Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
|
||||
Menimbang |
||||
a.
|
bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat;
|
|||
b.
|
bahwa untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta;
|
|||
c.
|
bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;
|
|||
d.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
|
|||
|
|
|||
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
|
|||
|
|
|||
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA |
||||
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL.
|
||||
|
||||
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1 |
||||
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan sosial.
|
|||
2.
|
Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
|
|||
3.
|
Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
|
|||
4.
|
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
|
|||
5.
|
Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.
|
|||
6.
|
Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh Peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.
|
|||
7.
|
Bantuan Iuran adalah Iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta program Jaminan Sosial.
|
|||
8.
|
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
|
|||
9.
|
Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
|
|||
10.
|
Gaji atau Upah adalah hak Pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
|
|||
11.
|
Dewan Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disingkat DJSN adalah dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.
|
|||
12.
|
Dewan Pengawas adalah organ BPJS yang bertugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengurusan BPJS oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi dalam penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
|
|||
13.
|
Direksi adalah organ BPJS yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BPJS untuk kepentingan BPJS, sesuai dengan asas, tujuan, dan prinsip BPJS, serta mewakili BPJS, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
|
|||
14.
|
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
|||
|
|
|||
Pasal 2 |
||||
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas:
|
||||
a.
|
kemanusiaan;
|
|||
b.
|
manfaat; dan
|
|||
c.
|
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
|
|||
|
|
|||
Pasal 3 |
||||
BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.
|
||||
|
||||
Pasal 4 |
||||
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:
|
||||
a.
|
kegotongroyongan;
|
|||
b.
|
nirlaba;
|
|||
c.
|
keterbukaan;
|
|||
d.
|
kehati-hatian;
|
|||
e.
|
akuntabilitas;
|
|||
f.
|
portabilitas;
|
|||
g.
|
kepesertaan bersifat wajib;
|
|||
h.
|
dana amanat; dan
|
|||
i.
|
hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.
|
|||
|
|
|||
BAB II
PEMBENTUKAN DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 5 |
||||
(1)
|
Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.
|
|||
(2)
|
BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
|||
|
a.
|
BPJS Kesehatan; dan
|
||
|
b.
|
BPJS Ketenagakerjaan.
|
||
|
|
|
||
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Pasal 6 |
||||
(1)
|
BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
|
|||
(2)
|
BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan program:
|
|||
|
a.
|
jaminan kecelakaan kerja;
|
||
|
b.
|
jaminan hari tua;
|
||
|
c.
|
jaminan pensiun; dan
|
||
|
d.
|
jaminan kematian.
|
||
|
|
|
||
BAB III
STATUS DAN TEMPAT KEDUDUKAN Bagian Kesatu Status Pasal 7 |
||||
(1)
|
BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah badan hukum publik berdasarkan Undang-Undang ini.
|
|||
(2)
|
BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Tempat Kedudukan Pasal 8 |
||||
(1)
|
BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Negara Republik Indonesia.
|
|||
(2)
|
BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota.
|
|||
|
|
|||
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Fungsi Pasal 9 |
||||
(1)
|
BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
|
|||
(2)
|
BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Tugas Pasal 10 |
||||
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, BPJS bertugas untuk:
|
||||
a.
|
melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
|
|||
b.
|
memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja;
|
|||
c.
|
menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
|
|||
d.
|
mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
|
|||
e.
|
mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;
|
|||
f.
|
membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan
|
|||
g.
|
memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketiga
Wewenang Pasal 11 |
||||
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk:
|
||||
a.
|
menagih pembayaran Iuran;
|
|||
b.
|
menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
|
|||
c.
|
melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Jaminan sosial nasional;
|
|||
d.
|
membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
|
|||
e.
|
membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
|
|||
f.
|
mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
|
|||
g.
|
melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|||
h.
|
melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
|
|||
|
|
|||
Bagian Keempat
Hak Pasal 12 |
||||
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, BPJS berhak untuk:
|
||||
a.
|
memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|||
b.
|
memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kelima
Kewajiban Pasal 13 |
||||
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berkewajiban untuk:
|
||||
a.
|
memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
|
|||
b.
|
mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta;
|
|||
c.
|
memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
|
|||
d.
|
memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
|
|||
e.
|
memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti Ketentuan yang berlaku;
|
|||
f.
|
memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya;
|
|||
g.
|
memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
|
|||
h.
|
memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
|
|||
i.
|
membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum;
|
|||
j.
|
melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan
|
|||
k.
