Quick Guide
Hide Quick Guide
- Menimbang
- Mengingat
- Menetapkan
- Pasal I
- Pasal II
- PENJELASAN
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2025
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa dalam rangka menjaga kedaulatan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sehingga negara bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui Badan Usaha Milik Negara sebagai kepanjangan tangan dari negara;
|
|||||||
b.
|
bahwa pelaksanaan peran Badan Usaha Milik Negara dalam perekonomian nasional sudah tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi saat ini dan ke depan, sehingga dibutuhkan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam membangun daya saing nasional serta memberikan kesempatan, dukungan, pelindungan, dan kemitraan dalam pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi sebagai pilar utama pengembangan ekonomi nasional;
|
|||||||
c.
|
bahwa untuk mengoptimalkan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara perlu dilakukan pemisahan antara fungsi pengaturan, pengawasan, dan operasional;
|
|||||||
d.
|
bahwa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, perlu dilakukan penyesuaian materi muatan terhadap perkembangan penyelenggaraan Badan Usaha Milik Negara yang efektif dan berdaya saing serta memenuhi kebutuhan hukum dan partisipasi masyarakat, sehingga perlu diubah;
|
|||||||
e.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||||||
1.
|
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||||||
2.
|
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi;
|
|||||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal I |
||||||||
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297) yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang:
|
||||||||
a.
|
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); dan
|
|||||||
b.
|
Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856),
|
|||||||
diubah sebagai berikut:
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 1
|
|||||||
|
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
|
|||||||
|
1.
|
Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang memenuhi minimal salah satu ketentuan berikut:
|
||||||
|
|
a.
|
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia melalui penyertaan langsung; atau
|
|||||
|
|
b.
|
terdapat hak istimewa yang dimiliki Negara Republik Indonesia.
|
|||||
|
2.
|
Anak Usaha BUMN adalah anak perusahaan BUMN dan turunannya yang didirikan oleh BUMN dalam rangka memenuhi kepentingan usaha BUMN.
|
||||||
|
3.
|
Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang tujuan utamanya memperoleh keuntungan.
|
||||||
|
4.
|
Perusahaan Perseroan Terbuka yang selanjutnya disebut Persero Terbuka adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
|
||||||
|
5.
|
Perusahaan Umum yang selanjutnya disebut Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara Republik Indonesia dan tidak terbagi atas saham, yang tujuan utamanya untuk menyediakan dan menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa bagi kemanfaatan umum dalam rangka pemenuhan hajat hidup orang banyak atau untuk kebutuhan strategis berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
|
||||||
|
6.
|
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
|
||||||
|
7.
|
Dewan Komisaris adalah organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas.
|
||||||
|
8.
|
Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
|
||||||
|
9.
|
Direksi adalah organ BUMN yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan BUMN, sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
|
||||||
|
10.
|
Aset BUMN adalah segala bentuk barang atau bentuk kekayaan yang dimiliki oleh BUMN yang dapat dinilai dengan uang dan memiliki nilai tukar dan/atau nilai ekonomi.
|
||||||
|
11.
|
Restrukturisasi adalah perbuatan hukum yang dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja, penambahan nilai, penyehatan, atau penyelamatan perusahaan.
|
||||||
|
12.
|
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) BUMN atau lebih untuk menggabungkan diri dengan BUMN lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari BUMN yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada BUMN yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum BUMN yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
|
||||||
|
13.
|
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan 1 (satu) BUMN baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari BUMN yang meleburkan diri dan status badan hukum BUMN yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
|
||||||
|
14.
|
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh BUMN dalam rangka mengambil alih saham BUMN dan/atau perseroan terbatas lain yang mengakibatkan beralihnya pengendalian BUMN atau perseroan terbatas lain tersebut.
|
||||||
|
15.
|
Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh BUMN untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva BUMN beralih karena hukum kepada 2 (dua) BUMN atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva BUMN beralih karena hukum kepada 1 (satu) BUMN atau lebih.
|
||||||
|
16.
|
Privatisasi adalah penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain.
|
||||||
|
17.
|
Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disingkat RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas.
|
||||||
|
18.
|
Hari adalah hari kerja.
|
||||||
|
19.
|
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
||||||
|
20.
|
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat DPR RI adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
|
||||||
|
21.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
|
||||||
|
22.
|
Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
|
||||||
|
23.
|
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara yang selanjutnya disebut Badan adalah badan yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
|
||||||
|
24.
|
Perusahaan Induk Investasi yang selanjutnya disebut Holding Investasi adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan dividen dan/atau pemberdayaan Aset BUMN serta tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri dan/atau Badan.
|
||||||
|
25.
|
Perusahaan Induk Operasional yang selanjutnya disebut Holding Operasional adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional BUMN serta kegiatan usaha lain.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Di antara Bab I dan Bab II disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IA
ASAS DAN TUJUAN
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Di antara Pasal 1 dan Pasal 2 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 1A
|
|||||||
|
(1)
|
Penyelenggaraan BUMN berasaskan demokrasi ekonomi yang meliputi prinsip:
|
||||||
|
|
a.
|
kebersamaan;
|
|||||
|
|
b.
|
efisiensi berkeadilan;
|
|||||
|
|
c.
|
berkelanjutan;
|
|||||
|
|
d.
|
berwawasan lingkungan;
|
|||||
|
|
e.
|
menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional; dan
|
|||||
|
|
f.
|
tata kelola perusahaan yang baik.
|
|||||
|
(2)
|
Prinsip tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
|
||||||
|
|
a.
|
transparansi;
|
|||||
|
|
b.
|
akuntabilitas;
|
|||||
|
|
c.
|
pertanggungjawaban;
|
|||||
|
|
d.
|
kemandirian; dan
|
|||||
|
|
e.
|
kewajaran.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 2
|
|||||||
|
(1)
|
Tujuan pendirian BUMN adalah:
|
||||||
|
|
a.
|
memperoleh keuntungan;
|
|||||
|
|
b.
|
memberikan kontribusi bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
|
|||||
|
|
c.
|
menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
|
|||||
|
|
d.
|
melakukan pemberdayaan, mendukung, dan membangun kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah, koperasi, serta masyarakat;
|
|||||
|
|
e.
|
sebagai Persero, menyediakan dan menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa yang bermutu dan berdaya saing tinggi;
|
|||||
|
|
f.
|
sebagai Perum, menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa bagi kemanfaatan umum dalam rangka pemenuhan hajat hidup orang banyak dan untuk kebutuhan strategis; dan
|
|||||
|
|
g.
|
membangun industri strategis yang berbasis riset, inovasi, dan teknologi yang bersinergi dengan negara lain.
|
|||||
|
(2)
|
Kegiatan BUMN harus sesuai dengan tujuan serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.
|
||||||
|
(3)
|
Negara Republik Indonesia memiliki saham seri A Dwiwama pada BUMN melalui Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Di antara Bab IA dan Bab II disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IB sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IB
KEWENANGAN ATAS PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Di antara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 3A, Pasal 3B, Pasal 3C, dan Pasal 3D sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3A
|
|||||||
|
(1)
|
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan BUMN sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan negara dalam bidang pengelolaan keuangan negara.
|
||||||
|
(2)
|
Kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN.
|
||||||
|
(3)
|
Kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikuasakan kepada Menteri selaku pemegang saham seri A Dwiwarna dan Badan sebagai pemegang saham seri B pada Holding Investasi dan Holding Operasional, selaku wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3B
|
|||||||
|
Menteri selaku wakil Pemerintah Pusat sebagai regulator bertugas untuk menetapkan kebijakan, mengatur, membina, mengoordinasikan, dan mengawasi penyelenggaraan kebijakan pengelolaan BUMN.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3C
|
|||||||
|
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3B, Menteri selaku wakil Pemerintah Pusat dengan persetujuan Presiden berwenang:
|
|||||||
|
a.
|
menetapkan arah kebijakan umum BUMN;
|
||||||
|
b.
|
menetapkan kebijakan tata kelola BUMN;
|
||||||
|
c.
|
menetapkan peta jalan BUMN dan menyampaikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN;
|
||||||
|
d.
|
mengatur dan memberikan penugasan kepada BUMN;
|
||||||
|
e.
|
mengatur tata cara dan isi pokok indikator kinerja utama;
|
||||||
|
f.
|
menetapkan kriteria hapus buku dan hapus tagih atas Aset BUMN;
|
||||||
|
g.
|
membentuk BUMN;
|
||||||
|
h.
|
menyetujui Restrukturisasi BUMN termasuk Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan;
|
||||||
|
i.
|
mengesahkan dan mengonsultasikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN atas rencana kerja dan anggaran perusahaan Holding Investasi dan Holding Operasional;
|
||||||
|
j.
|
melakukan pemeriksaan terhadap BUMN;
|
||||||
|
k.
|
mengusulkan rencana Privatisasi kepada komite privatisasi; dan
|
||||||
|
l.
|
melaksanakan kewenangan lain yang ditetapkan oleh Presiden.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3D
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas Menteri selaku wakil Pemerintah Pusat sebagai regulator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3B dan kewenangan Menteri selaku wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3C diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Di antara Bab IB dan Bab II disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IC sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IC
BADAN PENGELOLA INVESTASI
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Setelah Bab IC ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kesatu sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Umum
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Di antara Pasal 3D dan Pasal 4 disisipkan 8 (delapan) pasal, yakni Pasal 3E, Pasal 3F, Pasal 3G, Pasal 3H, Pasal 3I, Pasal 3J, Pasal 3K, dan Pasal 3L sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3E
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam melaksanakan pengelolaan BUMN, Presiden melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Badan yang dibentuk dengan Undang-Undang ini.
|
||||||
|
(2)
|
Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia.
|
||||||
|
(3)
|
Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan investasi dan operasional BUMN dan sumber dana lain.
|
||||||
|
(4)
|
Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.
|
||||||
|
(5)
|
Dalam rangka memastikan kontribusi dividen untuk pengelolaan investasi, Menteri menempatkan perwakilannya di Badan, Holding Investasi, dan Holding Operasional atas persetujuan Presiden.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3F
|
|||||||
|
(1)
|
Badan bertugas untuk melakukan pengelolaan BUMN.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan berwenang:
|
||||||
|
|
a.
|
mengelola dividen Holding Investasi, dividen Holding Operasional, dan dividen BUMN;
|
|||||
|
|
b.
|
menyetujui penambahan dan/atau pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang bersumber dari pengelolaan dividen;
|
|||||
|
|
c.
|
bersama Menteri membentuk Holding Investasi dan Holding Operasional;
|
|||||
|
|
d.
|
bersama Menteri menyetujui usulan hapus buku dan/atau hapus tagih atas Aset BUMN yang diusulkan oleh Holding Investasi atau Holding Operasional;
|
|||||
|
|
e.
|
memberikan pinjaman, menerima pinjaman, dan mengagunkan aset dengan persetujuan Presiden; dan
|
|||||
|
|
f.
|
mengesahkan dan mengonsultasikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN atas rencana kerja dan anggaran perusahaan Holding Investasi dan Holding Operasional.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3G
|
|||||||
|
(1)
|
Modal Badan bersumber dari:
|
||||||
|
|
a.
|
penyertaan modal negara; dan/atau
|
|||||
|
|
b.
|
sumber lain.
|
|||||
|
(2)
|
Penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berasal dari:
|
||||||
|
|
a.
|
dana tunai;
|
|||||
|
|
b.
|
barang milik negara; dan/atau
|
|||||
|
|
c.
|
saham milik negara pada BUMN.
|
|||||
|
(3)
|
Modal Badan ditetapkan paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000.000,00 (seribu triliun rupiah).
|
||||||
|
(4)
|
Modal Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan penambahan melalui penyertaan modal negara dan/atau sumber lain.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3H
|
|||||||
|
(1)
|
Badan dapat melakukan investasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, melakukan kerja sama dengan Holding Investasi, Holding Operasional, dan pihak ketiga.
|
||||||
|
(2)
|
Keuntungan atau kerugian yang dialami Badan dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keuntungan atau kerugian Badan.
|
||||||
|
(3)
|
Dalam hal Badan mengalami keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagian keuntungan ditetapkan sebagai laba ke negara untuk disetorkan ke kas negara, setelah dilakukan pencadangan untuk menutup atau menanggung risiko kerugian dalam berinvestasi dan/atau melakukan akumulasi modal.
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencadangan untuk menutup atau menanggung risiko kerugian dalam berinvestasi dan/atau melakukan akumulasi modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3I
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk meningkatkan nilai aset, Badan dapat melakukan pengelolaan aset melalui kerja sama dengan pihak ketiga.
|
||||||
|
(2)
|
Kerja sama dengan pihak ketiga dilaksanakan oleh Badan melalui:
|
||||||
|
|
a.
|
kuasa kelola; dan/atau
|
|||||
|
|
b.
|
bentuk kerja sama lain.
|
|||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan aset Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3J
|
|||||||
|
(1)
|
Aset Badan dapat berasal dari:
|
||||||
|
|
a.
|
modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3G ayat (1);
|
|||||
|
|
b.
|
hasil pengembangan aset Badan;
|
|||||
|
|
c.
|
pemindahtanganan aset negara atau Aset BUMN;
|
|||||
|
|
d.
|
hibah; dan/atau
|
|||||
|
|
e.
|
sumber lain yang sah.
|
|||||
|
(2)
|
Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan aset Badan yang tidak dijaminkan.
|
||||||
|
(3)
|
Pengelolaan aset Badan sepenuhnya dilakukan oleh organ Badan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik, akuntabel, dan transparan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3K
|
|||||||
|
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Badan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3L
|
|||||||
|
(1)
|
Badan berkedudukan dan berkantor pusat di Ibukota Negara.
|
||||||
|
(2)
|
Badan dapat mempunyai kantor di luar Ibukota Negara.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10.
|
Setelah Bagian Kesatu ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kedua sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Organ
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
11.
|
Di antara Pasal 3L dan Pasal 4 disisipkan 15 (lima belas) pasal, yakni Pasal 3M, Pasal 3N, Pasal 3O, Pasal 3P, Pasal 3Q, Pasal 3R, Pasal 3S, Pasal 3T, Pasal 3U, Pasal 3V, Pasal 3W, Pasal 3X, Pasal 3Y, Pasal 3Z, dan Pasal 3AA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3M
|
|||||||
|
Organ Badan terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
dewan pengawas; dan
|
||||||
|
b.
|
badan pelaksana.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3N
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan pengawas terdiri atas:
|
||||||
|
|
a.
|
ketua merangkap anggota;
|
|||||
|
|
b.
|
wakil ketua merangkap anggota:
|
|||||
|
|
c.
|
perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan sinkronisasi dan koordinasi serta pengendalian pelaksanaan urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi sebagai anggota; dan
|
|||||
|
|
d.
|
pejabat negara atau pihak lain sebagai anggota.
|
|||||
|
(2)
|
Ketua, wakil ketua, dan anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
|
||||||
|
(3)
|
Ketua, wakil ketua, dan anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3O
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan pengawas bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Badan yang dilakukan oleh badan pelaksana.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dewan pengawas atas persetujuan Presiden berwenang:
|
||||||
|
|
a.
|
menyetujui rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama yang diusulkan badan pelaksana;
|
|||||
|
|
b.
|
melakukan evaluasi pencapaian indikator kinerja utama;
|
|||||
|
|
c.
|
menerima dan mengevaluasi laporan pertanggungjawaban dari badan pelaksana;
|
|||||
|
|
d.
|
menyampaikan laporan pertanggungjawaban dewan pengawas dan badan pelaksana kepada Presiden;
|
|||||
|
|
e.
|
menetapkan remunerasi dewan pengawas dan badan pelaksana;
|
|||||
|
|
f.
