Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 200/PMK.04/2019
TENTANG
PEMBEBASAN BEA MASUK DAN CUKAI ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
|||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2007 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan;
|
||||||
b.
|
bahwa untuk lebih meningkatkan pengawasan dan meningkatkan pelayanan dalam pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan melalui penyederhanaan prosedur kepabeanan, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
||||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan;
|
||||||
|
|
||||||
Mengingat |
|||||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
|
||||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
|
||||||
|
|
||||||
MEMUTUSKAN:
|
|||||||
Menetapkan |
|||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN CUKAI ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 1 |
|||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||
1.
|
Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan adalah barang dan/atau peralatan yang benar-benar digunakan untuk memajukan ilmu pengetahuan termasuk untuk kegiatan penelitian atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
|
||||||
2.
|
Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
|
||||||
3.
|
Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara atau lembaga pemerintah non kementerian yang melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
|
||||||
4.
|
Badan Usaha adalah badan atau lembaga berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha dan salah satu kegiatannya melakukan penelitian atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
5.
|
Kawasan yang Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
|
||||||
6.
|
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web.
|
||||||
7.
|
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 2 |
|||||||
(1)
|
Atas impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan diberikan pembebasan bea masuk dan cukai.
|
||||||
(2)
|
Pembebasan bea masuk dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat diberikan atas:
|
||||||
|
a.
|
impor barang melalui tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus, atau Kawasan Bebas; atau
|
|||||
|
b.
|
pemindahtanganan barang impor yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk dari penerima pembebasan bea masuk.
|
|||||
(3)
|
Impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
|
||||||
|
a.
|
Perguruan Tinggi;
|
|||||
|
b.
|
Kementerian/Lembaga; atau
|
|||||
|
c.
|
Badan Usaha.
|
|||||
(4)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika impor barang yang dilakukan oleh Badan Usaha berupa peralatan dan/atau bahan untuk digunakan dalam proses produksi Badan Usaha.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 3 |
|||||||
Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dilakukan oleh Badan Usaha, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
|||||||
a.
|
barang impor belum diproduksi di dalam negeri;
|
||||||
b.
|
barang impor sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
|
||||||
c.
|
barang impor sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan,
|
||||||
sesuai dengan rekomendasi dari kementerian/lembaga teknis terkait.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 4 |
|||||||
(1)
|
Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga, atau Badan Usaha, mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan barang.
|
||||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
|
||||||
|
a.
|
pejabat paling rendah setingkat Dekan, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi;
|
|||||
|
b.
|
pejabat paling rendah setingkat eselon II atau pimpinan tinggi pratama, dalam hal permohonan diajukan oleh Kementerian/Lembaga; atau
|
|||||
|
c.
|
pimpinan Badan Usaha, dalam hal permohonan diajukan oleh Badan Usaha.
|
|||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilampiri dengan:
|
||||||
|
a.
|
rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk dan cukai dari:
|
|||||
|
|
1.
|
pimpinan Perguruan Tinggi atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh pimpinan Perguruan Tinggi, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi negeri;
|
||||
|
|
2.
|
Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi swasta;
|
||||
|
|
3.
|
pejabat paling rendah setingkat eselon II atau pimpinan tinggi pratama dari kementerian/lembaga yang membina Perguruan Tinggi kedinasan, dalam hal permohonan diajukan oleh Perguruan Tinggi kedinasan; atau
|
||||
|
|
4.
|
pejabat paling rendah setingkat eselon II atau pimpinan tinggi pratama dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian atau kementerian/lembaga yang membina Badan Usaha terkait, dalam hal permohonan diajukan oleh Badan Usaha;
|
||||
|
b.
|
dokumen perolehan Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan berupa:
|
|||||
|
|
1.
|
fotokopi surat keterangan dari pemberi hibah/bantuan (gift certificate) atau surat perjanjian kerja sama, dalam hal Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan berasal dari hibah/bantuan atau kerja sama; atau
|
||||
|
|
2.
|
fotokopi dokumen pembelian, dalam hal Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan berasal dari pembelian.
|
||||
(4)
|
Dokumen pembelian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 2 yang diajukan oleh Perguruan Tinggi negeri atau Kementerian/Lembaga barus dilengkapi dengan:
|
||||||
|
a.
|
fotokopi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen yang dipersamakan dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, dalam hal pembelian menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
|
|||||
|
b.
|
fotokopi surat perjanjian atau kontrak pengadaan barang yang menyebutkan bahwa harga dalam perjanjian atau kontrak pengadaan barang tidak meliputi pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal pembelian dan/atau importasi Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dilaksanakan oleh pihak ketiga.
|
|||||
(5)
|
Contoh format permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 5 |
|||||||
(1)
|
Rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, paling sedikit memuat:
|
||||||
|
a.
|
identitas Perguruan Tinggi atau Badan Usaha;
|
|||||
|
b.
|
rincian jumlah dan jenis barang yang direkomendasikan untuk mendapat pembebasan bea masuk dan cukai;
|
|||||
|
c.
|
uraian mengenai kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan; dan
|
|||||
|
d.
|
uraian mengenai manfaat kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf c dalam memajukan ilmu pengetahuan.
