Quick Guide
Hide Quick Guide
Bandingkan Versi Sebelumnya
Buka PDF
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||||||
|
|
|||||||||
Menimbang |
||||||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012;
|
|||||||||
b.
|
bahwa untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak, perlu mengubah ketentuan mengenai tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak;
|
|||||||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (6), Pasal 14 ayat (6), Pasal 15 ayat (5), dan Pasal 17A ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak;
|
|||||||||
|
|
|||||||||
Mengingat |
||||||||||
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak;
|
||||||||||
|
||||||||||
MEMUTUSKAN: | ||||||||||
Menetapkan |
||||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN PAJAK.
|
||||||||||
|
||||||||||
Pasal I |
||||||||||
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak diubah sebagai berikut:
|
||||||||||
|
||||||||||
1.
|
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||
|
|
|||||||||
|
Pasal 1
|
|||||||||
|
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||||
|
1.
|
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
|
||||||||
|
2.
|
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
|
||||||||
|
3.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
|
||||||||
|
4.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
|
||||||||
|
5.
|
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
|
||||||||
|
6.
|
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
|
||||||||
|
7.
|
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
||||||||
|
8.
|
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang sama.
|
||||||||
|
9.
|
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
|
||||||||
|
|
|
||||||||
2.
|
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||
|
|
|||||||||
|
Pasal 2
|
|||||||||
|
(1)
|
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan:
|
||||||||
|
|
a.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau
|
|||||||
|
|
b.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
|
|||||||
|
(2)
|
Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
|
||||||||
|
(3)
|
Apabila Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, berlaku ketentuan:
|
||||||||
|
|
a.
|
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 10 (sepuluh) tahun atau paling lama pada akhir Tahun Pajak 2013; dan
|
|||||||
|
|
b.
|
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi 10 (sepuluh) tahun.
|
|||||||
|
(4)
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan:
|
||||||||
|
|
a.
|
Hasil Pemeriksaan terhadap:
|
|||||||
|
|
|
1.
|
Surat Pemberitahuan;
|
||||||
|
|
|
2.
|
kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
|
||||||
|
|
|
3.
|
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara; atau
|
||||||
|
|
|
4.
|
keterangan lain yang berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP diantaranya berupa:
|
||||||
|
|
|
|
a)
|
hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak;
|
|||||
|
|
|
|
b)
|
bukti pemotongan Pajak Penghasilan; atau
|
|||||
|
|
|
|
c)
|
bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
|
|||||
|
|
b.
|
Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP.
|
|||||||
|
(5)
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan berdasarkan hasil:
|
||||||||
|
|
a.
|
Pemeriksaan dalam hal surat ketetapan sebelumnya diterbitkan tidak berdasarkan Pemeriksaan; atau
|
|||||||
|
|
b.
|
Pemeriksaan Ulang dalam hal surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan,
|
|||||||
|
|
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||||||
|
(6)
|
Pemeriksaan atau Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan karena adanya:
|
||||||||
|
|
a.
|
keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang KUP;
|
|||||||
|
|
b.
|
data baru yang merupakan keterangan lain berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP diantaranya berupa:
|
|||||||
|
|
|
1.
|
hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak;
|
||||||
|
|
|
2.
|
bukti pemotongan Pajak Penghasilan; atau
|
||||||
|
|
|
3.
|
bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
|
||||||
|
|
c.
|
data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang termasuk data yang semula belum terungkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
|
|||||||
|
|
d.
|
data baru dalam putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
|
|||||||
|
(7)
|
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
|
||||||||
|
(8)
|
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dalam hal berdasarkan:
|
||||||||
|
|
a.
|
hasil penelitian kebenaran pembayaran pajak terhadap permohonan pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
|
|||||||
|
|
b.
|
hasil Pemeriksaan terhadap:
|
|||||||
|
|
|
1.
|
Surat Pemberitahuan terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
|
||||||
|
|
|
2.
|
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
|
||||||
|
(9)
|
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (8) masih dapat diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap, apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
|
||||||||
|
|
|
||||||||
3.
|
Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||
|
|
|||||||||
|
Pasal 3
|
|||||||||
|
(1)
|
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diterbitkan untuk suatu Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
|
||||||||
|
(2)
|
Surat ketetapan pajak untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
|
||||||||
|
(3)
|
Surat ketetapan pajak untuk Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak yang tercakup dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai.
|
||||||||
|
(4)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat ketetapan pajak atas Pajak Penghasilan Pasal 21 diterbitkan untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
|
||||||||
|
(5)
|
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dilakukan penelitian, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.
|
||||||||
|
|
|
||||||||
4.
|
Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||
|
|
|||||||||
|
Pasal 4
|
|||||||||
|
(1)
|
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
|
||||||||
|
(2)
|
Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan laporan hasil penelitian, laporan hasil Pemeriksaan, laporan hasil Pemeriksaan Ulang, atau laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
|
||||||||
|
|
|
||||||||
5.
|
Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||||
|
|
|||||||||
|
Pasal 8
|
|||||||||
|
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau Pasal 7 setelah:
|
|||||||||
|
a.
|
meneliti data administrasi perpajakan;
|
||||||||
|
b.
|
melakukan Pemeriksaan;
|
||||||||
|
c.
|
melakukan Pemeriksaan Ulang; atau
|
||||||||
|
d.
|
melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak.
|
||||||||
|
|
|
||||||||
6.
|
Ketentuan Pasal 17 dihapus.
|
|||||||||
|
|
|||||||||
Pasal II |
||||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||||||
|
||||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||||
|
||||||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 2015 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 30 September 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
YASONNA H. LAOLY |
||||||||||
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1467 |