|
mengusulkan peningkatan dan/atau pengurangan modal Badan kepada Presiden;
|
|||||
|
|
g.
|
menyetujui laporan keuangan tahunan Badan; dan
|
|||||
|
|
h.
|
memberhentikan sementara anggota badan pelaksana.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3P
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai dewan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3N dan Pasal 3O diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3Q
|
|||||||
|
(1)
|
Badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3M huruf b berasal dari unsur profesional.
|
||||||
|
(2)
|
Salah satu anggota badan pelaksana diangkat menjadi kepala badan pelaksana.
|
||||||
|
(3)
|
Seluruh anggota badan pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
|
||||||
|
(4)
|
Masa jabatan anggota badan pelaksana adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3R
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk dapat diangkat sebagai anggota badan pelaksana, seseorang harus memenuhi persyaratan:
|
||||||
|
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|||||
|
|
b.
|
mampu melakukan perbuatan hukum;
|
|||||
|
|
c.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|||||
|
|
d.
|
berusia paling tinggi 70 (tujuh puluh) tahun pada saat pengangkatan pertama;
|
|||||
|
|
e.
|
bukan pengurus dan/atau anggota partai politik;
|
|||||
|
|
f.
|
memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang investasi, ekonomi, keuangan, perbankan, hukum, dan/atau manajemen perusahaan;
|
|||||
|
|
g.
|
tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak pidana;
|
|||||
|
|
h.
|
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; dan
|
|||||
|
|
i.
|
tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang investasi dan bidang lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
|
(2)
|
Anggota badan pelaksana dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan:
|
||||||
|
|
a.
|
anggota badan pelaksana yang lain;
|
|||||
|
|
b.
|
anggota dewan pengawas;
|
|||||
|
|
c.
|
pegawai Badan;
|
|||||
|
|
d.
|
Direksi Holding Investasi atau Holding Operasional; dan/atau
|
|||||
|
|
e.
|
Dewan Komisaris Holding Investasi atau Holding Operasional.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3S
|
|||||||
|
(1)
|
Jabatan anggota badan pelaksana berakhir apabila:
|
||||||
|
|
a.
|
meninggal dunia;
|
|||||
|
|
b.
|
masa jabatannya telah berakhir; atau
|
|||||
|
|
c.
|
diberhentikan oleh Presiden.
|
|||||
|
(2)
|
Anggota badan pelaksana dapat diberhentikan oleh Presiden dengan alasan:
|
||||||
|
|
a.
|
tidak terpenuhinya salah satu persyaratan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3R;
|
|||||
|
|
b.
|
pelanggaran persyaratan kerahasiaan;
|
|||||
|
|
c.
|
tidak dapat memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam kontrak manajemen;
|
|||||
|
|
d.
|
tidak menjalankan tugas dengan baik;
|
|||||
|
|
e.
|
melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati oleh badan pelaksana;
|
|||||
|
|
f.
|
ditetapkan sebagai tersangka dalam tindakan yang merugikan Badan, BUMN, atau keuangan negara;
|
|||||
|
|
g.
|
mengundurkan diri;
|
|||||
|
|
h.
|
tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota badan pelaksana lebih dari 6 (enam) bulan meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan;
|
|||||
|
|
i.
|
berhalangan tetap; dan/atau
|
|||||
|
|
j.
|
alasan lain yang dinilai tepat oleh Presiden.
|
|||||
|
(3)
|
Anggota badan pelaksana dapat diberhentikan sementara oleh dewan pengawas.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal anggota badan pelaksana diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dewan pengawas memohon kepada Presiden untuk menggantikan anggota badan pelaksana yang diberhentikan sementara.
|
||||||
|
(5)
|
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis kepada anggota badan pelaksana yang bersangkutan.
|
||||||
|
(6)
|
Anggota badan pelaksana yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berwenang melaksanakan tugas sebagai anggota badan pelaksana.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3T
|
|||||||
|
(1)
|
Badan pelaksana bertugas menyelenggarakan pengurusan operasional Badan.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan pelaksana berwenang:
|
||||||
|
|
a.
|
merumuskan dan menetapkan kebijakan Badan;
|
|||||
|
|
b.
|
melaksanakan kebijakan dan pengurusan operasional Badan;
|
|||||
|
|
c.
|
menyusun dan mengusulkan remunerasi dari dewan pengawas dan badan pelaksana kepada dewan pengawas;
|
|||||
|
|
d.
|
menyusun dan mengusulkan rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator kinerja utama kepada dewan pengawas;
|
|||||
|
|
e.
|
menyusun struktur organisasi Badan dan menyelenggarakan manajemen kepegawaian termasuk pengangkatan, pemberhentian, sistem penggajian, remunerasi, penghargaan, program pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lain bagi pegawai Badan; dan
|
|||||
|
|
f.
|
mewakili Badan di dalam dan di luar pengadilan.
|
|||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kewenangan badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Badan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3U
|
|||||||
|
Badan pelaksana menetapkan pembidangan setiap anggota badan pelaksana dengan persetujuan dewan pengawas.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3V
|
|||||||
|
(1)
|
Badan pelaksana membentuk komite yang berasal dari badan pelaksana, pegawai Badan, dan pihak lain yang memiliki pengalaman yang diperlukan komite dengan mempertimbangkan praktik terbaik internasional.
|
||||||
|
(2)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
|
||||||
|
|
a.
|
komite investasi; dan
|
|||||
|
|
b.
|
komite manajemen risiko.
|
|||||
|
(3)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan badan pelaksana.
|
||||||
|
(4)
|
Komite investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling sedikit terdiri atas:
|
||||||
|
|
a.
|
anggota badan pelaksana yang membidangi investasi atau pengembangan bisnis; dan
|
|||||
|
|
b.
|
anggota badan pelaksana yang membidangi manajemen risiko.
|
|||||
|
(5)
|
Pembentukan komite dilaporkan oleh badan pelaksana kepada dewan pengawas setelah komite tersebut dibentuk.
|
||||||
|
(6)
|
Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan dan rekomendasi kepada badan pelaksana.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3W
|
|||||||
|
(1)
|
Presiden membentuk dewan penasihat.
|
||||||
|
(2)
|
Dewan penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan masukan dan saran kepada Badan.
|
||||||
|
(3)
|
Salah satu anggota dewan penasihat diangkat sebagai Ketua.
|
||||||
|
(4)
|
Anggota dewan penasihat diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3X
|
|||||||
|
(1)
|
Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara.
|
||||||
|
(2)
|
Badan menetapkan sistem kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan, program pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lain bagi pegawai Badan.
|
||||||
|
(3)
|
Badan tidak dapat dipailitkan, kecuali dapat dibuktikan dalam keadaan insolven.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3Y
|
|||||||
|
Menteri, organ, dan pegawai Badan, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan:
|
|||||||
|
a.
|
kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
|
||||||
|
b.
|
telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian sesuai dengan maksud dan tujuan investasi dan tata kelola;
|
||||||
|
c.
|
tidak memiliki benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan investasi; dan
|
||||||
|
d.
|
tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3Z
|
|||||||
|
(1)
|
Badan hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang.
|
||||||
|
(2)
|
Pembinaan dan pengawasan Badan dilaksanakan oleh Presiden.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AA
|
|||||||
|
(1)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola Badan sebagaimana diatur dalam Pasal 3E sampai dengan Pasal 3Z diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
(2)
|
Sepanjang telah diatur khusus dalam Undang-Undang ini, ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan pada BUMN, perbendaharaan negara, penerimaan negara bukan pajak, dan perseroan terbatas, tidak berlaku terhadap Badan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
12.
|
Di antara Bab IC dan Bab II disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab ID sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB ID
HOLDING INVESTASI
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
13.
|
Setelah Bab ID ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kesatu sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Umum
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
14.
|
Di antara Pasal 3AA dan Pasal 4 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 3AB dan Pasal 3AC sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AB
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam menjalankan kewenangan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3C dan kewenangan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3F ayat (2), Menteri dan Badan mendirikan Holding Investasi.
|
||||||
|
(2)
|
Holding Investasi mempunyai tugas untuk:
|
||||||
|
|
a.
|
melakukan pengelolaan investasi;
|
|||||
|
|
b.
|
melakukan pemberdayaan aset dalam rangka peningkatan nilai investasi; dan
|
|||||
|
|
c.
|
melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri atau Badan.
|
|||||
|
(3)
|
Holding Investasi merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas.
|
||||||
|
(4)
|
Seluruh saham Holding Investasi dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan.
|
||||||
|
(5)
|
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki 1% (satu persen) saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
|
||||||
|
(6)
|
Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki 99% (sembilan puluh sembilan persen) saham seri B pada Holding Investasi.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AC
|
|||||||
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3AB ayat (2), Holding Investasi berwenang melakukan tindakan sebagai berikut:
|
|||||||
|
a.
|
menyusun dan mengusulkan rencana kerja dan anggaran perusahaan Holding Investasi;
|
||||||
|
b.
|
melakukan pengelolaan dividen BUMN;
|
||||||
|
c.
|
melakukan pemberdayaan aset;
|
||||||
|
d.
|
menerbitkan surat utang dan/atau menerima pinjaman;
|
||||||
|
e.
|
memberikan pinjaman dan/atau penjaminan kepada Holding Operasional, BUMN, atau Anak Usaha BUMN;
|
||||||
|
f.
|
melakukan pengelolaan dan penatausahaan atas aset Holding Investasi;
|
||||||
|
g.
|
mengusulkan hapus buku dan/atau hapus tagih atas aset Holding Investasi kepada Badan;
|
||||||
|
h.
|
mengusulkan kontrak manajemen kepada Badan untuk mendapatkan persetujuan; dan
|
||||||
|
i.
|
tindakan lain yang ditetapkan oleh Menteri atau Badan atau diatur dalam anggaran dasar Holding Investasi.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
15.
|
Setelah Bagian Kesatu ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kedua sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Direksi Holding Investasi
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
16.
|
Di antara Pasal 3AC dan Pasal 4 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 3AD, Pasal 3AE, Pasal 3AF, dan Pasal 3AG sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AD
|
|||||||
|
(1)
|
Direksi Holding Investasi terdiri atas 1 (satu) direktur utama dan 1 (satu) atau lebih anggota Direksi.
|
||||||
|
(2)
|
Direksi Holding Investasi berasal dari unsur profesional.
|
||||||
|
(3)
|
Dalam hal Direksi Holding Investasi terdiri atas 2 (dua) orang anggota atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS Holding Investasi.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal RUPS Holding Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi Holding Investasi.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AE
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk dapat diangkat sebagai Direksi Holding Investasi, seseorang harus memenuhi persyaratan:
|
||||||
|
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|||||
|
|
b.
|
mampu melakukan perbuatan hukum;
|
|||||
|
|
c.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|||||
|
|
d.
|
berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan pertama;
|
|||||
|
|
e.
|
bukan pengurus dan/atau anggota partai politik;
|
|||||
|
|
f.
|
memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang investasi, ekonomi, keuangan, perbankan, hukum, dan/atau manajemen perusahaan paling singkat 15 (lima belas) tahun;
|
|||||
|
|
g.
|
tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan;
|
|||||
|
|
h.
|
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; dan
|
|||||
|
|
i.
|
tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang investasi dan bidang lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
|
(2)
|
Direksi Holding Investasi dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan:
|
||||||
|
|
a.
|
anggota Direksi Holding Investasi yang lain;
|
|||||
|
|
b.
|
anggota Dewan Komisaris Holding Investasi;
|
|||||
|
|
c.
|
pegawai Holding Investasi;
|
|||||
|
|
d.
|
dewan pengawas Badan; dan/atau
|
|||||
|
|
e.
|
badan pelaksana Badan.
|
|||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Direksi Holding Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan larangan Direksi Holding Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AF
|
|||||||
|
(1)
|
Jabatan Direksi Holding Investasi berakhir apabila:
|
||||||
|
|
a.
|
meninggal dunia;
|
|||||
|
|
b.
|
masa jabatannya telah berakhir; atau
|
|||||
|
|
c.
|
diberhentikan oleh RUPS.
|
|||||
|
(2)
|
Anggota Direksi Holding Investasi dapat diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris Holding Investasi dengan alasan:
|
||||||
|
|
a.
|
tidak terpenuhinya salah satu persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3AE ayat (1);
|
|||||
|
|
b.
|
pelanggaran persyaratan pengungkapan dan kerahasiaan;
|
|||||
|
|
c.
|
tidak dapat memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam kontrak manajemen;
|
|||||
|
|
d.
|
melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang seharusnya dihormati oleh Direksi Holding Investasi.
|
|||||
|
|
e.
|
ditetapkan sebagai tersangka dalam tindakan yang merugikan Holding Investasi, Holding Operasional, BUMN, atau keuangan negara;
|
|||||
|
|
f.
|
mengundurkan diri;
|
|||||
|
|
g.
|
tidak menjalankan tugas sebagai anggota Direksi Holding Investasi lebih dari 6 (enam) bulan meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan;
|
|||||
|
|
h.
|
berhalangan tetap; dan/atau
|
|||||
|
|
i.
|
alasan lain yang dinilai tepat oleh Dewan Komisaris Holding Investasi atau peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas atau badan usaha milik negara.
|
|||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta pemberhentian sementara anggota Direksi Holding Investasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AG
|
|||||||
|
Dalam menjalankan kewenangan melakukan pengurusan, Direksi Holding Investasi bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas Holding Investasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Holding Investasi dan anggaran dasar Holding Investasi.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
17.
|
Setelah Bagian Kedua disisipkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Ketiga sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Dewan Komisaris Holding Investasi
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
18.
|
Di antara Pasal 3AG dan Pasal 4 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 3AH, Pasal 3AI, dan Pasal 3AJ sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AH
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan Komisaris Holding Investasi terdiri atas 1 (satu) komisaris utama, 1 (satu) anggota Dewan Komisaris, dan 1 (satu) anggota Dewan Komisaris independen.
|
||||||
|
(2)
|
Komisaris utama Holding Investasi merupakan perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
|
||||||
|
(3)
|
Anggota Dewan Komisaris independen berasal dari unsur profesional.
|
||||||
|
(4)
|
Perwakilan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah paling rendah pejabat eselon I.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AI
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris independen Holding Investasi, calon anggota Dewan Komisaris independen Holding Investasi harus memenuhi persyaratan:
|
||||||
|
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|||||
|
|
b.
|
mampu melakukan perbuatan hukum;
|
|||||
|
|
c.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|||||
|
|
d.
|
berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan pertama;
|
|||||
|
|
e.
|
bukan pengurus dan/atau anggota partai politik;
|
|||||
|
|
f.
|
memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang investasi, ekonomi, keuangan, perbankan, hukum, dan/atau manajemen perusahaan paling singkat 30 (tiga puluh) tahun;
|
|||||
|
|
g.
|
tidak pernah dipidana penjara karena melakukan tindak pidana;
|
|||||
|
|
h.
|
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit;
|
|||||
|
|
i.
|
tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang investasi dan bidang lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
|
|||||
|
|
j.
|
persyaratan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas dan mengenai BUMN.
|
|||||
|
(2)
|
Anggota Dewan Komisaris Holding Investasi dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan:
|
||||||
|
|
a.
|
anggota Direksi Holding Investasi;
|
|||||
|
|
b.
|
anggota Dewan Komisaris Holding Investasi yang lain;
|
|||||
|
|
c.
|
pegawai Holding Investasi;
|
|||||
|
|
d.
|
dewan pengawas Badan; dan/atau
|
|||||
|
|
e.
|
badan pelaksana Badan.
|
|||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Dewan Komisaris Holding Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan larangan Dewan Komisaris Holding Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AJ
|
|||||||
|
(1)
|
Jabatan Dewan Komisaris Holding Investasi berakhir apabila:
|
||||||
|
|
a.
