Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Perubahan dan kondisi terakhir tidak berlaku karena diganti/dicabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
|
|||
|
|||
Menimbang |
|||
a.
|
bahwa kelancaran pemasukan barang impor dapat berdampak positif pada perekonomian nasional dalam meningkatkan daya saing industri dalam negeri;
|
||
b.
|
bahwa terhadap perusahaan yang mempunyai reputasi sangat baik perlu diberikan pelayanan khusus;
|
||
c.
|
bahwa pelayanan kepabeanan yang adil, cepat dan sederhana dapat diberikan melalui kemudahan Jalur Prioritas;
|
||
d.
|
bahwa pengaturan kemudahan Jalur Prioritas dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 perlu diperjelas dan dipertegas;
|
||
e.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Jalur Prioritas;
|
||
|
|
||
Mengingat |
|||
1.
|
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612);
|
||
2.
|
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3613);
|
||
3.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003;
|
||
4.
|
Keputusan Bersama Menteri Keuangan Dan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 527/KMK.04/2002 dan Nomor 819/MPP/Kep/12/2002 Tentang Tertib Administrasi Importir;
|
||
5.
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tata Laksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya;
|
||
6.
|
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.04/2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 441/KMK.05/1999 Tentang Penggunaan Jaminan Tertulis Untuk Menjamin Pembayaran Pungutan Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak Dalam Rangka Impor;
|
||
7.
|
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-178/BC/2003;
|
||
|
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan |
|||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG JALUR PRIORITAS.
|
|||
|
|||
Pasal 1 |
|||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Jalur Prioritas adalah fasilitas yang diberikan kepada importir yang memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk mendapatkan pelayanan khusus, sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat.
|
||
2.
|
Importir Jalur Prioritas (IJP) adalah Importir yang ditetapkan sebagai importir penerima fasilitas Jalur Prioritas berdasarkan keputusan Direktur Jenderal.
|
||
3.
|
Trucklossing adalah pembongkaran barang impor secara langsung dari kapal ke atas alat angkut darat tanpa terlebih dahulu ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) untuk pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean.
|
||
4.
|
Pembayaran Berkala adalah pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang dilakukan secara periodik.
|
||
5.
|
Penyerahan pemberitahuan secara elektronik adalah penyerahan data pemberitahuan pabean dengan mempergunakan media disket, hubungan langsung antar komputer, atau melalui sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE).
|
||
6.
|
Pertukaran Data Elektronik adalah alir informasi bisnis antar organisasi secara otomatis, tanpa campur tangan manusia dimana informasi ini terintegrasi dan mengalir ke dalam dan keluar suatu organisasi sistem bisnis manajemen.
|
||
7.
|
Media elektronik adalah disket atau hubungan langsung antar komputer.
|
||
8.
|
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Disket adalah Pemberitahuan Impor Barang yang diserahkan dalam bentuk hard copy dan disket yang didalamnya berisi data PIB.
|
||
9.
|
Secara Manual adalah proses pelayanan kepabeanan yang dilaksanakan tanpa menggunakan sarana komputer.
|
||
10.
|
Nota Hasil Intelijen (NHI) adalah informasi yang bersumber dari kegiatan intelijen yang mengindikasikan adanya pelanggaran kepabeanan dan atau cukai.
|
||
11.
|
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
12.
|
Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
||
13.
|
Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
|
||
|
|
||
Pasal 2 |
|||
(1)
|
Jalur Prioritas diberikan kepada importir produsen dan importir umum yang memenuhi persyaratan tertentu.
|
||
(2)
|
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
|
||
|
a.
|
mempunyai reputasi sangat baik yang tercermin dari profil perusahaan;
|
|
|
b.
|
mempunyai bidang usaha (nature of bussiness) yang jelas dan spesifik;
|
|
|
c.
|
tidak pernah menyalahgunakan fasilitas di bidang kepabeanan selama satu tahun terakhir;
|
|
|
d.
|
tidak pernah salah memberitahukan jumlah barang, jenis barang, dan/atau nilai pabean selama satu tahun terakhir;
|
|
|
e.
|
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak mendapatkan opini disclaimer atau adverse;
|
|
|
f.
|
tidak mempunyai tunggakan utang berupa kekurangan pembayaran Bea Masuk kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC);
|
|
|
g.
|
mempunyai kemampuan untuk mengajukan pemberitahuan pabean secara langsung.
|
|
|
|
||
Pasal 3 |
|||
(1)
|
Importir Jalur Prioritas mendapat kemudahan berupa:
|
||
|
a.
|
tidak dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang sebagaimana dilakukan terhadap Jalur Merah dan Jalur Hijau, kecuali terhadap:
|
|
|
|
1.
|
Barang Impor Sementara;
|
|
|
2.
|
Barang Re-impor;
|
|
|
3.
|
Barang yang terkena Nota Hasil Intelijen (NHI);
|
|
|
4.
|
Barang tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
|
|
b.
