Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
|||
|
|
|
|
Menimbang |
|||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66D ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dan ketentuan Pasal 11 ayat (21) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;
|
|||
|
|
|
|
Mengingat |
|||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
||
3.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
4.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6735);
|
||
5.
|
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
|
||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
|
||
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGGUNAAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU.
|
|||
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
||
2.
|
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
||
3.
|
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
|
||
4.
|
Kepala Daerah adalah gubernur bagi provinsi atau bupati bagi kabupaten atau wali kota bagi kota.
|
||
5.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan Daerah.
|
||
6.
|
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
|
||
7.
|
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah bagian dari transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.
|
||
8.
|
Rancangan Kegiatan dan Penganggaran DBH CHT yang selanjutnya disingkat RKP DBH CHT adalah rencana kegiatan dan penganggaran yang dapat dibiayai oleh DBH CHT sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan, dan diselaraskan dengan program kerja Pemerintah Daerah pada tahun anggaran berjalan.
|
||
9.
|
Sisa DBH CHT adalah selisih lebih antara DBH CHT yang telah disalurkan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan realisasi penggunaan DBH CHT yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan selama satu periode tahun anggaran dan/atau beberapa tahun anggaran.
|
||
|
|
|
|
BAB II
PENGGUNAAN DBH CHT Bagian Kesatu Prinsip Penggunaan DBH CHT Pasal 2 |
|||
DBH CHT digunakan untuk mendanai program:
|
|||
a.
|
peningkatan kualitas bahan baku;
|
||
b.
|
pembinaan industri;
|
||
c.
|
pembinaan lingkungan sosial;
|
||
d.
|
sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau
|
||
e.
|
pemberantasan barang kena cukai ilegal,
|
||
dengan prioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional terutama peningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan dan pemulihan perekonomian di Daerah.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
program peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat;
|
|
|
b.
|
program pembinaan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b untuk mendukung:
|
|
|
|
1.
|
bidang kesejahteraan masyarakat; dan
|
|
|
2.
|
bidang penegakan hukum;
|
|
c.
|
program pembinaan lingkungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c untuk mendukung:
|
|
|
|
1.
|
bidang kesejahteraan masyarakat; dan
|
|
|
2.
|
bidang kesehatan; dan
|
|
d.
|
program sosialisasi ketentuan di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d dan pemberantasan barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e untuk mendukung-bidang penegakan hukum.
|
|
(2)
|
Pemulihan perekonomian di Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diprioritaskan pada bidang kesejahteraan masyarakat.
|
||
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
Dalam pelaksanaan penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kepala Daerah membentuk sekretariat atau menunjuk koordinator pengelola penggunaan DBH CHT dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan DBH CHT di wilayah nya .
|
|||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Kegiatan yang Didanai DBH CHT Paragraf 1 Bidang Kesejahteraan Masyarakat Pasal 5 |
|||
(1)
|
Program peningkatan kualitas bahan baku untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
|
||
|
a.
|
pelatihan peningkatan kualitas tembakau;
|
|
|
b.
|
penanganan panen dan pasca panen;
|
|
|
c.
|
penerapan inovasi teknis; dan/atau
|
|
|
d.
|
dukungan sarana dan prasarana usaha tani tembakau.
|
|
(2)
|
Program pembinaan industri untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1 meliputi kegiatan:
|
||
|
a.
|
pendataan dan pengawasan kepemilikan atau penggunaan mesin pelinting rokok dan pemberian sertifikat/kode registrasi mesin pelinting rokok;
|
|
|
b.
|
penyediaan/pemeliharaan fasilitas pengujian bahan baku tembakau dan produk hasil tembakau bagi industri kecil dan menengah;
|
|
|
c.
|
penyediaan/pemeliharaan sarana dan/atau prasarana pengolahan limbah industri bagi industri hasil tembakau kecil dan menengah;
|
|
|
d.
|
pembinaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pada usaha industri hasil tembakau kecil dan menengah;
|
|
|
e.
|
pembentukan, pengelolaan, dan pengembangan sentra industri hasil tembakau; dan/atau
|
|
|
f.
|
penyediaan/pemeliharaan infrastruktur konektivitas yang mendukung industri hasil tembakau.
|
|
(3)
|
Program pembinaan lingkungan sosial untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 1 meliputi kegiatan:
|
||
|
a.
