Quick Guide
Hide Quick Guide
- Menimbang
- Mengingat
- Menetapkan
- Pasal 1
- Pasal 2
- Pasal 3
- Pasal 4
- Pasal 5
- Pasal 6
- Pasal 7
- Pasal 8
- Pasal 9
- Pasal 10
- Pasal 11
- Pasal 12
- Pasal 13
- Pasal 14
- Pasal 15
- Pasal 16
- Pasal 17
- Pasal 18
- Pasal 19
- Pasal 20
- Pasal 21
- Pasal 22
- Pasal 23
- Pasal 24
- Pasal 25
- Pasal 26
- Pasal 27
- Pasal 28
- Pasal 29
- Pasal 30
- Pasal 31
- Pasal 32
- Pasal 33
- Pasal 34
- PENJELASAN
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2025
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KELOLA BADAN PENGELOLA INVESTASI DAYA ANAGATA NUSANTARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3P dan Pasal 3AA ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara;
|
||||
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||
2.
|
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor: 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7097);
|
|||
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||
Menetapkan |
||||
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ORGANISASI DAN TATA KELOLA BADAN PENGELOLA INVESTASI DAYA ANAGATA NUSANTARA.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 |
||||
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
|
||||
1.
|
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang memenuhi minimal salah satu ketentuan berikut:
|
|||
|
a.
|
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia melalui penyertaan langsung; atau
|
||
|
b.
|
terdapat hak istimewa yang dimiliki Negara Republik Indonesia.
|
||
2.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
|
|||
3.
|
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara yang selanjutnya disebut Badan adalah badan yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang BUMN.
|
|||
4.
|
Badan Pelaksana adalah organ Badan yang bertugas menyelenggarakan pengurusan operasional Badan.
|
|||
5.
|
Dewan Pengawas adalah organ Badan yang bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Badan yang dilakukan oleh Badan Pelaksana.
|
|||
6.
|
Perusahaan Induk Investasi yang selanjutnya disebut Holding Investasi adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan dividen dan/atau pemberdayaan aset BUMN serta tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri dan/atau Badan.
|
|||
7.
|
Perusahaan Induk Operasional yang selanjutnya disebut Holding Operasional adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional BUMN serta kegiatan usaha lain.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB II
STATUS, TUJUAN, DAN KEDUDUKAN
Pasal 2 |
||||
(1)
|
Dalam melaksanakan pengelolaan BUMN, Presiden melimpahkan sebagian tugas dan kewenangannya kepada Badan yang dibentuk dengan Undang-Undang tentang BUMN.
|
|||
(2)
|
Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia.
|
|||
(3)
|
Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan investasi dan operasional BUMN dan sumber dana lain.
|
|||
(4)
|
Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||
(1)
|
Badan berkedudukan dan berkantor pusat di Ibukota Negara.
|
|||
(2)
|
Badan dapat mempunyai kantor di luar Ibukota Negara.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 4 |
||||
(1)
|
Badan bertugas untuk melakukan pengelolaan BUMN.
|
|||
(2)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan berwenang:
|
|||
|
a.
|
mengelola dividen Holding Investasi, dividen Holding Operasional, dan dividen BUMN;
|
||
|
b.
|
menyetujui penambahan dan/atau pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang bersumber dari pengelolaan dividen;
|
||
|
c.
|
bersama Menteri membentuk Holding Investasi dan Holding Operasional;
|
||
|
d.
|
bersama Menteri menyetujui usulan hapus buku dan/atau hapus tagih atas aset BUMN yang diusulkan oleh Holding Investasi atau Holding Operasional;
|
||
|
e.
|
memberikan pinjaman, menerima pinjaman, dan mengagunkan aset dengan persetujuan Presiden; dan
|
||
|
f.
|
mengesahkan dan mengonsultasikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN atas Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Holding Investasi dan Holding Operasional.
