Quick Guide
Hide Quick Guide
Aktifkan Mode Highlight
Premium
Premium
File Lampiran
Peraturan Terkait
IDN
ENG
Fitur Terjemahan
Premium
Premium
Terjemahan Dokumen
Ini Belum Tersedia
Ini Belum Tersedia
Bagikan
Tambahkan ke My Favorites
Download as PDF
Download Document
Premium
Premium
Status : Berlaku
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 2024
TENTANG
PERDAGANGAN ANTARPULAU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menimbang |
||||||||
a.
|
bahwa untuk meningkatkan efektifitas tata kelola perdagangan antarpulau guna mendukung kinerja logistik nasional, dan penerapan ekosistem logistik nasional, serta menyesuaikan proses bisnis pelaporan perdagangan antarpulau, perlu mengganti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 92 Tahun 2020 tentang Perdagangan Antarpulau, karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum dan perkembangan tata kelola perdagangan antarpulau;
|
|||||||
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Perdagangan Antarpulau;
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mengingat |
||||||||
1.
|
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
|
|||||||
2.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
|
|||||||
3.
|
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
|
|||||||
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu dalam Daerah Pabean (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4971);
|
|||||||
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653);
|
|||||||
6.
|
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 138) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 100);
|
|||||||
7.
|
Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2018 tentang Indonesia National Single Window (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 85);
|
|||||||
8.
|
Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2022 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 19);
|
|||||||
9.
|
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 492);
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||||||||
Menetapkan |
||||||||
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PERDAGANGAN ANTARPULAU.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 1 |
||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||
1.
|
Perdagangan Antarpulau adalah kegiatan perdagangan dan/atau pendistribusian barang dari satu pulau ke pulau lain dalam satu provinsi atau antarprovinsi, atau antardaerah dalam satu pulau yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan cara menyeberangkan barang dimaksud dengan menggunakan sarana angkutan laut atau sungai.
|
|||||||
2.
|
Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan.
|
|||||||
3.
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau adalah Pelaku Usaha yang memiliki muatan yang akan diperdagangkan antarpulau.
|
|||||||
4.
|
Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi yang selanjutnya disingkat PJPT adalah badan usaha yang melakukan kegiatan mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui angkutan laut.
|
|||||||
5.
|
Barang Tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait sebagai barang yang pengangkutannya dalam daerah pabean dilakukan pengawasan.
|
|||||||
6.
|
Pemberitahuan Perdagangan Antarpulau Barang yang selanjutnya disebut PAB adalah dokumen yang berisi data dan/atau informasi terkait Perdagangan Antarpulau.
|
|||||||
7.
|
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
|
|||||||
8.
|
Daerah Pabean adalah wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
|
|||||||
9.
|
Perintah Pengapalan (Shipping Instruction) adalah surat yang dibuat oleh Pemilik Muatan (Cargo Owner) atau PJPT yang ditujukan kepada pihak pengangkut (carrier) atau kapal (pelayaran) untuk menerima dan memuat muatan yang tertera dalam surat tersebut.
|
|||||||
10.
|
Sistem INATRADE adalah sistem pelayanan terpadu perdagangan pada Kementerian Perdagangan yang dilakukan secara online melalui portal http://inatrade.kemendag.go.id.
|
|||||||
11.
|
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
|
|||||||
12.
|
Lembaga National Single Window yang selanjutnya disingkat LNSW adalah unit organisasi Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan Indonesia National Single Window dan penyelenggaraan SINSW dalam penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, dan dokumen logistik nasional secara elektronik.
|
|||||||
13.
|
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
|
|||||||
14.
|
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 2 |
||||||||
(1)
|
Pengaturan kegiatan Perdagangan Antarpulau bertujuan untuk integrasi pasar dalam negeri.
|
|||||||
(2)
|
Pengaturan kegiatan Perdagangan Antarpulau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
|
|||||||
|
a.
|
menjaga keseimbangan antardaerah yang surplus dan daerah yang minus;
|
||||||
|
b.
|
memperkecil kesenjangan harga antardaerah;
|
||||||
|
c.
|
mengamankan distribusi barang yang dibatasi perdagangannya;
|
||||||
|
d.
|
mengembangkan pemasaran produk unggulan setiap daerah;
|
||||||
|
e.
|
menyediakan sarana dan prasarana Perdagangan Antarpulau;
|
||||||
|
f.
|
mencegah masuk dan beredarnya barang selundupan di dalam negeri;
|
||||||
|
g.
|
mencegah penyelundupan barang keluar negeri; dan
|
||||||
|
h.
|
meniadakan hambatan Perdagangan Antarpulau.
