Quick Guide
Hide Quick Guide
    Aktifkan Mode Highlight
    Premium
    File Lampiran
    Peraturan Terkait
    IDN
    ENG
    Fitur Terjemahan
    Premium
    Terjemahan Dokumen
    Ini Belum Tersedia
    Bagikan
    Tambahkan ke My Favorites
    Download as PDF
    Download Document
    Premium
    Status : Berlaku

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
    NOMOR PER-09/BC/2020

     
    TENTANG

    PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR

    DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
     
     
     
     

    Menimbang

    bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2020 tentang Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor;
     
     
     
     

    Mengingat

    1.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.04/2019 tentang Angkut Terus Atau Angkut Lanjut Barang Impor atau Barang Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1716);
    2.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2020 tentang Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 896);
     
     
     
     
    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR.
     
     
     
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
    1.
    Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
    2.
    Pembongkaran adalah kegiatan menurunkan muatan barang Impor dari sarana pengangkut.
    3.
    Penimbunan adalah kegiatan menumpuk atau menyimpan barang Impor.
    4.
    Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
    5.
    Tempat Penimbunan Pabean yang selanjutnya disingkat dengan TPP adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang disediakan oleh pemerintah di kantor pabean, yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
    6.
    Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut yang selanjutnya disebut Inward Manifest adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh sarana pengangkut melalui laut, udara, dan darat pada saat memasuki Kawasan Pabean atau tempat lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
    7.
    Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disebut AEO adalah operator ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.
    8.
    Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan.
    9.
    Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
    10.
    Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
    11.
    Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
    12.
    Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
    13.
    Importir adalah Orang yang melakukan Impor.
    14.
    Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang­-Undang Kepabeanan.
     
     
     
     
    BAB II
    PENGANGKUT
     

    Pasal 2

    Pengangkut merupakan Orang atau kuasanya yang:
    a.
    bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang; dan/atau
    b.
    berwenang melaksanakan kontrak pengangkutan dan menerbitkan dokumen pengangkutan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan.
    sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan pengangkut dan manifes keberangkatan sarana pengangkut.
     
     
     
     
    BAB III
    PEMBONGKARAN

    Bagian Kesatu
    Ketentuan Pembongkaran Barang Impor
     

    Pasal 3

    (1)
    Pembongkaran barang Impor dari sarana pengangkut wajib dilakukan:
     
    a.
    di Kawasan Pabean; atau
     
    b.
    di tempat lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat lain tersebut.
    (2)
    Pembongkaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a menyerahkan Inward Manifest dan telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran.
    (3)
    Dalam hal barang Impor berupa sarana pengangkut, Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dianggap melakukan Pembongkaran pada saat Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran.
    (4)
    Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan pengangkut dan manifes keberangkatan sarana pengangkut.
     
     
     
     

    Pasal 4

    (1)
    Terhadap Pembongkaran barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dapat dilakukan pengawasan Pembongkaran oleh Pejabat Bea dan Cukai.
    (2)
    Pengawasan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
    (3)
    Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan:
     
    a.
    profil pengangkut:
     
    b.
    profil komoditas;
     
    c.
    profil Importir;
     
    d.
    frekuensi importasi; dan/atau
     
    e.
    data atau informasi lain yang terkait dengan Pembongkaran.
    (4)
    Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat laporan pengawasan Pembongkaran.
    (5)
    Tata cara pengawasan Pembongkaran barang Impor dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Pembongkaran Dilakukan di Tempat Lain Selain Kawasan Pabean
     