|
pemeriksaan fisik terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam butir (a) dapat dilakukan di gudang importir;
|
|
|
c.
|
pengeluaran barang impor dapat dilakukan dengan Trucklossing;
|
|
|
d.
|
penyerahan hardcopy PIB dilakukan paling lama 5 hari kerja sejak diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
|
|
|
e.
|
pemberitahuan pendahuluan (prenotification);
|
|
|
f.
|
pembayaran berkala khusus kepada importir produsen.
|
|
(2)
|
Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e diberikan tanpa pengajuan surat permohonan dari IJP.
|
||
|
|
|
|
Pasal 4 |
|||
(1)
|
Importir Jalur Prioritas wajib menyerahkan jaminan tertulis berupa garansi perusahaan (Corporate Guarantee) yang telah disahkan oleh Notaris.
|
||
(2)
|
Jaminan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan bentuk sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(3)
|
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai:
|
||
|
a.
|
jaminan untuk fasilitas Pembayaran Berkala;
|
|
|
b.
|
Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) untuk IJP yang mendapatkan Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE);
|
|
|
c.
|
jaminan untuk impor sementara yang dilakukan oleh IJP;
|
|
|
d.
|
jaminan untuk pengeluaran barang dengan fasilitas penangguhan Bea Masuk dan PDRI (vooruitslag).
|
|
(4)
|
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan secara terpusat kepada Direktur Jenderal.
|
||
|
|
||
Pasal 5 |
|||
Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas impor dengan Pembayaran Berkala, wajib dilunasi paling lama pada setiap akhir bulan setelah bulan pendaftaran PIB, dengan ketentuan:
|
|||
a.
|
dalam hal akhir bulan jatuh pada hari Minggu atau hari libur nasional, maka pembayaran dilakukan pada hari kerja sebelumnya;
|
||
b.
|
pembayaran atas importasi bulan November dan importasi sampai dengan tanggal 20 Desember dilakukan paling lama pada tanggal 20 Desember dan apabila tanggal tersebut jatuh pada hari minggu atau hari libur nasional, maka pembayaran dilakukan pada hari kerja sebelum tanggal tersebut;
|
||
c.
|
pembayaran untuk importasi yang dilakukan setelah tanggal 20 Desember sampai dengan tanggal 31 Desember dilakukan dengan pembayaran biasa.
|
||
|
|
||
Pasal 6 |
|||
(1)
|
Importir Jalur Prioritas dapat menggunakan fasilitas Jalur Prioritas atas barang yang diimpor dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB).
|
||
(2)
|
Pengajuan PIB dan/atau Pemberitahuan Pengeluaran Barang dari TPB atas impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh IJP.
|
||
|
|
||
Pasal 7 |
|||
(1)
|
Importir Jalur Prioritas wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait sebelum mengajukan PIB.
|
||
(2)
|
Importir Jalur Prioritas wajib menandatangani surat pernyataan tentang kesanggupan untuk memenuhi kewajiban dan mematuhi peraturan yang ditetapkan serta menerima sanksi akibat pelanggaran.
|
||
(3)
|
Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat dengan isi dan bentuk sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
||
Pasal 8 |
|||
Importir Jalur Prioritas wajib:
|
|||
a.
|
menggunakan modul importir milik sendiri dan tidak memberikan atau meminjamkannya bagi kepentingan pihak/perusahaan lain;
|
||
b.
|
membuat laporan importasi setiap 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1);
|
||
c.
|
melaporkan kehilangan dan/atau penyalahgunaan modul importir pada kesempatan pertama.
|
||
|
|
||
Pasal 9 |
|||
(1)
|
Untuk mendapatkan fasilitas Jalur Prioritas, importir mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Wilayah dimana kegiatan impornya paling banyak dilakukan.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan bentuk sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilampiri dengan:
|
||
|
a.
|
hasil audit terakhir oleh Kantor Akuntan Publik;
|
|
|
b.
|
hasil audit terakhir oleh DJBC atau surat pernyataan yang menyatakan bahwa perusahaan belum pernah atau sedang diaudit oleh DJBC dalam hal perusahaan belum pernah atau sedang diaudit;
|
|
|
c.
|
data kegiatan impor dan pelanggaran yang dilakukan dalam satu tahun terakhir dengan bentuk sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini;
|
|
|
d.
|
Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan, pembayaran, dan penyerahan (transfer) PIB yang selama ini dimiliki dan dijalankan oleh perusahaan;
|
|
|
e.
|
surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
|
|
|
f.
|
modul Importir untuk pembuatan dan penyerahan PIB;
|
|
|
g.
|
Fotokopi Sertifikat Ahli Kepabeanan yang dimiliki perusahaan;
|
|
|
h.
|
Garansi Perusahaan (Corporate Guarantee) sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1);
|
|
|
i.
|
keterangan lain yang dapat memberikan gambaran positif perusahaan, misalnya Terdaftar sebagai Wajib Pajak Patuh pada Direktorat Jenderal Pajak, Company Profile dan sertifikat ISO.