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 3 |
||||||||
Pelaku Usaha Perdagangan Antarpulau terdiri atas:
|
||||||||
a.
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau; dan
|
|||||||
b.
|
PJPT.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 4 |
||||||||
(1)
|
Semua barang dapat diperdagangkan antarpulau.
|
|||||||
(2)
|
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup barang produksi dalam negeri, asal impor, dan tujuan ekspor.
|
|||||||
(3)
|
Barang produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk barang hasil sumber daya alam.
|
|||||||
(4)
|
Pelaku Usaha dalam melakukan Perdagangan Antarpulau wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang yang dilarang dan/atau dibatasi perdagangannya.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 5 |
||||||||
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat ditetapkan sebagai Barang Tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 6 |
||||||||
(1)
|
Barang yang diperdagangkan antarpulau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib dilengkapi dengan PAB.
|
|||||||
(2)
|
Kewajiban melengkapi PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau.
|
|||||||
(3)
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau menyampaikan PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri secara elektronik melalui SINSW.
|
|||||||
(4)
|
PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat data dan/atau informasi mengenai:
|
|||||||
|
a.
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau;
|
||||||
|
b.
|
barang yang diperdagangkan antarpulau;
|
||||||
|
c.
|
pengangkutan barang yang diperdagangkan antarpulau; dan
|
||||||
|
d.
|
penerima muatan.
|
||||||
(5)
|
Dalam hal barang yang diperdagangkan antarpulau berupa barang mineral dan batubara, selain memuat data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam PAB juga memuat nomor transaksi penerimaan negara.
|
|||||||
(6)
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mencantumkan data dan/atau informasi dalam PAB secara lengkap dan benar.
|
|||||||
(7)
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab terhadap kelengkapan dan kebenaran data dan informasi yang tercantum dalam PAB yang dilaporkan.
|
|||||||
(8)
|
Pelaporan PAB dilakukan paling cepat 20 (dua puluh) hari sebelum estimasi keberangkatan sarana angkutan laut.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 7 |
||||||||
(1)
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dapat memberikan kuasa kepada PJPT untuk menyampaikan PAB.
|
|||||||
(2)
|
Penyampaian PAB oleh PJPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau.
|
|||||||
(3)
|
Pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat kuasa.
|
|||||||
(4)
|
PJPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab terhadap kelengkapan dan kebenaran data dan informasi yang tercantum dalam PAB yang dilaporkan.
|
|||||||
(5)
|
Format surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 8 |
||||||||
(1)
|
Untuk Perdagangan Antarpulau yang pengirimannya dilakukan dari wilayah KPBPB, pelaporan PAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menggunakan mekanisme pemberitahuan pabean pengeluaran barang yang berlaku di kawasan tersebut.
|
|||||||
(2)
|
Mekanisme pemberitahuan pabean pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui SINSW.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal mekanisme melalui SINSW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, pelaporan PAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menggunakan pemberitahuan pabean pengeluaran barang yang berlaku di kawasan tersebut dengan mekanisme pertukaran data.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 9 |
||||||||
(1)
|
SINSW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) terintegrasi dengan Sistem INATRADE.
|
|||||||
(2)
|
Sistem INATRADE menerbitkan nomor laporan atas pelaporan PAB.
|
|||||||
(3)
|
Nomor laporan atas pelaporan PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pelaku Usaha melalui SINSW.
|
|||||||
(4)
|
Nomor laporan atas pelaporan PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai referensi penerbitan Perintah Pengapalan (Shipping Instruction) dan/atau dokumen keberangkatan kapal.
|
|||||||
(5)
|
Nomor laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperlukan untuk penerbitan akses masuk barang ke dalam area pelabuhan oleh pihak yang berwenang.