|
pemberian bantuan; dan
|
|
|
b.
|
peningkatan keterampilan kerja.
|
|
(4)
|
Program pembinaan lingkungan sosial untuk mendukung bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada:
|
||
|
a.
|
buruh tani tembakau dan/atau buruh pabrik rokok
|
|
|
b.
|
buruh pabrik rokok yang terkena pemutusan hubungan kerja; dan/atau
|
|
|
c.
|
anggota masyarakat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
|
|
(5)
|
Kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
|
||
|
a.
|
bantuan langsung tunai; dan/atau
|
|
|
b.
|
bantuan pembayaran iuran jaminan perlindungan produksi tembakau bagi petani tembakau.
|
|
(6)
|
Kegiatan peningkatan keterampilan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:
|
||
|
a.
|
pelatihan keterampilan kerja;
|
|
|
b.
|
bantuan modal usaha; dan/atau
|
|
|
c.
|
bantuan bibit/benih/pupuk dan/atau sarana dan prasarana produksi kepada petani tembakau dalam rangka diversifikasi ta nama n.
|
|
(7)
|
Pelaksanaan program peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan program pembinaan lingkungan sosial untuk bantuan bibit/benih/pupuk dan/atau sarana dan prasarana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.
|
||
(8)
|
Pelaksanaan program pembinaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga terkait dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.
|
||
(9)
|
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan Daerah dan/atau ketentuan dari kementerian negara/lembaga terkait dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah serta mempertimbangkan asas keadilan.
|
||
(10)
|
Pelaksanaan kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah paling kurang dengan mempertimbangkan kriteria penerima bantuan, besaran bantuan, jangka waktu pemberian bantuan, dan kondisi pemberian bantuan.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 2
Bidang Penegakan Hukum Pasal 6 |
|||
(1)
|
Program pembinaan industri untuk mendukung bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 2 meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan, dan pengembangan kawasan industri tertentu hasil tembakau.
|
||
(2)
|
Pelaksanaan kegiatan pembangunan, pengelolaan, dan pengembangan kawasan industri tertentu has.i l tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.
|
||
|
|
|
|
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Program sosialisasi ketentuan di bidang cukai untuk mendukung bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d meliputi kegiatan:
|
||
|
a.
|
penyampaian informasi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai kepada masyarakat dan/atau pemangku kepentingan; dan/atau
|
|
|
b.
|
pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
|
|
(2)
|
Penyampaian informasi ketentuan peraturan perundang undangan di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan menggunakan forum tatap muka dan/atau reklame/iklan pada media komunikasi sebagai berikut:
|
||
|
a.
|
media cetak seperti koran, majalah, brosur, poster, stiker, baliho, dan spanduk;
|
|
|
b.
|
media elektronik seperti radio, televisi, dan videotron; dan/atau
|
|
|
c.
|
media dalam jaringan.
|
|
(3)
|
Penyampaian informasi ketentuan peraturan perundang undangan di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas, mudah dibaca, dan dominan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 8 |
|||
(1)
|
Program pemberantasan barang kena cukai ilegal untuk mendukung bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d meliputi kegiatan:
|
||
|
a.
|
pengumpulan informasi peredaran barang kena cukai ilegal meliputi hasil tembakau:
|
|
|
|
1.
|
dilekati pita cukai palsu;
|
|
|
2.
|
tidak dilekati pita cukai;
|
|
|
3.
|
dilekati pita cukai yang bukan haknya atau salah personalisasi;
|
|
|
4.
|
dilekati pita cukai yang salah peruntukan; dan/atau
|
|
|
5.
|
dilekati pita cukai bekas,
|
|
|
di peredaran atau tempat penjualan eceran;
|
|
|
b.
|
operasi bersama pemberantasan barang kena cukai ilegal dengan Kantor Wilayah Bea Cukai dan/atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai setempat yang diinisiasi oleh Pemerintah Daerah; dan/atau
|
|
|
c.
|
penyediaan/pemeliharaan sarana dan/atau prasarana pendukung kegiatan pemberantasan barang kena cukai ilegal.
|
|
(2)
|
Kepala Daerah menyampaikan laporan pengumpulan informasi peredaran barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat dan/atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai setempat.