|
meninggal dunia;
|
|||||
|
|
b.
|
masa jabatannya telah berakhir; atau
|
|||||
|
|
c.
|
diberhentikan oleh RUPS untuk anggota Dewan Komisaris independen Holding Investasi.
|
|||||
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
19.
|
Di antara Bab ID dan Bab II disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IE sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IE
HOLDING OPERASIONAL
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
20.
|
Di antara Pasal 3AJ dan Pasal 4 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 3AK, Pasal 3AL, Pasal 3AM, dan Pasal 3AN sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AK
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam menjalankan kewenangan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3C dan kewenangan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3F ayat (2), Menteri dan Badan mendirikan Holding Operasional.
|
||||||
|
(2)
|
Holding Operasional mempunyai tugas untuk:
|
||||||
|
|
a.
|
melakukan pengelolaan operasional BUMN; dan
|
|||||
|
|
b.
|
melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri atau Badan.
|
|||||
|
(3)
|
Holding Operasional merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AL
|
|||||||
|
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3AK ayat (2), Holding Operasional berwenang melakukan tindakan sebagai berikut:
|
|||||||
|
a.
|
menyusun dan mengusulkan rencana kerja dan anggaran perusahaan Holding Operasional;
|
||||||
|
b.
|
menerbitkan surat utang dan/atau menerima pinjaman;
|
||||||
|
c.
|
memberikan pinjaman dan/atau penjaminan kepada BUMN atau Anak Usaha BUMN;
|
||||||
|
d.
|
melakukan pengelolaan dan penatausahaan atas aset Holding Operasional, BUMN, dan Anak Usaha BUMN;
|
||||||
|
e.
|
mengusulkan hapus buku dan/atau hapus tagih atas aset Holding Operasional dan/atau BUMN kepada Badan;
|
||||||
|
f.
|
mengusulkan kontrak manajemen Holding Operasional kepada Badan untuk mendapatkan persetujuan; dan
|
||||||
|
g.
|
tindakan lain yang ditetapkan oleh Menteri atau Badan atau diatur dalam anggaran dasar Holding Operasional.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AM
|
|||||||
|
(1)
|
Seluruh saham Holding Operasional dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan Badan.
|
||||||
|
(2)
|
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki 1% (satu persen) saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
|
||||||
|
(3)
|
Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki 99% (sembilan puluh sembilan persen) saham seri B pada Holding Operasional.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3AN
|
|||||||
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3AD sampai dengan Pasal 3AJ berlaku mutatis mutandis bagi Direksi Holding Operasional, Dewan Komisaris Holding Operasional, dan rencana kerja dan anggaran perusahaan Holding Operasional.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
21.
|
Di antara Bab IE dan Bab II disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IF sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IF
MODAL DAN PENYERTAAN MODAL NEGARA
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
22.
|
Setelah Bab IF disisipkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kesatu sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Modal
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
23.
|
Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4
|
|||||||
|
(1)
|
Modal BUMN berasal dari APBN dan non-APBN.
|
||||||
|
(2)
|
Modal BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari keuangan BUMN yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
|
||||||
|
(3)
|
Modal BUMN yang berasal dari APBN berupa:
|
||||||
|
|
a.
|
dana tunai;
|
|||||
|
|
b.
|
barang milik negara;
|
|||||
|
|
c.
|
piutang negara pada BUMN atau perseroan terbatas;
|
|||||
|
|
d.
|
saham milik negara pada BUMN atau perseroan terbatas; dan/atau
|
|||||
|
|
e.
|
aset negara lain.
|
|||||
|
(4)
|
Modal BUMN yang berasal dari non-APBN berupa:
|
||||||
|
|
a.
|
keuntungan revaluasi aset;
|
|||||
|
|
b.
|
kapitalisasi cadangan;
|
|||||
|
|
c.
|
agio saham; dan/atau
|
|||||
|
|
d.
|
sumber lain yang sah.
|
|||||
|
(5)
|
Penambahan modal untuk Holding Investasi, Holding Operasional, BUMN, dan Anak Usaha BUMN, tidak berasal dari APBN, kecuali dalam rangka menjalankan penugasan pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
24.
|
Setelah Bagian Kesatu disisipkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kedua sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Penyertaan Modal Negara
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
25.
|
Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 4A dan Pasal 4B sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4A
|
|||||||
|
(1)
|
Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian Badan, Holding Investasi, Holding Operasional, dan BUMN yang dananya berasal dari APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
(2)
|
Setiap perubahan penyertaan modal negara yang dananya berasal dari APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), berupa penambahan atau pengurangan modal, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
(3)
|
Menteri mengajukan penyertaan modal negara dalam rangka:
|
||||||
|
|
a.
|
pendirian Badan, Holding Investasi, Holding Operasional, dan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
|
|||||
|
|
b.
|
perubahan penyertaan modal negara kepada Badan sebagaimana dimaksud pada ayat {2);
|
|||||
|
|
c.
|
penambahan penyertaan modal negara kepada Badan; dan/atau
|
|||||
|
|
d.
|
penugasan Pemerintah Pusat,
|
|||||
|
|
kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN untuk mendapat persetujuan.
|
||||||
|
(4)
|
Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat {1) dan perubahan penyertaan modal negara kepada BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Menteri.
|
||||||
|
(5)
|
Modal negara pada BUMN yang berasal dari penyertaan modal baik dalam rangka pendirian BUMN maupun perubahan, merupakan kekayaan BUMN yang menjadi milik dan tanggungjawab BUMN.
|
||||||
|
(6)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4B
|
|||||||
|
Keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
26.
|
Setelah Bagian Kedua disisipkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Ketiga sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Hak Istimewa Saham Seri A Dwiwarna
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
27.
|
Di antara Pasal 48 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4C sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4C
|
|||||||
|
(1)
|
Negara Republik Indonesia memiliki saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa pada Holding Investasi, Holding Operasional, dan BUMN.
|
||||||
|
(2)
|
Kepemilikan saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa yang dimiliki Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
|
||||||
|
(3)
|
Saham seri A Dwiwarna dengan hak istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hak-hak istimewa paling sedikit sebagai berikut:
|
||||||
|
|
a.
|
hak untuk menyetujui dalam RUPS;
|
|||||
|
|
b.
|
hak untuk mengusulkan agenda RUPS;
|
|||||
|
|
c.
|
hak untuk meminta dan mengakses data dan dokumen perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
|
|||||
|
|
d.
|
hak untuk menetapkan pedoman/kebijakan strategis dalam bidang:
|
|||||
|
|
|
1.
|
akuntansi dan keuangan;
|
||||
|
|
|
2.
|
pengembangan dan investasi;
|
||||
|
|
|
3.
|
operasional dan pengadaan barang dan/atau jasa;
|
||||
|
|
|
4.
|
informasi teknologi;
|
||||
|
|
|
5.
|
sumber daya manusia;
|
||||
|
|
|
6.
|
manajemen risiko dan pengawasan internal;
|
||||
|
|
|
7.
|
hukum dan kepatuhan;
|
||||
|
|
|
8.
|
program tanggung jawab sosial dan lingkungan; dan
|
||||
|
|
|
9.
|
program environmental, social, and governance (ESG);
|
||||
|
|
e.
|
hak untuk mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Dewan Komisaris atas persetujuan Presiden; dan
|
|||||
|
|
f.
|
hak lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar.
|
|||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
28.
|
Di antara Bab IF dan Bab II disisipkan 1 (satu) bah, yakni Bab IG sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IG
PENDIRIAN BUMN
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
29.
|
Pasal 5 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
30.
|
Pasal 6 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
31.
|
Pasal 7 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
32.
|
Pasal 8 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
33.
|
Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9
|
|||||||
|
Bentuk badan hukum BUMN terdiri atas Persero dan Perum.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
34.
|
Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 9A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9A
|
|||||||
|
BUMN mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
35.
|
Di antara Bab IG dan Bab II disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IH sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IH
PENGURUSAN DAN PENGAWASAN
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
36.
|
Di antara Pasal 9A dan Pasal 10 disisipkan 7 (tujuh) pasal, yakni Pasal 9B, Pasal 9C, Pasal 9D, Pasal 9E, Pasal 9F, Pasal 90, dan Pasal 9H sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9B
|
|||||||
|
(1)
|
Direksi menjalankan pengurusan BUMN untuk kepentingan BUMN serta sesuai dengan tujuan BUMN.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam menjalankan pengurusan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi berwenang menentukan kebijakan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
|
||||||
|
(3)
|
Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 {satu) orang, yang berwenang mewakili BUMN adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9C
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas melakukan pengawasan terhadap BUMN atas kebijakan dan pelaksanaan pengurusan serta memberikan nasihat kepada Direksi.
|
||||||
|
(2)
|
Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan tujuan BUMN.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9D
|
|||||||
|
Dalam melaksanakan pengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9B dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9C, Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas wajib mematuhi:
|
|||||||
|
a.
|
ketentuan peraturan perundang-undangan;
|
||||||
|
b.
|
anggaran dasar BUMN; dan
|
||||||
|
c.
|
asas dan prinsip penyelenggaraan BUMN.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9E
|
|||||||
|
Setiap anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9F
|
|||||||
|
(1)
|
Anggota Direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan:
|
||||||
|
|
a.
|
kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
|
|||||
|
|
b.
|
telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan tujuan BUMN;
|
|||||
|
|
c.
|
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
|
|||||
|
|
d.
|
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
|
|||||
|
(2)
|
Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan:
|
||||||
|
|
a.
|
telah melakukan pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan tujuan BUMN;
|
|||||
|
|
b.
|
tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
|
|||||
|
|
c.
|
telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9G
|
|||||||
|
Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9H
|
|||||||
|
(1)
|
Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas tidak berwenang mewakili BUMN, jika:
|
||||||
|
|
a.
|
terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan; atau
|
|||||
|
|
b.
|
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN.
|
|||||
|
(2)
|
Dalam anggaran dasar ditetapkan yang berhak mewakili BUMN apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
||||||
|
(3)
|
Dalam hal anggaran dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), RUPS mengangkat 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham untuk mewakili Persero, dan Pemerintah Pusat mengangkat 1 (satu) orang atau lebih untuk mewakili Perum.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
37.
|
Bagian Pertama Bab II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Umum
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
38.
|
Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 10
|
|||||||
|
(1)
|
Pendirian dan penyelenggaraan Persero dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perseroan terbatas, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
|
||||||
|
(2)
|
Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan kajian pendirian Persero.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
39.
|
Pasal 11 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
40.
|
Bagian Kedua Bab II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tujuan
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
41.
|
Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 12
|
|||||||
|
Tujuan pendirian Persero adalah:
|
|||||||
|
a.
|
memperoleh keuntungan; dan
|
||||||
|
b.
|
menyediakan dan menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa yang bermutu dan berdaya saing.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
42.
|
Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 13
|
|||||||
|
Organ Persero terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
RUPS;
|
||||||
|
b.
|
Direksi Persero; dan
|
||||||
|
c.
|
Dewan Komisaris.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
43.
|
Bagian Keempat Bab II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Rapat Umum Pemegang Saham
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
44.
|
Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 14
|
|||||||
|
(1)
|
Menteri menghadiri RUPS selaku pemegang saham negara pada Persero.
|
||||||
|
(2)
|
Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara atau bertindak selaku pemegang saham pada Persero dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
45.
|
Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 14A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 14A
|
|||||||
|
(1)
|
Direksi Persero terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi Persero atau lebih.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam hal Direksi Persero terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi Persero atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi Persero ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
|
||||||
|
(3)
|
Komposisi Direksi Persero sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi Persero ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi Persero.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
46.
|
Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 10 (sepuluh) pasal, yakni Pasal 15A, Pasal 15B, Pasal 15C, Pasal 15D, Pasal 15E, Pasal 15F, Pasal 150, Pasal 15H, Pasal 151, dan Pasal 15J sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15A
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi Persero, calon anggota Direksi Persero harus memenuhi persyaratan:
|
||||||
|
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|||||
|
|
b.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|||||
|
|
c.
|
tidak memiliki hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping sampai dengan derajat kedua dengan Direksi Persero dan Dewan Komisaris;
|
|||||
|
|
d.
|
memiliki keahlian dan pengalaman dalam mengelola Persero atau perseroan paling singkat 5 (lima) tahun;
|
|||||
|
|
e.
|
memiliki integritas, kepemimpinan, pengalaman, kejujuran, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Persero;
|
|||||
|
|
f.
|
dapat melaksanakan tugas secara penuh waktu; dan
|
|||||
|
|
g.
|
persyaratan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas.
|
|||||
|
(2)
|
Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi Persero adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
|
||||||
|
|
a.
|
dinyatakan pailit;
|
|||||
|
|
b.
|
menjadi anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas yang berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dinyatakan sebagai penyebab suatu Persero atau Perum dinyatakan pailit; atau
|
|||||
|
|
c.
|
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dan/atau tindak pidana lain dengan ancaman hukuman paling singkat 5 (lima) tahun.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15B
|
|||||||
|
Anggota Direksi Persero dilarang merangkap jabatan sebagai:
|
|||||||
|
a.
|
anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas pada BUMN lain, Anak Usaha BUMN dan turunannya, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta;
|
||||||
|
b.
|
jabatan struktural dan fungsional pada kementerian/lembaga Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah;
|
||||||
|
c.
|
pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah;
|
||||||
|
d.
|
jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15C
|
|||||||
|
(1)
|
Anggota Direksi Persero wajib menandatangani kontrak manajemen dan pakta integritas sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi Persero.
|
||||||
|
(2)
|
Kontrak manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh anggota Direksi Persero kepada Menteri, kepala badan pelaksana, dan/atau RUPS.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15D
|
|||||||
|
Masa jabatan anggota Direksi Persero ditetapkan oleh RUPS.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15E
|
|||||||
|
(1)
|
Jabatan Direksi Persero berhenti apabila:
|
||||||
|
|
a.
|
meninggal dunia atau berhalangan tetap;
|
|||||
|
|
b.
|
masa jabatannya berakhir; atau
|
|||||
|
|
c.
|
diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir karena tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15A atau diberhentikan oleh RUPS.
|
|||||
|
(2)
|
Dalam hal anggota Direksi Persero diberhentikan sebelum jabatannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, RUPS wajib memberi kesempatan kepada Direksi yang bersangkutan untuk membela diri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15F
|
|||||||
|
Dengan memperhatikan sifat khusus masing-masing Persero, Direksi Persero dapat mengangkat seorang sekretaris perusahaan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15G
|
|||||||
|
(1)
|
Direksi Persero wajib menyiapkan rencana kerja jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan Persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
|
||||||
|
(2)
|
Rencana kerja jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Komisaris disampaikan kepada RUPS untuk mendapatkan persetujuan.
|
||||||
|
(3)
|
Direksi Persero wajib menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang.
|
||||||
|
(4)
|
Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat juga anggaran tahunan Persero untuk tahun buku yang akan datang.
|
||||||
|
(5)
|
Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada RUPS untuk mendapatkan persetujuan.
|
||||||
|
(6)
|
Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus ditelaah terlebih dahulu oleh Dewan Komisaris sebelum disampaikan kepada RUPS.
|
||||||
|
(7)
|
Dalam hal rencana kerja tahunan yang disampaikan belum mendapatkan persetujuan dari RUPS, rencana kerja tahunan tahun yang lampau diberlakukan.
|
||||||
|
(8)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15H
|
|||||||
|
(1)
|
Direksi Persero wajib menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah tahun buku Persero berakhir untuk memperoleh persetujuan.
|
||||||
|
(2)
|
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
||||||
|
|
a.
|
laporan keuangan baik konsolidasi maupun nonkonsolidasi yang paling sedikit terdiri atas neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
|
|||||
|
|
b.