|
|||||||
(6)
|
Perubahan data dan/atau informasi terhadap PAB setelah nomor laporan atas pelaporan PAB diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan melalui SINSW paling lambat sebelum keberangkatan sarana angkutan laut.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 10 |
||||||||
(1)
|
PAB yang telah dilaporkan melalui SINSW dapat dilakukan pembatalan dengan alasan tertentu.
|
|||||||
(2)
|
Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
|||||||
|
a.
|
cuaca ekstrim yang mengakibatkan sarana pengangkut tidak dapat berangkat;
|
||||||
|
b.
|
kerusakan sarana angkutan laut;
|
||||||
|
c.
|
pembatalan transaksi pengiriman barang; dan/atau
|
||||||
|
d.
|
pengiriman data ganda.
|
||||||
(3)
|
Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
|
|||||||
|
a.
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau; atau
|
||||||
|
b.
|
PJPT.
|
||||||
(4)
|
Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara elektronik melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
|
|||||||
(5)
|
Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebelum keberangkatan sarana pengangkut.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 11 |
||||||||
(1)
|
Untuk dapat menyampaikan PAB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau atau PJPT harus memiliki nomor induk berusaha dan hak akses SINSW.
|
|||||||
(2)
|
Pengajuan dan pemberian hak akses SINSW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 12 |
||||||||
(1)
|
Barang yang diperdagangkan antarpulau dapat dilakukan konsolidasi.
|
|||||||
(2)
|
Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengumpulkan barang antarpulau yang diberitahukan dalam 2 (dua) atau lebih PAB dengan menggunakan 1 (satu) kontainer.
|
|||||||
(3)
|
Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh konsolidator dengan menyampaikan PAB konsolidasi.
|
|||||||
(4)
|
Konsolidator sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
|
|||||||
|
a.
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau atau Perwakilan Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau yang ditunjuk dalam 1 (satu) holding company; atau
|
||||||
|
b.
|
PJPT.
|
||||||
(5)
|
Nomor laporan atas PAB konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperlukan untuk penerbitan akses masuk barang ke dalam area pelabuhan oleh pihak yang berwenang.
|
|||||||
(6)
|
Untuk dapat melakukan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPT melakukan registrasi secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW dengan menggunakan nomor izin berusaha atau surat izin usaha jasa pengurusan transportasi.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 13 |
||||||||
(1)
|
Penerapan nomor laporan atas PAB dan PAB konsolidasi untuk penerbitan akses masuk barang ke dalam area pelabuhan oleh pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) dan Pasal 12 ayat (5), dilakukan secara bertahap berdasarkan kesiapan pelabuhan.
|
|||||||
(2)
|
Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi dan menteri/kepala lembaga terkait.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 14 |
||||||||
(1)
|
Dalam kondisi tertentu yang dapat mengganggu kegiatan perdagangan nasional atau dalam rangka kegiatan peningkatan akselerasi perdagangan, Menteri dapat menugaskan Pelaku Usaha untuk mendistribusikan barang melalui Perdagangan Antarpulau.
|
|||||||
(2)
|
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
|||||||
|
a.
|
bencana alam, wabah, atau konflik sosial;
|
||||||
|
b.
|
terjadinya kekurangan atau kelebihan pasokan; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
harga Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting berada di atas harga acuan atau di bawah harga acuan.
|
||||||
(3)
|
Dalam menugaskan Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri dan/atau kepala lembaga terkait.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 15 |
||||||||
Dalam mengembangkan Perdagangan Antarpulau, gubernur dan/atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya bertugas:
|
||||||||
a.
|
menyelenggarakan sistem informasi perdagangan yang memuat data dan/atau informasi Perdagangan Antarpulau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem informasi perdagangan;
|
|||||||
b.
|
menyusun data produksi dan konsumsi barang yang diperdagangkan antarpulau;
|
|||||||
c.
|
meningkatkan jumlah Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan Perdagangan Antarpulau sesuai dengan kebutuhan pasar di daerahnya;
|
|||||||
d.
|
memfasilitasi pemasaran produk unggulan masing-masing daerah;
|
|||||||
e.
|
memfasilitasi kelancaran distribusi barang melalui Perdagangan Antarpulau; dan
|
|||||||
f.