|
melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
|
|||
|
|
|||
BAB V
PENDAFTARAN PESERTA DAN PEMBAYARAN IURAN Bagian Kesatu Pendaftaran Peserta Pasal 14 |
||||
Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial.
|
||||
|
||||
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
|
|||
(2)
|
Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
|
|||
(3)
|
Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
|
|||
|
|
|||
Pasal 16 |
||||
(1)
|
Setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
|
|||
(2)
|
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan data mengenai dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
|
|||
|
|
|||
Pasal 17 |
||||
(1)
|
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif.
|
|||
(2)
|
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
|||
|
a.
|
teguran tertulis;
|
||
|
b.
|
denda; dan/atau
|
||
|
c.
|
tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
|
||
(3)
|
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan oleh BPJS.
|
|||
(4)
|
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||
|
|
|||
Pasal 18 |
||||
(1)
|
Pemerintah mendaftarkan penerima Bantuan Iuran dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS.
|
|||
(2)
|
Penerima Bantuan Iuran wajib memberikan data mengenai diri sendiri dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada Pemerintah untuk disampaikan kepada BPJS.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Pembayaran Iuran Pasal 19 |
||||
(1)
|
Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.
|
|||
(2)
|
Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
|
|||
(3)
|
Peserta yang bukan Pekerja dan bukan penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
|
|||
(4)
|
Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk penerima Bantuan Iuran kepada BPJS.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
|||
|
a.
|
besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden; dan
|
||
|
b.
|
besaran dan tata cara pembayaran Iuran selain program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||
|
|
|
||
BAB VI
ORGAN BPJS Bagian Kesatu Struktur Pasal 20 |
||||
Organ BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi.
|
||||
|
||||
Bagian Kedua
Dewan Pengawas Pasal 21 |
||||
(1)
|
Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang profesional.
|
|||
(2)
|
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2 (dua) orang unsur Pekerja, dan 2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, serta 1 (satu) orang unsur tokoh masyarakat.
|
|||
(3)
|
Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
|
|||
(4)
|
Salah seorang dari anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai ketua Dewan Pengawas oleh Presiden.
|
|||
(5)
|
Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
|
|||
|
|
|||
Pasal 22 |
||||
(1)
|
Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS.
|
|||
(2)
|
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Pengawas bertugas untuk:
|
|||
|
a.
|
melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi;
|
||
|
b.
|
melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial oleh Direksi;
|
||
|
c.
|
memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS; dan
|
||
|
d.
|
menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
|
||
(3)
|
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Pengawas berwenang untuk:
|
|||
|
a.
|
menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS;
|
||
|
b.
|
mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi;
|
||
|
c.
|
mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;
|
||
|
d.
|
melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS; dan
|
||
|
e.
|
memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja Direksi.
|
||
(4)
|
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketiga
Direksi Pasal 23 |
||||
(1)
|
Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional.
|
|||
(2)
|
Anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
|
|||
(3)
|
Presiden menetapkan salah seorang dari anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai direktur utama.
|
|||
(4)
|
Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
|
|||
|
|
|||
Pasal 24 |
||||
(1)
|
Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin Peserta untuk mendapatkan Manfaat sesuai dengan haknya.
|
|||
(2)
|
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi bertugas untuk:
|
|||
|
a.
|
melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi;
|
||
|
b.
|
mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan; dan
|
||
|
c.
|
menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsinya.
|
||
(3)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direksi berwenang untuk:
|
|||
|
a.
|
melaksanakan wewenang BPJS;
|
||
|
b.
|
menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi, dan sistem kepegawaian;
|
||
|
c.
|
menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkan penghasilan pegawai BPJS;
|
||
|
d.
|
mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi Dewan Pengawas dan Direksi;
|
||
|
e.
|
menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas;
|
||
|
f.
|
melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas;
|
||
|
g.
|
melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Presiden; dan
|
||
|
h.
|
melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
|
||
(4)
|
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Direksi.
|
|||
|
|
|||
BAB VII
PERSYARATAN, TATA CARA PEMILIHAN DAN PENETAPAN, DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS DAN ANGGOTA DIREKSI Bagian Kesatu Persyaratan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Paragraf 1 Persyaratan Umum Pasal 25 |
||||
(1)
|
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
||
|
b.
|
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
|
||
|
c.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
||
|
d.
|
memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
|
||
|
e.
|
memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai untuk pengelolaan program Jaminan Sosial;
|
||
|
f.
|
berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat dicalonkan menjadi anggota;
|
||
|
g.
|
tidak menjadi anggota atau menjabat sebagai pengurus partai politik;
|
||
|
h.
|
tidak sedang menjadi tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan;
|
||
|
i.