    Pasal 5

    (1)
    Pembongkaran barang Impor di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
     
    a.
    barang Impor tersebut bersifat khusus dengan memperhatikan sifat, ukuran, dan/atau bentuknya yang menyebabkan tidak dapat dibongkar di Kawasan Pabean;
     
    b.
    barang Impor diangkut lanjut;
     
    c.
    adanya kendala teknis di Kawasan Pabean, seperti tidak tersedianya alat untuk melakukan Pembongkaran atau kerusakan alat yang digunakan untuk melakukan Pembongkaran;
     
    d.
    terdapat kongesti yang dinyatakan secara tertulis oleh penyelenggara pelabuhan; dan/atau
     
    e.
    tidak tersedianya Kawasan Pabean.
    (2)
    Untuk melakukan Pembongkaran di tempat lain, pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean dengan menyebutkan alasan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (3)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
     
    a.
    dokumen pengangkutan, dalam hal alasan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b dan pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a belum menyerahkan Inward Manifest; dan
     
    b.
    denah lokasi Pembongkaran dan tata letak (layout) tempat Pembongkaran di tempat lain.
    (4)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui SKP.
    (5)
    Untuk kepentingan penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan penelitian lapangan terhadap:
     
    a.
    Kawasan Pabean, jika alasan permohonan Pembongkaran di tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf c;
     
    b.
    pelabuhan, jika alasan permohonan Pembongkaran di tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d; dan/atau
     
    c.
    lokasi dan tata letak (layout) tempat Pembongkaran.
    (6)
    Penelitian lapangan atas lokasi dan tata letak (layout) tempat Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dapat dilakukan dengan pertimbangan tertentu yakni:
     
    a.
    lokasi Pembongkaran belum pernah diajukan sebagai tempat Pembongkaran barang Impor; dan/atau
     
    b.
    atas pertimbangan Kepala Kantor Pabean perlu dilakukan penelitian lapangan.
    (7)
    Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
     
    a.
    permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap dan tidak dilakukan penelitian lapangan; atau
     
    b.
    dilakukan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
    (8)
    Tata cara Pembongkaran barang Impor di tempat lain selain Kawasan Pabean dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 6

    (1)
    Persetujuan Pembongkaran barang Impor di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) dapat diberikan secara periodik dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
    (2)
    Persetujuan Pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal:
     
    a.
    keseluruhan barang yang diangkut oleh sarana pengangkut merupakan barang yang diimpor oleh Importir yang mendapatkan pengakuan sebagai AEO atau Importir yang ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan; dan/atau
     
    b.
    frekuensi importasi tinggi, dan:
     
     
    1.
    barang impor bersifat khusus dengan memperhatikan sifat, ukuran, dan/atau bentuknya yang menyebabkan tidak dapat dibongkar di Kawasan Pabean; atau
     
     
    2.
    tidak tersedianya Kawasan Pabean.
    (3)
    Untuk memperoleh persetujuan Pembongkaran secara periodik, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilampiri dengan:
     
    a.
    dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3); dan
     
    b.
    daftar rencana Pembongkaran barang dalam periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (4)
    Dalam hal terdapat perubahan rencana Pembongkaran barang, perubahan daftar rencana Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disampaikan ke Kantor Pabean sebelum Pembongkaran berikutnya.
    (5)
    Persetujuan Pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan evaluasi oleh Kepala Kantor Pabean.
    (6)
    Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kedapatan tidak memenuhi persyaratan untuk diberikan persetujuan secara periodik, Kepala Kantor Pabean dapat mencabut persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (7)
    Pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan penerbitan surat pencabutan persetujuan pembongkaran barang Impor di tempat lain secara periodik.
    (8)
    Hasil evaluasi Persetujuan Pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dijadikan menjadi dasar pertimbangan pemberian persetujuan Pembongkaran secara periodik selanjutnya.
     
     
     
     
    Bagian Ketiga
    Pembongkaran Barang Impor dari Sarana Pengangkut Laut ke Sarana Pengangkut Laut Lainnya yang Dilakukan di Luar Pelabuhan
     