|
menyusun kebijakan daerah yang memperlancar arus barang dalam rangka menjaga ketersediaan barang dan stabilitas harga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 16 |
||||||||
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melalui dinas yang membidangi perdagangan dalam rangka penguatan dan optimalisasi Perdagangan Antarpulau berperan untuk:
|
||||||||
a.
|
memfasilitasi Pelaku Usaha di bidang Perdagangan Antarpulau melakukan kerja sama dengan swasta, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan perbankan;
|
|||||||
b.
|
mengembangkan program promosi untuk produk unggulan daerah setempat;
|
|||||||
c.
|
memfasilitasi pemanfaatan pusat distribusi yang ada di daerah;
|
|||||||
d.
|
memfasilitasi pemanfaatan sarana dan prasarana Perdagangan Antarpulau;
|
|||||||
e.
|
memfasilitasi pemanfaatan program lainnya yang berkaitan dengan Perdagangan Antarpulau.
|
|||||||
f.
|
memantau kegiatan Perdagangan Antarpulau di wilayah masing-masing dengan memanfaatkan hak akses data PAB; dan
|
|||||||
g.
|
membina Pelaku Usaha Perdagangan Antarpulau untuk aktif melakukan pelaporan PAB.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 17 |
||||||||
(1)
|
Dalam hal pengaturan kegiatan Perdagangan Antarpulau dimaksudkan untuk mengamankan distribusi barang yang dibatasi perdagangannya, mencegah masuk dan beredarnya barang selundupan di dalam negeri, serta mencegah penyelundupan barang ke luar negeri, Menteri dapat menetapkan kewajiban:
|
|||||||
|
a.
|
pendaftaran bagi Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan Perdagangan Antarpulau Barang Tertentu;
|
||||||
|
b.
|
persetujuan Perdagangan Antarpulau; dan/atau
|
||||||
|
c.
|
verifikasi atau penelusuran teknis.
|
||||||
(2)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 18 |
||||||||
(1)
|
Menteri berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Perdagangan Antarpulau.
|
|||||||
(2)
|
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Perdagangan Antarpulau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat berkoordinasi dengan menteri, kepala lembaga terkait, dan/atau kepala daerah sesuai dengan kewenangannya.
|
|||||||
(3)
|
Menteri mendelegasikan kewenangan pembinaan pelaksanaan Perdagangan Antarpulau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
|
|||||||
(4)
|
Menteri mendelegasikan kewenangan pengawasan pelaksanaan Perdagangan Antarpulau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 19 |
||||||||
(1)
|
Dalam rangka melakukan pembinaan Perdagangan Antarpulau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3), Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dapat melakukan pemantauan terhadap:
|
|||||||
|
a.
|
pelaksanaan PAB;
|
||||||
|
b.
|
pendistribusian barang melalui Perdagangan Antarpulau oleh Pelaku Usaha dalam rangka melaksanakan penugasan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan
|
||||||
|
c.
|
pengembangan Perdagangan Antarpulau oleh gubernur dan/atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
|
||||||
(2)
|
Selain melakukan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembinaan juga dapat dilakukan melalui sosialisasi, fasilitasi, dan konsultasi kepada Pelaku Usaha atau pemangku kepentingan lainnya.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan pelaksanaan PAB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditemukan dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Menteri ini, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri menyampaikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga untuk dilakukan pengawasan terhadap Pelaku Usaha.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 20 |
||||||||
(1)
|
Pengawasan Perdagangan Antarpulau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), dilakukan terhadap:
|
|||||||
|
a.
|
kepatuhan pelaporan PAB; dan
|
||||||
|
b.
|
kelengkapan dan kebenaran data dan/atau informasi yang tercantum dalam PAB.
|
||||||
(2)
|
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara berkala paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 21 |
||||||||
(1)
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau atau PJPT yang tidak menyampaikan PAB atau tidak mencantumkan data dan/atau informasi dalam PAB secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dikenai sanksi administratif, berupa:
|
|||||||
|
a.
|
peringatan tertulis;
|
||||||
|
b.
|
pemberhentian sementara kegiatan Perdagangan Antarpulau selama 30 (tiga puluh) hari; dan
|
||||||
|
c.