|
||
(3)
|
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan memastikan pelaksanaan operasional Holding Operasional dan Holding Investasi dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan wewenang Badan yang membutuhkan persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e diatur dengan Peraturan Presiden.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB IV
ORGAN
Bagian Kesatu
Struktur Organ
Pasal 5 |
||||
Organ Badan terdiri atas:
|
||||
a.
|
Dewan Pengawas; dan
|
|||
b.
|
Badan Pelaksana.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Dewan Pengawas
Paragraf 1
Keanggotaan
Pasal 6 |
||||
(1)
|
Dewan Pengawas terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
ketua merangkap anggota;
|
||
|
b.
|
wakil ketua merangkap anggota;
|
||
|
c.
|
perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan sinkronisasi dan koordinasi serta pengendalian pelaksanaan urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi sebagai anggota; dan
|
||
|
d.
|
pejabat negara atau pihak lain sebagai anggota.
|
||
(2)
|
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
|
|||
(3)
|
Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling rendah pejabat eselon I.
|
|||
(4)
|
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tugas dan Wewenang
Pasal 7 |
||||
(1)
|
Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Badan yang dilakukan oleh Badan Pelaksana.
|
|||
(2)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Pengawas atas persetujuan Presiden berwenang:
|
|||
|
a.
|
menyetujui rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama yang diusulkan Badan Pelaksana;
|
||
|
b.
|
melakukan evaluasi pencapaian indikator kinerja utama;
|
||
|
c.
|
menerima dan mengevaluasi laporan pertanggungjawaban dari Badan Pelaksana;
|
||
|
d.
|
menyampaikan laporan pertanggungjawaban Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana kepada Presiden;
|
||
|
e.
|
menetapkan remunerasi Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana;
|
||
|
f.
|
mengusulkan peningkatan dan/atau pengurangan modal Badan kepada Presiden;
|
||
|
g.
|
menyetujui laporan keuangan tahunan Badan; dan
|
||
|
h.
|
memberhentikan sementara anggota Badan Pelaksana.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||
Dewan Pengawas menyusun dan menetapkan kode etik yang berlaku bagi Dewan Pengawas, Badan Pelaksana, dan pegawai Badan.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||
(1)
|
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pengawas dibantu oleh:
|
|||
|
a.
|
sekretariat; dan
|
||
|
b.
|
komite.
|
||
(2)
|
Sekretariat dan komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengawas.
|
|||
(3)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
komite audit;
|
||
|
b.
|
komite etik; dan
|
||
|
c.
|
komite remunerasi dan sumber daya manusia.
|
||
(4)
|
Tugas dan tanggung jawab komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dalam piagam komite yang ditentukan oleh Dewan Pengawas.
|
|||
(5)
|
Dalam hal diperlukan, Dewan Pengawas dapat membentuk komite selain komite sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
|||
(6)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) ditetapkan dengan keputusan Dewan Pengawas.
|
|||
(7)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) wajib menyampaikan laporan dan rekomendasi kepada Dewan Pengawas.
|
|||
(8)
|
Ketentuan mengenai tugas dan tanggung jawab sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.
|
|||
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Tata Cara Pengambilan Keputusan Dewan Pengawas
Pasal 10 |
||||
(1)
|
Pengambilan keputusan Dewan Pengawas dilakukan melalui rapat Dewan Pengawas.
|
|||
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengambilan keputusan dan tata cara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas.
|
|||
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Pemberhentian
Pasal 11 |
||||
(1)
|
Jabatan anggota Dewan Pengawas berakhir apabila:
|
|||
|
a.
|
meninggal dunia;
|
||
|
b.
|
masa jabatannya telah berakhir; atau
|
||
|
c.
|
diberhentikan oleh Presiden.
|
||
(2)
|
Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan alasan:
|
|||
|
a.
|
pelanggaran persyaratan pengungkapan dan kerahasiaan;
|
||
|
b.
|
tidak menjalankan tugasnya dengan baik;
|
||
|
c.
|
melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati oleh Dewan Pengawas;
|
||
|
d.
|
telah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindakan yang merugikan Badan, BUMN, atau keuangan negara;
|
||
|
e.