|
tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan/atau
|
||
|
j.
|
tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris, atau dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan.
|
||
(2)
|
Selama menjabat, anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi tidak boleh merangkap jabatan di pemerintahan atau badan hukum lainnya.
|
|||
|
|
|||
Paragraf 2
Persyaratan Khusus Pasal 26 |
||||
Selain harus memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, calon anggota Dewan Pengawas harus memenuhi persyaratan khusus, yaitu memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang manajemen, khususnya di bidang pengawasan paling sedikit 5 (lima) tahun.
|
||||
|
||||
Pasal 27 |
||||
Selain harus memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, calon anggota Direksi harus memenuhi persyaratan khusus, yaitu memiliki kompetensi yang terkait untuk jabatan direksi yang bersangkutan dan memiliki pengalaman manajerial paling sedikit 5 (lima) tahun.
|
||||
|
||||
Bagian Kedua
Tata Cara Pemilihan dan Penetapan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Pasal 28 |
||||
(1)
|
Untuk memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi, Presiden membentuk panitia seleksi yang bertugas melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
|
|||
(2)
|
Keanggotaan panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang unsur Pemerintah dan 5 (lima) orang unsur masyarakat.
|
|||
(3)
|
Keanggotaan panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
|
|||
|
|
|||
Pasal 29 |
||||
(1)
|
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 mengumumkan penerimaan pendaftaran calon anggota Dewan Pengawas dan calon anggota Direksi paling lama 5 (lima) hari kerja setelah ditetapkan.
|
|||
(2)
|
Pendaftaran dan seleksi calon anggota Dewan Pengawas dan calon anggota Direksi dilakukan dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja secara terus-menerus.
|
|||
(3)
|
Panitia seleksi mengumumkan nama calon anggota Dewan Pengawas dan nama calon anggota Direksi kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pendaftaran ditutup.
|
|||
(4)
|
Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada panitia seleksi paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diumumkan.
|
|||
(5)
|
Panitia seleksi menentukan nama calon anggota Dewan Pengawas dan nama calon anggota Direksi yang akan disampaikan kepada Presiden sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang diperlukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditutupnya masa penyampaian tanggapan dari masyarakat.
|
|||
|
|
|||
Pasal 30 |
||||
(1)
|
Presiden memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pemerintah dan anggota Direksi berdasarkan usul dari panitia seleksi.
|
|||
(2)
|
Presiden mengajukan nama calon anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja, dan unsur tokoh masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang diperlukan, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi.
|
|||
(3)
|
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja, dan unsur tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan usulan dari Presiden.
|
|||
(4)
|
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan nama calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Presiden paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya pemilihan.
|
|||
(5)
|
Presiden menetapkan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan surat dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
|
|||
(6)
|
Penetapan anggota Dewan Pengawas dari unsur pemerintah dan anggota Direksi dilakukan bersama-sama dengan penetapan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
|
|||
|
|
|||
Pasal 31 |
||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Presiden.
|
||||
|
||||
Bagian Ketiga
Pemberhentian Pasal 32 |
||||
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi berhenti dari jabatannya karena:
|
||||
a.
|
meninggal dunia;
|
|||
b.
|
masa jabatan berakhir; atau
|
|||
c.
|
diberhentikan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 33 |
||||
(1)
|
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi dapat diberhentikan sementara karena:
|
|||
|
a.
|
sakit terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya;
|
||
|
b.
|
ditetapkan menjadi tersangka; atau
|
||
|
c.
|
dikenai sanksi administratif pemberhentian sementara.
|
||
(2)
|
Dalam hal anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden menunjuk pejabat sementara dengan mempertimbangkan usulan dari DJSN.
|
|||
(3)
|
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan pada jabatannya apabila telah dinyatakan sehat kembali untuk melaksanakan tugas atau apabila statusnya sebagai tersangka dicabut, atau sanksi administratif pemberhentian sementaranya dicabut.
|
|||
(4)
|
Pengembalian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak dinyatakan sehat atau statusnya sebagai tersangka dicabut atau sanksi administratif pemberhentian sementaranya dicabut.
|
|||
(5)
|
Pemberhentian sementara anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengembalian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Presiden.
|
|||
|
|
|||
Pasal 34 |
||||
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi diberhentikan dari jabatannya karena:
|
||||
a.
|
sakit terus-menerus selama 6 (enam) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya;
|
|||
b.
|
tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan karena alasan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a;
|
|||
c.
|
merugikan BPJS dan kepentingan Peserta Jaminan Sosial karena kesalahan kebijakan yang diambil;
|
|||
d.
