Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Sudah tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||||||||||||||||||||||
Menimbang |
||||||||||||||||||||||||||
a.
|
bahwa ketentuan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
|
|||||||||||||||||||||||||
b.
|
bahwa untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung pada industri pionir untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan untuk penyelarasan dengan ketentuan yang terkait dengan perizinan berusaha berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, perlu mengganti ketentuan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
|
|||||||||||||||||||||||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Mengingat |
||||||||||||||||||||||||||
1.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara. republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4993);
|
|||||||||||||||||||||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
|
|||||||||||||||||||||||||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
|
|||||||||||||||||||||||||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215);
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||||||||||||||||||||||
Menetapkan |
||||||||||||||||||||||||||
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 1 |
||||||||||||||||||||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||||||||||||||||||||
1.
|
Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
|
|||||||||||||||||||||||||
2.
|
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.
|
|||||||||||||||||||||||||
3.
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utama dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
|
|||||||||||||||||||||||||
4.
|
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
|
|||||||||||||||||||||||||
5.
|
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 2 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Wajib Pajak badan yang melakukan penanaman modal baru pada Industri Pionir dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama yang dilakukan.
|
|||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Nilai penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
|
|||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan nilai paling sedikit Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah); dan
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan nilai paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah);
|
||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
selama 5 (lima) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dan kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
selama 7 (tujuh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan kurang dari Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
|
||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
selama 10 (sepuluh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) dan kurang dari Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah);
|
||||||||||||||||||||||||
|
d.
|
selama 15 (lima belas) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) dan kurang dari Rp30.000.000.000.000 (tiga puluh triliun rupiah);
|
||||||||||||||||||||||||
|
e.
|
selama 20 (dua puluh) tahun pajak untuk penanaman modal baru dengan nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah).
|
||||||||||||||||||||||||
(5)
|
Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan selama 5 (lima) tahun pajak.
|
|||||||||||||||||||||||||
(6)
|
Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) berakhir, Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya untuk nilai penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; atau
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya untuk nilai penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
Pasal 3 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Untuk dapat memperoleh Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
merupakan Industri Pionir;
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
|
||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
merupakan penanaman modal baru yang belum diterbitkan keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
||||||||||||||||||||||||
|
d.
|
mempunyai nilai rencana penanaman modal baru minimal sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
|
||||||||||||||||||||||||
|
e.
|
memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan.
|
||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
industri logam dasar hulu:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
besi baja; atau
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
bukan besi baja,
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam atau batubara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
||||||||||||||||||||||||
|
d.
|
industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
||||||||||||||||||||||||
|
e.
|
industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
||||||||||||||||||||||||
|
f.
|
industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
|
||||||||||||||||||||||||
|
g.
|
industri pembuatan peralatan elektromedikal, atau elektroterapi;
|
||||||||||||||||||||||||
|
h.
|
industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika, seperti semiconductor wafer, backlight untuk Liquid Crystal Display (LCD), electrical driver, atau display;
|
||||||||||||||||||||||||
|
i.
|
industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin;
|
||||||||||||||||||||||||
|
j.
|
industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur;
|
||||||||||||||||||||||||
|
k.
|
industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik;
|
||||||||||||||||||||||||
|
l.
|
industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor;
|
||||||||||||||||||||||||
|
m.
|
industri pembuatan komponen utama kapal;
|
||||||||||||||||||||||||
|
n.
|
industri pembuatan komponen utama kereta api;
|
||||||||||||||||||||||||
|
o.
|
industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara;
|
||||||||||||||||||||||||
|
p.
|
industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas (pulp) tanpa atau beserta turunannya;
|
||||||||||||||||||||||||
|
q.
|
infrastruktur ekonomi; atau
|
||||||||||||||||||||||||
|
r.
|
ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.
|
||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing-masing cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal, berdasarkan hasil rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
|
|||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus menunjukkan bahwa seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian, telah memenuhi kewajiban perpajakan.
|
|||||||||||||||||||||||||
(5)
|
Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, persyaratan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku untuk pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
|
|||||||||||||||||||||||||
(6)
|
Pemenuhan kewajiban perpajakan pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) dibuktikan melalui surat keterangan fiskal.