|
||
(3)
|
Pendanaan kegiatan pemberantasan barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diutamakan untuk mendukung operasional kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersama dengan instansi terkait yang mendukung tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
(4)
|
Penyediaan/pemeliharaan sarana dan/atau prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikoordinasikan dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat dan/atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai setempat.
|
||
|
|
|
|
Pasal 9 |
|||
Pemerintah Daerah membuat rencana kerja dan melaksanakan kegiatan di bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 bekerja sama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat dan/atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai setempat.
|
|||
|
|
|
|
Paragraf 3
Bidang Kesehatan Pasal 10 |
|||
(1)
|
Program pembinaan lingkungan sosial untuk mendukung bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 2 meliputi kegiatan:
|
||
|
a.
|
pelayanan kesehatan baik kegiatan promotif/preventif, maupun kuratif/rehabilitatif dengan prioritas mendukung upaya:
|
|
|
|
1.
|
penurunan angka prevalensi stunting;
|
|
|
2.
|
penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVJD-19);
|
|
|
3.
|
peningkatan vaksinasi dan imunisasi;
|
|
|
4.
|
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak di bawah lima tahun; dan/atau
|
|
|
5.
|
penanggulangan dan penanganan penyakit paru dan saluran pernapasan;
|
|
b.
|
penyediaan/peningkatan sarana/prasarana fasilitas kesehatan;
|
|
|
c.
|
penyediaan/peningkatan sarana/prasarana fasilitas sanitasi, pengelolaan limbah, dan air bersih; dan/atau
|
|
|
d.
|
pembayaran iuran jaminan kesehatan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah termasuk pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja.
|
|
(2)
|
Penyediaan/peningkatan sarana/prasarana fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
|
||
|
a.
|
pengadaan;
|
|
|
b.
|
pembangunan baru;
|
|
|
c.
|
penambahan ruangan;
|
|
|
d.
|
rehabilitasi bangunan;
|
|
|
e.
|
pemeliharaan bangunan/peralatan;
|
|
|
f.
|
kalibrasi/sertifikasi/akreditasi; dan/atau
|
|
|
g.
|
pembelian suku cadang.
|
|
(3)
|
Penyediaan/peningkatan sarana/prasarana fasilitas sanitasi, pengelolaan limbah, dan air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
|
||
|
a.
|
pengadaan ;
|
|
|
b.
|
pembangunan baru;
|
|
|
c.
|
rehabilitasi;
|
|
|
d.
|
pemeliharaan; dan/atau
|
|
|
e.
|
pembelian suku cadang.
|
|
(4)
|
Sarana/prasarana fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa alat dan/atau tempat yang digunakan untuk mendukung upaya pelayanan kesehatan, meliputi:
|
||
|
a.
|
bangunan/gedung/ruang;
|
|
|
b.
|
alat kesehatan;
|
|
|
c.
|
obat-obatan, bahan habis pakai, bahan kimia atau reagen;
|
|
|
d.
|
sarana transportasi rujukan; dan/atau
|
|
|
e.
|
peralatan operasional yang dapat dipindahkan untuk pelayanan kesehatan baik yang promotif, preventif, maupun kuratif/rehabilitatif.
|
|
(5)
|
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga terkait dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di Daerah.
|
||
|
|
|
|
Paragraf 4
Ketentuan Penggunaan DBH CHT Pasal 11 |
|||
(1)
|
Penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dianggarkan berdasarkan pagu alokasi DBH CHT pada tahun anggaran berjalan ditambah Sisa DBH CHT dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
50% (lima puluh persen) untuk bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, huruf b angka 1, dan huruf c angka 1;
|
|
|
b.
|
10% (sepuluh persen) untuk bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 2 dan huruf d; dan
|
|
|
c.
|
40% (empat puluh persen) untuk bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 2.
|
|
(2)
|
Penganggaran DBH CHT sebesar 50% (lima puluh persen) untuk bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
20% (dua puluh persen) untuk:
|
|
|
|
1.
|
program peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
|
|
|
2.
|
program pembinaan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2); dan/atau
|
|
|
3.
|
program pembinaan lingkungan sosial untuk kegiatan peningkatan keterampilan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6); dan
|
|
b.
|
30% (tiga puluh persen) untuk program pembinaan lingkungan sosial pada kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).