|
menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana;
|
|||
e.
|
melakukan perbuatan tercela;
|
|||
f.
|
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi; dan/atau
|
|||
g.
|
mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri.
|
|||
|
|
|||
Pasal 35 |
||||
Dalam hal anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Presiden mengangkat anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi pengganti untuk meneruskan sisa masa jabatan yang digantikan.
|
||||
|
||||
Pasal 36 |
||||
(1)
|
Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas dan/atau anggota Direksi, Presiden membentuk panitia seleksi untuk memilih calon anggota pengganti antarwaktu.
|
|||
(2)
|
Prosedur pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31.
|
|||
(3)
|
Dalam hal sisa masa jabatan yang kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan anggota pengganti antarwaktu berdasarkan usulan DJSN.
|
|||
(4)
|
DJSN mengajukan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan peringkat hasil seleksi.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.
|
|||
|
|
|||
BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 37 |
||||
(1)
|
BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
|
|||
(2)
|
Periode laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
|
|||
(3)
|
Bentuk dan isi laporan pengelolaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh BPJS setelah berkonsultasi dengan DJSN.
|
|||
(4)
|
Laporan keuangan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
|
|||
(5)
|
Laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.
|
|||
(6)
|
Bentuk dan isi publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.
|
|||
(7)
|
Ketentuan mengenai bentuk dan isi laporan pengelolaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
|
|||
|
|
|||
Pasal 38 |
||||
(1)
|
Direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
|
|||
(2)
|
Pada akhir masa jabatan, Dewan Pengawas dan Direksi wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
|
|||
|
|
|||
BAB IX
PENGAWASAN Pasal 39 |
||||
(1)
|
Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal.
|
|||
(2)
|
Pengawasan internal BPJS dilakukan oleh organ pengawas BPJS, yang terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
Dewan Pengawas; dan
|
||
|
b.
|
satuan pengawas internal.
|
||
(3)
|
Pengawasan eksternal BPJS dilakukan oleh:
|
|||
|
a.
|
DJSN; dan
|
||
|
b.
|
lembaga pengawas independen.
|
||
|
|
|
||
BAB X
ASET Bagian Kesatu Pemisahan Aset Pasal 40 |
||||
(1)
|
BPJS mengelola:
|
|||
|
a.
|
aset BPJS; dan
|
||
|
b.
|
aset Dana Jaminan Sosial.
|
||
(2)
|
BPJS wajib memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial.
|
|||
(3)
|
Aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS.
|
|||
(4)
|
BPJS wajib menyimpan dan mengadministrasikan Dana Jaminan Sosial pada bank kustodian yang merupakan badan usaha milik negara.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Aset BPJS Pasal 41 |
||||
(1)
|
Aset BPJS bersumber dari:
|
|||
|
a.
|
modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham;
|
||
|
b.
|
hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program Jaminan sosial;
|
||
|
c.
|
hasil pengembangan aset BPJS;
|
||
|
d.
|
dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau
|
||
|
e.
|
sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Aset BPJS dapat digunakan untuk:
|
|||
|
a.
|
biaya operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial;
|
||
|
b.
|
biaya pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan Jaminan Sosial;
|
||
|
c.
|
biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan; dan
|
||
|
d.
|
investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan aset BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||
|
|
|
||
Pasal 42 |
||||
Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
|
||||
|
||||
Bagian Ketiga
Aset Dana Jaminan Sosial Pasal 43 |
||||
(1)
|
Aset Dana Jaminan Sosial bersumber dari:
|
|||
|
a.
|
Iuran Jaminan Sosial termasuk Bantuan Iuran;
|
||
|
b.
|
hasil pengembangan Dana Jaminan Sosial;
|
||
|
c.
|
hasil pengalihan aset program jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dari Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program jaminan sosial; dan
|
||
|
d.
|
sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Aset Dana Jaminan Sosial digunakan untuk:
|
|||
|
a.
|
pembayaran Manfaat atau pembiayaan layanan Jaminan Sosial;
|
||
|
b.
|
dana operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial; dan
|
||
|
c.
|
investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
|
||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan aset Dana Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||
|
|
|||
Bagian Keempat
Biaya Operasional Pasal 44 |
||||
(1)
|
Biaya operasional BPJS terdiri atas biaya personel dan biaya non personel.
|
|||
(2)
|
Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan.
|
|||
(3)
|
Biaya personel mencakup Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya.
|
|||
(4)
|
Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan memperoleh Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya yang sesuai dengan wewenang dan/atau tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas di dalam BPJS.