|
|||||
(2)
|
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperuntukkan bagi Badan Usaha harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 6 |
|||||||
(1)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan cukai.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pembebasan bea masuk dan cukai atas impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
|
||||||
(3)
|
Jangka waktu pengimporan atas impor barang yang diberikan pembebasan bea masuk dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||||||
(5)
|
Contoh format Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 7 |
|||||||
(1)
|
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dapat dilakukan perubahan dalam hal:
|
||||||
|
a.
|
terjadi kesalahan tulis atau kesalahan ketik; dan/atau
|
|||||
|
b.
|
terdapat perubahan data dari yang bersangkutan.
|
|||||
(2)
|
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan sepanjang:
|
||||||
|
a.
|
pemberitahuan pabean atas barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) belum mendapat nomor pendaftaran pada kantor pabean tempat pemasukan; dan
|
|||||
|
b.
|
masih dalam jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
|
|||||
(3)
|
Untuk dapat melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga, atau Badan Usaha mengajukan permohonan perubahan Keputusan Menteri Keuangan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai dengan menyebutkan alasan dilakukan perubahan dan melampirkan dokumen yang mendukung alasan perubahan.
|
||||||
(4)
|
Atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk dapat melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
|
||||||
(5)
|
Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
|
||||||
(6)
|
Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 8 |
|||||||
(1)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (3), serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan, disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Sistem Indonesia National Single Window.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Sistem Indonesia National Single Window mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis disertai dengan:
|
||||||
|
a.
|
lampiran permohonan dalam bentuk hardcopy; dan
|
|||||
|
b.
|
hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk softcopy.
|
|||||
(3)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (5), atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dan Pasal 7 ayat (6), dilakukan paling lama:
|
||||||
|
a.
|
5 (lima) jam kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar, dalam hal permohonan diajukan secara elektronik; atau
|
|||||
|
b.
|
3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar dalam hal permohonan diajukan secara tertulis.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 9 |
|||||||
(1)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), dapat dikecualikan dari ketentuan mengenai pembatasan impor berdasarkan rekomendasi dari kementerian/lembaga terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
(2)
|
Tata cara pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus, atau Kawasan Bebas.
|
||||||
(3)
|
Tata cara pemindahtanganan barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 10 |
|||||||
Terhadap barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), dapat diberikan fasilitas perpajakan berupa:
|
|||||||
a.
|
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan
|
||||||
b.
|
dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22,
|
||||||
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 11 |
|||||||
Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) berupa kendaraan bermotor, tidak diterbitkan surat keterangan pengimporan kendaraan bermotor.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 12 |
|||||||
Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan pemberian pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang, bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang wajib dibayar dan dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi administrasi di bidang kepabeanan, bidang cukai, dan/atau bidang perpajakan.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 13 |
|||||||
Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), dapat diselesaikan kewajiban pabeannya dengan cara:
|
|||||||
a.
|
dipindahtangankan;
|
||||||
b.
|
diekspor kembali; atau
|
||||||
c.
|
dimusnahkan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 14 |
|||||||
(1)
|
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor dengan cara dipindahtangankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, dapat dilakukan dengan ketentuan:
|
||||||
|
a.
|
barang impor telah digunakan paling singkat selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean; atau
|
|||||
|
b.
|
barang impor tidak dapat atau tidak layak dipergunakan lagi dalam kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan berdasarkan rekomendasi dari kementerian/lembaga teknis terkait.
|
|||||
(2)
|
Ketentuan mengenai jangka waktu pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak berlaku dalam hal:
|
||||||
|
a.
|
terjadi keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang; atau
|
|||||
|
b.
|
dipindahtangankan kepada pihak lain yang mendapatkan pembebasan bea masuk.
|
|||||
|
|
|
|||||
Pasal 15 |
|||||||
(1)
|
Terhadap pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terutang bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor.
|
||||||
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika:
|
||||||
|
a.
|
pemindahtanganan dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak pemberitahuan pabean;
|
|||||
|
b.
|
terjadi keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang; atau
|
|||||
|
c.
|
dipindahtangankan kepada sesama penerima pembebasan bea masuk.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) berupa kendaraan bermotor, pemindahtanganan yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) terjadi keadaan kahar (force majeure) namun barang masih memiliki nilai ekonomis, pemindahtanganan yang dilakukan sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 16 |
|||||||
(1)
|
Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a atas:
|
||||||
|
a.
|
barang impor selain kendaraan bermotor yang dilakukan sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean; atau
|
|||||
|
b.
|
barang impor berupa kendaraan bermotor,
|
|||||
|
dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri.
|
||||||
(2)
|
Untuk mendapatkan izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga, atau Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan.
|
||||||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Sistem Indonesia National Single Window.
|
||||||
(4)
|
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Sistem Indonesia National Single Window mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis dan disertai dengan:
|
||||||
|
a.
|
lampiran permohonan dalam bentuk hardcopy; dan
|
|||||
|
b.
|
hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk softcopy.
|
|||||
(5)
|
Contoh format surat permohonan izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 17 |
|||||||
(1)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan permohonan pemindahtanganan.