|
|||||||||||||||||||||||||
(7)
|
Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 4 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Penentuan kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dilakukan melalui sistem OSS.
|
|||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Dalam hal penanaman modal baru Wajib Pajak:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Wajib Pajak dianggap telah mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan apabila Wajib Pajak telah menyampaikan persyaratan kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berupa:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
softcopy rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal dan besaran perbandingan antara utang dan modal; dan
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
softcopy atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang saham,
|
||||||||||||||||||||||||
|
melalui sistem OSS sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial atas penanaman modal baru.
|
|||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
bersamaan dengan pendaftaran untuk mendapatkan nomor induk berusaha bagi Wajib Pajak baru; atau
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan izin usaha untuk penanaman modal baru.
|
||||||||||||||||||||||||
(5)
|
Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah diterima secara lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagai usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan, dan sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan diteruskan kepada Menteri Keuangan.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 5 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk cakupan industri yang belum tercantum dalam cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e, dan persyaratan dalam Pasal 3 ayat (6), serta Wajib Pajak dimaksud menyatakan bahwa industrinya merupakan industri Pionir, terhadap permohonan dimaksud dilakukan pembahasan antarkementerian.
|
|||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Pembahasan antarkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk menentukan kesesuaian bidang usaha Wajib Pajak dengan kriteria Industri Pionir, yang paling sedikit melibatkan Kementerian Keuangan dan kementerian/lembaga pembina sektor.
|
|||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Dalam hal pembahasan antarkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memutuskan bahwa cakupan industri Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai Industri Pionir, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Pengajuan permohonan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui sistem OSS.
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 6 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan diputuskan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat usulan pengurangan Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) atau Pasal 5 ayat (3).
|
|||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
|
|||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan secara lengkap dan benar.
|
|||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Direktur Jenderal Pajak yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan;
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pemberian kewenangan yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
|
||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lain.
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
Pasal 7 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial.
|
|||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Saat Mulai Berproduksi Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan.
|
|||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima pemberitahuan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mengenai permohonan penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial dari Wajib Pajak.
|
|||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berisi mengenai:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
tanggal Saat Mulai Berproduksi Komersial;
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru pada Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
|
||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama.
|
||||||||||||||||||||||||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 8 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3);
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
pengurangan Pajak Penghasilan badan mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sepanjang memenuhi Saat Mulai Berproduksi Komersial dan telah merealisasikan seluruh rencana penanaman modalnya sesuai dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3);
|
||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan;
|
||||||||||||||||||||||||
|
d.
|
pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima pemberitahuan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman permohonan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
|
||||||||||||||||||||||||
|
e.
|
penetapan sebagaimana dimaksud pada huruf c, paling sedikit berisi mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
1.
|
tanggal Saat Mulai Berproduksi komersial dan tanggal realisasi seluruh rencana penanaman modal baru;
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
2.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru; dan
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
3.
|
kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama.
|
|||||||||||||||||||||||
(2)
|
Penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penugasan yang ditetapkan berdasarkan keputusan menteri atau pimpinan lembaga setingkat menteri.
|
|||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan lapangan dalam rangka penetapan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 9 |
||||||||||||||||||||||||||
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (1) huruf c ditemukan:
|
||||||||||||||||||||||||||
a.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak kurang dari batas minimal rencana penanaman modal baru yang menjadi dasar pemberian jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4);
|
|||||||||||||||||||||||||
b.
|
jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak lebih dari atau sama dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
|
|||||||||||||||||||||||||
c.
|
terdapat kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama,
|
|||||||||||||||||||||||||
besaran dan/atau jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana tercantum dalam keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) disesuaikan dengan besaran pengurangan Pajak Penghasilan badan yang seharusnya diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan/atau jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan badan yang seharusnya diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) atau ayat (5).
