Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Perubahan atau penyempurnaan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 214/PMK.02/2021

     
    TENTANG
     
    PENGAWASAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK MINERAL DAN BATUBARA MELALUI SINERGI PROSES BISNIS DAN DATA ANTAR KEMENTERIAN/LEMBAGA
     
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
     
     

    Menimbang

    a.
    bahwa untuk optimalisasi penerimaan negara dibutuhkan penguatan pengawasan penerimaan negara bukan pajak mineral dan batubara melalui sinergi proses bisnis dan data antar kementerian/lembaga; 
    b.
    bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 8 huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, untuk pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang;
    c.
    bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 15 huruf e Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dalam mengelola penerimaan negara bukan pajak berwenang melakukan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungiawaban penerimaan negara bukan pajak;
    d.
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mineral dan Batubara melalui Sinergi Proses Bisnis dan Data antar Kementerian/Lembaga;
     
     

    Mengingat

    1.
    Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
    2.
    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
    3.
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
    4.
    Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
    5.
    Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
    6.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGAWASAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK MINERAL DAN BATUBARA MELALUI SINERGI PROSES BISNIS DAN DATA ANTAR KEMENTERIAN/LEMBAGA.
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
    1.
    Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. 
    2.
    Wajib Bayar PNBP yang selanjutnya disingkat WB adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    3.
    Sistem Informasi PNBP Online yang selanjutnya disebut SIMPONI adalah sistem informasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran, yang meliputi Sistem Perencanaan PNBP, Sistem Billing dan Sistem Pelaporan PNBP.
    4.
    Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran atau penyetoran ke kas negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara atau sistem penerimaan negara yang dikelola Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
    5.
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
    6.
    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang selanjutnya disingkat Kementerian ESDM adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
    7.
    Kementerian Perdagangan adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
    8.
    Kementerian Perhubungan adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi/perhubungan.
    9.
    Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
    10.
    Lembaga National Single Window yang selanjutnya disingkat LNSW adalah unit organisasi Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan Indonesia National Single Window dan penyelenggaraan SINSW dalam penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, dan dokumen logistik nasional secara elektronik.
     
     

    Pasal 2

    Pengaturan Pengawasan PNBP Mineral dan Batubara melalui Sinergi Proses Bisnis dan Data Antar Kementerian/Lembaga bertujuan untuk peningkatan efektivitas pengawasan, peningkatan kepatuhan pemenuhan kewajiban penerimaan negara, dan optimalisasi penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam sektor mineral dan batubara melalui sinergi proses bisnis dan data antar Kementerian/Lembaga.
     
    BAB II
    SINERGI PENGELOLMN PNBP MINERAL DAN BATUBARA
     

    Pasal 3

    (1)
    Dalam rangka efektivitas pengawasan PNBP mineral dan batubara, Kementerian Keuangan melakukan sinergi antar unit Eselon I yang meliputi Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan LNSW.
    (2)
    Selain sinergi antar unit Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian Keuangan melakukan sinergi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perhubungan.
    (3)
    Sinergi dengan Kementerian ESDM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data perizinan pertambangan, perhitungan dan pembayaran PNBP, rencana dan realisasi atas pembelian dan penjualan, dan laporan hasil verifikasi terkait komoditas mineral dan batubara.
    (4)
    Sinergi dengan Kementerian Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data perizinan/persetujuan dalam rangka ekspor dan laporan surveyor ekspor terkait komoditas mineral dan batubara.
    (5)
    Sinergi dengan Kementerian Perhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa sinergi proses bisnis dan data pengangkutan/pengapalan terkait komoditas mineral dan batubara dalam rangka penerbitan surat persetujuan berlayar dan/atau surat persetujuan olah gerak.
     
     
    BAB III
    PENGELOLAAN DATA DAN SISTEM PADA DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN
     

    Pasal 4

    (1)
    Direktorat Jenderal Anggaran mengelola:
     
    a.
    data kode billing dan NTPN dari SIMPONI; dan 
     
    b.
    data hasil sinergi dengan Kementerian ESDM berupa laporan hasil verifikasi dan data lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
    (2)
    Direktorat Jenderal Anggaran melakukan monitoring dan evaluasi terhadap data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memastikan validitas dan kesesuaian data antara lain: 
     
    a.
    nomor pokok wajib pajak WB;
     
    b.
    referensi pembayaran jenis dan tarif atas jenis PNBP; dan
     
    c.
    elemen data pembayaran royalti.
    (3)
    Validitas dan kesesuaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui sistem. 
    (4)
    Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditemukan perbedaan data, Direktorat Jenderal Anggaran akan berkoordinasi dengan unit/instansi terkait untuk menindaklanjuti temuan dimaksud.
     