|
|
(3)
|
Persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibulatkan ke satuan persentase terdekat dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
dalam hal angka yang terletak di belakang koma lebih kecil dari 0,5 (nol koma lima), angka tersebut dibulatkan ke bawah; dan
|
|
|
b.
|
dalam hal angka yang terletak di belakang koma lebih besar atau sama dengan 0,5 (nol koma lima), angka tersebut dibulatkan ke atas menjadi 1 satuan.
|
|
(4)
|
Dalam hal ketersediaan anggaran untuk kegiatan di bidang penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b melebihi kebutuhan, Pemerintah Daerah mengalihkan kelebihan anggaran tersebut untuk kegiatan di bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, huruf b angka 1, huruf c angka 1, kegiatan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 2, dan/atau kegiatan lain sesuai dengan prioritas dan kebutuhan Daerah setelah berkonsultasi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat dan/atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai setempat.
|
||
(5)
|
Dalam hal ketersediaan anggaran untuk kegiatan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b melebihi kebutuhan, Pemerintah Daerah mengalihkan kelebihan anggaran tersebut untuk kegiatan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c angka 2, kegiatan lain di bidang kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dan/atau kegiatan lain sesuai dengan prioritas dan kebutuhan Daerah.
|
||
(6)
|
Dalam hal dilakukan pengalihan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Kepala Daerah menyampaikan surat pernyataan pengalihan anggaran kepada:
|
||
|
a.
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk provinsi; dan
|
|
|
b.
|
gubernur dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk kabupaten/kota.
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
RKPDBH CHT Pasal 12 |
|||
(1)
|
Kepala Daerah menyusun RKP DBH CHT sesuai program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10.
|
||
(2)
|
RKP DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat:
|
||
|
a.
|
perkiraan pagu alokasi DBH CHT dan Sisa DBH CHT;
|
|
|
b.
|
rincian kegiatan;
|
|
|
c.
|
target keluaran kegiatan; dan
|
|
|
d.
|
rincian pendanaan kegiatan.
|
|
(3)
|
RKP DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
|
||
(4)
|
RKP DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama dengan kementerian negara/lembaga terkait paling lambat bulan November pada tahun sebelum pelaksanaan kegiatan.
|
||
(5)
|
Gubernur dapat mengoordinasikan pembahasan penyusunan RKP DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersama bupati/wali kota dan kementerian negara/lembaga terkait.
|
||
(6)
|
Hasil pembahasan RKP DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam berita acara hasil pembahasan yang ditandatangani oleh perwakilan dari:
|
||
|
a.
|
Pemerintah dan provinsi untuk RKP DBH CHT provinsi Pemerintah; atau
|
|
|
b.
|
Pemerintah, kabupaten/kota, dan provinsi untuk RKP DBH CHT kabupaten/kota.
|
|
(7)
|
Berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Daerah menetapkan RKP DBH CHT dalam APBD.
|
||
|
|
|
|
Bagian Keempat
Laporan Realisasi Penggunaan DBH CHT Pasal 13 |
|||
(1)
|
Kepala Daerah menyusun laporan realisasi penggunaan DBH CHT untuk program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10.
|
||
(2)
|
Bupati/wali kota menyampaikan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada gubernur dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
laporan semester pertama diterima paling lambat tanggal 31 Juli tahun anggaran berjalan; dan
|
|
|
b.
|
laporan sampai dengan semester kedua diterima paling lambat tanggal 31 Januari tahun anggaran berikutnya.
|
|
(3)
|
Dalam hal terdapat pengalihan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6), laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan surat pernyataan pengalihan anggaran.
|
||
(4)
|
Dalam hal tanggal 31 Juli dan 31 Januari bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada hari kerja berikutnya.
|
||
|
|
|
|
Pasal 14 |
|||
(1)
|
Berdasarkan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), gubernur menyusun laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT setiap semester.
|
||
(2)
|
Gubernur menyampaikan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan:
|
||
|
a.
|
Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
|
|
|
b.
|
Menteri Pertanian c.q. Direktur Jenderal Perkebunan;
|
|
|
c.
|
Menteri Perindustrian c.q. Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri dan Direktur Jenderal Industri Agro;
|
|
|
d.
|
Menteri Kesehatan c.q. Sekretaris Jenderal; dan
|
|
|
e.
|
Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah.