    Pasal 7

    (1)
    Pembongkaran barang Impor dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut laut lainnya dapat dilakukan di luar pelabuhan.
    (2)
    Barang Impor yang dibongkar dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut laut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibawa ke:
     
    a.
    Kawasan Pabean melalui jalur yang ditetapkan; atau
     
    b.
    tempat lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat lain tersebut.
    (3)
    Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal sarana pengangkut awal tidak dapat sandar langsung ke dermaga.
    (4)
    Untuk melakukan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP.
    (5)
    Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima secara lengkap.
    (6)
    Pengawasan atas Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat Pembongkaran barang Impor:
     
    a.
    dari sarana pengangkut awal ke sarana pengangkut lainnya dan dari sarana pengangkut lainnya di Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
     
    b.
    dari sarana pengangkut lainnya di Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (7)
    Pejabat Bea dan Cukai membuat laporan pengawasan atas Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
    (8)
    Laporan pengawasan atas Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a disusun dalam 1 (satu) laporan.
    (9)
    Pengangkut yang bertanggung jawab atas sarana pengangkut awal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertanggung jawab atas bea masuk dan pajak dalam rangka Impor terutang dalam proses Pembongkaran sampai dengan Pembongkaran di Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
    (10)
    Tata cara Pembongkaran barang Impor dari sarana pengangkut ke sarana pengangkut laut lainnya yang dilakukan di luar pelabuhan dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 8

    (1)
    Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat mengajukan 1 (satu) permohonan yang meliputi permohonan:
     
    a.
    Pembongkaran di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2); dan
     
    b.
    Pembongkaran ke sarana pengangkut laut lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
    (2)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP.
     
     
     
     
    Bagian Keempat
    Pembongkaran Barang Impor Langsung ke Sarana Pengangkut Lain Tanpa Dilakukan Penimbunan di TPS
     

    Pasal 9

    (1)
    Pembongkaran barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dapat dilakukan langsung ke sarana pengangkut lain tanpa terlebih dahulu dilakukan Penimbunan di TPS yang berada di dalam area Pelabuhan (truckloosing).
    (2)
    Pembongkaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal barang Impor:
     
    a.
    telah mendapatkan persetujuan pengeluaran barang;
     
    b.
    mempunyai bentuk, sifat, dan karakteristik tertentu yang secara teknis tidak memungkinkan untuk ditimbun di TPS di dalam area pelabuhan; dan/atau
     
    c.
    diangkut lanjut.
    (3)
    Pengangkut menyampaikan pemberitahuan truckloosing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk sebelum dilakukan Pembongkaran barang Impor langsung ke sarana pengangkut.
    (4)
    Pemberitahuan truckloosing sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat informasi:
     
    a.
    alasan Pembongkaran langsung ke sarana pengangkut;
     
    b.
    nomor dan tanggal BC 1.1. dan nomor pos/subpos; dan
     
    c.
    nomor dan tanggal dokumen penyelesaian kewajiban pabean, dalam hal telah mendapatkan persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
    (5)
    Tata cara Pembongkaran barang Impor langsung ke sarana pengangkut tanpa dilakukan Penimbunan di TPS di dalam area pelabuhan (truckloosing) dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 10

    Pembongkaran barang Impor berupa barang cair, gas, dan/atau barang curah lainnya, dapat dilakukan melalui:
    a.
    jalur pipa;
    b.
    sabuk konveyor (conveyor belt); dan/atau
    c.
    alat Pembongkaran lain,
    yang dihubungkan dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut darat dan/atau tempat Penimbunan.
     
     
     
     

    Pasal 11

    (1)
    Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat membongkar barang Impor terlebih dahulu.
    (2)
    Atas Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut harus:
     
    a.
    melaporkan hal tersebut dengan segera ke Kantor Pabean terdekat dan Kantor Pabean tujuan dengan menggunakan alat komunikasi yang tersedia; dan
     
    b.
    menyerahkan Inward Manifest atas barang yang diangkutnya ke Kantor Pabean terdekat dalam jangka waktu paling lama 72 (tujuh puluh dua) jam setelah Pembongkaran.
    (3)
    Terhadap keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean dapat melakukan:
     
    a.
    penelitian atas laporan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
     
    b.
    pengawasan Pembongkaran, dalam hal keadaan memungkinkan.
    (4)
    Dalam hal Kepala Kantor Pabean menolak keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketentuan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
     
     
     
     
    BAB IV
    PENIMBUNAN BARANG IMPOR

    Bagian Kesatu
    Penimbunan Barang Impor
     

    Pasal 12

    (1)
    Penimbunan barang Impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilakukan di:
     
    a.
    TPS; atau
     
    b.
    tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean.
    (2)
    Dalam hal barang Impor berupa sarana pengangkut, Penimbunan dianggap telah dilakukan setelah sarana pengangkut selesai dilakukan Pembongkaran.
     