|
laporan mengenai kegiatan Persero;
|
|||||
|
|
c.
|
laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan;
|
|||||
|
|
d.
|
rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Persero;
|
|||||
|
|
e.
|
laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
|
|||||
|
|
f.
|
nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; dan
|
|||||
|
|
g.
|
gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris untuk tahun yang baru lampau.
|
|||||
|
(3)
|
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi Persero dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Persero sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal ada anggota Direksi Persero atau anggota Dewan Komisaris tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang bersangkutan harus menyebutkan alasan secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi Persero dan Dewan Komisaris dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.
|
||||||
|
(5)
|
Dalam hal terdapat anggota Direksi Persero atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15I
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15G dan laporan tahunan Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15H diatur dalam Peraturan Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15J
|
|||||||
|
Direksi Persero wajib memelihara daftar, risalah, dokumen keuangan, dan dokumen perusahaan lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
47.
|
Pasal 16 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
48.
|
Pasal 17 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
49.
|
Pasal 18 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
50.
|
Pasal 19 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
51.
|
Pasal 20 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
52.
|
Pasal 21 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
53.
|
Pasal 22 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
54.
|
Pasal 23 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
55.
|
Pasal 24 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
56.
|
Pasal 25 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
57.
|
Pasal 26 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
58.
|
Bagian Keenam Bab II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Dewan Komisaris
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
59.
|
Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 26A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 26A
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan Komisaris berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang atau lebih.
|
||||||
|
(2)
|
Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
60.
|
Di antara Pasal 27 dan Pasal 28 disisipkan 9 (sembilan) pasal, yakni Pasal 27A, Pasal 27B, Pasal 27C, Pasal 27D, Pasal 27E, Pasal 27F, Pasal 270, Pasal 27H, dan Pasal 27I sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27A
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk dapat diangkat menjadi Dewan Komisaris, calon Dewan Komisaris harus memenuhi persyaratan:
|
||||||
|
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|||||
|
|
b.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|||||
|
|
c.
|
tidak memiliki hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping sampai dengan derajat kedua dengan Direksi Persero dan Dewan Komisaris;
|
|||||
|
|
d.
|
memiliki pengetahuan yang memadai pada salah satu kegiatan bidang usaha Persero tersebut;
|
|||||
|
|
e.
|
memiliki integritas, kepemimpinan, pengalaman, kejujuran, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan serta mengembangkan Persero; dan
|
|||||
|
|
f.
|
persyaratan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas.
|
|||||
|
(2)
|
Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
|
||||||
|
|
a.
|
dinyatakan pailit;
|
|||||
|
|
b.
|
menjadi anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas yang berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dinyatakan sebagai penyebab suatu Persero atau Perum dinyatakan pailit; atau
|
|||||
|
|
c.
|
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. dan/atau tindak pidana lain dengan ancaman hukuman paling singkat 5 (lima) tahun.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27B
|
|||||||
|
Dewan Komisaris dilarang merangkap jabatan sebagai:
|
|||||||
|
a.
|
anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas pada BUMN lain, Anak Usaha BUMN dan turunannya, dan badan usaha milik daerah; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27C
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan Komisaris wajib menandatangani kontrak manajemen dan pakta integritas sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai Dewan Komisaris.
|
||||||
|
(2)
|
Kontrak manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh anggota Dewan Komisaris kepada Menteri, kepala badan pelaksana, dan/atau RUPS.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27D
|
|||||||
|
Masa jabatan anggota Dewan Komisaris ditetapkan oleh RUPS.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27E
|
|||||||
|
(1)
|
Jabatan anggota Dewan Komisaris berhenti apabila:
|
||||||
|
|
a.
|
meninggal dunia atau berhalangan tetap;
|
|||||
|
|
b.
|
masa jabatannya berakhir; atau
|
|||||
|
|
c.
|
diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir karena tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A atau diberhentikan oleh RUPS.
|
|||||
|
(2)
|
Dalam hal anggota Dewan Komisaris diberhentikan sebelum jabatannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, RUPS wajib memberi kesempatan pada Dewan Komisaris yang bersangkutan untuk membela diri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27F
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Persero maupun usaha Persero, dan memberi nasihat kepada Direksi Persero.
|
||||||
|
(2)
|
Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Persero dan sesuai dengan tujuan Persero.
|
||||||
|
(3)
|
Dewan Komisaris dalam melakukan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban untuk:
|
||||||
|
|
a.
|
memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana kerja yang diusulkan Direksi Persero;
|
|||||
|
|
b.
|
mengikuti perkembangan kegiatan Persero, memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan Persero;
|
|||||
|
|
c.
|
melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi gejala menurunnya kinerja Persero;
|
|||||
|
|
d.
|
memberikan nasihat kepada Direksi Persero dalam melaksanakan pengurusan Persero; dan
|
|||||
|
|
e.
|
melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar Persero dan/atau berdasarkan keputusan RUPS.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27G
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan kepada Direksi Persero dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
|
||||||
|
(2)
|
Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
|
||||||
|
(3)
|
Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi Persero terhadap Persero dan pihak ketiga.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27H
|
|||||||
|
Dewan Komisaris wajib:
|
|||||||
|
a.
|
membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
|
||||||
|
b.
|
melaporkan kepada Persero mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Persero tersebut dan/atau Persero lain; dan
|
||||||
|
c.
|
memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 27I
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian dan penyelenggaraan Persero diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
61.
|
Pasal 28 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
62.
|
Pasal 29 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
63.
|
Pasal 30 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
64.
|
Pasal 31 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
65.
|
Pasal 32 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
66.
|
Pasal 33 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
67.
|
Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 34
|
|||||||
|
(1)
|
Persero dapat menjadi Persero Terbuka dengan melakukan penjualan saham di pasar modal.
|
||||||
|
(2)
|
Persero Terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan undang-undang mengenai pasar modal dan undang-undang mengenai perseroan terbatas, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
68.
|
Bagian Pertama Bab III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Umum
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
69.
|
Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 35
|
|||||||
|
(1)
|
Pendirian Perum harus memenuhi kriteria antara lain:
|
||||||
|
|
a.
|
bidang usaha atau kegiatannya berkaitan dengan kepentingan orang banyak;
|
|||||
|
|
b.
|
didirikan tidak semata-mata untuk memperoleh keuntungan; dan
|
|||||
|
|
c.
|
berdasarkan pengkajian memenuhi persyaratan ekonomis yang diperlukan bagi berdirinya suatu badan usaha.
|
|||||
|
(2)
|
Kekuasaan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A, dikuasakan kepada Menteri selaku pemilik modal pada Perum.
|
||||||
|
(3)
|
Pendirian Perum diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan kajian pendirian Perum.
|
||||||
|
(4)
|
Pendirian Perum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memperoleh status badan hukum terhitung sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.
|
||||||
|
(5)
|
Peraturan Pemerintah tentang pendirian Perum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat antara lain:
|
||||||
|
|
a.
|
penetapan pendirian Perum;
|
|||||
|
|
b.
|
anggaran dasar; dan
|
|||||
|
|
c.
|
Menteri sebagai pemilik modal.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
70.
|
Bagian Kedua Bab III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Tujuan
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
71.
|
Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 36
|
|||||||
|
Tujuan pendirian Perum adalah:
|
|||||||
|
a.
|
menyediakan dan menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa bagi kemanfaatan umum dalam rangka pemenuhan hajat hidup orang banyak atau untuk kebutuhan strategis; dan
|
||||||
|
b.
|
memperoleh keuntungan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
72.
|
Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 37
|
|||||||
|
Organ Perum terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
Menteri;
|
||||||
|
b.
|
Direksi Perum; dan
|
||||||
|
c.
|
Dewan Pengawas.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
73.
|
Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 38
|
|||||||
|
(1)
|
Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan oleh Direksi Perum.
|
||||||
|
(2)
|
Kebijakan pengembangan usaha Perum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Direksi Perum kepada Menteri setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.
|
||||||
|
(3)
|
Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan tujuan Perum yang bersangkutan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
74.
|
Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 39
|
|||||||
|
Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara dalam Perum, kecuali apabila Menteri:
|
|||||||
|
a.
|
baik langsung maupun tidak langsung dengan iktikad buruk memanfaatkan Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi;
|
||||||
|
b.
|
terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perum; atau
|
||||||
|
c.
|
baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perum.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
75.
|
Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 42
|
|||||||
|
(1)
|
Setiap tahun buku Perum wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.
|
||||||
|
(2)
|
Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari modal Perum.
|
||||||
|
(3)
|
Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
|
||||||
|
(4)
|
Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila Perum mempunyai saldo laba yang positif.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
76.
|
Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 13 (tiga belas) pasal, yakni Pasal 43A, Pasal 438, Pasal 43C, Pasal 43D, Pasal 43E, Pasal 43F, Pasal 430, Pasal 43H, Pasal 43I, Pasal 43J, Pasal 43K, Pasal 43L, dan Pasal 43M sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43A
|
|||||||
|
(1)
|
Direksi Perum terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi Perum atau lebih.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam hal Direksi Perum terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi Perum atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi Perum ditetapkan oleh Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43B
|
|||||||
|
Pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi Perum ditetapkan oleh Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43C
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi Perum harus memenuhi persyaratan:
|
||||||
|
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|||||
|
|
b.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|||||
|
|
c.
|
tidak memiliki hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping sampai dengan derajat kedua dengan Direksi Perum dan Dewan Pengawas;
|
|||||
|
|
d.
|
memiliki keahlian dan pengalaman dalam mengelola perusahaan paling singkat 5 (lima) tahun;
|
|||||
|
|
e.
|
memiliki integritas, kepemimpinan, pengalaman, kejujuran, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Perum;
|
|||||
|
|
f.
|
dapat melaksanakan tugas secara penuh waktu; dan
|
|||||
|
|
g.
|
persyaratan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
|
(2)
|
Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi Perum adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
|
||||||
|
|
a.
|
dinyatakan pailit;
|
|||||
|
|
b.
|
menjadi anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas yang berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dinyatakan sebagai penyebab suatu Persero atau Perum dinyatakan pailit; atau
|
|||||
|
|
c.
|
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dan/atau tindak pidana lain dengan ancaman hukuman paling singkat 5 (lima) tahun.
|
|||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Direksi Perum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43D
|
|||||||
|
Anggota Direksi Perum dilarang merangkap jabatan sebagai:
|
|||||||
|
a.
|
anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas pada BUMN lain, Anak Usaha BUMN dan turunannya, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;
|
||||||
|
b.
|
jabatan struktural dan fungsional pada kementerian/lembaga Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah;
|
||||||
|
c.
|
pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43E
|
|||||||
|
(1)
|
Anggota Direksi Perum wajib menandatangani kontrak manajemen dan pakta integritas sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi Perum.
|
||||||
|
(2)
|
Kontrak manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh anggota Direksi Perum kepada Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43F
|
|||||||
|
Masa jabatan anggota Direksi Perum ditetapkan oleh Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43G
|
|||||||
|
(1)
|
Jabatan Direksi Perum berhenti apabila:
|
||||||
|
|
a.
|
meninggal dunia atau berhalangan tetap;
|
|||||
|
|
b.
|
masa jabatannya berakhir; atau
|
|||||
|
|
c.
|
diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir karena tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Direksi Perum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43C atau diberhentikan oleh Menteri.
|
|||||
|
(2)
|
Dalam hal anggota Direksi Perum diberhentikan sebelum jabatannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Menteri wajib memberi kesempatan pada Direksi Perum yang bersangkutan untuk membela diri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43H
|
|||||||
|
Dengan memperhatikan sifat khusus masing-masing Perum, Direksi Perum dapat mengangkat seorang sekretaris perusahaan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43I
|
|||||||
|
(1)
|
Direksi Perum wajib menyiapkan rencana kerja jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan Perum yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
|
||||||
|
(2)
|
Rencana kerja jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditandatangani bersama Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.
|
||||||
|
(3)
|
Direksi Perum wajib menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang.
|
||||||
|
(4)
|
Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat juga anggaran tahunan Perum untuk tahun buku yang akan datang.
|
||||||
|
(5)
|
Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.
|
||||||
|
(6)
|
Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus ditelaah terlebih dahulu oleh Dewan Pengawas sebelum disampaikan kepada Menteri.
|
||||||
|
(7)
|
Dalam hal rencana kerja tahunan yang disampaikan belum mendapatkan persetujuan dari Menteri, rencana kerja tahunan tahun yang lampau diberlakukan.
|
||||||
|
(8)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43J
|
|||||||
|
(1)
|
Direksi Perum wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perum berakhir untuk memperoleh persetujuan.
|
||||||
|
(2)
|
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
||||||
|
|
a.
|
laporan keuangan baik konsolidasi maupun nonkonsolidasi yang paling sedikit terdiri atas neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas. serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
|
|||||
|
|
b.
|
laporan mengenai kegiatan Perum;
|
|||||
|
|
c.
|
laporan pelaksanaan tanggungjawab sosial dan lingkungan;
|
|||||
|
|
d.
|
rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perum;
|
|||||
|
|
e.
|
laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Pengawas selama tahun buku yang baru lampau;
|
|||||
|
|
f.
|
nama anggota Direksi Perum dan anggota Dewan Pengawas; dan
|
|||||
|
|
g.
|
gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi Perum dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Pengawas untuk tahun yang baru lampau.
|
|||||
|
(3)
|
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi Perum dan semua anggota Dewan Pengawas yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal terdapat anggota Direksi Perum atau anggota Dewan Pengawas tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus disebutkan alasan secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi Perum dan Dewan Pengawas dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.
|
||||||
|
(5)
|
Dalam hal terdapat anggota Direksi Perum atau anggota Dewan Pengawas yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43K
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43I dan laporan tahunan Perum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43J diatur dalam Peraturan Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43L
|
|||||||
|
Direksi Perum wajib memelihara daftar, risalah, dokumen keuangan, dan dokumen perusahaan lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 43M
|
|||||||
|
(1)
|
Direksi Perum hanya dapat mengajukan permohonan ke pengadilan negeri agar Perum dinyatakan pailit berdasarkan persetujuan Menteri.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi Perum dan kekayaan Perum tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi Perum secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
|
||||||
|
(3)
|
Anggota Direksi Perum yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
|
||||||
|
(4)
|
Dalam hal kesalahan atau kelalaian Direksi Perum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menimbulkan kerugian bagi Perum, Menteri mewakili Perum melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi Perum melalui pengadilan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
77.
|
Pasal 44 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
78.
|
Pasal 45 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
79.
|
Pasal 46 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
80.
|
Pasal 47 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
81.
|
Pasal 48 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
82.
|
Pasal 49 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
83.
|
Pasal 50 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
84.
|
Pasal 51 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
85.
|
Pasal 52 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
86.
|
Pasal 53 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
87.
|
Pasal 54 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
88.
|
Pasal 55 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
89.
|
Di antara Pasal 55 dan Pasal 56 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 55A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 55A
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan Pengawas berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang.
|
||||||
|
(2)
|
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Pengawas tidak dapat bertindak sendiri-sendiri melainkan berdasarkan keputusan Dewan Pengawas.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
90.
|
Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56
|
|||||||
|
Pengangkatan dan pemberhentian Dewan Pengawas dilakukan oleh Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
91.
|
Di antara Pasal 56 dan Pasal 57 disisipkan 9 (sembilan) pasal, yakni Pasal 56A, Pasal 56B, Pasal 56C, Pasal 56D, Pasal 56E, Pasal 56F, Pasal 560, Pasal 56H, dan Pasal 56I sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56A
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk dapat diangkat menjadi Dewan Pengawas harus memenuhi persyaratan:
|
||||||
|
|
a.
|
warga negara Indonesia;
|
|||||
|
|
b.