|
|||
(5)
|
Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan tingkat kewajaran yang berlaku.
|
|||
(6)
|
Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan dapat memperoleh insentif sesuai dengan kinerja BPJS yang dibayarkan dari hasil pengembangan.
|
|||
(7)
|
Ketentuan mengenai Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi karyawan ditetapkan dengan peraturan Direksi.
|
|||
(8)
|
Ketentuan mengenai Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi diatur dengan Peraturan Presiden.
|
|||
|
|
|||
Pasal 45 |
||||
(1)
|
Dana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf d ditentukan berdasarkan persentase dari Iuran yang diterima dan/atau dari dana hasil pengembangan.
|
|||
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai persentase dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||
|
|
|||
BAB XI
PEMBUBARAN BPJS Pasal 46 |
||||
BPJS hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang.
|
||||
|
||||
Pasal 47 |
||||
BPJS tidak dapat dipailitkan berdasarkan ketentuan perundangan-undangan mengenai kepailitan.
|
||||
|
||||
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA Bagian Kesatu Penyelesaian Pengaduan Pasal 48 |
||||
(1)
|
BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta.
|
|||
(2)
|
BPJS wajib menangani pengaduan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya pengaduan.
|
|||
(3)
|
Ketentuan mengenai unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan BPJS.
|
|||
|
|
|||
Bagian Kedua
Penyelesaian sengketa Melalui Mediasi Pasal 49 |
||||
(1)
|
Pihak yang merasa dirugikan yang pengaduannya belum dapat diselesaikan oleh unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), penyelesaian sengketanya dapat dilakukan melalui mekanisme mediasi.
|
|||
(2)
|
Mekanisme mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bantuan mediator yang disepakati oleh kedua belah pihak secara tertulis.
|
|||
(3)
|
Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatangan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh kedua belah pihak.
|
|||
(4)
|
Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi, setelah ada kesepakatan kedua belah pihak secara tertulis, bersifat final dan mengikat.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||
|
|
|||
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Pasal 50 |
||||
Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta melalui mekanisme mediasi tidak dapat terlaksana, penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.
|
||||
|
||||
BAB XIII
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN Pasal 51 |
||||
(1)
|
Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan program Jaminan Sosial, BPJS bekerja sama dengan lembaga Pemerintah.
|
|||
(2)
|
Dalam menjalankan tugasnya, BPJS dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga lain di dalam negeri atau di luar negeri.
|
|||
(3)
|
BPJS dapat bertindak mewakili Negara Republik Indonesia sebagai anggota organisasi atau anggota lembaga internasional apabila terdapat ketentuan bahwa anggota dari organisasi atau lembaga internasional tersebut mengharuskan atas nama negara.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara hubungan antar lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||
|
|
|||
BAB XIV
LARANGAN Pasal 52 |
||||
Anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi dilarang:
|
||||
a.
|
memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga antar anggota Dewan Pengawas, antar anggota Direksi, dan antara anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi;
|
|||
b.
|
memiliki bisnis yang mempunyai keterkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Sosial;
|
|||
c.
|
melakukan perbuatan tercela;
|
|||
d.
|
merangkap jabatan sebagai anggota partai politik, pengurus organisasi masyarakat atau organisasi sosial atau lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan program Jaminan Sosial, pejabat struktural dan fungsional pada lembaga pemerintahan, pejabat di badan usaha dan badan hukum lainnya;
|
|||
e.
|
membuat atau mengambil keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan;
|
|||
f.
|
mendirikan atau memiliki seluruh atau sebagian badan usaha yang terkait dengan program Jaminan Sosial;
|
|||
g.
|
menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
|
|||
h.
|
menyalahgunakan dan/atau menggelapkan aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
|
|||
i.
|
melakukan subsidi silang antar program;
|
|||
j.
|
menempatkan investasi aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial pada jenis investasi yang tidak terdaftar pada Peraturan Pemerintah;
|
|||
k.
|
menanamkan investasi kecuali surat berharga tertentu dan/atau investasi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan sosial;
|
|||
1.
|
membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau dalam laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial; dan/atau
|
|||
m.
|
mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial.
|
|||
|
|
|||
Pasal 53 |
||||
(1)
|
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dikenai sanksi administratif.
|
|||
(2)
|
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk.
|
|||
(3)
|
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
|||
|
a.
|
peringatan tertulis;
|
||
|
b.
|
pemberhentian sementara; dan/atau
|
||
|
c.
|
pemberhentian tetap.