     
     
     

    Pasal 13

    (1)
    Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pengawasan Penimbunan barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
    (2)
    Pengawasan Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
    (3)
    Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan:
     
    a.
    profil TPS, jika ditimbun di TPS;
     
    b.
    profil Importir;
     
    c.
    profil komoditas;
     
    d.
    frekuensi importasi; dan/atau
     
    e.
    data atau informasi lain terkait dengan Penimbunan barang Impor.
    (4)
    Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat laporan pengawasan Penimbunan.
    (5)
    Tata cara pengawasan Penimbunan barang Impor dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 14

    (1)
    Jangka waktu Penimbunan barang Impor di:
     
    a.
    TPS, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPS; atau
     
    b.
    tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Penimbunan.
    (2)
    Tanggal Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan tanggal pada saat barang mulai ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS.
    (3)
    Barang Impor yang ditimbun melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai barang tidak dikuasai dan disimpan di TPP.
    (4)
    Biaya yang timbul atas pemindahan barang Impor yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b ke TPP merupakan tanggung jawab Importir.
    (5)
    Penyelesaian barang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai barang tidak dikuasai.
     
     
     
     
    Bagian Kedua
    Penimbunan Barang Impor di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS
     

    Pasal 15

    (1)
    Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, diberikan dalam hal:
     
    a.
    barang Impor tersebut bersifat khusus dengan memperhatikan sifat, ukuran, dan/atau bentuknya yang menyebabkan tidak dapat ditimbun di Kawasan Pabean;
     
    b.
    adanya kendala teknis di TPS, seperti tidak tersedianya alat untuk melakukan Penimbunan atau kerusakan pada alat yang digunakan untuk melakukan Penimbunan;
     
    c.
    terdapat kongesti di pelabuhan;
     
    d.
    tidak tersedianya TPS; dan/atau
     
    e.
    barang Impor tersebut diimpor oleh Importir yang mendapatkan pengakuan sebagai AEO atau Importir yang ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan.
    (2)
    Untuk melakukan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, Importir harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP dengan ketentuan:
     
    a.
    menyebutkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
     
    b.
    melampirkan denah lokasi Penimbunan dan tata letak (layout) tempat Penimbunan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS.
    (3)
    Ketentuan untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap barang Impor yang telah mendapatkan persetujuan pengeluaran.
    (4)
    Untuk kepentingan penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean dapat melakukan penelitian lapangan terhadap:
     
    a.
    TPS, jika alasan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b;
     
    b.
    pelabuhan, jika alasan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c; dan/atau
     
    c.
    lokasi dan tata letak (layout) tempat Penimbunan.
    (5)
    Penelitian lapangan atas lokasi dan tata letak (layout) tempat Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dapat dilakukan dengan pertimbangan tertentu yakni:
     
    a.
    lokasi Penimbunan belum pemah diajukan sebagai tempat Penimbunan barang Impor;
     
    b.
    status kepemilikan lokasi Penimbunan;
     
    c.
    profil Importir dan/atau barang Impor; dan/atau
     
    d.
    atas pertimbangan Kepala Kantor Pabean perlu dilakukan penelitian lapangan.
    (6)
    Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
     
    a.
    permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap, dalam hal tidak dilakukan penelitian lapangan; atau
     
    b.
    dilakukan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
    (7)
    Persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berfungsi sebagai dokumen untuk melindungi pengeluaran barang Impor dari Kawasan Pabean ke tempat lain yang dipersamakan dengan TPS.
    (8)
    Pengajuan penyelesaian kewajiban pabean dilakukan oleh Importir paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah selesai Penimbunan barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (9)
    Ketepatan waktu pengajuan penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (8) menjadi salah satu indikator profil kepatuhan Importir.
    (10)
    Tata cara Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 16