|
sehat jasmani dan rohani;
|
|||||
|
|
c.
|
tidak memiliki hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping sampai dengan derajat kedua dengan Direksi Perum dan Dewan Pengawas;
|
|||||
|
|
d.
|
memiliki pengetahuan yang memadai pada salah satu kegiatan bidang usaha Perum tersebut;
|
|||||
|
|
e.
|
memiliki integritas, kepemimpinan, pengalaman, kejujuran, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Perum; dan
|
|||||
|
|
f.
|
persyaratan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
|
(2)
|
Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
|
||||||
|
|
a.
|
dinyatakan pailit;
|
|||||
|
|
b.
|
menjadi anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas yang berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dinyatakan sebagai penyebab suatu Persero atau Perum dinyatakan pailit; atau
|
|||||
|
|
c.
|
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dan/atau tindak pidana lain dengan ancaman hukuman paling singkat 5 (lima) tahun.
|
|||||
|
(3)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56B
|
|||||||
|
Dewan Pengawas dilarang merangkap jabatan sebagai:
|
|||||||
|
a.
|
anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau Dewan Pengawas pada BUMN lain, Anak Usaha BUMN dan turunannya, badan usaha milik daerah, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56C
|
|||||||
|
(1)
|
Anggota Dewan Pengawas wajib menandatangani kontrak manajemen dan pakta integritas sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Dewan Pengawas.
|
||||||
|
(2)
|
Kontrak manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh anggota Dewan Pengawas kepada Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56D
|
|||||||
|
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan oleh Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56E
|
|||||||
|
(1)
|
Jabatan anggota Dewan Pengawas berhenti apabila:
|
||||||
|
|
a.
|
meninggal dunia atau berhalangan tetap;
|
|||||
|
|
b.
|
masa jabatannya berakhir; atau
|
|||||
|
|
c.
|
diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir karena tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56A atau diberhentikan oleh Menteri.
|
|||||
|
(2)
|
Dalam hal anggota Dewan Pengawas diberhentikan sebelum jabatannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Menteri wajib memberi kesempatan pada Dewan Pengawas yang bersangkutan untuk membela diri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56F
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan Pengawas melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perum maupun usaha Perum, dan memberi nasihat kepada Direksi Perum.
|
||||||
|
(2)
|
Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perum dan sesuai dengan tujuan Perum.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56G
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Pengawas untuk memberikan persetujuan kepada Direksi Perum dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
|
||||||
|
(2)
|
Berdasarkan anggaran dasar atau Peraturan Pemerintah, Dewan Pengawas dapat melakukan tindakan pengurusan Perum dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
|
||||||
|
(3)
|
Dewan Pengawas yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi Perum terhadap Perum dan pihak ketiga.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56H
|
|||||||
|
Dewan Pengawas wajib:
|
|||||||
|
a.
|
membuat risalah rapat Dewan Pengawas dan menyimpan salinannya;
|
||||||
|
b.
|
melaporkan kepada Perum mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada perseroan; dan
|
||||||
|
c.
|
memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 56I
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian dan penyelenggaraan Perum diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
92.
|
Pasal 57 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
93.
|
Pasal 58 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
94.
|
Pasal 59 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
95.
|
Pasal 60 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
96.
|
Pasal 61 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
97.
|
Pasal 62 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
98.
|
Di antara Bab III dan Bab IV disisipkan 1 (satu) bah, yakni Bab IIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IIIA
PENGELOLAAN ASET BADAN USAHA MILIK NEGARA
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
99.
|
Di antara Pasal 62 dan Pasal 63 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 62A, Pasal 62B, dan Pasal 62C sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62A
|
|||||||
|
(1)
|
Aset BUMN wajib dikelola oleh BUMN dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
|
||||||
|
(2)
|
Pengurusan Aset BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direksi berdasarkan mekanisme yang diatur oleh Direksi dengan memperhatikan pembatasan kewenangan Direksi yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar, dan/atau keputusan RUPS/Menteri.
|
||||||
|
(3)
|
Aset BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipindahtangankan, dijaminkan, dan/atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
|
||||||
|
(4)
|
Aset BUMN yang dapat dipindahtangankan dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk Aset BUMN yang berada pada cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta Aset BUMN yang berupa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62B
|
|||||||
|
(1)
|
Menteri mengusulkan pendirian BUMN pengelola aset kepada Presiden disertai dengan kajian pendirian BUMN.
|
||||||
|
(2)
|
BUMN pengelola aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewenangan:
|
||||||
|
|
a.
|
pengelolaan Aset BUMN;
|
|||||
|
|
b.
|
Restrukturisasi baik bidang keuangan maupun bisnis dan/atau revitalisasi BUMN;
|
|||||
|
|
c.
|
pengelolaan aset bermasalah pada BUMN;
|
|||||
|
|
d.
|
pengelolaan aset produktif milik negara; dan
|
|||||
|
|
e.
|
pengelolaan aset yang berasal dari pihak lain.
|
|||||
|
(3)
|
Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan kepada BUMN pengelola aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk penambahan modal baik tunai maupun nontunai, pembelian surat berharga BUMN pengelola aset maupun surat berharga yang dikelola oleh BUMN pengelola aset, dan/atau pemberian penjaminan.
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai BUMN pengelola aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62C
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Aset BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62A dan BUMN pengelola aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62B diatur dalam Peraturan Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
100.
|
Di antara Bab IIIA dan Bab IV disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IIIB sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IIIB
PENGHAPUSBUKUAN DAN PENGHAPUSTAGIHAN
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
101.
|
Setelah Bab IIIB ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kesatu sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Hapus Buku dan Hapus Tagih
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
102.
|
Di antara Pasal 62C dan Pasal 63 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 62D dan Pasal 62E sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62D
|
|||||||
|
(1)
|
BUMN mempunyai wewenang untuk melakukan hapus buku dan/atau hapus tagih.
|
||||||
|
(2)
|
Hapus buku dan/atau hapus tagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk Aset BUMN.
|
||||||
|
(3)
|
Aset berupa piutang yang dapat dihapusbukukan merupakan piutang macet yang telah dilakukan upaya penagihan piutang secara optimal, namun tidak tertagih dan tidak disebabkan oleh adanya kesalahan.
|
||||||
|
(4)
|
BUMN wajib terus melakukan upaya penagihan atas piutang yang telah dihapusbukukan sebelum piutang dilakukan hapus tagih.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62E
|
|||||||
|
BUMN dapat melakukan hapus tagih piutang yang telah dihapus buku dengan persetujuan Menteri untuk Perum dan Badan untuk Persero.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
103.
|
Setelah Bagian Kesatu ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kedua sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pelaporan
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
104.
|
Di antara Pasal 62E dan Pasal 63 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 62F, Pasal 62G, dan Pasal 62H sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62F
|
|||||||
|
(1)
|
BUMN melaporkan pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih kepada Menteri dan Badan.
|
||||||
|
(2)
|
Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam laporan tahunan BUMN dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62G
|
|||||||
|
Badan melaporkan pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN dan Presiden.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62H
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara hapus buku atas Aset BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62D dan hapus tagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62E, serta tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62F ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
105.
|
Bab IV diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IV
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PEMISAHAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
106.
|
Di antara Pasal 62H dan Pasal 63 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 62I, Pasal 62J, Pasal 62K, dan Pasal 62L sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62I
|
|||||||
|
(1)
|
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan BUMN diusulkan oleh Menteri kepada Presiden.
|
||||||
|
(2)
|
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62J
|
|||||||
|
(1)
|
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan BUMN dilaksanakan oleh Menteri setelah ditetapkan Peraturan Pemerintah mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan BUMN.
|
||||||
|
(2)
|
Rencana dan pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN.
|
||||||
|
(3)
|
Terhitung sejak berlakunya Penggabungan atau Peleburan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), segala kekayaan, hak, dan kewajiban BUMN yang menggabungkan diri atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada BUMN yang menerima Penggabungan atau BUMN basil Peleburan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62K
|
|||||||
|
(1)
|
Penggabungan atau Peleburan BUMN mengakibatkan BUMN yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
|
||||||
|
(2)
|
Penggabungan atau Peleburan BUMN dilaksanakan tanpa melakukan likuidasi terlebih dahulu.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62L
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62I sampai dengan Pasal 62K diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
107.
|
Pasal 63 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
108.
|
Pasal 64 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
109.
|
Pasal 65 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
110.
|
Di antara Bab IV dan Bab V disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IVA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IVA
ANAK USAHA BADAN USAHA MILIK NEGARA
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
111.
|
Di antara Pasal 62L dan Pasal 63 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 62M, Pasal 62N, dan Pasal 62O sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62M
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk mendukung pencapaian tujuan pendirian BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), BUMN dapat membentuk Anak Usaha BUMN.
|
||||||
|
(2)
|
BUMN dapat memiliki saham dengan hak istimewa pada Anak Usaha BUMN.
|
||||||
|
(3)
|
Pembentukan Anak Usaha BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan antara lain:
|
||||||
|
|
a.
|
menyusun kajian kelayakan usaha terkait pendirian Anak Usaha BUMN; dan
|
|||||
|
|
b.
|
sektor usaha Anak Usaha BUMN diutamakan berkaitan dengan sektor usaha yang dikembangkan oleh perusahaan induk.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62N
|
|||||||
|
Pembentukan Anak Usaha BUMN merupakan bagian dari rencana kerja dan anggaran perusahaan Holding Investasi, Holding Operasional, atau BUMN.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 62O
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Anak Usaha BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62M dan Pasal 62N diatur dalam Peraturan Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
112.
|
Bagian Pertama Bab VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Satuan Pengawasan Intern
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
113.
|
Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 67
|
|||||||
|
(1)
|
Pada setiap BUMN dibentuk satuan pengawasan intern.
|
||||||
|
(2)
|
Satuan pengawasan intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada direktur utama.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
114.
|
Di antara Pasal 67 dan Pasal 68 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 67A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 67A
|
|||||||
|
Satuan pengawasan intern mempunyai tugas:
|
|||||||
|
a.
|
membantu direktur utama dalam melaksanakan pemeriksaan operasional dan keuangan Holding Investasi, Holding Operasional, dan BUMN, menilai pengendalian, pengelolaan, dan pelaksanaannya pada Holding Investasi, Holding Operasional, dan BUMN, serta memberikan saran perbaikan;
|
||||||
|
b.
|
menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas satuan pengawasan intern sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada direktur utama; dan
|
||||||
|
c.
|
memonitor tindak lanjut atas hasil pemeriksaan yang telah dilaporkan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
115.
|
Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 68
|
|||||||
|
Atas permintaan tertulis Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas satuan pengawasan intern.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
116.
|
Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 69
|
|||||||
|
Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah yang diperlukan atas setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh satuan pengawasan intern.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
117.
|
Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 70
|
|||||||
|
(1)
|
Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
|
||||||
|
(2)
|
Komite audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas.
|
||||||
|
(3)
|
Selain komite audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas dapat membentuk komite lain.
|
||||||
|
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai komite audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan komite lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
118.
|
Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 71
|
|||||||
|
(1)
|
Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan tahunan dilakukan oleh akuntan publik yang ditetapkan oleh RUPS untuk Persero dan ditetapkan oleh Menteri untuk Perum.
|
||||||
|
(2)
|
Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
(3)
|
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan atas permintaan alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN.
|
||||||
|
(4)
|
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
119.
|
Di antara Pasal 71 dan Pasal 72 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 71A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 71A
|
|||||||
|
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan BUMN dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar pada Badan Pemeriksa Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
120.
|
Bab VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VIII
RESTRUKTURISASI
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
121.
|
Bagian Pertama Bab VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Maksud dan Tujuan Restrukturisasi
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
122.
|
Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 72
|
|||||||
|
(1)
|
Maksud dari Restrukturisasi BUMN adalah untuk melakukan:
|
||||||
|
|
a.
|
peningkatan kinerja;
|
|||||
|
|
b.
|
penambahan nilai;
|
|||||
|
|
c.
|
penyehatan; atau
|
|||||
|
|
d.
|
penyelamatan.
|
|||||
|
(2)
|
Keputusan Restrukturisasi untuk melakukan penyehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Menteri, dengan paling sedikit memperhatikan asas manfaat yang diperoleh dan/atau biaya.
|
||||||
|
(3)
|
Keputusan Restrukturisasi untuk melakukan penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan oleh komite penyelamatan BUMN, dengan paling sedikit memperhatikan asas manfaat yang diperoleh.
|
||||||
|
(4)
|
BUMN ditetapkan untuk disehatkan jika dipenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||
|
|
a.
|
BUMN menunjukkan prospek usaha yang baik; dan/atau
|
|||||
|
|
b.
|
perkiraan biaya penyehatan lebih rendah dari perkiraan biaya tidak melakukan penyehatan BUMN dimaksud.
|
|||||
|
(5)
|
BUMN ditetapkan untuk diselamatkan jika dipenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||
|
|
a.
|
memiliki dampak sosial ekonomi yang luas untuk negara; dan/atau
|
|||||
|
|
b.
|
memiliki manfaat bagi hidup orang banyak.
|
|||||
|
(6)
|
BUMN ditetapkan untuk dibubarkan jika tidak dipenuhi satu atau lebih persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5).
|
||||||
|
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Restrukturisasi BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
123.
|
Di antara Pasal 72 dan Pasal 73 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 72A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 72A
|
|||||||
|
Tujuan Restrukturisasi adalah untuk:
|
|||||||
|
a.
|
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;
|
||||||
|
b.
|
menyehatkan BUMN;
|
||||||
|
c.
|
memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
|
||||||
|
d.
|
menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
memudahkan pelaksanaan Privatisasi.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
124.
|
Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 73
|
|||||||
|
(1)
|
Restrukturisasi dengan maksud untuk penyehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf c dan untuk penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf d, dilakukan melalui:
|
||||||
|
|
a.
|
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan;
|
|||||
|
|
b.
|
pengalihan saham;
|
|||||
|
|
c.
|
pengeluaran saham baru yang diambil bagian oleh BUMN; dan/atau
|
|||||
|
|
d.
|
mekanisme lain.
|
|||||
|
(2)
|
Restrukturisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan kepentingan BUMN, pemegang saham, karyawan, dan masyarakat.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
125.
|
Setelah Bagian Kedua ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Ketiga sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Komite Penyelamatan
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
126.
|
Di antara Pasal 73 dan Pasal 74 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 73A dan Pasal 73B sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 73A
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk mengkaji dan memutuskan penyelamatan BUMN, Pemerintah Pusat membentuk komite penyelamatan.
|
||||||
|
(2)
|
Komite penyelamatan dipimpin oleh Menteri dengan beranggotakan Menteri Keuangan dan menteri teknis.
|
||||||
|
(3)
|
Keanggotaan komite penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 73B
|
|||||||
|
(1)
|
Komite penyelamatan bertugas untuk:
|
||||||
|
|
a.
|
merumuskan dan menetapkan kebijakan umum serta persyaratan mekanisme pelaksanaan penyelamatan;
|
|||||
|
|
b.
|
melakukan koordinasi dalam rangka pengambilan keputusan penyelamatan dan menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses penyelamatan; dan
|
|||||
|
|
c.
|
membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses penyelamatan.
|
|||||
|
(2)
|
Komite penyelamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meminta kajian dan laporan dari Badan terkait BUMN yang diselamatkan.
|
||||||
|
(3)
|
Ketua komite penyelamatan melaporkan secara berkala perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
127.
|
Di antara Bab VIII dan Bab IX disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VIIIA
PRIVATISASI
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
128.
|
Bagian Ketiga Bab VIII diubah menjadi Bagian Kesatu Bab VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Tujuan Privatisasi
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
129.
|
Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 74
|
|||||||
|
Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk:
|
|||||||
|
a.