|
||||||
(2)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan:
|
||||||
|
a.
|
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemindahtanganan Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dengan disertai kewajiban membayar bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang, dalam hal pemindahtanganan dilakukan kepada selain penerima pembebasan bea masuk; atau
|
|||||
|
b.
|
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemindahtanganan Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dengan tidak disertai kewajiban membayar bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang, dalam hal pemindahtanganan dilakukan kepada sesama penerima pembebasan bea masuk.
|
|||||
(3)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
|
||||||
(4)
|
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan pemindahtanganan diterima.
|
||||||
(5)
|
Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.
|
||||||
(6)
|
Contoh format Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
(7)
|
Contoh format Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 18 |
|||||||
(1)
|
Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a.
|
||||||
(2)
|
Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean dalam pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan.
|
||||||
(3)
|
Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk barang impor berupa kendaraan bermotor, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
|
a.
|
dalam hal pemindahtanganan dilakukan sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean, tarif dan nilai pabean yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean impor;
|
|||||
|
b.
|
dalam hal pemindahtanganan dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean:
|
|||||
|
|
1.
|
tarif yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean impor; dan
|
||||
|
|
2.
|
nilai pabean yang berlaku pada saat kendaraan bermotor dipindahtangankan;
|
||||
(4)
|
Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas barang impor yang mengalami keadaan kahar (force majeure), menggunakan tarif dan nilai pabean yang berlaku pada saat dipindahtangankan.
|
||||||
(5)
|
Pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan di kantor pabean tempat pemasukan barang.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 19 |
|||||||
Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a atas barang impor selain kendaraan bermotor yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean dapat dilakukan tanpa persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 20 |
|||||||
(1)
|
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor dengan cara ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ekspor.
|
||||||
(2)
|
Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga, atau Badan Usaha yang melakukan ekspor kembali barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), dibebaskan dari kewajiban untuk membayar bea masuk, cukai dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 21 |
|||||||
(1)
|
Penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor dengan cara pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, dapat dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean.
|
||||||
(2)
|
Ketentuan mengenai jangka waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure).
|
||||||
(3)
|
Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) yang telah dilakukan pemusnahan dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 22 |
|||||||
(1)
|
Pelaksanaan pemindahtanganan, ekspor kembali, dan pemusnahan Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan milik Perguruan Tinggi negeri, Perguruan Tinggi kedinasan, dan/atau Kementerian/Lembaga, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai barang milik negara.
|
||||||
(2)
|
Pelaksanaan pemusnahan Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan milik Perguruan Tinggi swasta dan/atau Badan Usaha dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 23 |
|||||||
(1)
|
Untuk mendapatkan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), Perguruan Tinggi swasta atau Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan.
|
||||||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Sistem Indonesia National Single Window.
|
||||||
(3)
|
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Sistem Indonesia National Single Window mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dan disertai dengan:
|
||||||
|
a.
|
lampiran permohonan dalam bentuk hardcopy; dan
|
|||||
|
b.
|
hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk softcopy.
|
|||||
(4)
|
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan permohonan izin pemusnahan.
|
||||||
(5)
|
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan persetujuan pemusnahan.
|
||||||
(6)
|
Persetujuan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku untuk jangka waktu pelaksanaan pemusnahan paling lama 1 (satu) tahun.
|
||||||
(7)
|
Contoh format permohonan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
(8)
|
Contoh format persetujuan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 24 |
|||||||
(1)
|
Berdasarkan persetujuan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5), dilakukan pemusnahan atas Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan oleh pihak yang ditunjuk oleh Perguruan Tinggi swasta atau Badan Usaha dengan disaksikan oleh:
|
||||||
|
a.
|
Perwakilan Perguruan Tinggi swasta atau Badan Usaha; dan
|
|||||
|
b.
|
Pejabat Bea dan Cukai,
|
|||||
|
serta dituangkan dalam berita acara pemusnahan.
|
||||||
(2)
|
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara merusak Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan sehingga tidak dapat difungsikan dan diperbaiki kembali.
|
||||||
(3)
|
Segala biaya yang timbul atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung oleh pihak Perguruan Tinggi swasta atau Badan Usaha.
|
||||||
(4)
|
Contoh format berita acara pemusnahan tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 25 |
|||||||
Direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas barang impor yang ditujukan untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 26 |
|||||||
(1)
|
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), Pasal 7 ayat (5), Pasal 7 ayat (6), Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (5):
|
||||||
|
a.
|
wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
|||||
|
b.
|
bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
|
|||||
|
c.
|
tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pejabat lain.
|
|||||
(2)
|
Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk.
|
||||||
(3)
|
Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 27 |
|||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
|
|||||||
1.
|
Permohonan pembebasan bea masuk dan cukai yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, pemrosesan permohonan pembebasan bea masuk dan cukai dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2007; dan
|
||||||
2.
|
Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang telah diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2007, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku Keputusan Menteri dimaksud.
|
||||||
|
|
||||||
Pasal 28 |
|||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2007 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||||||
|
|||||||
Pasal 29 |
|||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
|||||||
|
|||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||||||
|
|
||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2019
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2019
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1670
|