    (1)
    Persetujuan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (6) dapat diberikan secara periodik dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
    (2)
    Persetujuan Penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal:
     
    a.
    permohonan diajukan oleh Importir yang mendapatkan pengakuan sebagai AEO dan/atau Importir yang ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan; atau
     
    b.
    frekuensi importasi tinggi dan:
     
     
    1.
    barang Impor bersifat khusus dengan memperhatikan bentuknya yang sifat, ukuran, dan/atau menyebabkan tidak dapat ditimbun di Kawasan Pabean; atau
     
     
    2.
    tidak tersedianya TPS.
    (3)
    Untuk memperoleh persetujuan atas permohonan Penimbunan secara periodik, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dilampiri dengan daftar rencana Penimbunan barang dalam periode tertentu.
    (4)
    Dalam hal terdapat perubahan rencana Penimbunan barang, perubahan daftar rencana Penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan ke Kantor Pabean sebelum Penimbunan berikutnya.
    (5)
    Persetujuan atas permohonan Penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan evaluasi oleh Kepala Kantor Pabean.
    (6)
    Hasil evaluasi Persetujuan Penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dijadikan dasar pertimbangan pemberian persetujuan Penimbunan secara periodik selanjutnya.
     
     
     
     

    Pasal 17

    (1)
    Pengusaha TPS wajib menyampaikan daftar timbun barang Impor yang ditimbun di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, dalam bentuk dan jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPS.
    (2)
    Importir wajib menyampaikan daftar timbun atas barang Impor yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, yang memuat informasi mengenai:
     
    a.
    jumlah kemasan;
     
    b.
    jenis kemasan; dan/atau
     
    c.
    jumlah barang curah yang telah ditimbun.
    (3)
    Daftar timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui SKP kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang memberikan persetujuan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6) dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam setelah selesai Penimbunan.
    (4)
    Pengusaha TPS yang tidak menyampaikan daftar timbun dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPS.
    (5)
    Importir yang tidak menyampaikan daftar timbun dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Penimbunan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS selanjutnya tidak dilayani sampai dengan daftar timbun disampaikan.
     
     
     
     

    Pasal 18

    (1)
    Dalam hal pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan Importir merupakan pihak yang sama, permohonan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat diajukan dalam 1 (satu) permohonan yang di dalamnya memuat permohonan mengenai:
     
    a.
    Pembongkaran di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2); dan
     
    b.
    Pembongkaran barang Impor dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut laut lainnya yang dilakukan di luar pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
    (2)
    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP.
     
     
     
     
    BAB V
    TANGGUNG JAWAB BEA MASUK
     

    Pasal 19

    (1)
    Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP melakukan penelitian kesesuaian jumlah barang Impor yang dibongkar dengan Inward Manifest.
    (2)
    Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lanjutan dalam hal terdapat selisih jumlah barang Impor yang dibongkar dengan Inward Manifest.
    (3)
    Dalam hal terdapat selisih jumlah barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a wajib:
     
    a.
    membayar kekurangan bea masuk dan pajak dalam rangka Impor atas barang Impor yang kurang dibongkar dan dikenai sanksi administrasi berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam hal barang Impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan; atau
     
    b.
    membayar sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam hal jumlah barang Impor yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan.
    (4)
    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat membuktikan bahwa ketidaksesuaian jumlah barang Impor terjadi di luar kemampuannya.
    (5)
    Ketidaksesuaian jumlah barang Impor yang terjadi di luar kemampuan pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
     
    a.
    selisih kurang atau lebih atas berat dan/atau volume sebagai akibat penyusutan atau penambahan berat dan/atau volume yang disebabkan oleh faktor alam; dan/atau
     
    b.
    keadaan kahar (force majeure).
    (6)
    Penyelesaian ketidaksesuaian jumlah barang Impor curah yang dibongkar dengan jumlah yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penanganan selisih berat dan/atau volume barang Impor curah.
    (7)
    Dalam hal barang Impor bukan merupakan barang curah, jumlah barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
     
    a.
    jumlah peti kemas, dalam hal barang Impor diangkut menggunakan peti kemas;
     
    b.
    jumlah kemasan, dalam hal barang Impor diangkut tidak menggunakan peti kemas.
    (8)
    Dalam hal diperlukan untuk penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta konfirmasi atau keterangan kepada pengangkut dan/atau pihak lain yang terkait.
    (9)
    Tata cara penelitian atas kesesuaian jumlah barang Impor yang dibongkar dengan jumlah yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     