|
|
(3)
|
Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
laporan semester pertama diterima paling lambat tanggal 20 Agustus tahun anggaran berjalan; dan
|
|
|
b.
|
laporan sampai dengan semester kedua diterima paling lambat tanggal 20 Februari tahun anggaran berikutnya.
|
|
(4)
|
Dalam hal tanggal 20 Agustus dan 20 Februari bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada hari kerja berikutnya.
|
||
|
|
|
|
BAB III
PEMANTAUAN DAN EVALUASI Bagian Kesatu Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi Pasal 15 |
|||
(1)
|
Gubernur melakukan pemantauan dan evaluasi realisasi penggunaan DBH CHT berdasarkan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
|
||
(2)
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kesehatan melakukan pemantauan dan evaluasi realisasi penggunaan DBH CHT berdasarkan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2).
|
||
(3)
|
Pemantauan dan evaluasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk mengetahui:
|
||
|
a.
|
kepatuhan dalam penyampaian laporan realisasi penggunaan DBH CHT;
|
|
|
b.
|
kesesuaian proporsi alokasi penggunaan untuk tiap tiap bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
|
|
|
c.
|
kesesuaian penggunaan untuk kegiatan pada tiap-tiap bidang.
|
|
|
d.
|
kesesuaian capa1an keluaran antara RKP DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6) dengan laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1); dan/atau
|
|
|
e.
|
besaran Sisa DBH CHT yang masih terdapat di rekening kas umum Daerah.
|
|
(4)
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berkoordinasi dengan provinsi dan/atau instansi/unit terkait.
|
||
(5)
|
Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk menghitung alokasi kinerja DBH CHT.
|
||
|
|
|
|
Bagian Kedua
Sisa DBH CHT Pasal 16 |
|||
(1)
|
Untuk menghitung besaran Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf e, Pemerintah Daerah melakukan rekonsiliasi perhitungan Sisa DBH CHT dengan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi.
|
||
(2)
|
Gubernur dapat mengoordinasikan pelaksanaan rekonsiliasi perhitungan Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||
(3)
|
Dalam hal rekonsiliasi perhitungan Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menghitung Sisa DBH CHT berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).
|
||
(4)
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan Sisa DBH CHT berdasarkan berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada gubernur.
|
||
(5)
|
Berdasarkan surat pemberitahuan Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah menganggarkan kembali Sisa DBH CHT dalam APBD perubahan tahun anggaran berjalan dan/atau APBD tahun anggaran berikutnya untuk mendanai program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10.
|
||
(6)
|
Penganggaran kembali Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam surat pernyataan penganggaran kembali yang ditandatangani oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
|
||
(7)
|
Surat pernyataan penganggaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada:
|
||
|
a.
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk provinsi; dan
|
|
|
b.
|
gubernur dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk kabupaten/kota.
|
|
(8)
|
Surat pernyataan penganggaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 5 Juni tahun anggaran berjalan.
|
||
(9)
|
Dalam hal tanggal 5 Juni bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) pada hari kerja berikutnya.
|
||
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Penundaan Penyaluran, Penyaluran Kembali, dan Penghentian Penyaluran Pasal 17 |
|||
(1)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dari bupati/wali kota; atau
|
|
|
b.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dari gubernur,
|
|
|
tidak memenuhi kesesuaian proporsi alokasi penggunaan DBH CHT untuk tiap-tiap bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan III.
|
||
(2)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari bupati/wali kota tidak diterima sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b; atau
|
|
|
b.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari gubernur tidak diterima sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b,
|
|
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran sebesar 100% (seratus persen) dari nilai penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan I.
|
||
(3)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari bupati/wali kota dan surat pernyataan penganggaran kembali Sisa DBH CHT dari bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk tidak diterima sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (8); atau
|
|
|
b.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari gubernur dan surat pernyataan penganggaran kembali Sisa DBH CHT dari gubernur atau pejabat yang ditunjuk tidak diterima sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (8),
|
|
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran sebesar 100% (seratus persen) dari nilai penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan II.
|
||
(4)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama dari bupati/wali kota tidak diterima sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a; atau
|
|
|
b.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama dari gubernur tidak diterima sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b,
|
|
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran sebesar 100% (seratus persen) dari nilai penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan III.
|
||
|
|
|
|
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penyaluran kembali DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan III yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dalam hal Kepala Daerah telah menyampaikan:
|
||
|
a.