|
|
(4)
|
Tatacara untuk mendapatkan fasilitas Jalur Prioritas adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini;
|
||
|
|
||
Pasal 10 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Wilayah menolak atau meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
|
||
(2)
|
Direktur Jenderal menerima atau menolak permohonan yang diteruskan oleh Kepala Kantor Wilayah.
|
||
(3)
|
Atas permohonan yang ditolak, dapat diajukan kembali dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sejak tanggal penolakan dan setelah importir memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam alasan penolakan.
|
||
|
|
||
Pasal 11 |
|||
Tatakerja penyelesaian barang impor dengan PIB secara elektronik melalui jaringan PDE Kepabeanan, media disket, dan secara manual adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI, VII, dan VIII Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
|||
|
|
||
Pasal 12 |
|||
(1)
|
Importir yang ditetapkan sebagai IJP diprioritaskan untuk dilakukan Audit Kepabeanan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapannya meskipun belum termasuk dalam Daftar Rencana Obyek Audit (DROA).
|
||
(2)
|
Pelaksanaan Audit Kepabeanan berikutnya dilakukan berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan tingkat risiko dan/atau kepatuhan.
|
||
|
|
||
Pasal 13 |
|||
(1)
|
Importir Jalur Prioritas dapat mengajukan perbaikan data pemberitahuan pabean yang diserahkannya sepanjang kesalahan tersebut karena kekhilafan yang nyata.
|
||
(2)
|
Pengajuan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
||
|
a.
|
sebelum barang keluar dari Kawasan Pabean;
|
|
|
b.
|
Sebelum ditemukan oleh Pejabat Bea dan Cukai; dan/atau
|
|
|
c.
|
sebelum mendapatkan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
|
|
(3)
|
Pengajuan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan.
|
||
(4)
|
Kepala Kantor Pelayanan melakukan penelitian dan membuat keputusan berdasarkan mekanisme sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
||
Pasal 14 |
|||
Importir Jalur Prioritas yang mendapatkan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f, yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan PDRI serta:
|
|||
a.
|
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; dan
|
||
b.
|
fasilitas pembayaran berkala atas nama importir yang bersangkutan dicabut selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo.
|
||
|
|
||
Pasal 15 |
|||
(1)
|
Fasilitas Jalur Prioritas dicabut sementara selama 6 (bulan) dalam hal IJP:
|
||
|
a.
|
melakukan pelanggaran salah satu ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); dan/atau
|
|
|
b.
|
tidak memenuhi ketentuan perizinan dari instansi teknis terkait.
|
|
(2)
|
Fasilitas Jalur Prioritas yang dicabut sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku kembali setelah berakhirnya jangka waktu pencabutan jika dalam jangka waktu tersebut IJP tidak melakukan pelanggaran lain.
|
||
(3)
|
Pencabutan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang dalam hal penanganan pelanggaran yang dilakukan IJP masih dalam proses penyelesaian.
|
||
|
|
||
Pasal 16 |
|||
Fasilitas Jalur Prioritas dicabut secara tetap dalam hal:
|
|||
a.
|
atas permohonan yang bersangkutan;
|
||
b.
|
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan secara terus menerus tidak melakukan kegiatan kepabeanan di bidang impor;
|
||
c.
|
Pengadilan memutuskan IJP bersangkutan telah melakukan tindak pidana di bidang Kepabeanan dan/atau Cukai.
|
||
|
|
||
Pasal 17 |
|||
(1)
|
Importir Jalur Prioritas membuat laporan importasi dan menyerahkannya kepada Kepala Kantor Pelayanan tempat impor dilakukan, setiap 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sebagai IJP, dalam bentuk hard copy dan soft copy.
|
||
(2)
|
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk sesuai contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran X Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
|
|
||
Pasal 18 |
|||
(1)
|
Kepala Kantor Pelayanan melakukan rekonsiliasi atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
|
||
(2)
|
Dalam hal ditemukan perbedaan antara laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dengan data importasi yang terdapat di Kantor Pelayanan maka dilakukan penelitian lebih lanjut oleh Seksi Pencegahan dan Penyidikan pada Kantor Pelayanan dan atau diteruskan kepada Kepala Kantor Wilayah untuk diproses lebih lanjut.
|
||
|
|
||
Pasal 19 |
|||
Fasilitas Jalur Prioritas dapat berlaku di seluruh Daerah Pabean Indonesia.
|
|||
|
|||
Pasal 20 |
|||
Fasilitas Jalur Prioritas yang diberikan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tetap berlaku dengan syarat IJP yang bersangkutan menyerahkan jaminan tertulis berupa garansi perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1).
|
|||
|
|||
Pasal 21 |
|||
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini maka ketentuan mengenai Jalur Prioritas sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 yang bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
|
|||
Pasal 22 |
|||
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
|
|||
|
|||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Juni 2005
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
EDDY ABDURRACHMAN
|