|
mengundurkan diri;
|
||
|
f.
|
berhalangan tetap;
|
||
|
g.
|
tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Pengawas lebih dari 6 (enam) bulan meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan; dan/atau
|
||
|
h.
|
alasan lain yang dinilai tepat oleh Presiden.
|
||
(3)
|
Dalam hal anggota Dewan Pengawas berhenti atau diberhentikan dalam masa jabatan, Presiden mengangkat pengganti untuk sisa masa jabatan anggota Dewan Pengawas yang digantikannya.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Badan Pelaksana
Paragraf 1
Keanggotaan
Pasal 12 |
||||
Badan Pelaksana terdiri atas:
|
||||
a.
|
kepala merangkap anggota; dan
|
|||
b.
|
anggota.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||
(1)
|
Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berasal dari unsur profesional.
|
|||
(2)
|
Seluruh anggota Badan Pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
|
|||
(3)
|
Salah satu anggota Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat menjadi Kepala Badan Pelaksana oleh Presiden.
|
|||
(4)
|
Masa jabatan anggota Badan Pelaksana adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||
(1)
|
Anggota Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b berjumlah 3 (tiga) orang atau sesuai dengan kebutuhan.
|
|||
(2)
|
Pembidangan kepala dan anggota Badan Pelaksana paling sedikit sebagai berikut:
|
|||
|
a.
|
kepala merangkap anggota membidangi paling sedikit fungsi sekretariat, audit, dan sumber daya manusia;
|
||
|
b.
|
anggota yang membidangi paling sedikit fungsi manajemen risiko;
|
||
|
c.
|
anggota yang membidangi paling sedikit fungsi pengembangan bisnis dan operasional;
|
||
|
d.
|
anggota yang membidangi paling sedikit fungsi investasi dan keuangan; dan
|
||
|
e.
|
anggota yang membidangi fungsi lain sesuai kebutuhan.
|
||
(3)
|
Selain bertanggungjawab atas bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Kepala Badan Pelaksana bertanggungjawab atas seluruh penyelenggaraan pengurusan operasional Badan.
|
|||
|
|
|
|
|
Paragraf 2
Tugas dan Wewenang
Pasal 15 |
||||
(1)
|
Badan Pelaksana bertugas menyelenggarakan pengurusan operasional Badan.
|
|||
(2)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pelaksana berwenang:
|
|||
|
a.
|
merumuskan dan menetapkan kebijakan Badan;
|
||
|
b.
|
melaksanakan kebijakan dan pengurusan operasional Badan;
|
||
|
c.
|
menyusun dan mengusulkan remunerasi dari Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana kepada Dewan Pengawas;
|
||
|
d.
|
menyusun dan mengusulkan rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama kepada Dewan Pengawas;
|
||
|
e.
|
menyusun struktur organisasi Badan dan menyelenggarakan manajemen kepegawaian termasuk pengangkatan, pemberhentian, sistem penggajian, remunerasi, penghargaan, program pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lain bagi pegawai Badan; dan
|
||
|
f.
|
mewakili Badan di dalam dan di luar pengadilan.
|
||
(3)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Pelaksana dapat mengangkat profesional.
|
|||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kewenangan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pengangkatan profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pelaksana.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||||
(1)
|
Kewenangan Badan Pelaksana mewakili Badan Pelaksana di dalam dan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f dilaksanakan oleh Kepala Badan Pelaksana.
|
|||
(2)
|
Kepala Badan Pelaksana dapat memberikan kuasa untuk pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada anggota Badan Pelaksana lain, pegawai Badan, atau pihak ketiga lainnya dengan atau tanpa hak substitusi.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||
(1)
|
Badan Pelaksana membentuk komite yang anggotanya berasal dari Badan Pelaksana, pegawai Badan, dan/atau pihak lain yang memiliki pengalaman yang diperlukan komite dengan mempertimbangkan praktik terbaik internasional.
|
|||
(2)
|
Komite sebagaimana dimaksud· pada ayat (1) terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
komite investasi;
|
||
|
b.