|
meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
|
||||||
|
b.
|
memperluas kepemilikan masyarakat atas perusahaan;
|
||||||
|
c.
|
menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
|
||||||
|
d.
|
menciptakan perusahaan yang berdaya saing dan berorientasi global; dan/atau
|
||||||
|
e.
|
menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
130.
|
Bagian Keempat Bab VIII diubah menjadi Bagian Kedua Bab VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Prinsip dan Kriteria Privatisasi
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
131.
|
Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 75
|
|||||||
|
Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran, kehati-hatian, dan prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
132.
|
Ketentuan Pasal 76 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 76
|
|||||||
|
(1)
|
Persero yang dapat di-Privatisasi paling sedikit memenuhi kriteria:
|
||||||
|
|
a.
|
industri atau sektor usaha kompetitif;
|
|||||
|
|
b.
|
industri atau sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah; dan/atau
|
|||||
|
|
c.
|
industri atau sektor usaha yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak.
|
|||||
|
(2)
|
Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat di-Privatisasi.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
133.
|
Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 77
|
|||||||
|
Persero yang tidak dapat di-Privatisasi meliputi:
|
|||||||
|
a.
|
Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN;
|
||||||
|
b.
|
Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan industri strategis pertahanan dan keamanan negara;
|
||||||
|
c.
|
Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah Pusat diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
Persero yang bergerak di bidang usaha yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk di-Privatisasi.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
134.
|
Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 78
|
|||||||
|
Privatisasi dilaksanakan dengan cara:
|
|||||||
|
a.
|
penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;
|
||||||
|
b.
|
penjualan saham langsung kepada investor; atau
|
||||||
|
c.
|
penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
135.
|
Di antara Pasal 78 dan Pasal 79 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 78A dan Pasal 788 sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 78A
|
|||||||
|
Presiden dapat melakukan Privatisasi setelah alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN memberikan persetujuan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 78B
|
|||||||
|
Rencana Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78A harus dituangkan dalam program tahunan Privatisasi yang disusun oleh Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
136.
|
Bagian Kelima Bab VIII diubah menjadi Bagian Ketiga Bab VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Ketiga
Komite Privatisasi
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
137.
|
Ketentuan Pasal 79 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 79
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang Privatisasi, sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, Presiden membentuk sebuah komite privatisasi sebagai wadah koordinasi.
|
||||||
|
(2)
|
Komite privatisasi dipimpin oleh Menteri dengan beranggotakan Menteri Keuangan dan menteri teknis.
|
||||||
|
(3)
|
Keanggotaan komite privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
138.
|
Ketentuan Pasal 80 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 80
|
|||||||
|
(1)
|
Komite privatisasi bertugas untuk:
|
||||||
|
|
a.
|
merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan Privatisasi;
|
|||||
|
|
b.
|
menetapkan langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi; dan
|
|||||
|
|
c.
|
membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses Privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah Pusat.
|
|||||
|
(2)
|
Komite privatisasi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengundang, meminta masukan, dan/atau meminta bantuan dari instansi Pemerintah Pusat atau pihak lain yang dipandang perlu.
|
||||||
|
(3)
|
Ketua komite privatisasi melaporkan secara berkala perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
139.
|
Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 81
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam melaksanakan Privatisasi, Menteri bertugas untuk:
|
||||||
|
|
a.
|
menyusun program tahunan Privatisasi;
|
|||||
|
|
b.
|
mengajukan program tahunan Privatisasi kepada komite privatisasi untuk memperoleh arahan; dan
|
|||||
|
|
c.
|
melaksanakan Privatisasi.
|
|||||
|
(2)
|
Dalam rangka melaksanakan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mengambil langkah meliputi:
|
||||||
|
|
a.
|
menetapkan BUMN yang akan di-Privatisasi;
|
|||||
|
|
b.
|
menetapkan metode Privatisasi yang akan digunakan;
|
|||||
|
|
c.
|
menetapkan jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dilepas;
|
|||||
|
|
d.
|
menetapkan rentangan harga jual saham; dan
|
|||||
|
|
e.
|
menyiapkan perkiraan nilai yang dapat diperoleh dari program Privatisasi suatu BUMN.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
140.
|
Bagian Keenam Bab VIII diubah menjadi Bagian Keempat Bab VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keempat
Tata Cara Privatisasi
|
|||||||
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
141.
|
Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
||||||||
|
Pasal 82
|
|||||||
|
(1)
|
Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas Persero dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
(2)
|
Terhadap Persero yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat setelah mendapat persetujuan dari alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
142.
|
Pasal 83 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
143.
|
Pasal 84 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
144.
|
Bagian Ketujuh Bab VIII diubah menjadi Bagian Kelima Bab VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kelima
Benturan Kepentingan dan Kerahasiaan Informasi
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
145.
|
Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 85
|
|||||||
|
(1)
|
Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang terlibat dalam proses Privatisasi.
|
||||||
|
(2)
|
Pihak yang terkait dalam program dan proses Privatisasi diwajibkan menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka dan tersedia bagi publik.
|
||||||
|
(3)
|
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
146.
|
Bagian Kedelapan Bab VIII diubah menjadi Bagian Keenam Bab VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Keenam
Hasil Privatisasi
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
147.
|
Ketentuan Pasal 86 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86
|
|||||||
|
Hasil Privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara pada Persero wajib disetor langsung ke kas negara.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
148.
|
Di antara Pasal 86 dan Pasal 87 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 86A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86A
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Privatisasi BUMN, komite privatisasi, dan tata cara penyetoran hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 sampai dengan Pasal 86 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
149.
|
Di antara Bab VIIIA dan Bab IX disisipkan 1 (satu) bah, yakni Bab VIIIB sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VIIIB
PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
150.
|
Setelah Bab VIIIB ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kesatu sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kesatu
Pembubaran Persero
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
151.
|
Di antara Pasal 86A dan Pasal 87 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 86B, Pasal 86C, dan Pasal 86D sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86B
|
|||||||
|
(1)
|
Pembubaran Persero terjadi:
|
||||||
|
|
a.
|
berdasarkan keputusan RUPS;
|
|||||
|
|
b.
|
karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
|
|||||
|
|
c.
|
berdasarkan penetapan pengadilan;
|
|||||
|
|
d.
|
dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Persero tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
|
|||||
|
|
e.
|
karena harta pailit Persero yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan; atau
|
|||||
|
|
f.
|
karena dicabutnya izin usaha Persero sehingga mewajibkan Persero melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
|
(2)
|
Pembubaran Persero ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86C
|
|||||||
|
Pembubaran Persero yang dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86B ayat (1) huruf a dilaporkan oleh Menteri kepada Presiden.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86D
|
|||||||
|
(1)
|
Pembubaran Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86C wajib diikuti dengan likuidasi.
|
||||||
|
(2)
|
Pelaksanaan likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal pembentukan tim likuidasi.
|
||||||
|
(3)
|
Tagihan yang timbul setelah proses likuidasi selesai dapat diajukan terhadap sisa hasil likuidasi yang menjadi hak pemegang saham.
|
||||||
|
(4)
|
Jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggal pengumuman berakhirnya likuidasi.
|
||||||
|
(5)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
152.
|
Setelah Bagian Kesatu ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Kedua sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagian Kedua
Pembubaran Perusahaan Umum
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
153.
|
Di antara Pasal 86D dan Pasal 87 disisipkan 8 (delapan) pasal, yakni Pasal 86E, Pasal 86F, Pasal 860, Pasal 86H, Pasal 861, Pasal 86J, Pasal 86K, dan Pasal 86L sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86E
|
|||||||
|
(1)
|
Perum dapat dibubarkan karena:
|
||||||
|
|
a.
|
ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah berdasarkan usulan Pemerintah Pusat;
|
|||||
|
|
b.
|
jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
|
|||||
|
|
c.
|
penetapan pengadilan;
|
|||||
|
|
d.
|
dicabutnya putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga sebab harta pailit Perum tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan; dan/atau
|
|||||
|
|
e.
|
Perum dalam keadaan tidak mampu membayar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan.
|
|||||
|
(2)
|
Pembubaran Perum diikuti dengan likuidasi.
|
||||||
|
(3)
|
Likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh likuidator yang ditunjuk oleh Menteri.
|
||||||
|
(4)
|
Pembubaran Perum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86F
|
|||||||
|
Pembubaran Perum yang dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86E ayat (1) huruf a diusulkan oleh Menteri kepada Presiden setelah berkonsultasi dengan alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86G
|
|||||||
|
Pengadilan dapat membubarkan Perum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86E ayat (1) huruf c atas permohonan Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86H
|
|||||||
|
Likuidasi dalam hal pembubaran Perum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86E ayat (1) huruf e dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah mengenai pembubaran Perum.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86I
|
|||||||
|
Likuidator wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan dan mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia hasil akhir proses likuidasi serta mengumumkannya dalam 2 (dua) surat kabar harian dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah atau penetapan pengadilan mengenai persetujuan atas hasil akhir likuidasi.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86J
|
|||||||
|
Dalam hal tidak ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah tentang pembubaran Perum, sisa kekayaan hasil likuidasi disetorkan ke kas negara.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86K
|
|||||||
|
(1)
|
Perum yang sudah dinyatakan bubar hanya dapat melakukan perbuatan hukum untuk melakukan pemberesan kekayaan dalam proses likuidasi.
|
||||||
|
(2)
|
Pemberesan kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||
|
|
a.
|
pencatatan dan pengumpulan kekayaan;
|
|||||
|
|
b.
|
penentuan tata cara pembagian kekayaan;
|
|||||
|
|
c.
|
pembayaran kepada para kreditor;
|
|||||
|
|
d.
|
pembayaran sisa kekayaan basil likuidasi kepada Menteri; dan
|
|||||
|
|
e.
|
tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86L
|
|||||||
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86B sampai dengan Pasal 86K diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
154.
|
Di antara Bab VIIIB dan Bab IX disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VIIIC sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB VIIIC
HAK MONOPOLI
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
155.
|
Di antara Pasal 86L dan Pasal 87 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 86M sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 86M
|
|||||||
|
(1)
|
Presiden dapat memberikan hak monopoli kepada BUMN atau Anak Usaha BUMN untuk memproduksi dan/atau memasarkan barang dan/atau jasa yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara, dalam rangka kepentingan negara dan/atau hal lain yang berdasarkan pertimbangan Presiden.
|
||||||
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian hak monopoli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
156.
|
Bab IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IX
SUMBER DAYA MANUSIA
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
157.
|
Ketentuan Pasal 87 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 87
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam penyelenggaraan BUMN, BUMN didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan berdaya saing global.
|
||||||
|
(2)
|
Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan karyawan BUMN yang pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak, dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang minimal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
|
||||||
|
(3)
|
Karyawan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berasal dari masyarakat setempat dan/atau penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
(4)
|
Karyawan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berasal dari karyawan perempuan dapat menduduki posisi jabatan Direksi, Dewan Komisaris, atau jabatan manajerial lain di BUMN.
|
||||||
|
(5)
|
Karyawan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan penyelenggara negara.
|
||||||
|
(6)
|
Karyawan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditugaskan dan/atau diperbantukan ke BUMN lain untuk jangka waktu tertentu.
|
||||||
|
(7)
|
Karyawan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi standar kompetensi yang ditentukan oleh peraturan perusahaan.
|
||||||
|
(8)
|
Karyawan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membentuk serikat pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
(9)
|
Ketentuan mengenai karyawan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
158.
|
Di antara Pasal 87 dan Pasal 88 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 87A dan Pasal 87B sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 87A
|
|||||||
|
BUMN dapat mempekerjakan tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 87B
|
|||||||
|
(1)
|
Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia BUMN, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN dan/atau Badan mengembangkan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia termasuk pengembangan pembentukan entitas yang menyelenggarakan kegiatan pengembangan kompetensi pada BUMN.
|
||||||
|
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
159.
|
Di antara Bab IX dan Bab X disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IXA sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IXA
PENUGASAN KHUSUS
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
160.
|
Di antara Pasal 87B dan Pasal 88 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 87C dan Pasal 87D sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 87C
|
|||||||
|
(1)
|
Pemerintah Pusat dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN atau Anak Usaha BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, penelitian dan pengembangan, serta inovasi nasional.
|
||||||
|
(2)
|
Penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri.
|
||||||
|
(3)
|
Penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Presiden.
|
||||||
|
(4)
|
Penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan tujuan BUMN serta mempertimbangkan kemampuan BUMN atau Anak Usaha BUMN.
|
||||||
|
(5)
|
Dalam hal penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membutuhkan pendanaan dan/atau secara finansial tidak layak, Pemerintah Pusat memberikan pendanaan.
|
||||||
|
(6)
|
BUMN atau Anak Usaha BUMN yang diberikan penugasan khusus oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pencatatan administratif atau pembukuan yang terpisah mengenai penugasan tersebut dari pembukuan dalam rangka pencapaian sasaran usaha perusahaan.
|
||||||
|
(7)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 87D
|
|||||||
|
(1)
|
Dalam rangka penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87C, Menteri melakukan koordinasi dengan Menteri Keuangan dan menteri teknis.
|
||||||
|
(2)
|
Koordinasi Menteri dengan Menteri Keuangan dan menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan surat keputusan bersama.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
161.
|
Di antara Bab IXA dan Bab X disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IXB sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IXB
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
162.
|
Di antara Pasal 87D dan Pasal 88 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 87E sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 87E
|
|||||||
|
(1)
|
BUMN, Anak Usaha BUMN, dan turunannya wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
|
||||||
|
(2)
|
Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
|
||||||
|
|
a.
|
pembinaan, pelatihan, pemberdayaan, dan kerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, serta lembaga lain; dan
|
|||||
|
|
b.
|
pembinaan masyarakat di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengutamakan masyarakat di wilayah sekitar BUMN berada.
|
|||||
|
(3)
|
Sumber dana pembinaan dan kerja sama dengan usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi dan pembinaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
||||||
|
|
a.
|
penyisihan sebagian laba bersih BUMN pada tahun anggaran sebelumnya;
|
|||||
|
|
b.
|
anggaran kegiatan yang diperhitungkan sebagai biaya pada BUMN dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau
|
|||||
|
|
c.
|
sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||
|
(4)
|
Pembinaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan oleh BUMN yang bersangkutan dan dapat bekerja sama dengan pihak lain.
|
||||||
|
(5)
|
BUMN dalam batas kepatutan dapat memberikan donasi untuk amal atau tujuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||
|
(6)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
163.
|
Di antara Bab IXB dan Bab X disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IXC sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IXC
PENYELESAIAN PERSELISIHAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
164.
|
Di antara Pasal 87E dan Pasal 88 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 87F sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 87F
|
|||||||
|
(1)
|
Setiap sengketa yang terjadi antar-BUMN, Anak Usaha BUMN, dan/atau perusahaan terafiliasi diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.
|
||||||
|
(2)
|
Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa, beda pendapat, atau perselisihan diselesaikan melalui seorang mediator.
|
||||||
|
(3)
|
Dalam hal para pihak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender tidak bersepakat dalam menunjuk seorang mediator, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN akan menunjuk seorang mediator.
|
||||||
|
(4)
|
Kesepakatan penyelesaian sengketa, beda pendapat, atau perselisihan adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
165.
|
Pasal 88 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
166.
|
Di antara Bab IXC dan Bab X disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IXD sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB IXD
KETENTUAN LAIN-LAIN
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
167.
|
Pasal 90 dihapus.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
168.
|
Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 93
|
|||||||
|
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, terhadap segala penugasan yang masih berlangsung, mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
169.
|
Di antara Pasal 93 dan Pasal 94 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 93A sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 93A
|
|||||||
|
Dalam hal Persero bergerak di bidang perbankan, ketentuan mengenai jangka waktu likuidasi Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86D ayat (2), mengikuti ketentuan likuidasi di bidang perbankan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
170.
|
Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 94
|
|||||||
|
BUMN wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
171.
|
Di antara Pasal 94 dan Pasal 95 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 94A dan Pasal 94B sehingga berbunyi sebagai berikut:
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 94A
|
|||||||
|
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
|
|||||||
|
a.
|
semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai BUMN dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan
|
||||||
|
b.
|
semua ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kekuasaan pengelolaan keuangan negara atas kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN, perbendaharaan negara, penerimaan negara bukan pajak, dan perseroan terbatas tidak berlaku sepanjang telah diatur khusus di dalam Undang-Undang ini.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 94B
|
|||||||
|
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal II |
||||||||
1.
|
Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui alat kelengkapan yang menangani bidang legislasi wajib melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 2025
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRABOWO SUBIANTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 2025
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRASETYO HADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 25
|
||||||||
|
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2025
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I.
|
UMUM
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Penyelenggaraan BUMN harus bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti segala usaha yang dilakukan oleh Negara melalui BUMN harus bertujuan agar masyarakat dapat lebih menikmati kesejahteraan dan keadilan sosial secara merata tanpa terkecuali. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka Negara harus mengelola BUMN dengan mengacu pada prinsip atau asas yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan BUMN perlu dilakukan pemisahan antara fungsi pengawasan dan operasional.