    Pasal 20

    (1)
    Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a bertanggung jawab atas bea masuk dan pajak dalam rangka Impor yang terutang atas barang Impor yang dibongkar di Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
    (2)
    Pengusaha TPS bertanggung jawab atas bea masuk dan pajak dalam rangka Impor yang terutang atas barang Impor yang ditimbun di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a.
    (3)
    Importir bertanggung jawab terhadap bea masuk dan pajak dalam rangka Impor yang terutang atas barang Impor yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b.
     
     
     
     
    BAB VI
    SISTEM KOMPUTER PELAYANAN DAN EKOSISTEM LOGISTIK NASIONAL
     

    Pasal 21

    Dalam hal SKP belum diterapkan atau mengalami gangguan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    a.
    permohonan dan/atau dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Pasal 7 ayat (4), Pasal 8 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (1); dan/atau
    b.
    daftar timbun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
    disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik melalui media penyimpan data elektronik atau surat elektronik.
     
     
     
     

    Pasal 22

    (1)
    Penyampaian permohonan dan persetujuan perizinan:
     
    a.
    Pembongkaran barang Impor di tempat lain selain Kawasan Pabean; dan/atau
     
    b.
    Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS,
     
    dapat dilakukan melalui Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE).
    (2)
    SKP dapat melakukan pertukaran data dengan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE).
    (3)
    Data Pembongkaran barang Impor di tempat lain selain Kawasan Pabean dan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dapat digunakan untuk kepentingan percepatan logistik nasional melalui Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE).
    (4)
    Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP dapat menggunakan dan memanfaatkan data yang diperoleh melalui Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) untuk kepentingan pelayanan dan pengawasan kepabeanan.
     
     
     
     
    BAB VII
    KETENTUAN LAIN-LAIN
     

    Pasal 23

    Ketentuan Pembongkaran dan Penimbunan barang Impor sebagaimana diatur dalam dalam Peraturan Menteri ini dikecualikan atas Impor piranti lunak dan/atau data elektronik melalui transmisi elektronik.
     
     
     
     

    Pasal 24

    (1)
    Contoh format surat permohonan dan persetujuan/penolakan izin:
     
    a.
    Pembongkaran barang Impor di tempat lain selain Kawasan Pabean;
     
    b.
    Pembongkaran barang Impor di tempat lain selain Kawasan Pabean secara periodik;
     
    c.
    Pembongkaran barang Impor dari sarana pengangkut ke sarana pengangkut laut lainnya di luar pelabuhan;
     
    d.
    Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS; dan
     
    e.
    Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS secara periodik,
     
    dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H sampai dengan huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (2)
    Contoh format laporan:
     
    a.
    pengawasan Pembongkaran atau Penimbunan barang Impor;
     
    b.
    penelitian lapangan; dan
     
    c.
    Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS,
     
    dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf R sampai dengan huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (3)
    Contoh format surat pencabutan izin Pembongkaran di luar Kawasan Pabean secara periodik dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf U yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (4)
    Contoh format pemberitahuan truckloosing adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
     
     
     
     
    BAB VIII
    KETENTUAN PENUTUP
     

    Pasal 25

    Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku,
    a.
    Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor; dan
    b.
    Peraturan Direktur Jenderal nomor 21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Impor Pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal nomor 25/BC/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal nomor 21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Impor Pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok,
    sepanjang mengenai Pembongkaran dan Penimbunan barang Impor dinyatakan tidak berlaku.
     
     
     
     

    Pasal 26

    Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
     
     
     
     
    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 11 September 2020
    DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
    ttd.
    HERU PAMBUDI

    Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai PER-09/BC/2020 - Perpajakan DDTC