaan persediaan (stock opname) atas barang yang mendapat fasilitas TPB dan/atau Barang Berfasilitas KITE dilakukan sesegera mungkin setelah mendapat otorisasi dari pihak atau pegawai Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE sesuai kewenangan yang diatur dalam standar operasional prosedur (SOP) atau sistem pengendalian internal (SPI); dan/atau
|
|||
|
b.
|
setiap proses pencatatan ke dalam IT Inventory secara langsung memperbarui (refresh) basis data (database).
|
|||
(5)
|
Dalam hal barang yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan fasilitas KITE, pemberian kode yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f harus:
|
||||
|
a.
|
membedakan antara barang yang diimpor atau dimasukkan dengan fasilitas KITE dengan barang yang diimpor tanpa fasilitas KITE;
|
|||
|
b.
|
mencatat sisa proses produksi (scrap/waste) yang timbul sesuai konversi; dan
|
|||
|
c.
|
menggunakan kode yang berbeda untuk barang yang diimpor atau dimasukkan dengan fasilitas KITE Pembebasan atau KITE Pengembalian bagi Penerima Fasilitas KITE yang memiliki 2 (dua) Keputusan Menteri mengenai penetapan Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
(6)
|
Dalam hal Penerima Fasilitas TPB merupakan kawasan berikat, sistem laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi yang akan menghasilkan laporan keuangan dan laporan lain yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan.
|
||||
(7)
|
Kriteria IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan proses bisnis fasilitas TPB dan/atau fasilitas KITE.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 59 |
|||||
(1)
|
Dalam hal Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE telah mendayagunakan sistem pencatatan persediaan barang perusahaan, Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE wajib melakukan penyesuaian sesuai dengan kriteria IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1).
|
||||
(2)
|
Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan membuat suatu antarmuka (interface) yang menampilkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf g untuk memberikan akses secara daring kepada Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean, dalam hal:
|
||||
|
a.
|
sistem pencatatan persediaan barang perusahaan terintegrasi dengan induk dan/atau entitas perusahaan lain yang berbeda; dan/atau
|
|||
|
b.
|
telah mendayagunakan sistem pencatatan persediaan barang perusahaan namun aksesnya tidak dapat langsung disesuaikan dengan elemen data sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf H dan huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Kewenangan dan Kewajiban Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE Pasal 60 |
|||||
(1)
|
Pencatatan barang yang mendapat fasilitas TPB dan/atau Barang Berfasilitas KITE dalam IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dilakukan oleh pihak atau pegawai yang memiliki akses (authorized access) atau ditugaskan untuk melakukan pencatatan pada IT Inventory oleh Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE.
|
||||
(2)
|
Dalam hal terdapat perubahan data dalam pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perubahan data harus dilakukan oleh pihak Penerima Fasilitas TPB atau Penerima Fasilitas KITE yang memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan pencatatan dan/atau perubahan data pada IT Inventory.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 61 |
|||||
Penerima Fasilitas TPB dan/atau Penerima Fasilitas KITE dalam mengelola dan mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) wajib:
|
|||||
a.
|
memiliki dan mendayagunakan IT Inventory sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 yang terkoneksi dengan;
|
||||
|
1.
|
KPUBC atau Kantor Pabean untuk Penerima Fasilitas TPB; atau
|
|||
|
2.
|
Kanwil atau KPUBC untuk Penerima Fasilitas KITE;
|
|||
b.
|
memastikan konsistensi dan keakuratan IT Inventory;
|
||||
c.
|
menyediakan akses IT Inventory kepada Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean;
|
||||
d.
|
menyediakan akses IT Inventory kepada Direktur, Kepala kantor wilayah, dan Kepala kantor pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang peraturan Pajak Pertambahan Nilai, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, banding, dan/atau penegakan hukum di bidang perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
|
||||
e.