     

    Pasal 5

    (1)
    Direktorat Jenderal Anggaran mengalirkan data NTPN, laporan hasil verifikasi, dan data lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) kepada LNSW dalam rangka pengelolaan data sektor mineral dan batubara.
    (2)
    Direktorat Jenderal Anggaran dapat berkoordinasi dengan LNSW dalam rangka memastikan kelancaran aliran data.
     
     
    BAB IV
    PENGELOLAAN DATA DAN SISTEM PADA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
     

    Pasal 6

    Direktorat Jenderal Pajak mengelola dan memberikan hak akses sistem konfirmasi status wajib pajak untuk memberikan informasi/keterangan terkait validitas nomor pokok wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak sektor pertambangan mineral dan batubara.
     
    BAB V
    PENGELOLAAN DATA DAN SISTEM PADA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
     

    Pasal 7

    (1)
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menatausahakan data pemberitahuan pabean ekspor yang paling sedikit memuat: 
     
    a.
    identitas eksportir;
     
    b.
    identitas pemilik mineral atau batubara;
     
    c.
    identitas pembeli;
     
    d.
    sarana pengangkut;
     
    e.
    harga jual (nilai barang); dan
     
    f.
    kuantitas mineral dan batubara.
    (2)
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menatausahakan data manifest kapal pengangkut yang paling sedikit memuat:
     
    a.
    kuantitas barang;
     
    b.
    tanggal keberangkatan sarana pengangkut; dan
     
    c.
    nama sarana pengangkut.
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik atas mineral dan batubara yang akan diekspor.
    (2)
    Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
     
     

    Pasal 9

    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberikan hak akses data atas pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan data manifest kapal pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) kepada LNSW secara transaksional.
     

    Pasal 10

    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat berkoordinasi dengan LNSW dalam rangka memastikan kelancaran aliran data.
     
     
    BAB V
    PENGELOLAAN DATA DAN SISTEM PADA LNSW
     

    Pasal 11

    (1)
    LNSW mengelola data pada SINSW yang berasal dari:
     
    a.
    data hasil Perdagangan sinergi dengan Kementerian berupa data terkait perizinan/persetujuan dalam rangka ekspor dan laporan surveyor ekspor se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4);
     
    b.
    data hasil sinergi dengan Kementerian Perhubungan berupa data terkait pengangkutan/pengapalan komoditas mineral dan batubara dalam rangka penerbitan surat persetujuan berlayar dan/atau surat persetujuan olah gerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5); 
     
    c.
    data dari Direktorat Jenderal Anggaran berupa NTPN, laporan hasil verifikasi, dan data lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); dan
     
    d.
    data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa data pemberitahuan pabean ekspor dan data manifest kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
    (2)
    Dalam rangka pengelolaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SINSW melakukan validasi atas data bukti pembayaran PNBP pada dokumen yang disampaikan oleh sistem Kementerian Perdagangan dan/a tau Kementerian Perhubungan.
    (3)
    Dalam hal berdasarkan hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditemukan tidak valid, SINSW:
     
    a.
    menginformasikan ke sistem yang dikelola oleh Kementerian Perdagangan dan/a tau Kementerian Perhubungan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau 
     
    b.
    mengembalikan ke sistem yang dikelola oleh Kementerian Perdagangan dan/a tau Kementerian Perhubungan untuk dilakukan perbaikan, dalam hal:
     
     
    1)
    badan usaha mencantumkan bukti pembayaran PNBP tidak valid minimal 3 (tiga) kali; dan
     
     
    2)
    telah diberikan peringatan.
     
    BAB VII
    PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA HASIL SINERGI
     
    Bagian Kesatu
    Pengelolaan Data Hasil Sinergi
     

    Pasal 12

    (1)
    LNSW mengelola data hasil sinergi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 yang terdiri atas: 
     
    a.
    data mentah (raw data); dan
     
    b.
    data olahan (data analitikal).
    (2)
    Dalam mengelola data hasil sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LNSW melakukan tugas antara lain: 
     
    a.
    menyimpan raw data dari instansi terkait;
     
    b.
    melakukan penyandingan data antar instansi;
     
    c.
    membuat data analitikal; dan
     
    d.
    membuat sistem monitoring.
     
     
     
    Bagian Kedua
    Pemanfaatan Data Hasil Sinergi
     

    Pasal 13

    (1)
    Setiap instansi yang terlibat dalam sinergi dapat memanfaatkan data hasil sinergi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas sesuai dengan kewenangan masing-masing.
    (2)
    Pemanfaatan data hasil sinergi untuk mendukung pelaksanaan tugas sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam rangka:
     
    a.
    pengawasan dan/atau pemeriksaan penerimaan negara; 
     
    b.
    optimalisasi penerimaan negara;
     
    c.
    pengawasan kepatuhan pemegang izin di bidang pertambangan terhadap pemenuhan kewajiban kepada negara;
     
    d.
    pengawasan terhadap dalam rangka ekspor; perizinan/persetujuan
     
    e.
    bahan perumusan kebijakan di masing-masing instansi terkait; dan/atau
     
    f.
    alasan lain berdasarkan pertimbangan Menteri.
     