|
perbaikan laporan realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama yang menunjukkan kesesuaian proporsi alokasi penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); dan/atau
|
|
|
b.
|
surat pernyataan pengalihan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6 ).
|
|
(2)
|
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penyaluran kembali DBH CHT yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dengan ketentuan:
|
||
|
a.
|
penyaluran kembali triwulan I dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima:
|
|
|
|
1.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampat dengan semester kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b dari bupati/wali kota; atau
|
|
|
2.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b dari gubernur;
|
|
b.
|
penyaluran kembali triwulan II dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima:
|
|
|
|
1.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampa1 dengan semester kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b dari bupati/wali kota dan surat pernyataan penganggaran kembali Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dari bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk; atau
|
|
|
2.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b dari gubernur dan surat pernyataan penganggaran kembali Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dari gubernur atau pejabat yang ditunjuk; dan
|
|
c.
|
penyaluran kembali triwulan III dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima:
|
|
|
|
1.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dari bupati/wali kota; atau
|
|
|
2.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b dari gubernur.
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
|||
(1)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
perbaikan laporan realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama yang menunjukkan kesesuaian proporsi alokasi penggunaan; dan/atau
|
|
|
b.
|
surat pernyataan pengalihan anggaran,
|
|
|
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a dan/atau huruf b belum diterima sampai dengan tanggal 15 November tahun anggaran berjalan, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan III yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
|
||
(2)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari bupati/wali kota; atau
|
|
|
b.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari gubernur,
|
|
|
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a belum diterima sampai dengan tanggal 15 November tahun anggaran berjalan, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan I yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
|
||
(3)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari bupati/wali kota dan surat pernyataan penganggaran kembali Sisa DBH CHT dari bupati/wali kota atau pejabat yang ditunjuk; atau
|
|
|
b.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari gubernur dan surat pernyataan penganggaran kembali Sisa DBH CHT dari gubernur atau pejabat yang ditunjuk,
|
|
|
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b belum diterima sampai dengan tanggal 15 November tahun anggaran berjalan, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan II yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3 ).
|
||
(4)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama dari bupati/wali kota; atau
|
|
|
b.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT semester pertama dari gubernur,
|
|
|
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c belum diterima sampai dengan tanggal 15 November tahun anggaran berjalan, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan III yang ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) dan penghentian penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan IV.
|
||
(5)
|
Dalam hal tanggal 15 November bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, batas waktu penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) pada hari kerja berikutnya.
|
||
(6)
|
Penghentian penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
|
||
|
|
|
|
Pasal 20 |
|||
(1)
|
Dalam hal:
|
||
|
a.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b; atau
|
|
|
b.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sampai dengan semester kedua dari gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b,
|
|
|
tidak memenuhi kesesuaian proporsi alokasi penggunaan DBH CHT untuk tiap-tiap bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian penyaluran sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai penyaluran DBH CHT kabupaten/kota atau provinsi triwulan I.
|
||
(2)
|
Penghentian penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
|
||
|
|
|
|
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 21 |
|||
Sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini, ketentuan mengenai DBH CHT dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan DBH, dana alokasi umum, dan dana otonomi khusus.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 22 |
|||
Ketentuan mengenai penggunaan DBH CHT dalam Peraturan Menteri ini tetap berlaku, sepanjang diamanatkan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 23 |
|||
Ketentuan mengenai contoh format:
|
|||
a.
|
laporan pengumpulan informasi peredaran barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);
|
||
b.
|
surat pernyataan pengalihan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6);
|
||
c.
|
RKP DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
|
||
d.
|
laporan realisasi penggunaan DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
|
||
e.
|
laporan konsolidasi realisasi penggunaan DBH CHT se bagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1); dan
|
||
f.
|
surat pernyataan penganggaran kembali Sisa DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7),
|
||
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||
|
|
|
|
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||
a.
|
batas waktu penyusunan dan pembahasan RKP DBH CHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) untuk tahun anggaran 2022 paling lambat bulan Februari 2022; dan
|
||
b.
|
ketentuan mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBH CHT tahun anggaran 2021 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.0 7/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
|
||
|
|
|
|
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 |
|||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1558), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|
|
|
Pasal 26 |
|||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2021 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. BENNY RIYANTO BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1513 |