Prinsip tersebut menjadi legitimasi dan dasar hukum bagi Negara untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan strategis melalui berdirinya BUMN yang di dalamnya diamanatkan Negara memiliki fungsi untuk mengatur (regelendaad), mengurus (bestuursdaad), mengelola (beheersdaad), dan mengawasi (toezichthoudensdaad) cabang-cabang produksi tersebut. BUMN didirikan sebagai perpanjangan tangan dari Negara dalam menjalankan tujuan Negara yang tidak dapat dilakukan melalui tugas pemerintahan, tetapi harus dilakukan melalui mekanisme usaha.
Peranan BUMN dalam pembangunan ekonomi nasional sangat penting dan strategis, antara lain karena memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya, memperoleh keuntungan, menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu dan berdaya saing tinggi, menyediakan barang dan/atau jasa bagi kemanfaatan umum dalam rangka pemenuhan hajat hidup orang banyak atau untuk kebutuhan strategis, menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi, melakukan pemberdayaan, memberikan dukungan, dan membangun kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah, koperasi, serta masyarakat.
Upaya peningkatan efisiensi BUMN sangat penting dilakukan untuk mendorong kinerja BUMN agar mampu berperan sebagai salah satu alat Negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan tidak membebani keuangan Negara. Mengingat peran strategis BUMN baik secara sosiologis maupun ekonomis dalam mencapai tujuan negara kesejahteraan, diperlukan BUMN yang berdaya saing secara global.
Pengaturan dalam Undang-Undang ini menegaskan definisi BUMN yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung. Selain itu, pengaturan mengenai asas dalam penyelenggaraan BUMN yaitu berasaskan atas demokrasi ekonomi dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Pengaturan mengenai modal Badan atau BUMN berasal dari APBN dan non-APBN. Penyertaan modal negara ke Badan atau BUMN harus mendapat persetujuan dari DPR RI. Penambahan pengaturan mengenai Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara sebagai badan hukum, tugas dan kewenangan serta organ Badan. Ada beberapa penambahan persyaratan untuk dapat diangkat sebagai Direksi Persero atau Perum, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas.
Dalam Undang-Undang ini diatur secara tegas mengenai Badan, Holding Investasi, Holding Operasional, Restrukturisasi, Privatisasi, pembentukan Anak Usaha BUMN, dan/atau pembubaran BUMN. Selanjutnya, pengaturan mengenai hak monopoli kepada BUMN untuk memproduksi dan/atau memasarkan barang dan/atau jasa yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara, dalam rangka kepentingan negara. Pengaturan dalam bab tersendiri mengenai sumber daya manusia dalam penyelenggaraan BUMN serta pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pemerintah Pusat dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, penelitian dan pengembangan, serta inovasi dengan tetap memperhatikan tujuan BUMN serta mempertimbangkan kemampuan BUMN. Selanjutnya terdapat pula pengaturan mengenai satuan pengawasan intern, komite audit, dan komite lainnya. Terdapat pula pengaturan mengenai pemeriksaan eksternal yang dilakukan oleh akuntan publik yang ditetapkan oleh RUPS untuk Persero dan ditetapkan oleh Menteri untuk Perum. Pengaturan mengenai kewajiban BUMN untuk melaksanakan pembinaan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta pembinaan masyarakat di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan mengutamakan masyarakat di wilayah di sekitar BUMN berada sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan BUMN. Selain itu, diatur juga tata cara penyelesaian perselisihan yang terjadi antar BUMN, Anak Usaha BUMN, dan/atau perusahaan terafiliasi diselesaikan yaitu dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II.
|
PASAL DEMI PASAL
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal IA
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "prinsip kebersamaan" adalah prinsip yang mendorong peran BUMN agar dalam kegiatannya dapat mewujudkan kepentingan bersama seluruh rakyat Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "prinsip efisiensi berkeadilan" adalah prinsip yang mengedepankan efisiensi dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "prinsip berkelanjutan" adalah prinsip yang melandasi proses pembangunan yang berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "prinsip berwawasan lingkungan" adalah penyelenggaraan BUMN harus tetap memperhatikan dan mengutamakan pelindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "prinsip menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional" adalah prinsip yang melandasi penyelenggaraan BUMN yang menyeimbangkan antara kepentingan individu, masyarakat, serta kepentingan bangsa dan negara sehingga menjadi bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "prinsip tata kelola perusahaan yang baik" adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan organ perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan secara akuntabel dan berlandaskan peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "prinsip transparansi" adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar mengenai keterbukaan informasi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "prinsip akuntabilitas" adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "prinsip pertanggungjawaban" adalah kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "prinsip kemandirian" adalah prinsip yang melandasi penyelenggaraan BUMN dengan menjaga dan mengedepankan profesionalitas tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "prinsip kewajaran" adalah keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
Angka 4
Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, Pemerintah Pusat dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 3A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kekuasaan yang dikuasakan kepada Menteri dan Badan termasuk kekuasaan Pemerintah Pusat selaku pemegang saham pada BUMN dan pemilik modal pada Perum.
Pasal 3B
Cukup jelas.
Pasal 3C
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan "kewenangan lain" adalah kewenangan lain yang terkait dengan pengurusan dan pengawasan BUMN.
Pasal 3D
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 3E
Cukup jelas.
Pasal 3F
Cukup jelas.
Pasal 3G
Cukup jelas.
Pasal 3H
Cukup jelas.
Pasal 3I
Ayat (1)
Kerja sama dengan pihak ketiga tetap menempatkan Pemerintah Pusat memegang kedudukan menentukan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3J
Cukup jelas.
Pasal 3K
Cukup jelas.
Pasal 3L
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 3M
Cukup jelas.
Pasal 3N
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan sinkronisasi dan koordinasi serta pengendalian pelaksanaan urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi adalah paling rendah pejabat eselon I.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3O
Cukup jelas.
Pasal 3P
Cukup jelas.
Pasal 3Q
Cukup jelas.
Pasal 3R
Cukup jelas.
Pasal 3S
Cukup jelas.
Pasal 3T
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang mewakili Badan di dalam dan di luar pengadilan adalah kepala badan pelaksana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3U
Cukup jelas.
Pasal 3V
Cukup jelas.
Pasal 3W
Cukup jelas.
Pasal 3X
Cukup jelas.
Pasal 3Y
Cukup jelas.
Pasal 3Z
Cukup jelas.
Pasal 3AA
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 3AB
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mendirikan Holding Investasi" adalah mendirikan BUMN baru atau menunjuk salah satu BUMN yang telah ada untuk menjadi Holding Investasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 3AC
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pemberdayaan aset dilakukan antara lain dengan menetapkan kebijakan mengenai pemberdayaan aset.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Pasal 3AD
Cukup jelas.
Pasal 3AE
Cukup jelas.
Pasal 3AF
Cukup jelas.
Pasal 3AG
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.
Angka 18
Pasal 3AH
Cukup jelas.
Pasal 3AI
Cukup jelas.
Pasal 3AJ
Cukup jelas.
Angka 19
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 3AK
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mendirikan Holding Operasional" adalah mendirikan BUMN baru atau menunjuk salah satu BUMN yang telah ada untuk menjadi Holding Operasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3AL
Cukup jelas.
Pasal 3AM
Cukup jelas.
Pasal 3AN
Cukup jelas.
Angka 21
Cukup jelas.
Angka 22
Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 4
Cukup jelas.
Angka 24
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 4A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penyertaan modal negara dalam rangka penugasan Pemerintah Pusat diberikan kepada Badan untuk diteruskan kepada BUMN penerima penugasan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
BUMN adalah badan hukum privat yang modalnya merupakan milik dan tanggung jawab BUMN sebagai badan hukum baik yang berasal dari APBN maupun non-APBN. Oleh karenanya harus dibina dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 4B
Modal dan kekayaan BUMN merupakan milik BUMN dan setiap keuntungan atau kerugian yang dialami oleh BUMN bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara. Keuntungan atau kerugian BUMN termasuk tetapi tidak terbatas pada keuntungan atau kerugian BUMN yang timbul dari pengelolaan sebagian atau seluruh aset kekayaan BUMN dalam kegiatan investasi dan/atau operasional BUMN bersangkutan.
Angka 26
Cukup jelas.
Angka 27
Pasal 4C
Cukup jelas.
Angka 28
Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 5
Dihapus.
Angka 30
Pasal 6
Dihapus.
Angka 31
Pasal 7
Dihapus.
Angka 32
Pasal 8
Dihapus.
Angka 33
Pasal 9
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 9A
Cukup jelas.
Angka 35
Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 9B
Cukup jelas.
Pasal 9C
Cukup jelas.
Pasal 9D
Cukup jelas.
Pasal 9E
Cukup jelas.
Pasal 9F
Cukup jelas.
Pasal 9G
Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.
Pasal 9H
Cukup jelas.
Angka 37
Cukup jelas.
Angka 38
Pasal 10
Cukup jelas.
Angka 39
Pasal 11
Dihapus.
Angka 40
Cukup jelas.
Angka 41
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut untuk dapat memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu dan berdaya saing tinggi baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan dan nilai Persero yang bersangkutan sehingga akan memberikan manfaat yang optimal bagi pihak yang terkait.
Angka 42
Pasal 13
Cukup jelas.
Angka 43
Cukup jelas.
Angka 44
Pasal 14
Cukup jelas.
Angka 45
Pasal 14A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Direksi Persero" adalah Direksi selain Direksi Holding Investasi.
Direksi Persero terdiri atas direktur utama dan/atau direktur lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 46
Pasal I5A
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua" adalah:
Huruf d
Yang dimaksud dengan "keahlian" adalah kompetensi atas bisnis inti BUMN yang akan dijabat.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Untuk menentukan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dapat dinyatakan sebagai penyebab Persero atau Perum dinyatakan pailit harus didasarkan pada gugatan dan/atau tuntutan yang dapat diajukan kepada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang menjabat pada saat Persero atau Perum dinyatakan pailit, dan/atau kepada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas periode sebelum Persero atau Perum dinyatakan pailit.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 15B
Cukup jelas.
Pasal 15C
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kontrak manajemen" adalah statement of corporate intent (SCI) antara lain memuat janji atau pernyataan Direksi Persero untuk memenuhi segala target yang disepakati antara pemegang saham, Dewan Komisaris, dan Direksi Persero. Kontrak manajemen tersebut dapat diperbaharui setiap tahun untuk disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perusahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15D
Cukup jelas.
Pasal 15E
Cukup jelas.
Pasal 15F
Sekretaris perusahaan (corporate secretary) berfungsi untuk memastikan bahwa Persero mematuhi peraturan tentang persyaratan keterbukaan sejalan dengan penerapan prinsip good corporate governance serta memberikan informasi untuk Direksi Persero dan Dewan Komisaris secara berkala apabila diminta. Sekretaris perusahaan harus memenuhi kualifikasi profesionalisme yang memadai. Sekretaris perusahaan diangkat dan diberhentikan oleh Direksi Persero serta bertanggung jawab kepada Direksi Persero.
Pasal 15G
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Rencana kerja jangka panjang memuat antara lain:
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 15H
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dewan Komisaris sebelum menandatangani laporan tahunan yang disampaikan oleh Direksi Persero, wajib membahas secara bersama-sama dengan Direksi Persero. Dengan ditandatangani bersama, semua anggota Direksi Persero dan Dewan Komisaris bertanggung jawab atas isi laporan tahunan dimaksud.
Ayat (4)
Alasan anggota Direksi Persero tidak menandatangani perlu dijelaskan secara tertulis kepada RUPS agar RUPS dapat menggunakannya sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian terhadap laporan tersebut.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 15I
Cukup jelas.
Pasal 15J
Yang dimaksud dengan "dokumen perusahaan lainnya" adalah data, catatan, dan/atau keterangan yang dibuat dan/atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain namun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Angka 47
Pasal 16
Dihapus.
Angka 48
Pasal 17
Dihapus.
Angka 49
Pasal 18
Dihapus.
Angka 50
Pasal 19
Dihapus.
Angka 51
Pasal 20
Dihapus.
Angka 52
Pasal 21
Dihapus.
Angka 53
Pasal 22
Dihapus.
Angka 54
Pasal 23
Dihapus.
Angka 55
Pasal 24
Dihapus.
Angka 56
Pasal 25
Dihapus.
Angka 57
Pasal 26
Dihapus.
Angka 58
Cukup jelas.
Angka 59
Pasal 26A
Ayat (1)
Dewan Komisaris terdiri atas komisaris utama dan/atau komisaris lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 60
Pasal 27A
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua" adalah:
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Untuk menentukan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dapat dinyatakan sebagai penyebab Persero atau Perum dinyatakan pailit harus didasarkan pada gugatan dan/atau tuntutan yang dapat diajukan kepada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang menjabat pada saat Persero atau Perum dinyatakan pailit, dan/atau kepada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas periode sebelum Persero atau Perum dinyatakan pailit.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 27B
Cukup jelas.
Pasal 27C
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kontrak manajemen" adalah statement of corporate intent (SCI) antara lain memuat janji atau pernyataan Dewan Komisaris untuk memenuhi segala target yang disepakati antara pemegang saham, Dewan Komisaris, dan Direksi Persero. Kontrak manajemen tersebut dapat diperbaharui setiap tahun untuk disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perusahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27D
Cukup jelas.
Pasal 27E
Cukup jelas.
Pasal 27F
Cukup jelas.
Pasal 27G
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberi wewenang kepada Dewan Komisaris untuk melakukan pengurusan Persero yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Direksi Persero dalam hal Direksi Persero tidak ada. Apabila ada Direksi Persero, Dewan Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang ditentukan oleh RUPS dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27H
Cukup jelas.
Pasal 27I
Cukup jelas.
Angka 61
Pasal 28
Dihapus.
Angka 62
Pasal 29
Dihapus.
Angka 63
Pasal 30
Dihapus.
Angka 64
Pasal 31
Dihapus.
Angka 65
Pasal 32
Dihapus.
Angka 66
Pasal 33
Dihapus.
Angka 67
Pasal 34
Cukup jelas.
Angka 68
Cukup jelas.
Angka 69
Pasal 35
Cukup jelas.
Angka 70
Cukup jelas.
Angka 71
Pasal 36
Cukup jelas.
Angka 72
Pasal 37
Cukup jelas.