|
komite manajemen risiko; dan
|
||
|
c.
|
komite operasional portofolio.
|
||
(3)
|
Anggota komite investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
Kepala Badan Pelaksana;
|
||
|
b.
|
anggota Badan Pelaksana yang membidangi fungsi investasi atau pengembangan bisnis;
|
||
|
c.
|
anggota Badan Pelaksana yang membidangi fungsi manajemen risiko; dan
|
||
|
d.
|
2 (dua) orang yang berasal dari pegawai Badan dan/atau pihak eksternal Badan.
|
||
(4)
|
Anggota komite manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
anggota Badan Pelaksana yang membidangi fungsi manajemen risiko; dan
|
||
|
b.
|
2 (dua) orang yang berasal dari pegawai Badan dan/atau pihak eksternal Badan.
|
||
(5)
|
Anggota komite operasional portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:
|
|||
|
a.
|
anggota Badan Pelaksana yang membidangi fungsi operasional;
|
||
|
b.
|
anggota Badan Pelaksana yang membidangi fungsi manajemen risiko; dan
|
||
|
c.
|
2 (dua) orang yang berasal dari pegawai Badan dan/atau pihak eksternal Badan.
|
||
(6)
|
Dalam hal diperlukan, Badan Pelaksana dapat membentuk komite selain komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
|||
(7)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (6) ditetapkan dengan keputusan Kepala Badan Pelaksana.
|
|||
(8)
|
Pembentukan komite dilaporkan oleh Badan Pelaksana kepada Dewan Pengawas setelah komite tersebut dibentuk.
|
|||
(9)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (6) wajib menyampaikan laporan dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana.
|
|||
(10)
|
Tugas dan tanggungjawab komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (6) ditetapkan dalam piagam komite yang ditentukan oleh Badan Pelaksana.
|
|||
|
|
|
|
|
Paragraf 3
Tata Cara Pengambilan Keputusan
Pasal 18 |
||||
Pengambilan keputusan Badan Pelaksana dilakukan oleh Kepala Badan Pelaksana.
|
||||
|
|
|
|
|
Paragraf 4
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 19 |
||||
(1)
|
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Badan Pelaksana, seseorang harus memenuhi persyaratan:
|
|||
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
||
|
b.
|
mampu melakukan perbuatan hukum;
|
||
|
c.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
||
|
d.
|
berusia paling tinggi 70 (tujuh puluh) tahun pada saat pengangkatan pertama;
|
||
|
e.
|
bukan pengurus dan/atau anggota partai politik;
|
||
|
f.
|
memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang investasi, ekonomi, keuangan, perbankan, hukum, dan/atau manajemen perusahaan;
|
||
|
g.
|
tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak pidana;
|
||
|
h.
|
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; dan
|
||
|
i.
|
tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang investasi dan bidang lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||
(2)
|
Anggota Badan Pelaksana dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan:
|
|||
|
a.
|
anggota Badan Pelaksana yang lain;
|
||
|
b.
|
anggota Dewan Pengawas;
|
||
|
c.
|
pegawai Badan;
|
||
|
d.
|
Direksi Holding Investasi atau Holding Operasional; dan/atau
|
||
|
e.
|
Dewan Komisaris Holding Investasi atau Holding Operasional.
|
||
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||
(1)
|
Jabatan anggota Badan Pelaksana berakhir apabila:
|
|||
|
a.
|
meninggal dunia;
|
||
|
b.
|
masa jabatannya telah berakhir; atau
|
||
|
c.
|
diberhentikan oleh Presiden.
|
||
(2)
|
Anggota Badan Pelaksana dapat diberhentikan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan alasan:
|
|||
|
a.
|
tidak terpenuhinya salah satu persyaratan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
|
||
|
b.
|
pelanggaran persyaratan kerahasiaan;
|
||
|
c.
|
tidak dapat memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam kontrak manajemen;
|
||
|
d.
|
tidak menjalankan tugas dengan baik;
|
||
|
e.