|
memberitahukan nama pengguna (username) dan kata sandi (password) untuk mengakses IT Inventory secara tertulis atau dengan media lain kepada:
|
||||
|
1.
|
Kepala KPUBC atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi untuk Penerima Fasilitas TPB; atau
|
|||
|
2.
|
Kepala Kanwil atau Kepala KPUBC yang menetapkan izin untuk Penerima Fasilitas KITE;
|
|||
f.
|
memberitahukan nama pengguna (username) dan kata sandi (password) untuk mengakses IT Inventory secara tertulis atau dengan media lain kepada Direktorat Jenderal Pajak atas permintaan pejabat sebagaimana dimaksud pada huruf d, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak disampaikannya surat permintaan; dan
|
||||
g.
|
menyediakan salinan data (backup data) yang dapat diandalkan dalam hal server mengalami gangguan atau kerusakan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Kewenangan dan Kewajiban Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak Pasal 62 |
|||||
(1)
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean berwenang untuk mengakses dan menguji keandalan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).
|
||||
(2)
|
Direktur, Kepala kantor wilayah, dan Kepala kantor pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang peraturan Pajak Pertambahan Nilai, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, banding, dan/atau penegakan hukum di bidang perpajakan, berwenang untuk mengakses IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).
|
||||
(3)
|
Kewenangan akses atas IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk membaca dan/atau mengunduh laporan mengenai:
|
||||
|
a.
|
transaksi pemasukan dan/atau pengeluaran barang dari dan/atau ke TPB;
|
|||
|
b.
|
transaksi pemasukan dan/atau pengeluaran Barang Berfasilitas KITE dari dan/atau ke Penerima Fasilitas KITE; dan/atau
|
|||
|
c.
|
seluruh kegiatan kepabeanan dalam hal dilakukan audit kepabeanan.
|
|||
(4)
|
Kewenangan akses atas IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi hak untuk membaca dan/atau mengunduh laporan mengenai:
|
||||
|
a.
|
transaksi pemasukan dan/atau pengeluaran barang dari dan/atau ke TPB; dan/atau
|
|||
|
b.
|
transaksi pemasukan dan/atau pengeluaran Barang Berfasilitas KITE dari dan/atau ke Penerima Fasilitas KITE.
|
|||
|
|
|
|
|
|
Pasal 63 |
|||||
(1)
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean dalam mengelola dan mendayagunakan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) wajib:
|
||||
|
a.
|
menjaga kerahasiaan dan keamanan akses ke IT Inventory; dan
|
|||
|
b.
|
menjaga kerahasiaan Data Monev yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory dari pihak lain yang tidak berhak;
|
|||
(2)
|
Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai, Kepala Kanwil, Kepala KPUBC, atau Kepala Kantor Pabean yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan hukuman disiplin dan/atau hukuman lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(3)
|
Direktur, Kepala kantor wilayah, dan Kepala kantor pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang peraturan Pajak Pertambahan Nilai, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, banding, dan/atau penegakan hukum di bidang perpajakan, wajib:
|
||||
|
a.
|
menjaga kerahasiaan dan keamanan akses ke IT Inventory; dan
|
|||
|
b.
|
menjaga kerahasiaan Data Monev yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory dari pihak lain yang tidak berhak.
|
|||
(4)
|
Direktur, Kepala kantor wilayah, dan Kepala kantor pelayanan pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang peraturan Pajak Pertambahan Nilai, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, banding, dan/atau penegakan hukum di bidang perpajakan, yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.
|
||||
|
|
|
|
|
|
BAB X
PENUTUP Pasal 64 |
|||||
Ketentuan mengenai petunjuk teknis pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Penerima Fasilitas TPB dan Penerima Fasilitas KITE ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 65 |
|||||
Pada saat peraturan Menteri ini mulai berlaku, pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi terhadap Penerima Fasilitas TPB dan Penerima Fasilitas KITE dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Pasal 66 |
|||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 30 Desember 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1365 |