|
||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||
|
|
|||
BAB XV
KETENTUAN PIDANA Pasal 54 |
||||
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
|
||||
|
||||
Pasal 55 |
||||
Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
|
||||
|
||||
BAB XVI
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 56 |
||||
(1)
|
Presiden sewaktu-waktu dapat meminta laporan keuangan dan laporan kinerja BPJS sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Sosial nasional.
|
|||
(2)
|
Dalam hal terdapat kebijakan fiskal dan moneter yang mempengaruhi tingkat solvabilitas BPJS, Pemerintah dapat mengambil kebijakan khusus untuk menjamin kelangsungan program Jaminan Sosial.
|
|||
(3)
|
Dalam hal terjadi krisis keuangan dan kondisi tertentu yang memberatkan perekonomian, Pemerintah dapat melakukan tindakan khusus untuk menjaga kesehatan keuangan dan kesinambungan penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
|
|||
|
|
|||
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 57 |
||||
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
|
||||
a.
|
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Asuransi Kesehatan Indonesia atau disingkat PT Askes (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 16) diakui keberadaannya dan tetap melaksanakan program jaminan kesehatan, termasuk menerima pendaftaran peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan;
|
|||
b.
|
Kementerian Kesehatan tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan kesehatan masyarakat, termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan;
|
|||
c.
|
Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program layanan kesehatan bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden;
|
|||
d.
|
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau disingkat PT Jamsostek (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan:
|
|||
|
1.
|
program jaminan pemeliharaan kesehatan termasuk penambahan peserta baru sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan; dan
|
||
|
2.
|
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru sampai dengan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
|
||
e.
|
Perusahaan Perseroan (Persero) PT ASABRI atau disingkat PT ASABRI (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88), berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1966 tentang Pemberian Pensiun, Tunjangan bersifat Pensiun, dan Tunjangan Kepada Militer Sukarela (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2812), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3369), Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1968 tentang Pemberian Pensiun Kepada Warakawuri, Tunjangan Kepada Anak Yatim/Piatu, dan Anak Yatim-Piatu Militer Sukarela (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2863), dan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455) tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
|
|||
f.
|
Perusahaan Perseroan (Persero) PT DANA TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI atau disingkat PT TASPEN (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3200) tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
|
|||
|
|
|||
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 58 |
||||
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan ditugasi untuk:
|
||||
a.
|
menyiapkan operasional BPJS Kesehatan untuk program jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).
|
|||
b.
|
menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 59 |
||||
Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi.
|
||||
|
||||
Pasal 60 |
||||
(1)
|
BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014.
|
|||
(2)
|
Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
|||
|
a.
|
Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat;
|
||
|
b.
|
Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden; dan
|
||
|
c.
|
PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan.
|
||
(3)
|
Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
|||
|
a.
|
PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan;
|
||
|
b.
|
semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan; dan
|
||
|
c.
|
Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembuka dana jaminan kesehatan.
|
||
|
|
|
||
Pasal 61 |
||||
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) sampai dengan berubahnya PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan ditugasi untuk:
|
||||
a.
|
menyiapkan pengalihan program jaminan pemeliharaan kesehatan kepada BPJS Kesehatan;
|
|||
b.
|
menyiapkan operasional BPJS Ketenagakerjaan untuk program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian;
|
|||
c.
|
menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) terkait penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan ke BPJS Kesehatan; dan
|
|||
d.
|
menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.
|
|||
|
|
|||
Pasal 62 |
||||
(1)
|
PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014.
|
|||
(2)
|
Pada saat PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
|||
|
a.
|
PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan;
|
||
|
b.
|
semua pegawai PT Jamsostek (Persero) beralih menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan;
|
||
|
c.
|
Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan posisi laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan; dan
|
||
|
d.
|
BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), termasuk menerima peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 38 dan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456), paling lambat 1 Juli 2015.
|
||
|
|
|
||
Pasal 63 |
||||
Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi.
|
||||
|
||||
Pasal 64 |
||||
BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian bagi Peserta, selain peserta program yang dikelola PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero), sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456), paling lambat tanggal 1 Juli 2015.
|
||||
|
||||
Pasal 65 |
||||
(1)
|
PT ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
|
|||
(2)
|
PT TASPEN (Persero) menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
|
|||
|
|
|||
Pasal 66 |
||||
Ketentuan mengenai tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dari PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||
|
||||
Pasal 67 |
||||
Ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297) tidak berlaku untuk pembubaran PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) huruf a dan Pasal 62 ayat (2) huruf a.
|
||||
|
||||
Pasal 68 |
||||
Pada saat berubahnya PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini:
|
||||
a.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi; dan
|
|||
b.