|
rekomendasi pencabutan perizinan berusaha.
|
||||||
(2)
|
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.
|
|||||||
(3)
|
Dalam hal Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau telah dikenakan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tetap tidak menyampaikan PAB atau tidak mencantumkan data dan/atau informasi dalam PAB secara lengkap pada pengiriman selanjutnya, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan pemberhentian sementara kegiatan Perdagangan Antarpulau selama 30 (tiga puluh) hari.
|
|||||||
(4)
|
Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau dapat melakukan kembali kegiatan Perdagangan Antarpulau sebelum 30 (tiga puluh) hari masa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan menyampaikan laporan realisasi pengiriman barang antarpulau yang belum dilaporkan.
|
|||||||
(5)
|
Dalam hal Pemilik Muatan (Cargo Owner) Antarpulau telah dikenakan pemberhentian sementara kegiatan Perdagangan Antarpulau selama 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tetap tidak menyampaikan PAB atau tidak mencantumkan data dan/atau informasi dalam PAB secara lengkap pada pengiriman selanjutnya, Menteri menyampaikan rekomendasi pencabutan perizinan berusaha kepada Lembaga OSS dan/atau instansi terkait.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 22 |
||||||||
(1)
|
Menteri dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat melakukan pertukaran data dengan pimpinan kementerian/lembaga dan/atau badan usaha yang terkait dengan proses bisnis PAB.
|
|||||||
(2)
|
Pertukaran data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan dengan pimpinan kementerian/lembaga dan/atau badan usaha menggunakan mekanisme yang disepakati oleh Menteri dan pimpinan kementerian/lembaga dan/atau badan usaha paling rendah eselon I.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 23 |
||||||||
(1)
|
Penyampaian dan penatausahaan PAB dapat dilakukan melalui ekosistem logistik nasional (NLE) dan/atau sistem logistik terpadu nasional yang dibangun dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah.
|
|||||||
(2)
|
Data PAB dapat digunakan, diintegrasikan, dan/atau dikolaborasikan oleh Pemerintah untuk percepatan logistik nasional melalui ekosistem logistik nasional (NLE) dan/atau sistem logistik terpadu nasional yang dibangun dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 24 |
||||||||
(1)
|
Dalam kondisi SINSW dan/atau Sistem INATRADE tidak berfungsi:
|
|||||||
|
a.
|
pelaporan PAB dan PAB konsolidasi dilakukan secara manual kepada Menteri melalui unit pelayanan terpadu perizinan I pada Kementerian Perdagangan; dan
|
||||||
|
b.
|
nomor laporan atas PAB dan PAB konsolidasi yang diperlukan untuk penerbitan akses masuk barang ke dalam area pelabuhan oleh pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) dan Pasal 12 ayat (5) tidak berlaku.
|
||||||
(2)
|
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
|||||||
|
a.
|
gangguan pada SINSW dan/atau Sistem INATRADE; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
gangguan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.
|
||||||
(3)
|
Pelayanan manual karena gangguan SINSW dan/atau Sistem INATRADE pada ayat (2) huruf a diberikan dalam kondisi:
|
|||||||
|
a.
|
gangguan terjadi lebih dari 3 (tiga) jam; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
adanya keterangan gangguan dimaksud yang diterbitkan oleh pengelola SINSW dan/atau Sistem INATRADE.
|
||||||
(4)
|
Pelayanan manual karena gangguan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi pada ayat (2) huruf b diberikan dalam kondisi:
|
|||||||
|
a.
|
gangguan terjadi lebih dari 3 (tiga) jam; dan/atau
|
||||||
|
b.
|
adanya surat keterangan gangguan dimaksud yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat.
|
||||||
(5)
|
Format Pelaporan PAB dan PAB Konsolidasi secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
|||||||
(6)
|
Pelaporan PAB dan PAB konsolidasi yang dilakukan secara manual karena gangguan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi harus disertai dengan surat keterangan gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b.
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 25 |
||||||||
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 92 Tahun 2020 tentang Perdagangan Antarpulau (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1324), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pasal 26 |
||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2024
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI SANTOSO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 November 2024
PLT. DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 802
|