     
     

    Pasal 14

    (1)
    Setiap instansi yang membutuhkan data mentah (raw data) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, harus mendapatkan persetujuan dari instansi pemilik data. 
    (2)
    Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), instansi yang membutuhkan data mentah (raw data) berkoordinasi dengan LNSW.
    (3)
    Persetujuan dari instansi pemilik data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkan dalam bentuk kerja sama sinergi proses bisnis dan data antar unit/instansi terkait. 
     

    Pasal 15

    (1)
    Setiap instansi yang terlibat dalam sinergi apabila membutuhkan data olahan (data analitikal) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada LNSW dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Anggaran.
    (2)
    Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LNSW dapat memberikan hak akses kepada instansi yang mengajukan permohonan setelah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Anggaran.
     
     

    Pasal 16

    Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemanfaatan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 diatur dalam Peraturan Kepala LNSW.
     
    Bagian Ketiga
    Kerahasiaan Data, Monitoring, dan Evaluasi
     

    Pasal 17

    (1)
    Setiap instansi yang terlibat dalam sinergi menjaga kerahasiaan data mentah (raw data) yang diperoleh dari LNSW se bagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
    (2)
    Setiap instansi yang terlibat dalam sinergi menjaga kerahasiaan atas hak akses dan data olahan (data analitikal) yang diperoleh dari SINSW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
     
     

    Pasal 18

    LNSW melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan sinergi secara berkala.
     
    BAB VIII
    GANGGUAN SISTEM DAN ALIRAN DATA
     

    Pasal 19

    (1)
    Dalam hal terjadi gangguan sistem dan/atau aliran data yang menyebabkan terhambatnya proses sinergi, para pihak melakukan proses perbaikan atas kendala dan gangguan yang dihadapi. 
    (2)
    Dalam hal perbaikan atas kendala dan gangguan membutuhkan waktu yang lama, para pihak menginformasikan secara tertulis kepada LNSW dengan tembusan kepada pihak lain yang terlibat dalam sInergI.
    (3)
    Terhadap informasi yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), LNSW dapat menangguhkan proses validasi atas transaksi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dalam rangka kelancaran kegiatan pengangkutan/pengapalan mineral dan batubara.
     
     
    BAB IX
    PEMBLOKIRAN AKSES SIMPONI DAN AKSES KEPABEANAN
     

    Pasal 20

    (1)
    Dalam rangka optimalisasi PNBP, Direktorat Jenderal Anggaran selaku unit yang ditunjuk Menteri untuk melakukan pengawasan PNBP, dapat:
     
    a.
    melakukan pemblokiran dan/atau akses SIMPONI;
     
    b.
    merekomendasikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan pemblokiran akses kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (2)
    Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan atas dasar:
     
    a.
    piutang PNBP; dan/atau
     
    b.
    permintaan instansi pengelola PNBP kepada Direktorat Jenderal Anggaran untuk pemblokiran akses SIMPONI dan/atau untuk merekomendasikan pemblokiran akses kepabeanan.
    (3)
    Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan melalui sistem.
     
     

    Pasal 21

    (1)
    Pembukaan terhadap pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan adanya pembayaran/pelunasan/penyelesaian atas piutang PNBP dan/atau permintaan instansi pengelola PNBP kepada Direktorat Jenderal Anggaran.
    (2)
    Dalam hal pembukaan blokir akses kepabeanan, Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan rekomendasi pembukaan blokir kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    (3)
    Pembukaan pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rekomendasi pembukaan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan melalui sistem.
     
     
    BAB X
    KETENTUAN PERALIHAN
     

    Pasal 22

    Validasi atas data bukti pembayaran PNBP pada dokumen yang disampaikan oleh sistem Kementerian Perdagangan, dan/atau Kementerian Perhubungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) diberlakukan untuk:
    a.
    komoditas mineral dalam rangka penjualan ekspor; dan
    b.
    komoditas mineral dan batubara dalam rangka penjualan domestik,
    paling lambat bulan Oktober 2022.
     
    BAB XI
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 23

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
     
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri m1 dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 31 Desember 2021
    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    SRI MULYANI INDRAWATI
     
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 31 Desember 2021
    DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
    ttd.
    BENNY RIYANTO
     
    BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1512

    Peraturan Menteri Keuangan 214/PMK.02/2021 - Perpajakan DDTC