|
Ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) dinyatakan tetap berlaku sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
|
|||
|
|
|||
Pasal 69 |
||||
Pada saat mulai beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
|
||||
|
||||
Pasal 70 |
||||
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama:
|
||||
a.
|
1 (satu) tahun untuk peraturan yang mendukung beroperasinya BPJS Kesehatan; dan
|
|||
b.
|
2 (dua) tahun untuk peraturan yang mendukung beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan
|
|||
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. | ||||
|
|
|||
Pasal 71 |
||||
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
||||
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 116
|
||||
PENJELASANATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
|
|||||||||||||||||||||||||
I. | UMUM | ||||||||||||||||||||||||
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan bahwa tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan tersebut semakin dipertegas yaitu dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi kesejahteraan seluruh rakyat.
Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001, Presiden ditugaskan untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang lebih menyeluruh dan terpadu.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesarbesarnya kepentingan Peserta.
Pembentukan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUUIII/2005, guna memberikan kepastian hukum bagi pembentukan BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh Indonesia. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero), dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.
Dengan Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap.
|
|||||||||||||||||||||||||
II. | PASAL DEMI PASAL | ||||||||||||||||||||||||
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah asas yang terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” adalah asas yang bersifat idiil.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan “kebutuhan dasar hidup” adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan “prinsip kegotongroyongan” adalah prinsip kebersamaan antar Peserta dalam menanggung beban biaya Jaminan Sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap Peserta membayar Iuran sesuai dengan tingkat Gaji, Upah, atau penghasilannya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “prinsip nirlaba” adalah prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan Manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh Peserta.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “prinsip keterbukaan” adalah prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap Peserta.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “prinsip kehati-hatian” adalah prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “prinsip portabilitas” adalah prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun Peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “prinsip kepesertaan bersifat wajib” adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi Peserta Jaminan Sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “prinsip dana amanat” adalah bahwa Iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari Peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan Peserta Jaminan Sosial.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Huruf a
Yang dimaksud dengan “menagih” adalah meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran Iuran.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pemerintah menetapkan standar tarif setelah mendapatkan masukan dari BPJS bersama dengan asosiasi fasilitas kesehatan, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah.
Besaran tarif di suatu wilayah (regional) tertentu dapat berbeda dengan tarif di wilayah (regional) lainnya sesuai dengan tingkat kemahalan harga setempat, sehingga diperoleh pembayaran fasilitas kesehatan yang efektif dan efisien.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “kewajiban lain” antara lain adalah kewajiban mendaftarkan diri dan Pekerjanya sebagai Peserta, melaporkan data kepesertaan termasuk perubahan Gaji atau Upah, jumlah Pekerja dan keluarganya, alamat Pekerja, serta status Pekerja.
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan peraturan pelaksanaannya.
Huruf h
Kerja sama dengan pihak lain terkait pemungutan dan pengumpulan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja serta penerimaan Bantuan Iuran dilakukan dengan instansi Pemerintah dan pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.
Pasal 12
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dana operasional” adalah bagian dari akumulasi Iuran Jaminan Sosial dan hasil pengembangannya yang dapat digunakan BPJS untuk membiayai kegiatan operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 13
Huruf a
Yang dimaksud dengan “nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap Peserta untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap Peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program Jaminan Sosial.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi mengenai jumlah aset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/atau jumlah aset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran BPJS.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “program Jaminan Sosial yang diikuti” adalah 5 (lima) program Jaminan Sosial dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “data” adalah data diri Pemberi Kerja dan Pekerja beserta anggota keluarganya termasuk perubahannya.
Ayat (3)
Yang diatur dalam Peraturan Presiden adalah penahapan yang didasarkan antara lain pada jumlah Pekerja, jenis usaha, dan/atau skala usaha.
Penahapan yang akan diatur tersebut tidak boleh mengurangi manfaat yang sudah menjadi hak Peserta dan kewajiban Pemberi Kerja untuk mengikuti program Jaminan Sosial.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pelayanan publik tertentu” antara lain pemrosesan izin usaha, izin mendirikan bangunan, bukti kepemilikan hak tanah dan bangunan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “Pemerintah atau pemerintah daerah” adalah unit pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Calon anggota Dewan Pengawas dari unsur Pekerja diusulkan oleh organisasi Pekerja di tingkat nasional.