|
melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati oleh Badan Pelaksana;
|
||
|
f.
|
ditetapkan sebagai tersangka dalam tindakan yang merugikan Badan, BUMN, atau keuangan negara;
|
||
|
g.
|
mengundurkan diri;
|
||
|
h.
|
tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Badan Pelaksana lebih dari 6 (enam) bulan meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan;
|
||
|
i.
|
berhalangan tetap; dan/atau
|
||
|
j.
|
alasan lain yang dinilai tepat oleh Presiden.
|
||
(3)
|
Dalam hal anggota Badan Pelaksana berhenti atau diberhentikan dalam masa jabatan, Presiden mengangkat pengganti untuk sisa masa jabatan anggota Badan Pelaksana yang digantikannya.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||
(1)
|
Anggota Badan Pelaksana dapat diberhentikan sementara oleh Dewan Pengawas dengan persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf h.
|
|||
(2)
|
Pemberhentian sementara anggota Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal anggota Badan Pelaksana:
|
|||
|
a.
|
terindikasi melanggar etika dan/atau kepatutan dimana pelanggaran tersebut sedang dalam proses pemeriksaan oleh Dewan Pengawas; atau
|
||
|
b.
|
mengalami gangguan kesehatan dan/atau sedang dalam proses pengobatan lebih dari 6 (enam) bulan yang membutuhkan penanganan khusus sehingga dapat menyebabkan terganggunya pengurusan Badan.
|
||
(3)
|
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada anggota Badan Pelaksana yang bersangkutan.
|
|||
(4)
|
Anggota Badan Pelaksana yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berwenang melaksanakan tugas sebagai anggota Badan Pelaksana.
|
|||
(5)
|
Setelah anggota Badan Pelaksana yang diberhentikan sementara:
|
|||
|
a.
|
dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran etika dan/atau kepatutan berdasarkan pemeriksaan oleh Dewan Pengawas; atau
|
||
|
b.
|
dalam jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan sejak diberhentikan sementara, dinyatakan pulih atas gangguan kesehatan dan/atau tidak lagi sedang dalam proses pengobatan yang membutuhkan penanganan khusus,
|
||
|
anggota Badan Pelaksana dimaksud diaktifkan kembali oleh Dewan Pengawas dan kembali berwenang melaksanakan tugasnya.
|
|||
(6)
|
Dalam hal anggota Badan Pelaksana diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Pengawas memohon kepada Presiden untuk menggantikan anggota Badan Pelaksana yang diberhentikan sementara dengan anggota Badan Pelaksana lainnya.
|
|||
(7)
|
Jangka waktu pelaksanaan tugas anggota Badan Pelaksana yang diaktifkan kembali setelah dilaksanakannya pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), meneruskan jangka waktu pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan sebelumnya.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB V
PEGAWAI
Pasal 22 |
||||
(1)
|
Pegawai Badan merupakan pekerja yang pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
|
|||
(2)
|
Proses seleksi pegawai Badan dapat dilakukan secara terbuka, tertutup, atau keduanya, dengan tetap memperhatikan profesionalisme.
|
|||
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pelaksana.
|
|||
(4)
|
Pegawai Badan dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan:
|
|||
|
a.
|
anggota Dewan Pengawas;
|
||
|
b.
|
anggota Badan Pelaksana;
|
||
|
c.
|
pegawai Badan;
|
||
|
d.
|
Direksi Holding Investasi atau Holding Operasional; atau
|
||
|
e.
|
Dewan Komisaris Holding Investasi atau Holding Operasional.
|
||
|
|
|
|
|
BAB VI
DEWAN PENASIHAT
Pasal 23 |
||||
(1)
|
Presiden membentuk Dewan Penasihat.
|
|||
(2)
|
Dewan Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan masukan dan saran kepada Badan.
|
|||
(3)
|
Anggota Dewan Penasihat diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
|
|||
(4)
|
Dalam hal diperlukan, Dewan Penasihat dibantu oleh sekretariat.