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 10 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan wajib menyampaikan laporan setiap 1 (satu) tahun kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal berupa:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
laporan realisasi penanaman modal sejak diterima Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan Saat Mulai Berproduksi Komersial atau sampai dengan saat seluruh rencana penanaman modalnya telah direalisasikan bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional; dan
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
laporan realisasi produksi sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir atau sejak tahun pajak penetapan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan sampai dengan jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan berakhir bagi Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional.
|
||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
|
|||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 11 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dicabut, dalam hal:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (1) huruf c, ditemukan jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib pajak kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (1) huruf c, ditemukan ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama;
|
||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
Wajib Pajak mengimpor, membeli, atau memperoleh barang modal bekas, dalam rangka realisasi penanaman modal baru yang mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali barang modal bekas dimaksud merupakan relokasi secara keseluruhan sebagai satu paket penanaman modal baru dari negara lain dan tidak diproduksi di dalam negeri dan/atau Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional;
|
||||||||||||||||||||||||
|
d.
|
Wajib Pajak melakukan realisasi Kegiatan Usaha Utama yang tidak sesuai dengan rencana Kegiatan Usaha Utama selama jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
|
||||||||||||||||||||||||
|
e.
|
Wajib Pajak memindahtangankan aset selama jangka waktu pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali pemindahtanganan tersebut dilakukan untuk tujuan peningkatan efisiensi dan tidak menyebabkan jumlah nilai realisasi penanaman modal baru kurang dari rencana penanaman modal baru; dan/atau
|
||||||||||||||||||||||||
|
f.
|
Wajib Pajak melakukan relokasi penanaman modal baru ke luar negeri.
|
||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Pencabutan keputusan sebagai akibat hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf j ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.
|
|||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Pencabutan keputusan sebagai akibat hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sampai dengan huruf f ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
|
|||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Terhadap Wajib Pajak yang dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengurangan Pajak Penghasilan badan yang telah dimanfaatkan wajib dibayarkan kembali dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, serta tidak dapat lagi diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan.
|
|||||||||||||||||||||||||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencabutan keputusan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 12 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Wajib Pajak yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah atas penghasilan yang mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan dan penghasilan lainnya yang tidak mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Dalam hal terdapat biaya bersama bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional.
|
|||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib pajak dari Kegiatan Usaha Utama, tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan selama periode pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan tanpa penerbitan surat keterangan bebas pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan.
|
|||||||||||||||||||||||||
(4)
|
Penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib pajak dari luar Kegiatan Usaha Utama, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 13 |
||||||||||||||||||||||||||
Direktur Jenderal Pajak menyampaikan laporan per triwulan kepada Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 14 |
||||||||||||||||||||||||||
Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Menteri ini akan dipublikasikan dan dievaluasi secara berkala.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 15 |
||||||||||||||||||||||||||
(1)
|
Atas penanaman modal baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan atau di daerah tertentu.
|
|||||||||||||||||||||||||
(2)
|
Atas penanaman modal baru yang belum memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu.
|
|||||||||||||||||||||||||
(3)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga berlaku bagi:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
|
||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan bad.an berdasarkan Peraturan Menteri 159/PMK.010/2015 tentang Keuangan Pemberian Nomor Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan; atau
|
||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
|
||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 16 |
||||||||||||||||||||||||||
Pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini diberikan atas:
|
||||||||||||||||||||||||||
a.
|
usulan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5); atau
|
|||||||||||||||||||||||||
b.
|
permohonan pengurangan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3),
|
|||||||||||||||||||||||||
yang disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 17 |
||||||||||||||||||||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
|
||||||||||||||||||||||||||
1.
|
Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tetap dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.
|
|||||||||||||||||||||||||
2.
|
Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tetap dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.
|
|||||||||||||||||||||||||
3.
|
Wajib Pajak badan yang telah mendapatkan dan/atau memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tetap dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud.
|
|||||||||||||||||||||||||
4.
|
Usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan sejak tanggal 4 April 2018 sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, yang belum diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan atau disampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan, diproses berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
|
|||||||||||||||||||||||||
5.
|
Terhadap Wajib Pajak yang memilik izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, atau izin usaha yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal paling lama sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK/010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pembelian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dapat menyampaikan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan Peraturan Menteri ini, kecuali pemenuhan cakupan industri pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
|
|||||||||||||||||||||||||
6.
|
Tata cara permohonan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5, dilakukan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal mengenai pedoman dan tata cara perizinan dan fasilitas penanaman modal.
|
|||||||||||||||||||||||||
7.
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 juga berlaku bagi Wajib Pajak yang mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
Pasal 18 |
||||||||||||||||||||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 451), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 19 |
||||||||||||||||||||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 November 2018
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 November 2018
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1553
|