Calon anggota Dewan Pengawas dari unsur Pemberi Kerja diusulkan oleh organisasi pengusaha di tingkat nasional.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “diusulkan untuk diangkat kembali” adalah dicalonkan kembali melalui proses seleksi.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Anggota yang berasal dari unsur profesional adalah orang yang mempunyai keahlian dan/atau pengetahuan khusus di bidang Jaminan Sosial.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “diusulkan untuk diangkat kembali” adalah dicalonkan kembali melalui proses seleksi.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perencanaan” adalah termasuk penyusunan Rencana Kerja Anggaran Tahunan BPJS.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah gaji atau upah dan manfaat tambahan lainnya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Kriteria kualifikasi calon anggota Dewan Pengawas atau calon anggota Direksi diukur dari jenjang pendidikan formal.
Kriteria kompetensi calon anggota Dewan Pengawas atau calon anggota Direksi diukur berdasarkan pengalaman, keahlian, dan pengetahuan sesuai dengan bidang tugasnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tidak boleh merangkap jabatan” adalah setelah diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi, yang bersangkutan melepaskan jabatan lain di pemerintahan, termasuk lembaga negara atau badan hukum lain.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Kriteria kompetensi calon anggota Direksi diukur berdasarkan pengalaman, keahlian, dan pengetahuan sesuai dengan bidang tugasnya, antara lain, bidang ekonomi, keuangan, perbankan, aktuaria, perasuransian, dana pensiun, teknologi informasi, manajemen risiko, manajemen kesehatan, kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, dan/atau hukum yang dapat dibuktikan dengan sertifikat kompetensi.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Untuk menjalankan tugas anggota Dewan Pengawas yang diberhentikan sementara, pejabat sementara yang diusulkan oleh DJSN dipilih dari antara anggota Dewan Pengawas yang lain.
Untuk menjalankan tugas anggota Direksi yang diberhentikan sementara, pejabat sementara yang diusulkan oleh DJSN dipilih dari antara anggota Direksi yang lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dinyatakan sehat kembali” adalah apabila dinyatakan sehat oleh dokter yang bekerja pada rumah sakit milik Pemerintah.
Yang dimaksud dengan “statusnya sebagai tersangka dicabut” adalah apabila proses penyidikan perkaranya dihentikan oleh penyidik.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
DJSN melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lembaga pengawas independen” adalah Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal tertentu sesuai dengan kewenangannya Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Aset program jaminan sosial dapat berupa uang, surat berharga, serta tanah dan bangunan.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kerja sama dengan organisasi atau lembaga lain di dalam negeri atau di luar negeri dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas BPJS ataupun kualitas pelayanannya kepada Peserta.
Ayat (3)
Keanggotaan BPJS dalam organisasi atau lembaga internasional dilakukan dengan tetap mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 52
Huruf a
Yang dimaksud dengan “hubungan keluarga” adalah hubungan keluarga karena pertalian darah atau perkawinan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan tercela” adalah melakukan perbuatan yang merendahkan martabat Dewan Pengawas dan Direksi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kondisi tertentu yang memberatkan perekonomian dapat berupa tingkat inflasi yang tinggi, keadaan pascabencana yang mengakibatkan penggunaan sebagian besar sumber daya ekonomi negara, dan lain sebagainya.
Tindakan khusus untuk menjaga kesehatan keuangan dan kesinambungan penyelenggaraan program Jaminan Sosial antara lain berupa penyesuaian Manfaat, Iuran, dan/atau usia pensiun, sebagai upaya terakhir.
Pasal 57
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia terdiri atas santunan asuransi, santunan nilai tunai asuransi, santunan risiko kematian, santunan biaya pemakaman, santunan risiko kematian khusus, santunan cacat karena dinas, santunan cacat bukan karena dinas, santunan biaya pemakaman istri/suami, dan santunan biaya pemakaman anak.
Huruf f
Program tabungan hari tua terdiri atas asuransi dwiguna dan asuransi kematian.
Pasal 58
Huruf a
Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup antara lain:
Huruf b
Kegiatan penyiapan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan, mencakup antara lain:
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Penyiapan operasional BPJS Ketenagakerjaan untuk program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian mencakup antara lain:
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kegiatan penyiapan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan, mencakup antara lain:
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas..
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
PT ASABRI (Persero) menyelesaikan penyusunan roadmap transformasi paling lambat tahun 2014 yang antara lain memuat pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan.
Ayat (2)
PT TASPEN (Persero) menyelesaikan penyusunan roadmap transformasi paling lambat tahun 2014 yang antara lain memuat pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 66
Program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun yang dialihkan dari PT ASABRI (Persero) dan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun yang dialihkan dari PT TASPEN (Persero) adalah bagian program yang sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) menyelesaikan penyusunan roadmap transformasi paling lambat tahun 2014, yang antara lain memuat pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dari PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
|
|||||||||||||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5256 |