|
|||
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas, pengangkatan, pemberhentian, dan sekretariat Dewan Penasihat diatur dengan Peraturan Presiden.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VII
KOMITE PEMANTAU DAN AKUNTABILITAS (OVERSIGHT AND ACCOUNTABILITY COMMITEE)
Pasal 24 |
||||
(1)
|
Presiden dapat membentuk Komite Pemantau dan Akuntabilitas (Oversight and Accountability Commitee).
|
|||
(2)
|
Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan wewenang Komite Pemantau dan Akuntabilitas (Oversight and Accountability Commitee) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB VIII
TATA KELOLA
Bagian Kesatu
Kebijakan Dasar Tata Kelola
Pasal 25 |
||||
(1)
|
Dalam melakukan pengelolaan Badan, Badan Pelaksana harus memastikan pelaksanaan penerapan tata kelola perusahaan yang baik di lingkungan Badan.
|
|||
(2)
|
Ketentuan mengenai pelaksanaan penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pelaksana.
|
|||
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||||
Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana menyusun piagam tata kelola antara Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana (board manual).
|
||||
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Benturan Kepentingan
Pasal 27 |
||||
(1)
|
Dalam hal ketua dan anggota Dewan Pengawas, kepala dan anggota Badan Pelaksana, ketua dan anggota Dewan Penasihat, serta anggota Komite Pemantau dan Akuntabilitas (Oversight and Accountability Commitee) mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dengan objek yang akan diputuskan oleh Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana, yang bersangkutan harus mengungkapkan benturan kepentingan tersebut.
|
|||
(2)
|
Ketua dan anggota Dewan Pengawas serta kepala dan anggota Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Bantuan Hukum
Pasal 28 |
||||
(1)
|
Badan memberikan bantuan hukum kepada:
|
|||
|
a.
|
ketua dan anggota Dewan Pengawas;
|
||
|
b.
|
kepala dan anggota Badan Pelaksana;
|
||
|
c.
|
pegawai Badan;
|
||
|
d.
|
mantan ketua dan anggota Dewan Pengawas;
|
||
|
e.
|
mantan kepala dan anggota Badan Pelaksana; dan
|
||
|
f.
|
mantan pegawai Badan,
|
||
|
atas tuntutan pidana dan/atau gugatan perdata yang dapat menimbulkan kewajiban dan/atau akibat hukum, sepanjang tuntutan pidana dan/atau gugatan perdata merupakan akibat dari pelaksanaan tugas dan wewenang yang dilakukan dengan iktikad baik.
|
|||
(2)
|
Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi, dan akuntabilitas.
|
|||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap:
|
|||
|
a.
|
ketua dan anggota Dewan Pengawas;
|
||
|
b.
|
kepala dan anggota Badan Pelaksana;
|
||
|
c.
|
pegawai Badan;
|
||
|
d.
|
mantan ketua dan anggota Dewan Pengawas;
|
||
|
e.
|
mantan kepala dan anggota Badan Pelaksana; dan
|
||
|
f.
|
mantan pegawai Badan,
|
||
|
diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pihak lain sehubungan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya di Badan, Badan membayar ganti rugi dimaksud apabila:
|
|||
|
a.
|
kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
|
||
|
b.
|
telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian sesuai dengan maksud dan tujuan investasi dan tata kelola;
|
||
|
c.
|
tidak memiliki benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan investasi; dan
|
||
|
d.
|
tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah.
|
||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pelaksana.
|
|||
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Remunerasi
Pasal 29 |
||||
(1)
|
Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana berhak atas remunerasi sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
|
|||
(2)
|
Dewan Penasihat, Komite Pemantau dan Akuntabilitas (Oversight and Accountability Commitee), anggota sekretariat dan komite yang dibentuk Dewan Pengawas, komite yang dibentuk Badan Pelaksana, pegawai Badan, dan profesional yang diangkat oleh Badan Pelaksana, berhak atas remunerasi.