Angka 73
Pasal 38
Ayat (1)
Menteri sebagai perwakilan pemilik modal Perum menetapkan kebijakan pengembangan Perum yang bertujuan menetapkan arah dalam mencapai tujuan perusahaan baik menyangkut kebijakan investasi, pembiayaan usaha, sumber pembiayaannya, penggunaan basil usaha perusahaan, dan kebijakan pengembangan lainnya.
Mengingat Dewan Pengawas akan mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut, usulan Direksi Perum kepada Menteri harus didahului dengan persetujuan dari Dewan Pengawas.
Menteri sangat berkepentingan dengan modal negara yang tertanam dalam Perum untuk dapat dikembangkan. Untuk itu masalah investasi, pembiayaan, serta pemanfaatan hasil usaha Perum perlu diarahkan dengan jelas dalam suatu kebijakan pengembangan perusahaan.
Dalam rangka memberikan persetujuan atas usul Direksi Perum tersebut, Menteri dapat mengadakan pembicaraan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan sektoral.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 74
Pasal 39
Mengingat modal Perum pada dasarnya merupakan kekayaan negara, pemilik modal hanya bertanggung jawab sebesar nilai penyertaan yang disetorkan dan tidak meliputi harta kekayaan negara di luar modal tersebut.
Jika terjadi tindakan di luar mekanisme korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal ini, tanggung jawab secara terbatas tersebut menjadi hilang.
Yang dimaksud dengan "kekayaan negara dalam Perum" adalah modal negara dalam Perum.
Perum dibedakan dengan Persero karena sifat usahanya. Perum dalam usahanya lebih menekankan pada pelayanan demi kemanfaatan umum, baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa.
Angka 75
Pasal 42
Cukup jelas.
Angka 76
Pasal 43A
Ayat (1)
Direksi Perum terdiri atas direktur utama dan/atau direktur lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Direktur lainnya sesuai dengan kebutuhan antara lain direktur sumber daya manusia dan direktur keuangan dan/atau aset.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 43B
Cukup jelas.
Pasal 43C
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua" adalah:
Huruf d
Yang dimaksud dengan "keahlian" adalah kompetensi atas bisnis inti BUMN yang akan dijabat.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Untuk menentukan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dapat dinyatakan sebagai penyebab Persero atau Perum dinyatakan pailit harus didasarkan pada gugatan dan/atau tuntutan yang dapat diajukan kepada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang menjabat pada saat Persero atau Perum dinyatakan pailit, dan/atau kepada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas periode sebelum Persero atau Perum dinyatakan pailit.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43D
Cukup jelas.
Pasal 43E
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kontrak manajemen" adalah statement of corporate intent (SCI) antara lain memuat janji atau persyaratan Direksi Perum untuk memenuhi segala target yang disepakati antara Menteri, Dewan Pengawas, dan Direksi Perum. Kontrak manajemen tersebut dapat diperbaharui setiap tahun untuk disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perusahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 43F
Cukup jelas.
Pasal 43G
Cukup jelas.
Pasal 43H
Cukup jelas.
Pasal 43I
Ayat (1)
Rencana kerja jangka panjang memuat antara lain:
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 43J
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dewan Pengawas sebelum menandatangani laporan tahunan yang disampaikan oleh Direksi Perum, wajib membahas secara bersama-sama dengan Direksi Perum. Dengan ditandatangani bersama, semua anggota Direksi Perum dan Dewan Pengawas bertanggung jawab atas isi laporan tahunan dimaksud.
Ayat (4)
Alasan anggota Direksi Perum atau anggota Dewan Pengawas tidak menandatangani perlu dijelaskan secara tertulis kepada Menteri agar Menteri dapat menggunakannya sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian terhadap laporan tersebut.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 43K
Cukup jelas.
Pasal 43L
Yang dimaksud dengan "dokumen perusahaan lainnya" adalah data, catatan, dan/atau keterangan yang dibuat dan/atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain namun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Pasal 43M
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kesalahan atau kelalaian Direksi Perum yang dimaksud dalam ayat ini harus dapat dibuktikan terlebih dahulu dan diputuskan oleh pengadilan yang berwenang sebelum pertanggungjawaban secara tanggung renteng dapat dilaksanakan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 77
Pasal 44
Dihapus.
Angka 78
Pasal 45
Dihapus.
Angka 79
Pasal 46
Dihapus.
Angka 80
Pasal 47
Dihapus.
Angka 81
Pasal 48
Dihapus.
Angka 82
Pasal 49
Dihapus.
Angka 83
Pasal 50
Dihapus.
Angka 84
Pasal 51
Dihapus.
Angka 85
Pasal 52
Dihapus.
Angka 86
Pasal 53
Dihapus.
Angka 87
Pasal 54
Dihapus.
Angka 88
Pasal 55
Dihapus.
Angka 89
Pasal 55A
Cukup jelas.
Angka 90
Pasal 56
Cukup jelas.
Angka 91
Pasal 56A
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua" adalah:
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Untuk menentukan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dapat dinyatakan sebagai penyebab Persero atau Perum dinyatakan pailit harus didasarkan pada gugatan dan/atau tuntutan yang dapat diajukan kepada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang menjabat pada saat Persero atau Perum dinyatakan pailit, dan/atau kepada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas periode sebelum Persero atau Perum dinyatakan pailit.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 56B
Cukup jelas.
Pasal 56C
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kontrak manajemen" adalah statement of corporate intent (SCI) antara lain memuat janji atau pernyataan Dewan Pengawas untuk memenuhi segala target yang disepakati antara Direksi Perum dan Dewan Pengawas. Kontrak manajemen tersebut dapat diperbaharui setiap tahun untuk disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perusahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 56D
Cukup jelas.
Pasal 56E
Cukup jelas.
Pasal 56F
Cukup jelas.
Pasal 56G
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberi wewenang kepada Dewan Pengawas untuk melakukan pengurusan Perum yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Direksi Perum dalam hal Direksi Perum tidak ada. Apabila ada Direksi Perum, Dewan Pengawas hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang ditentukan oleh Pemerintah Pusat dalam anggaran dasar dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 56H
Cukup jelas.
Pasal 56I
Cukup jelas.
Angka 92
Pasal 57
Dihapus.
Angka 93
Pasal 58
Dihapus.
Angka 94
Pasal 59
Dihapus.
Angka 95
Pasal 60
Dihapus.
Angka 96
Pasal 61
Dihapus.
Angka 97
Pasal 62
Dihapus.
Angka 98
Cukup jelas.
Angka 99
Pasal 62A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kerja sama dengan pihak ketiga tetap menempatkan Pemerintah Pusat memegang kedudukan menentukan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 62B
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Surat berharga yang dikelola BUMN pengelola aset dapat berupa reksadana.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 62C
Cukup jelas.
Angka 100
Cukup jelas.
Angka 101
Cukup jelas.
Angka 102
Pasal 62D
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Aset BUMN dalam ketentuan ini adalah aset dalam bentuk piutang atau aktiva tetap.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 62E
Cukup jelas.
Angka 103
Cukup jelas.
Angka 104
Pasal 62F
Cukup jelas.
Pasal 62G
Cukup jelas.
Pasal 62H
Cukup jelas.
Angka 105
Cukup jelas.
Angka 106
Pasal 62I
Cukup jelas.
Pasal 62J
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Terhadap pemindahan segala kekayaan, hak, dan kewajiban BUMN yang menggabungkan diri atau meleburkan diri tidak dibutuhkan akta/perjanjian pemindahtanganan segala kekayaan, hak, dan kewajiban tersendiri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 62K
Cukup jelas.
Pasal 62L
Cukup jelas.
Angka 107
Pasal 63
Dihapus.
Angka 108
Pasal 64
Dihapus.
Angka 109
Pasal 65
Dihapus.
Angka 110
Cukup jelas.
Angka 111
Pasal 62M
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Hak istimewa yang dimiliki oleh BUMN diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar Anak Usaha BUMN.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 62N
Cukup jelas.
Pasal 62O
Cukup jelas.
Angka 112
Cukup jelas.
Angka 113
Pasal 67
Cukup jelas.
Angka 114
Pasal 67A
Cukup jelas.
Angka 115
Pasal 68
Cukup jelas.
Angka 116
Pasal 69
Cukup jelas.
Angka 117
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "komite lain" antara lain komite nominasi dan komite remunerasi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 118
Pasal 71
Ayat (1)
Laporan keuangan perusahaan mencakup laporan tahunan Persero atau Perum.
Pemeriksaan laporan keuangan (financial audit) perusahaan dimaksudkan untuk memperoleh opini auditor atas kewajaran laporan keuangan dan perhitungan tahunan perusahaan yang bersangkutan. Opini auditor atas laporan keuangan dan perhitungan tahunan dimaksud diperlukan oleh pemegang saham/Menteri antara lain dalam rangka pemberian acquit et decharge Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas perusahaan. Sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas dan pasar modal, pemeriksaan laporan keuangan dan perhitungan tahunan Persero dilakukan oleh akuntan publik.
Ayat (2)
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap BUMN dilakukan untuk pemeriksaan yang terkait dengan penggunaan dana pemerintah (misal penyertaan modal negara) dan bukan dalam hal terkait bisnis korporasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 119
Pasal 71A
Cukup jelas.
Angka 120
Cukup jelas.
Angka 121
Cukup jelas.
Angka 122
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "memiliki dampak sosial ekonomi yang luas untuk negara" adalah BUMN tersebut memiliki keterkaitan yang tinggi dan erat dengan BUMN lain, kegiatan usahanya bersifat padat karya, memiliki penugasan negara atau memiliki risiko yang sistemik baik ke sektor keuangan maupun sektor lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "memiliki manfaat bagi hidup orang banyak" adalah BUMN tersebut memiliki manfaat yang tinggi, tidak dapat digantikan dengan BUMN lain (tidak ada substitusi), serta memiliki dampak yang besar terhadap kedaulatan dan ketahanan nasional.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 123
Pasal 72A
Cukup jelas.
Angka 124
Pasal 73
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengalihan saham antar BUMN antara lain melalui penyetoran modal secara nontunai menggunakan saham suatu BUMN oleh negara kepada BUMN lainnya dalam rangka pembentukan perusahaan induk.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Mekanisme lain antara lain mekanisme yang disepakati antara pemberi pinjaman dengan BUMN penerima pinjaman sebagai bagian penyehatan dan penyelamatan BUMN dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 125
Cukup jelas.
Angka 126
Pasal 73A
Cukup jelas.
Pasal 73B
Cukup jelas.
Angka 127
Cukup jelas.
Angka 128
Cukup jelas.
Angka 129
Pasal 74
Cukup jelas.
Angka 130
Cukup jelas.
Angka 131
Pasal 75
Yang dimaksud dengan "prinsip kewajaran" termasuk dalam penggunaan jasa penilai independen untuk menentukan penilaian Persero yang akan di-Privatisasi.
Yang dimaksud dengan "kondisi pasar" adalah kondisi pasar domestik dan internasional.
Angka 132
Pasal 76
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "industri atau sektor usaha kompetitif" adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "industri atau sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah" adalah industri/sektor usaha yang ditandai dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat dan radikal dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 133
Pasal 77
Cukup jelas.
Angka 134
Pasal 78
Huruf a
Yang dimaksud dengan "penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal" antara lain adalah penjualan saham melalui penawaran umum (initial public offering/go public), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasuk dalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) bagi Persero yang telah terdaftar di bursa.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "penjualan saham langsung kepada investor" adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) atau kepada investor lainnya termasuk investor finansial. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham Persero yang belum terdaftar di bursa.
Penawaran kepada investor dalam negeri dilakukan dengan memperhatikan nilai-nilai kemandirian dan kedaulatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan" adalah penjualan sebagian besar atau seluruh saham langsung kepada manajemen (management buy out/MBO) dan/atau karyawan (employee buy out/EBO) Persero yang bersangkutan.
Dalam hal manajemen dan/atau karyawan tidak dapat membeli sebagian besar atau seluruh saham, maka penawaran kepada manajemen dan/atau karyawan dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan mereka.
Yang dimaksud dengan "manajemen" adalah Direksi.
Angka 135
Pasal 78A
Cukup jelas.
Pasal 78B
Rencana Privatisasi BUMN dalam tahun anggaran yang bersangkutan untuk memenuhi target penerimaan negara dari hasil Privatisasi disertakan dalam pengusulan RAPBN kepada DPR RI. Dengan demikian persetujuan yang diberikan oleh DPR RI atas RAPBN telah termasuk didalamnya persetujuan rencana Privatisasi BUMN yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Angka 136
Cukup jelas.
Angka 137
Pasal 79
Cukup jelas.
Angka 138
Pasal 80
Cukup jelas.
Angka 139
Pasal 81
Cukup jelas.
Angka 140
Cukup jelas.
Angka 141
Pasal 82
Cukup jelas.
Angka 142
Pasal 83
Dihapus.
Angka 143
Pasal 84
Dihapus.
Angka 144
Cukup jelas.
Angka 145
Pasal 85
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan" adalah meliputi pihak-pihak yang mempunyai hubungan afiliasi sebagai berikut:
Ayat (2)
Kerahasiaan atas informasi dalam program dan proses Privatisasi meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 146
Cukup jelas.
Angka 147
Pasal 86
Hasil Privatisasi yang disetorkan ke kas negara adalah hasil divestasi saham milik negara. Sedangkan bagi penjualan saham baru, hasilnya disetorkan ke kas perusahaan.
Yang dimaksud dengan "hasil Privatisasi" adalah hasil bersih setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan Privatisasi. Biaya pelaksanaan Privatisasi harus memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi, dan akuntabilitas.
Angka 148
Pasal 86A
Cukup jelas.
Angka 149
Cukup jelas.
Angka 150
Cukup jelas.
Angka 151
Pasal 86B
Cukup jelas.
Pasal 86C
Cukup jelas.
Pasal 86D
Cukup jelas.
Angka 152
Cukup jelas.
Angka 153
Pasal 86E
Cukup jelas.
Pasal 86F
Cukup jelas.
Pasal 86G
Cukup jelas.
Pasal 86H
Cukup jelas.
Pasal 86I
Cukup jelas.
Pasal 86J
Cukup jelas.
Pasal 86K
Cukup jelas.
Pasal 86L
Dalam Peraturan Pemerintah diatur antara lain mengenai tata cara likuidasi, urutan pembayaran dan penggunaan aset yang dilikuidasi, serta perlakuan atas sisa hasil likuidasi.
Angka 154
Cukup jelas.
Angka 155
Pasal 86M
Cukup jelas.
Angka 156
Cukup jelas.
Angka 157
Pasal 87
Cukup jelas.
Angka 158
Pasal 87A
Cukup jelas.
Pasal 87B
Cukup jelas.
Angka 159
Cukup jelas.
Angka 160
Pasal 87C
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pendanaan atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN dan Anak Usaha BUMN termasuk margin yang diharapkan sepanjang dalam tingkat kewajaran sesuai dengan penugasan yang diberikan.
Pelaksanaan penugasan khusus oleh BUMN dan Anak Usaha BUMN termasuk memberikan dukungan dalam bentuk penyertaan modal negara, pinjaman, penjaminan Pemerintah Pusat, atau dukungan lainnya.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 87D
Cukup jelas.
Angka 161
Cukup jelas.
Angka 162
Pasal 87E
Cukup jelas.
Angka 163
Cukup jelas.
Angka 164
Pasal 87F
Cukup jelas.
Angka 165
Pasal 88
Dihapus.
Angka 166
Cukup jelas.
Angka 167
Pasal 90
Dihapus.
Angka 168
Pasal 93
Cukup jelas.
Angka 169
Pasal 93A
Cukup jelas.
Angka 170
Pasal 94
Cukup jelas.
Angka 171
Pasal 94A
Cukup jelas.
Pasal 94B
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7097
|