|
|||
(3)
|
Ketentuan mengenai tata kelola pengusulan remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pelaksana.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB IX
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN
Pasal 30 |
||||
(1)
|
Dalam melaksanakan tugas pengelolaan BUMN, Badan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait.
|
|||
(2)
|
Dalam melaksanakan tugas pengelolaan BUMN, Badan dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga dalam negeri dan luar negeri.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 31 |
||||
(1)
|
Dalam rangka pemenuhan anggaran pada saat awal pembentukan, Badan dapat:
|
|||
|
a.
|
melakukan pinjaman; dan/atau
|
||
|
b.
|
menerima hibah.
|
||
(2)
|
Anggaran Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan barang dan jasa, serta kegiatan pendukung lainnya.
|
|||
|
|
|
|
|
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32 |
||||
Pada saat awal pembentukan Badan, sumber daya manusia pada Badan dapat berasal dari Aparatur Sipil Negara dan/atau pegawai BUMN.
|
||||
|
|
|
|
|
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33 |
||||
Untuk pertama kali, dalam rangka percepatan pelaksanaan tugas Badan, Presiden dapat mengangkat menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi sebagai Kepala Badan Pelaksana.
|
||||
|
|
|
|
|
Pasal 34 |
||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||||
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 2025 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRABOWO SUBIANTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Februari 2025 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd. PRASETYO HADI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 26 |
||||
|
|
|
|
|
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2025
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KELOLA BADAN PENGELOLA INVESTASI DAYA ANAGATA NUSANTARA
|
|
|
|
|
I.
|
UMUM
|
|||
|
Pemerintah telah melakukan perbaikan iklim investasi dan kemudahan berusaha untuk meningkatkan foreign direct investment (FDI) yang masuk ke Indonesia. Selain itu, upaya peningkatan FDI ke Indonesia juga perlu memperhatikan perspektif dan minat investor luar negeri. Dengan demikian, saat ini diperlukan adanya suatu lembaga yang mampu menjadi mitra strategis bagi investor dimaksud, yang memiliki landasan yang kuat secara hukum dan kelembagaan, serta menerapkan praktik dan standar internasional, yang dapat menjadi perantara bagi para investor dalam menempatkan investasi atau FDI di Indonesia.
Pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang oleh BUMN dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan. Untuk merealisasikan fungsi dan tujuan tersebut, Danantara memiliki karakteristik khusus yang dapat menjadikan lembaga ini memiliki fleksibilitas dan profesionalitas dalam peningkatan nilai investasi, serta sebagai mitra strategis bagi investor asing. Pengaturan organisasi dan tata kelola Danantara dalam Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang memadai bagi Danantara dalam melaksanakan pengelolaan BUMN secara efektif. |
|||
|
||||
|
||||
|
|
|
|
|
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
|||
|
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Anggota sekretariat berasal dari pihak eksternal Badan.
Anggota komite berasal dari anggota Dewan Pengawas dan pihak eksternal Badan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "profesional" adalah ahli yang memiliki keahlian di bidangnya yang dapat berasal dari warga negara Indonesia dan/atau warga negara asing.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Badan Pelaksana meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan, tidak termasuk alasan sakit.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Dengan status kepegawaian Badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, maka bagi Badan tidak berlaku ketentuan yang berlaku bagi Aparatur Sipil Negara.
Perjanjian kerja bersama dimaksud dibuat antara pegawai Badan dengan pemberi kerja yaitu manajemen Badan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tata kelola perusahaan yang baik" adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan organ perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran basil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan secara akuntabel dan berlandaskan peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika.
Ayat (2)
Peraturan Kepala Badan Pelaksana paling sedikit mengatur mengenai pengelolaan dividen BUMN, penerapan manajemen risiko, kepatuhan, sumber daya manusia, keuangan, hukum, sistem informasi, audit, pengadaan barang dan jasa, dan rencana kerja.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Sistem remunerasi yang diberlakukan mempertimbangkan sistem remunerasi yang berlaku pada Holding Operasional, Holding Investasi, serta lembaga sejenis di negara lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
|
|||
|
|
|
|
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7098
|